Hak Milik Atas Tanah Pada Satuan Rumah Susun

BAB III KONSISTENSI ASAS PEMISAHAN HORIZONTAL DALAM UUPA DAN

KEPEMILIKAN HAK ATAS TANAH PADA SATUAN RUMAH SUSUN

A. Hak Milik Atas Tanah Pada Satuan Rumah Susun

Menurut Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, 64 hak kebendaan adalah hak mutlak atas sesuatu benda dimana hak itu memberikan kepada pemegang hak tersebut kekuasaan langsung atas sesuatu benda dan dapat dipertahankan terhadap siapapun juga. Jadi, hak kebendaan adalah hak mutlak hak absolut. Lawannya adalah hak nisbi hak personlijk atau hak relatif. Kedua-keduanya merupakan hak kebendaan perdata. Menurut Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, ciri-ciri hak kebendaan adalah sebagai berikut. 65 1. Hak kebendaan merupakan hak mutlak absolut, yaitu dapat dipertahankan kepada siapapun juga, misalnya hak milik. 2. Hak kebendaan itu mempunyai zaaksgevolg atau droit de suit hak yang mengikuti. Artinya, hak itu terus mengikuti bendanya dimana pun juga dalam tangan siapa pun juga barang itu berada. Hak itu terus saja mengikuti orang yang mempunyainya. Hak kebendaan itu mempunyai sifat ‘droit de preference hak terlebih dahulu. Pada hak kebendaan gugatannya disebut gugat kebendaan. 3. Kemungkinan untuk memindahkan hak kebendaan dapat dilakukan secara penuh. 64 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Op.cit, hlm. 24. 65 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Op.cit, hlm. 25. 58 Universitas Sumatera Utara Kepemilikan suatu benda oleh lebih dari satu orang dapat ditemukan pengaturannya dalam Pasal 526 dan 527 KUH Perdata. Pasal 526 KUH Perdata menyebutkan bahwa : Dengan kebendaan milik badan-badan kesatuan yang dimaksud ialah kebendaan milik bersama dari perkumpulan-perkumpulan. Pasal 527 KUH Perdata menyebutkan bahwa : Dengan kebendaan milik seseorang yang dimaksud ialah kebendaan milik satu orang atau lebih dalam perseorangan. Adapun kepemilikan kebendaan satu orang diatur dalam Pasal 528 KUH Perdata : Atas suatu kebendaan, seseorang dapat mempunyai hak kuasa atas benda, hak milik, hak waris, hak pakai, dan hak gadai atau hipotik. Berdasarkan rumusan di atas, KUH Perdata membedakan kepemilikan suatu benda oleh lebih dari satu orang ke dalam : 1. Milik bersama yang terikat Pasal 526 KUH Perdata; dan 2. Milik bersama yang bebas Pasal 527 KUH Perdata Hak milik bersama yang terikat Onvrijegeboneden mede eigendom yaitu jika beberapa orang menjadi pemilik eigenaar bersama-sama atas suatu benda sebagai akibat adanya hubungan yang memang telah ada lebih dahulu diantara para pemilik. Misalnya dinding pembatas, pipa PAM, Kabel listrik yang terdapat pada bangunan satuan rumah susun. Hak milik bersama yang bebas Vrije mede-eigendom yaitu jika hubungan antara para pemilik satu sama lain hanyalah semata-mata hubungan sesama pemilik Universitas Sumatera Utara eigenaar bersama-sama atas suatu benda. Contohnya, dalam KUH Perdata diatur hak milik bersama atas rumah susun. Rumah susun yang kepemilikannya dikuasai bersama-sama disebut juga dengan condominium atau apartemen. Kondominium merupakan salah satu sistem pemegang hak milik bersama mede-eigendom. Menurut A. Ridwan Halim, 66 kondominium merupakan salah satu sistem pemegang hak milik bersama mede-eigendom. Jadi, kondominium merupakan suatu sistem pemilikan dan bukan objek pemilikan. Sebagai rumah susun, jelas merupakan salah satu objek kepemilikan. Kepemilikan atas suatu rumah susun itulah merupakan salah satu kemungkinan bersistem kondominium. Rumah susun, apartemen, maupun kondominium merupakan suatu sistem pemilikan