berkenaan dengan tanah dan benda yang melekat padanya. Sedangkan konsep kepemilikan hak atas tanah pada satuan rumah susun tidaklah sepenuhnya menganut
asas pemisahan horizontal karena kepemilikan atas tanah pada satuan rumah susun merupakan kepemilikan bersama dari seluruh pemegang hak milik atas satuan
bangunan rumah susun, bukan merupakan kepemilikan perorangan sebagaimana yang dianut dalam asas pemisahan horizontal dalam UUPA tersebut.
C. Hak Milik Atas Tanah Pada Satuan Rumah Susun Berdasarkan
Undang-Undang Rumah Susun
Menurut Pasal 8 ayat 1 UURS Nomor 16 Tahun 1985, satuan rumah susun dimiliki oleh perseorangan atau badan hukum yang memenuhi syarat sebagai
pemegang hak atas tanah. Pasal 8 ayat 2 UURS Nomor 16 Tahun 1985 menyatakan hak milik atas satuan rumah susun adalah hak milik atas satuan yang bersifat
perseorangan dan terpisah. Pasal 8 ayat 3 UURS Nomor 16 Tahun 1985 menegaskan bahwa hak milik atas satuan rumah susun sebagaimana dimaksud dalam
ayat 2 meliputi juga hak atas bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama, yang semuanya menyatakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan satuan yang
bersangkutan. Pasal 8 ayat 4 UURS Nomor 16 Tahun 1985 menegaskan hak atas bagian bersama, benda bersama dan hak atas tanah bersama didasarkan atas luas atau
nilai satuan rumah susun yang bersangkutan pada waktu satuan tersebut diperoleh pemiliknya yang pertama.
Pasal 10 ayat 1 UURS Nomor 16 Tahun 1985 menyatakan hak milik atas satuan rumah susun yang meliputi hak atas bagian bersama, benda bersama, dan
Universitas Sumatera Utara
tanah bersama dapat beralih dengan cara pemindahan hak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Pasal 10 ayat 2 UURS Nomor 16 Tahun 1985, pemindahan
hak satuan rumah susun tersebut dilakukan dengan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah dan didaftarkan pada Kantor Agraria KabupatenKotamadya yang bersangkutan
menurut peraturan pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 Undang- Undang No. 5 Tahun 1960.
D. Status Kepemilikan Hak Atas Tanah pada Satuan Rumah Susun
Berdasarkan KUH Perdata
HMSRS merupakan suatu lembaga baru hak kebendaan yang diperkenalkan melalui UURS. Menurut UURS, HMSRS ini bersifat perorangan dan terpisah. Selain
pemilikan atas SRS, HMSRS yang bersangkutan meliputi juga hak pemilikan bersama atas apa yang disebut “bagian bersama”, “tanah bersama”, dan “benda
bersama”, dimana semuanya merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan SRS yang bersangkutan. Oleh karena pemilik SRS meliputi atas tanah bersama, SRS
hanya dapat dimiliki peroranganbadan hukum yang memenuhi syarat sebagai pemegang hak atas tanah bersama Pasal 8 UURS. Pemisahan hak dan batas
pemilikan atas SRS tersebut telah diatur lebih lanjut dalam peraturan pelaksanaannya, yaitu Pasal 38 dan 41 PP No. 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun. HMSRS ini bukan
merupakan hak kebendaan atas tanah sebagaimana yang diatur dalam UUPA tersebut di atas.
Bagian bersama adalah bagian rumah susun yang dimiliki secara terpisah untuk pemakaian bersama dalam satu kesatuan fungsi dengan SRS. Misalnya kolom-
Universitas Sumatera Utara
kolom, tangga, atap, jalan keluar-masuk dari rumah susun, ruangan untuk umum, pondasi dan lain-lain. Bagian bersama ini tidak dapat dimanfaatkan sendiri oleh
pemilik SRS karena merupakan hak bersama para pemilik SRS. Tanah bersama adalah sebidang tanah yang digunakan atas dasar hak bersama
secara terpisah, yang di atasnya berdiri rumah susun dan ditetapkan batas-batasnya dengan persyaratan izin bangunan. Pasal 7 UURS menetapkan bahwa rumah susun
hanya dapat dibangun di atas tanah Hak Milik, HGB, Hak Pakai atas tanah Negara, atau Hak Pengelolaan. Hak atas tanah bersama ini sangat menentukan dapat tidaknya
seseorangbadan hukum memiliki SRS. Benda bersama adalah benda-benda yang bukan merupakan bagian dari rumah susun melainkan dimiliki bersama serta tidak
terpisahkan untuk pemakaian bersama. Misalnya taman, fasilitas olah raga dan rekreasi, alat pemadam kebakaran, jaringan air bersih, listrik, gas atau telepon,
saluran pembuangan limbahhujansampah, lifteskalator, dan lain-lain. Menurut Imam Kuswahyono
56
, sistem pemilikan atas suatu gedung bertingkat dapat dibagi 2 dua, yaitu :
1. Pemilikan tunggal single ownership;
2. Pemilikan bersama multi ownership.
Pemilikan tunggal dilihat dari pemilikan tanah tempat gedung bertingkat itu berdiri sehingga pemegang sertifikat juga merupakan pemilik gedung.
56
Imam Kuswahyono, Hukum Rumah Susun, Bayumedia Publishing, Malang, Jatim, Agustus 2004, hlm. 12.
Universitas Sumatera Utara
Adapun sistem pemilikan bersama dibagi dua dengan melihat adanya atau tidaknya ikatan hukum yang lebih dulu ada diantara pemilik gedung bertingkat itu,
yaitu sebagai berikut. 1.
Pemilik bersama yang terikat, dasar utamanya adanya ikatan hukum lebih dahulu antara pemilik. Dasar pengaturannya Permendagri No. 14 Tahun 1975.
2. Pemilikan bersama yang bebas, yaitu antara para pemilik tidak ada hubungan
hukum lebih dahulu selain hak bersama menjadi pemilik untuk dipergunakan bersama. Dasar pengaturannya UURS juncto PP No. 4 Tahun 1988 tentang rumah
susun. Sistem pemilikan bersama yang bebas inilah yang dikenal sebagai kondominium.
Dengan demikian, kepemilikan hak atas tanah pada SRS di dalam kerangka hukum benda mengacu kepada sistem kondominium sebagaimana yang diatur dalam
buku II KUHPerdata, dimana terdapat pemilikan individual atas SRS yang merupakan hak penghuni. Di samping itu terdapat hak kepemilikan bersama atas
tanah dimana bangunan tersebut terletak common areas dan hak milik bersama atas sarana-sarana bangunan common elements.
Menurut Pasal 6 dan 77 PP No. 4 Tahun 1988 tentang rumah susun menyatakan bahwa :
SRS dapat berada pada permukaan tanah, di atas tanah, di bawah permukaan tanah, sebagian di bawah dan sebagian lagi di atas permukaan tanah. SRS harus mempunyai
hubungan langsung keluar atau mempunyai penghubung ke jalan umum.
Universitas Sumatera Utara
Pasal 7 1 Status sertifikat dapat diberikan kepada setiap orang sebagai sertifikat kepemilikan
unit. Corporation akan memberikan sertifikat dalam tempo 10 hari setelah pembayaran kepada perusahaan.
Apabila dibandingkan dengan negara-negara lain di luar negeri, menurut Arie S. Hutagalung, istilah “strata title” lebih memungkinkan adanya kepemilikan
bersama secara horizontal di samping pemilikan secara vertikal. Hal senada juga disampaikan Maria SW Sumardjono, bahwa
57
Strata title adalah suatu sistem yang memungkinkan pembagian tanah dan bangunan dalam unit-unit yang disebut satuan
parcels, yang masing-masing merupakan hak yang terpisah. Namun, di samping pemilikan secara individual, dikenal pula adanya tanah, benda, dan bagian yang
merupakan milik bersama common property. Di dalam UU Perumahan dan pemukiman, common property ini disebut
dengan fasilitas sosial dan fasilitas umum, berdasarkan Permendagri No. 1 Tahun 1987 tentang penyerahan prasarana lingkungan, fasilitas umum, dan fasilitas sosial
perumahan kepada Pemda dengan komposisi 60 bangunan : 40 fasos dan fasum.