bukan merupakan objek pemilikan. Hal ini dikarenakan bahwa yang dapat dimiliki secara perorangan adalah bangunan satuan rumah susun, apartemen, kondominium tersebut, sedangkan kepemilikan atas tanah sebagai landasan berdirinya rumah susun, apartemen maupun kondominium tersebut merupakan suatu sistem kepemilikan bersama dari seluruh pemegang bangunan satuan rumah susun, apartemen maupun kondominium tersebut. Istilah rumah susun, apartemen maupun kondominium tersebut merupakan istilah yang memiliki prinsip dasar yang sama yaitu suatu bangunan bertingkat yang didirikan di atas satu bidang tanah yang sama dimana satuan bangunan dari rumah susun, apartemen maupun kondominium tersebut merupakan suatu hak kepemilikan, 66 A. Ridwan Halim, Hak Milik Kondominium dan Rumah Susun, Puncak Karma, Jakarta, 1990, hlm. 81 dan 137. Universitas Sumatera Utara sedangkan tanah sebagai landasan tempat berdirinya bangunan tersebut merupakan suatu sistem kepemilikan bersama yang dimiliki oleh seluruh pemegang hak milik dari satuan rumah susun, apartemen maupun kondominium tersebut. 67 Bila dipandang dari penguasaan secara fisik, hak milik bersama itu dapat dibagi atas hal-hal sebagai berikut. 2. Hak milik bersama dengan penguasaan fisik secara bersatu atau bersama pula samengestelde mede-eigendom. Misalnya, kepemilikan bersama pada bagian- bagian tertentu pada SRS, misalnya tempat parkir kendaraan, koridorlorong jalan yang terdapat pada bangunan satuan rumah susun. 3. Hak milik bersama dengan penguasaan fisik secara terpisah apartgestelde mede-eigendom, yaitu hak milik bersama dari dua atau lebih pemilik bersama mede-eigenaars atas objek hukum. Misalnya, tiap-tiap satuan rumah susun meskipun bersatu dalam satu sistem bangunan rumah susun namun masing- masing satuannya dimiliki oleh pemiliknya sendiri secara penuh dan terlepasterpisah dari satuan lainnya yang dimiliki orang lain. Hal ini merupakan hak milik individual dari pemilik yang bersangkutan. Gedung atau bangunan rumah susunnya secara keseluruhan merupakan hak milik bersama mede-eigendom dari para pemilik satuan-satuan rumah susun yang terdapat di dalamnya meskipun pemilikannya secara individual saling terpisah. 67 A. Ridwan Halim, Op.cit, hlm. 140. Universitas Sumatera Utara Bila dipandang dari sudut sifatnya, menurut Vollmar dibedakan atas : 1. Hak milik bersama yang terikat onvrijegebonden mede-eigendom, yaitu hak milik bersama yang tiap-tiap pemiliknya menjadi para pemilik mede-eigenars dari objek hak milik bersama itu berdasarkan suatu atau beberapa ikatan hukum tertentu yang sebelumnya sudah ada diantara mereka. Misalnya, harta bersama suami isteri harta “gono gini” setelah hasil dari sebuah perkawinan berdasarkan UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, harta bersama hasil pengkongsian bagi para sekutu yang mendirikan kongsi tersebut, harta warisan yang belum dibagi boedel. Jadi, pengaturan hukum kondominium adalah bagaimana pemilikan bersama atas objek hukum tersebut di atas harus berjalan dengan sebaik-baiknya. Hal ini dimaksudkan supaya tercapai dan terjamin kedamaian dan keadilan bagi para pihak dan ketenangan bagi para pihak yang menjadi subjek hukum dalam lalu lintas hukum kondominium tersebut, khususnya pemilik objek yang menjadi bagian dari objek hukum kondominium itu. Di dalam KUH Perdata dikenal asas yang melekatkan suatu benda pada benda pokoknya. Asas perlekatan ini terdiri atas pelekatan horizontal atau mendatar dan pelekatan vertikal. 