Konsep strata title ini dapat diterapkan pada highrise building, residential, town house, pabrik, perkantoran, dan retail.
57
Muhyanto Cs, Op.cit, hlm. 16.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Djuhaendah Hasan
58
pada beberapa negara termasuk Australia, Selandia Baru, Singapura, Malaysia, dan Hongkong, problem penyediaan pemilikan
tanah bagi pembangunan rumah secara horizontal dipecahkan dengan pembangunan perumahan secara vertikal dengan menggunakan sistem Strata Title, yaitu sistem
yang mengatur tentang bagian tanah yang terdiri dari lapisan-lapisan strata, yaitu : lapisan bawah dan atas, dengan strata. Strata adalah bentuk plural dari stratum
diartikan sebagai berikut
59
. Stratum means any part of land consisting of a space of any shape below on or above the surface of the land, the dimensions of which are
delineated. Untuk menjamin kepastian hukum dan keteraturan hukum dalam hal
kepemilikan seseorang akan SRS di dalam kerangka hukum benda, pemilikan seseorang atas SRS haruslah mempunyai suatu tanda bukti hak atas benda tanah.
Menurut Arie S. Hutagalung,
60
sebagai tanda bukti adanya hak milik atas SRS maka disediakan alat pembuktian yang kuat berupa sertifikat hak milik atas satuan rumah
susun. Bentuk dan tata cara pembuatan buku tanah serta penerbitan Sertifikat HMSRS diatur lebih rinci dalam Peraturan Ka. BPN No. 4 Tahun 1989. Adapun
pembukuan HMSRS dan penerbitan sertifikat didasarkan atas keterangandata yang dimuat dalam akta pemisahan yang telah memperoleh pengesahan Pemerintah
Daerah.
58
Djuhaendah Hasan, Op.cit, hlm. 341-342.
59
Djuhaendah Hasan, Ibid, hlm. 342Land Strata Act di Singapura.
60
Arie S. Hutagalung, Loc.cit, FHUI, Depok, 1998, hlm. 40.
Universitas Sumatera Utara
UURS dan PP No. 4 Tahun 1988 tentang rumah susun telah menetapkan bahwa sertifikat HMSRS adalah salah satu produk dari suatu rangkaian proses
perizinan pada sistem rumah susun yang sangat tergantung kepada produk-produk perizinan yang dihasilkan sebelumnya, antara lain izin lokasi dan IMB. Berbagai
perizinan yang ditetapkan PP No. 4 Tahun 1988 tersebut dinyatakan harus diatur oleh Pemda, sehingga harus ada Perda sebagai landasan pengaturan lebih lanjut. Untuk itu,
Menteri Dalam Negeri menerbitkan Permendagri No. 3 Tahun 1992 tentang Pedoman Penyusunan Perda Rumah Susun. Permendagri ini diterbitkan agar Pemda
mempunyai pedoman dalam menyusun Perda tentang rumah susun. Hal-hal yang diatur oleh Perda tentang rumah susun tersebut, antara lain
sebagai berikut : a.
Penyusunan rencana jangka panjang dan jangka pendek pembangunan rumah susun.
b. Pengaturan dan pembinaan yang meliputi ketentuan-ketentuan mengenai
persyaratan teknis dan administratif, izin layak huni pemilikan satuan rumah susun, penghunian, pengelolaan, dan tata cara pengawasannya yang mempunyai
karakteristik lokal berhubungan dengan tata kota dan tata daerah. c.
Pengesahan pertelaan, pengesahan akta pemisahan rumah susun atas satuan-satuan rumah susun.
d. Pengesahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Perhimpunan
Penghuni dalam rangka mengawasi apakah materi keduanya memenuhi ketentuan yang ada.