68 Asas pelekatan dianut oleh KUH Perdata dalam Pasal 500, 506 dan Pasal 507 KUH Perdata tentang kebendaan dan cara membeda-bedakannya yaitu khusus mengenai kebendaan pada umumnya. Membaca pasal-pasal tersebut, terlihat bahwa 68 Djuhaendah Hasan, Op.cit, hlm. 69-70, 72-73, 76-88. Universitas Sumatera Utara di dalam KUH Perdata berdasarkan asas asesi maka benda-benda yang melekat pada benda pokok, secara yuridis harus dianggap sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari benda pokoknya. Jadi, dengan dianutnya asas pelekatan, tanah akan menjadi benda pokok sedangkan benda lain dan segala sesuatu yang melekat padanya merupakan benda yang tidak terpisahkan dari benda pokok itu. Misalnya apabila seseorang akan membeli sebidang tanah dimana di atas tanah itu berdiri sebuah bangunan, penjualan tanah tersebut dengan sendirinya harus mencakup bangunannya pula. Sebagai kebalikan dari asas pelekatan vertikal adalah asas pemisahan horizontal. Asas pemisahan horizontal adalah asas yang dianut dalam hukum adat yang merupakan dasar dari UUPA. Berdasarkan asas pemisahan horizontal ini pemilikan atas tanah dan benda atau segala sesuatu yang berada di atas tanah itu adalah terpisah. Asas pemisahan horizontal memisahkan tanah dan benda lain yang melekat pada tanah itu. Misalnya, di dalam hukum adat seseorang dapat menjadi pemilik pohon atau rumah di atas tanah milik orang lain. Hukum adat menganut asas pemisahan horizontal dan memisahkan hak atas tanah dari segala sesuatu yang melekat padanya. Hal ini berangkat dari pemikiran hukum adat yang meletakkan benda tanah sedemikian rupa tingginya dibandingkan dengan benda lain. Tanah bernilai tinggi karena tanah dianggap mengandung aspek spiritual. Universitas Sumatera Utara UUPA berdasarkan hukum adat yang menganut asas pemisahan horizontal. Adanya keterkaitan antara hukum adat dan UUPA dinyatakan oleh Boedi Harsono bahwa : Dalam konsiderans UUPA dinyatakan bahwa : ……’ perlu adanya Hukum Agraria Nasional yang berdasarkan Hukum Adat tentang tanah….. Dalam Pasal 5 UUPA dinyatakan bahwa : “ Hukum Agraria yang berlaku atas bumitanah, air, dan ruang angkasa ialah hukum adat…… Beberapa sarjana memberikan pendapat tentang asas pemisahan horizontal yang dianut oleh hukum adat. Misalnya, Sudargo Gautama berpendapat bahwa menurut adat yang berlaku untuk tanah milik maka dibedakan antara tanah dan rumah atau bangunan yang didirikan di atasnya. Tanah dan rumah batu yang didirikan di atasnya dipandang terpisah bukan sebagai kesatuan hukum yang ditentukan dalam hukum barat. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan mengatakan bahwa UUPA tidak mengenal pengertian aardvast tertancap dalam tanah, negelvast terpaku dalam bangunan, dan wortelvast tertanam dalam tanah. UUPA tidak mengenal asas asesi taapi asas horizontal scheiding. Oleh karenanya terhadap bangunan-bangunan yang ada di atas Hak Milik, HGU, dan HGB dan juga di atas tanah hak orang lain dapat dijaminkan secara terpisah dari tanahnya. Bangunan tersebut tidak dapat dijaminkan dengan hipotik tetapi dengan fidusia. Berdasarkan asas pemisahan horizontal itu, UUPA Universitas Sumatera Utara hanya mengatur tentang tanah saja dan tidak mengatur benda bukan tanah yang melekat padanya. Mariam Darus Badrulzaman menyebutkan bahwa di dalam ketentuan UUPA tentang memperoleh Hak Milik tidak terdapat aturan tentang asesi vertikal. Dengan demikian, UUPA tidak menganut asas asesi vertikal seperti dalam hukum benda BW. Di sisi lain, Boedi Harsono menyebutkan bahwa di dalam akta jual beli tanah perlu dinyatakan dengan tegas, apakah jual beli itu meliputi bangunan tanaman yang ada di atasnya. Sebab, jika tidak disebutkan