Universitas Sumatera Utara
Rangkaian perizinan yang akhirnya sampai pada sertifikasi rumah susun antara lain : izin lokasi, pembebasan tanah, IMB, pengesahan pertelaan, izin layak
huni, pengesahan akta pemisahan rumah susun menjadi satuan-satuan rumah susun, pendaftaran akta pemisahan, dan penerbitan sertifikat HMSRS.
Proses pengesahan pertelaan merupakan suatu penunjukan batas masing- masing SRS, bagian bersama, benda bersama, tanah bersama beserta nilai
perbandingan proporsionalnya dalam bentuk gambar dan uraian yang dibuat pengembang adalah sebagai berikut
61
. 1.
Developer mengajukan surat permohonan secara tertulis melalui Kanwil BPN kepada Gubernur Kepala Daerah.
2. Berkas permohonan tersebut di atas dilampiri dengan :
a. Pertelaan rumah susun yang bersangkutan;
b. IMB;
c. Salinan sertifikat tanah bersama.
3. Menerima berkas permohonan tersebut Ka. Kanwil BPN akan mengundang
instansi yang terkait Dinas Pengawasan Pembangunan Kota, Dinas Perumahan, Biro Hukum Pemda dan Asisten Bidang Pemerintahan guna membahas surat
permohonan tersebut. Berdasarkan penelitian instansi terkait tersebut, disusunlah Surat Keputusan
Pengesahan Pertelaan yang akan ditandatangani Wakil Gubernur bidang pemerintahan. Pertelaan merupakan pernyataan untuk SRS yang terdiri dari gambar,
61
Imam Kuswahyono, Op.cit, hlm. 41.
Universitas Sumatera Utara
uraian dan NPP. Dalam NPP ini diatur hak dan kewajiban penghuni SRS. Hak penghuni berdasarkan akta pemisahan rumah susun yang terbit setelah izin layak huni
sebagai dasar pemecahan sertifikat tanah menjadi SHMSRS. Keikutsertaan penghuni membentuk perhimpunan penghuni berdasarkan suatu badan hukum sesuai SK
Menpera No. 06KPTSBPKP4N1995. Nilai Perbandingan Proporsional NPP mengatur hal-hal sebagai berikut
62
. 1.
Hak yaitu hak pemilik HMSRS terhadap hak atas tanah, benda dan bagian bersama.
2. Kewajiban, yaitu beban biaya pemeliharaan dan perbaikan kepemilikan bersama
tanah, benda dan bagian. 3.
Nilai, yaitu dasar penentuan nilaibesarnya pinjaman terhadap HMSRS dan royal partial.
Adapun mengenai hak atas tanah atau HMSRS kepunyaan bersama atau beberapa orang atau badan hukum diterbitkan satu sertifikat yang diterimakan kepada
salah satu pemegang hak bersama atas dasar penunjukan tertulis para pemegang hak bersama yang lain. Mengenai hak atas tanah atau HMSRS kepunyaan bersama
tersebut dapat diterbitkan sertifikat sebanyak jumlah pemegang hak bersama untuk diberikan kepada setiap pemegang hak bersama yang bersangkutan yang memuat
nama serta besarnya bagian masing-masing dari hak bersama. Bentuk, isi, cara pengisian, dan penandatanganan sertifikat tersebut ditetapkan oleh Menteri Pasal 31
PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, yaitu berdasarkan Ka. BPN No. 2
62
Chaerul Achmad, Peraturan perundang-undangan rumah.