dengan sendirinya bangunan tanaman itu akan beralih kepada pembeli. Penerapan asas pemisahan horizontal dalam ketentuan UUPA dapat terlihat jelas antara lain dalam pasal-pasal berikut. Pasal 35 tentang HGB : HGB adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun. Subjek hukum HGB ini adalah WNI dan badan hukum Indonesia. Pasal 28 tentang HGU : HGU adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara, dengan jangka waktu 25 tahun 35 tahun, guna perusahaan pertanian, perikanan, atau peternakan. Subjek hukum HGU adalah WNI dan badan hukum Indonesia. Universitas Sumatera Utara Pasal 41 tentang Hak Pakai : Hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa menyewa, atau perjanjian pengolahan tanah. Jangka waktu hak pakai tidak ditentukan atau selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan tertentu. Subjek hukum hak pakai adalah WNI, orang asing, badan hukum Indonesia, dan badan hukum asing. Pasal 44 tentang hak sewa untuk bangunan : Seseorang atau badan hukum mempunyai hak sewa atas tanah apabila ia berhak mempergunakan tanah milik orang lain untuk keperluan bangunan dengan membayar kepada pemiliknya sejumlah uang sebagai sewa. Subjek hukum hak sewa ini sama dengan hak pakai. Dalam UU No. 4 Tahun 1992 tentang perumahan dan pemukiman, juga tidak terlihat adanya ketentuan yang mengaitkan tanah atau letak tanah dimana bangunan itu berdiri. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 6 UU Perumahan dan Permukiman 69 : 69 AP Parlindungan, Beberapa Pelaksanaan Kegiatan dari UUPA, Mandar Maju, Bandung, 1992, hlm. 313-314. Universitas Sumatera Utara a Kegiatan pembangunan rumah atau perumahan dilakukan oleh pemilik hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku UUPA. b Pembangunan rumahperumahan oleh bukan pemilik hak atas tanah dapat dilakukan atas persetujuan dari pemilik hak atas tanah dengan suatu perjanjian tertulis. Dengan demikian, UU Perumahan dan Pemukiman tersebut sejalan dengan ketentuan Pasal 5 UUPA. Asas pemisahan horizontal juga sejalan dengan UU No. 28 Tahun 2002 tentang bangunan gedung sebagaimana diatur dalam Pasal 8 berikut : Ayat 1 Setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administratif yang meliputi status hak atas dan atau izin pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah. Ayat 2 Setiap orang atau badan hukum dapat memiliki bangunan gedung atau bagian bangunan gedung. Berdasarkan ketentuan Pasal 8 UU tentang bangunan gedung, setiap orang atau badan hukum dapat memanfaatkan status hak tanah sebagaimana diatur dalam Pasal 16 UUPA atas seizin pemilik hak atas tanahnya. Misalnya melalui sistem sewakerjasama pemanfaatanPublic Private Partnership atas lahan milik publikswasta. UURS menganut sistem kondominium sebagaimana terlihat jelas dalam Pasal 1 4 5 dan 6 Jo Pasal 9. Dengan sistem kondominium ini jelas sulit memisahkan bangunan rumah susun dengan tanahnya, karena rumah susun termasuk dalam jenis benda bukan tanah yang sifatnya tetap. Karena sarana rumah susun Universitas Sumatera Utara melekat pada setiap SRS, disini berlaku asas accessie, sehingga tidak ada SRS tanpa hak atas sarana bersama tersebut. 