Universitas Sumatera Utara
Tahun 1989 tentang bentuk dan tata cara pengisian serta pendaftaran akta pemisahan rumah susun. Dengan demikian berdasarkan SRS, sertifikat HMSRS diterbitkan
sebanyak jumlah pemiliknya. Menurut Pasal 9 2 UURS, Sertifikat HMSRS tersebut terdiri atas hal-hal
berikut. a
Salinan buku tanah dan surat ukur atas hak tanah bersama sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 19 UUPA.
b Gambar denah tingkat rumah susun yang bersangkutan yang menunjukkan SRS
yang dimiliki. c
Pertelaan mengenai besarnya bagian hak atas bagian bersama, benda bersama, tanah bersama, dimana kesemuanya merupakan satu kesatuan yang tidak
terpisahkan, dimana dapat dilihat dalam buku tanah HMSRS-nya. Selanjutnya, di dalam Pasal 3 PP No. 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran
Tanah juga menyebutkan bahwa pendaftaran tanah bertujuan untuk : a
Memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, SRS, dan hak-hak lainnya yang terdaftar;
b Menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk
pemerintah mengenai bidang tanah dan SRS yang sudah terdaftar tersebut; c
Tertibnya administrasi pertanahan. Dengan demikian, sertifikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku
sebagai pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat di dalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis yang termuat di dalamnya,
Universitas Sumatera Utara
sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan. Dalam hal atas suatu bidang tanah
tersebut, sudah diterbitkan sertifikat secara sah atas nama orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan itikad baik dan secara nyata menguasainya.
Jadi, pihak lain yang merasa mempunyai hak atas tanah itu tidak dapat lagi menuntut pelaksanaan hak tersebut apabila dalam waktu lima tahun sejak diterbitkannya
sertifikat itu tidak ada yang mengajukan keberadaan secara tertulis Pasal 32 ayat 1 dan 2 PP No. 24 Tahun 1997. Dalam bahasa Inggris sertifikat hak atas tanah
disebut dengan titel deed, penguasaan hak atas tanah biasa disebut land tenure, dan pemilikan hak atas tanah disebut land ownership, serta bidang tanah disebut dengan
parcel atau lot. Pembangunan rumah susunSRS di dalam kerangka hukum benda tanah
membutuhkan investasidana yang sangat besar. Dana yang besar itu sulit tersedia secara tunai di kalangan pihak penyelenggara. Untuk mengatasi masalah pembiayaan
pembangunan rumah susunSRS tersebut, timbul pranata baru berupa hak tanggungan dalam UURS.
Rumah susunSRS dapat dijadikan sebagai jaminan kredit. Kemungkinan tersebut ditegaskan dalam Pasal 12 dan 13 UURS. Pasal 13 UURS menyatakan
bahwa HMSRS sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 8 ayat 3 UURS dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan jika tanahnya hak milik
atau HGB, atau fidusia jika tanahnya hak pakai atas tanah negara. Namun, menurut Pasal 4 ayat 2 UUHT menyatakan bahwa Hak Pakai atas tanah negara yang menurut
Universitas Sumatera Utara
ketentuan yang berlaku wajib didaftarkan dan menurut sifatnya dapat dipindahtangankan dan juga dibebankan hak tanggungan. Menurut Pasal 3 ayat a
UU No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia menyatakan UU ini tidak berlaku terhadap hak tanggungan yang berkaitan dengan tanah dan bangunan, sepanjang
peraturan perundang-undangan yang berlaku menentukan jaminan atas benda-benda tersebut wajib didaftarkan.
Berdasarkan ketentuan di atas, yang menjadi objek pokok jaminan hak tanggungan bukannya tanah
63
melainkan HMSRS-nya. Dengan demikian, hak tanggungan yang dibebankan meliputi selain SRS yang bersangkutan, juga bagian
bersama, benda bersama, dan tanah bersama sebesar bagian pemilik HMSRS yang dijaminkan. Ketentuan ini diadakan untuk memungkinkan diperolehnya KPR guna
membayar lunas harga satu SRS yang dibeli yang pengembaliannya dapat dilakukannya secara angsuran. KPR dapat diberikan setelah SRS yang bersangkutan
selesai dibangun dan telah dilakukan pemisahan dalam satuan-satuan rumah susun yang bersertifikat.
63
Arie S. Hutagalung, Op.cit, hlm. 70.
Universitas Sumatera Utara
BAB III KONSISTENSI ASAS PEMISAHAN HORIZONTAL DALAM UUPA DAN