70 Rumah susun merupakan satu kelompok SRS dan terletak pada tanah bersama. Untuk memudahkan bukti kepemilikan masing-masing SRS diberikan sertifikat sebagai alat bukti pemilikan SRS beserta hak atas tanah bersama Pasal 9 UURS. Dengan demikian, rumah susun secara jelas merupakan benda bukan tanah tetap terdaftar yang mengandung aspek publisitas dan sifatnya yang terdaftar ini mengandung aspek hak kebendaan bersifat absolut. Keharusan pembuktian dengan sertifikat dan sifat pendaftarannya memberikan kedudukan hukum kepada SRS sebagaimana kepada rumah biasa yang melekat pada tanahnya yang dibuktikan dengan sertifikat pemilikan hak atas tanahnya. Rumah susun dalam hukum Indonesia dewasa ini masih melekatkan bangunan rumah kepada tanah dimana rumah tersebut terletak. Dalam ketentuan UURS terdapat ketentuan yang memperlihatkan bahwa dalam pengaturan rumah susun masih menganut asas pelekatan vertikal dimana rumah selalu dilekatkan pada tanahnya. Rumah susun dapat didirikan di atas tanah Hak Milik dan HGB atau hak pakai atas tanah negara seperti pengaturan dalam Pasal 561 KUHPerdata. Dengan demikian, terdapat sifat kontradiksi atau ketidak konsistenan antara asas hukum benda tanah yang dianut dalam UURS dengan semangat asas hukum 70 Muhyanto Cs, Analisis dan Evaluasi Hukum Tentang Kedudukan Hukum dan Sertifikat Pemilikan Rumah Susun, Proyek Pusat Perencanaan Pembangunan Hukum Nasional BPHN, Tahun 19931994, hlm. 22-23. Universitas Sumatera Utara benda tanah yang telah diatur dalam hukum tanah nasionalUUPA berlandaskan hukum adat yang didasari asas pemisahan horizontal. Asas pelekatan horizontal melekatkan suatu benda sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari benda pokoknya misalnya dalam pelekatan tanah di dalam Pasal 589 KUH Perdata atau balkon pada rumah induknya Pasal 586 KUH Perdata. Berkaitan dengan pemilikan karena pelekatan itu, Pitlo mengatakan bahwa “ De eigenaar van een zaak wordts eigenaar van een andere zaak doordat de laaste bestanddeel van de eerste zaak wordt. Dikatakan pula bahwa “Zaken door natrekking verbonden volgens juridisch de hoofdzaak. Berdasarkan asas pelekatan natrekking itu, maka pemilik benda pokok merupakan pemilik benda berikutnya dan secara hukum benda ikutan itu mengikuti benda pokoknya. Mengenai pelekatan horizontal di dalam New Burgerlijk Wetboek NBW atau KUH Perdata Belanda yang baru, dikatakan oleh Jac Hijma en MM Oithof bahwa benda yang melekat pada benda tidak bergerak dan terikat padanya. Pelekatan di sini tidak seperti biasanya secara vertikal tetapi merupakan pelekatan horizontal. Kepemilikan atas bangunan satuan rumah susun, apartemen maupun kondominium dalam kerangka hukum benda menurut KUH Perdata Pasal 500, 506 dan 507, seharusnya menganut asas perlekatan horizontal maupun asas perlekatan vertikal yang artinya tanah akan menjadi benda pokok sedangkan benda lain dan segala sesuatu yang melekat padanya merupakan benda yang tidak dapat terpisahkan dari benda pokok itu. Apabila seseorang mempunyai hak kepemilikan atas sebidang tanah dimana di atas tanah tersebut berdiri sebuah bangunan maka hak kepemilikan Universitas Sumatera Utara dari tanah dan bangunan yang berdiri di atasnya merupakan satu kesatuan yang dimiliki oleh seseorang maupun badan hukum sebagai subjek hukum. Namun pada kenyataannya pada kepemilikan atas bangunan satuan rumah susun, apartemen maupun kondominium bahwa hak kepemilikan perorangan hanya mencakup terhadap bangunan satuan rumah susun, apartemen maupun kondominium tersebut, sedangkan tanah sebagai landasan tempat berdirinya bangunan rumah susun, apartemen maupun kondominium tersebut merupakan suatu sistem kepemilikan bersama dari seluruh pemegang hak atas bangunan satuan rumah susun, apartemen maupun kondominium tersebut. 71 Contoh kepemilikan rumah susun dan apartemen di Kota Medan adalah rumah susun Sukaramai yang terletak di jalan AR. Hakim Medan dan apartemen Cambridge yang terletak di jalan KH. Zainul Arifin Medan. Rumah susun yang terletak di Sukaramai maupun apartemen Cambridge yang terletak di jalan KH. Zainul Arifin pada prinsipnya mengandung arti yang sama yakni suatu bangunan bertingkat yang didirikan di atas sebidang tanah yang sama dimana hak kepemilikan perorangan hanya mencakup terhadap bangunan satuan dari rumah susun maupun apatermen tersebut, sedangkan tanah sebagai landasan tempat berdirinya rumah susun maupun apartemen tersebut merupakan suatu sistem kepemilikan bersama dari seluruh pemilik hak atas bangunan satuan rumah susun maupun apartemen tersebut. Perbedaan antara rumah susun Sukaramai maupun apartemen Cambridge terletak pada bahan material bangunan yang digunakan dalam bangunan bertingkat tersebut. 71 Djubaedah Hasan, Op.cit, hlm. 90. Universitas Sumatera Utara Rumah susun Sukaramai dibangun dengan bahan material bangunan dan fasilitas perlengkapan yang sederhana untuk tempat hunian bagi golongan ekonomi menengah ke bawah sedangkan apartemen Cambridge dibangun dengan bahan material yang mewah dengan didukung oleh fasilitas perlengkapan yang juga mewah dan sangat lengkap, yang diperuntukkan sebagai tempat hunian bagi golongan kalangan masyarakat ekonomi menengah ke atas. Asas pelekatan vertikal adalah pelekatan secara tegak lurus yang melekatkan semua benda yang ada di atas maupun di dalam tanah dengan tanah sebagai benda pokoknya Pasal 571 KUH Perdata. Pasal 571 KUH Perdata menyebutkan bahwa hak milik atas sebidang tanah mengandung arti di dalamnya kepemilikan segala apa yang ada di atas dan di dalam tanah. Di dalam asas pelekatan vertikal dapat diartikan bahwa pemilikan atas tanah berarti juga memiliki bangunan atau rumah dan segala sesuatu yang melekat pada tanah itu. Demikian pula berarti memiliki segala sesuatu yang ada di dalam tanah asas asesi vertikal atau natrekking. Di dalam Pasal 571 KUH Perdata mengandung asas sifat mengikuti. Dalam hal ini sifat mengikuti tanah lebih luas dari sifat mengikuti kedudukan yuridis tanah. Maksudnya, segala benda yang melekat pada tanah mengikuti kedudukan yuridis tanah. Berdasarkan asas pemisahan horizontal, setiap benda menurut wujud dan tujuannya dapat digunakan sebagai kesatuan yang mandiri dan dapat menjadi objek Universitas Sumatera Utara pemilikan secara pribadi. SRS juga dapat menjadi objek pemilikan oleh pembeli secara pribadi. Meskipun hanya bagian-bagian rumah susun yang dilantai dasar saja secara fisik berhubungan langsung dengan tanah bersama, namun berdasarkan asas pemisahan horizontal, HMSRS dapat didaftarkan di Kantor Pertanahan berdasarkan ketentuan pendaftaran tanah yang berlaku. Objek utama dari pendaftaran tanah HMSRS adalah tanah bersama dengan produk berupa sertifikat induk. Berdasarkan pembagian rumah susun menjadi satuan-satuan rumah susun yang dibuat oleh developer dalam bentuk akta pemisahan rumah susun. Pendaftaran akta pemisahan rumah susun pada Kantor Pertanahan merupakan syarat terjadinya hak milik atas satuan rumah susun. Pendaftaran yang dimaksud untuk memenuhi syarat publisitas, dilakukan dengan memuat buku tanah hak milik atas satuan rumah susun. Pembuatan buku tanahnya, sebanyak satuan rumah susun yang tercantum di dalam akta pemisahan tersebut. Sebagai suatu tanda bukti hak, maka dikeluarkanlah sertifikat hak milik atas satuan rumah susun. Prosedur pendaftaran tanah HMSRS adalah sebagai berikut. 1. Pengesahan akta pemisahan rumah susun oleh Kepala Daerah. 2. Sertifikat tanah induk ditahandisimpan di Kantor Pertanahan. 3. Pengukuran di lapangan atas satuan-satuan rumah susun. 4. Pembuatan surat ukur atas masing-masing SRS. 5. Pembuatan sertifikat-sertifikat pemilikan bersama tanah yang masing-masing menunjuk kepada bagian tertentu yang dimiliki secara pribadi. Universitas Sumatera Utara Tujuan pendaftaran tanahpengsertifikatan tanah sebagaimana yang dimaksud dalam PP No. 24 Tahun 1997 Pasal 3 di atas, termasu HMSRS merupakan tujuan utama pendaftaran tanah yang diperintahkan oleh Pasal 19 UUPA Jo Pasal 19 PP No. 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran tanah Sudah dicabut dengan PP No. 24 Tahun 1997 Jo Pasal 9 UURS. Menurut Arie Soekanti Hutagalung 72 , tujuan ini apabila tercapai akan memberikan dukungan kuat dalam kegiatan ekonomi masyarakat, termasuk bagi mereka yang bergerak di bisnis perbankan dan properti. Pasal 19 2 huruf UUPA menegaskan bahwa sertifikat adalah surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat dan hak atas tanah adalah macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah yang dapat diberikan kepada dan dipunyai orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain serta badan hukum, yaitu : hak milik, HGU, HGB, hak pakai, hak sewa, dan lain sebagainya. HMSRS bagian dari rumah susun bukanlah macam hak atas tanah melainkan hak milik atas fisik SRS, namun tetap merupakan objek pendaftaran tanah yang wajib didaftarkandisertifikatkan. Untuk tiap sertifikat HMSRS diterbitkan satu sertifikat HMSRS sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Ka. BPN No. 4 Tahun 1989 tentang bentuk dan tata cara pengisian serta pendaftaran akta pemisahan rumah susun. Isi akta rumah susun yang telah disahkan Pemda mengikat semua pihak sebagai apa yang telah ditetapkan dalam akta pemisahan tersebut berkaitan dengan SRS dengan batas-batas dan hubungannya 72 Arie Soekanti Hutagalung, Serba Aneka Masalah Tanah dalam Pembangunan Suatu Kumpulan Karangan, FHUI, Depok April 1999, hlm. 271. Universitas Sumatera Utara dengan bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama. Akta ini menjadi dasar utama timbulnya HMSRS. HMSRS terjadi sejak didaftarkan akta pemisahan dengan dibuatnya dalam buku tanah untuk setiap SRS sebagaimana yang diatur dalam Pasal 39 PP No. 4 Tahun 1988 tentang rumah susun. Objek pendaftaran HMSRS ini diatur dalam Pasal 9 2 UURS yang terdiri atas : a Salinan buku tanah dan surat ukur atas hak tanah bersama sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 19 UUPA. b Gambar denah tingkat rumah susun bersangkutan, yang menunjukkan SRS yang dimiliki. c Pertelaan mengenai besarnya bagian hak atas bagian bersama, benda bersama, tanah bersama, dimana kesemuanya itu merupakan satu-kesatuan yang tidak terpisahkan. Berdasarkan ketentuan Pasal 9 2 UURS di atas terlihat jelas bahwa UURS masih menggunakan asas pelekatan vertikal sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 571 KUHPerdata yang telah dicabut UUPA, sehingga SRS tidak jelas pemilikan atas tanahnya tetapi tetap diperhitungkan berdasarkan hak atas tanah dimana SRS itu berdiri. Dengan demikian, penempatan HMSRS sebagai objek pendaftaran tanah dalam PP No. 24 Tahun 1997 tidak konsisten dengan asas pemisahan horizontal yang berlandaskan kepada hukum adat dan bukan merupakan benda tanahhak atas tanah sebagaimana diatur dalam Pasal 16 UUPA. HMSRS bukan merupakan domain dari Universitas Sumatera Utara Tanah UUPA melainkan domain dari bangunan gedung UU tentang Bangunan Gedung. Menurut Boedi Harsono, 73 sertifikat HMSRS selain merupakan alat bukti pemilikan SRS-nya sekaligus merupakan alat bukti hak bersama atas tanah bersama, bagian bersama, dan benda bersama yang bersangkutan sebesar nilai perbandingan proporsionalnya. Departemen PU mengeluarkan Permen PU No. 45PRTM2007 tentang Pedoman teknis Pembangunan Gedung Negara, sebagai Juklak dari Penjelasan ayat 8 Pasal 5 PP No. 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 28 Tahun 2002 tentang bangunan gedung negara. Selain itu, sesuai dengan lampiran C PP No. 38 tahun 2007 tentang pembagian urusan pemerintah antara Pemerintah, Pemda Provinsi, dan Pemda KabupatenKota, dimana penetapan kebijakan pembangunan serta pengelolaan gedung dan rumah negara merupakan urusan pemerintah. Yang dimaksud bangunan gedung negara dalam Permen PU adalah bangunan gedung untuk keperluan dinas yang menjadiakan menjadi kekayaan milik negara, seperti : gedung kantor, gedung sekolah, gedung rumah sakit, gudang, dan rumah negara yang diadakan dengan sumber pembiayaan berasal dari dana APBN dan atau perolehan lainnya yang sah bantuan luar negeri, tukar menukar, atau hibah. Adapun maksud dan tujuan dari Permen PU ini adalah sebagai berikut. 1. Sebagai petunjuk pelaksanaan bagi para penyelenggara negara dalam melaksanakan pembangunan bangunan gedung negara. 73 Boedi Harsono, Op.cit, hlm. 354. Universitas Sumatera Utara 2. Terwujudnya bangunan gedung negara sesuai dengan fungsinya, memenuhi persyaratan, keselamatan, kesehatan, kenyamanan, kemudahan, efisiensi dalam penggunaan sumber daya, serasi dan selaras dengan lingkungannya dan diselenggarakan secara tertib, efektif, dan efisien. Adapun lingkupnya menyangkut substansi pedoman teknis dan pengaturan penyelenggaraan bangunan gedung negara. Substansi pedoman teknis dalam bangunan gedung negara antara lain meliputi persyaratan bangunan negara, tahapan pembangunan gedung negara, pembiayaannya, tata cara pembangunannya serta pendaftaran bangunan gedung negara. Tujuan pendaftaran bangunan gedung negara antara lain sebagai berikut. 1. Untuk mengetahui status kepemilikan dan penggunaan bangunan gedung dan rumah negara. 2. Mengetahui secara tepat dan rinci jumlah aset milik negara yang berupa gedung dan rumah negara. 3. Menyusun program kebutuhan pembangunan, pemeliharaan dan perawatan bangunan gedung, dan rumah negara. 4. Mengetahui besarnya pemasukan dan pemeliharaan bangunan gedung negara. Adapun produk pendaftaran bangunan gedung negara berupa Surat Keterangan Bukti Pendaftaran Bangunan Gedung Negara dengan penetapan huruf daftar nama dan Surat Keterangan bukti pendaftaran bangunan gedung negara dan huruf daftar nomor. Sehubungan dengan masalah kepemilikan bangunan gedung baik milik negaraswastamasyarakat, menurut hemat penulis, seyogianya Pemerintah Universitas Sumatera Utara melalui Menteri PU mengeluarkan produk hukum mengenai sertifikat bukti kepemilikan bangunanunit bangunan gedung seperti HMSRS sebagai amanah dari Pasal 8 ayat 1 UU No. 28 Tahun 2002 tentang bangunan gedung yang mengandung asas publisitas seperti benda tanah yang dapat dihipotikkan bukan fidusia seperti di negara Jepang yang menganut jasa pemisahan horizontal juga. Setiap orang atau badan hukum, termasuk instansi pemerintah dalam penyelenggaraan pembangunan bangunan gedung negara wajib tunduk dan patuh kepada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum ini. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum ini sebagai pengganti dari Kepmenkimpraswil No. 332KPTSM202 Tahun 2002 tentang pedoman teknis pembangunan bangunan gedung negara yang dinyatakan sudah dicabutdigantikan dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 45PRTM2007 Tentang Pedoman Teknis Pembangunan Gedung Negara.

B. Pengaturan-pengaturan Asas Pemisahan Horizontal dan Kepemilikan Hak