BAB IV PROSEDUR HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI RUMAH SUSUN
A. Prosedur Hukum Jual Beli Rumah Susun Berdasarkan UUPA
Sebagai  calon  pembeli,  perlu  memperhatikan  kredibilitas  pengembang  yang memasarkan  unit  hunian  rumah  susun.  Bagaimanapun,  ini  akan  menjadi  salah  satu
barometer  sejauhmana  keseriusan  pengembang  nantinya  dalam  membangun  dan menjual unit hunian kepada konsumen. Konsumen perlu memperhatikan hal ini agar
tidak  ”membeli  kucing  dalam  karung”.  Jadi  prinsip  ”teliti  sebelum  membeli”  harus tetap dipegang.
Sebelum  membeli  produk  rumah  susun,  ada  baiknya  terlebih  dahulu memeriksa  aspek  legalitas  atas  lokasi  proyek  rumah  susun  yang  akan  dibangunnya.
Kepada  pengembang,  bisa  meminta  copy  Sertipikat  Induk  tanahnya,  guna memberikan  kepastian  mengenai  keabsahan  kepemilikan  tanah  yang  akan
dikembangkan  menjadi  area  rumah  susun.  Bagaimanapun,  upaya  seperti  ini merupakan  salah  satu  langkah  aman  sebelum  konsumen  memutuskan  membeli  unit
rumah susun. Langkah  awal  adalah  memeriksa  Hak  Guna  Bangunan  HGB  dari  proyek
rumah  susun  tersebut.  Apakah  HGB  tersebut  sah  sesuai  peraturan  perundang- undangan  yang  berlaku.  Karena  pengembang  biasanya  berbadan  hukum  PT
diperbolehkan mendapatkan HGB atas tanahnya walaupun rumah susun itu bisa pula
87
Universitas Sumatera Utara
dibangun  di  atas  tanah  dengan  status  hak  milik,  hak  guna  bangunan,  hak  pakai  atas tanah negara, dan hak pengelolaan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985.
Pengecekan  HGB  bisa  dilakukan  langsung  ke  Badan  Pertanahan  Nasional BPN  dimana  rumah  susun  tersebut  akan  dibangun.  Di  BPN  juga  bisa  diperoleh
keterangan  mengenai  asal  usul  HGB  tersebut  diperoleh  oleh  pengembang,  apakah dari  tanah  hak  milik  penduduk,  tanah  pengelolaan  atau  mungkin  tanah  negara,  dan
dapat  pula  diketahui  apakah  HGB  rumah  susun  tersebut  sedang  dalam  penguasaan bank  atau  tidak.  Dengan  mengetahui  latar  belakang  status  awal  kepemilikan  tanah
proyek  pembangunan,  bisa  menetapkan  hati  apakah  layak  atau  tidak  membeli  unit rumah susun di lokasi tersebut, sekaligus bisa menilai kredibilitas pengembangnya.
Setelah keabsahan sertifikat induk lokasi dan HGB-nya diketahui, selanjutnya perlu diketahui pula mengenai Surat Izin Penunjukan dan Penggunaan Tanah SIPPT
yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah, dalam hal ini Gubernur DKI Jakarta, atau WalikotaBupati untuk wilayah di luar DKI Jakarta untuk pembangunan rumah susun
tersebut. SIPPT menjadi langkah awal bagi pengembang untuk bisa menawarkan dan menjual produk properti yang dibangunnya.
Surat  Keputusan  Menteri  Negara  Perumahan  Rakyat  RI  SK  Menpera Nomor  11  KPTS  Tahun  1994  tentang  Pedoman  Perikatan  Jual  Beli  Rumah  Susun,
telah diatur bahwa sebelum pengembang melaksanakan kegiatan pemasaran perdana kepada  konsumen,  berkewajiban  melaporkan  keapda  BupatiWalikota  setempat
dengan tembusan kepada Menpera dimana laporannya dilampiri dengan izin prinsip, keputusan  pemberian  izin  lokasi,  bukti  pengadaan  dan  pelunasan  tanah,  izin
Universitas Sumatera Utara
mendirikan bangunan, serta gambar denah pertelaan yang telah mendapat pengesahan dari  pemerintah  daerah  setempat.  Dengan  adanya  pemberian  laporan  kepada  pihak
berwenang,  maka  secara  administrasi  pengembang  juga  sudah  melakukan  upaya meminta  izin  secara  meyakinkan.  Oleh  sebab  itu,  SK  Menpera  ini  juga  memberikan
keleluasaan kepada pengembang bila dalam jangka waktu 30 hari kalender terhitung sejak  tanggal  yang  tercantum  dalam  surat  tanda  terima  laporan  belum  mendapat
jawaban dari kepala daerah setempat, maka penawaran perdana dianggap sudah dapat dilaksanakan.
Beberapa  kasus  yang  terjadi,  banyak  pengembang  yang  seolah-olah  sudah memegang  kelengkapan  SIPPT  padahal  belum,  namun  mereka  sudah  melakukan
launching  bahkan  penjualan  unit  properti.  Memang,  para  pengembang  yang  sudah terlanjur  launching  atau  menjual  unit  properti  biasanya  mengelak  teguran  dari
instansi  terkait  soal  belum  dimilikinya  SIPPT  ini,  dengan  alasan  apa  yang dilakukannya sekadar uji pasar test market semata.
Kasus  penjualan  produk  properti  seperti  hunian  rumah  susun,  apa  yang dilakukan  developer  yang  tidak  memiliki  SIPPT  bisa  mengakibatkan  permasalahan
fatal  di  kemudian  hari,  yang  harus  ditanggung  konsumen  dan  juga  pengembang sendiri.  Alasan  sekadar  test  market,  bisa  menjadi  rancu  dan  bahkan  merugikan
konsumen.  Terbuka  kemungkinan  bagi  pengembang  yang  melakukan  wanprestasi, karena umumnya para pengembang bersifat spekulatif dalam penjualan produk rumah
susun tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Selain  SIPPT,  pembangunan  rumah  susun  harus  memiliki  Izin  Mendirikan Bangunan  IMB  dari  proyek  rumah  susun  yang  akan  dibangun  pengembang.  IMB
dikeluarkan  oleh  pemerintah  daerah  setempat  yang  berfungsi  sebagai  pengendali keandalan  bangunan.  Jangka  waktu  berlakunya  IMB  adalah  selama  bangunan  itu
berdiri dan tidak ada perubahan bentuk. Jika ada penyimpangan rencana struktur pembangunan proyek dari IMB yang
telah  ada,  maka  pengembang  dinilai  telah  beritikad  buruk  dan  telah  mengabaikan keamanan  dan  kenyamanan  penghuni  rumah  susun  di  kemudian  hari.  Bangunan
rumah  susun  yang  didirikan  pada  lokasi  yang  tidak  sesuai  dengan  peruntukan  tata ruang memiliki potensi besar yang bisa mengancam keselamatan jiwa maupun benda
milik  penghuninya.  Maka  dari  itulah,  konsumen  perlu  mencermati  sejauhmana penyelenggaraan  bangunan  gedung  rumah  susun  memenuhi  persyaratan  baik  secara
administratif  maupun  teknis,  sehingga  natinya  mampu  menjamin  kelayakan  fungsi dan  keselamatan  penghuninya  selaku  pengguna  atau  pemilik  unit  hunian  rumah
susun.
B. Prosedur Hukum Jual Beli Rumah Susun Berdasarkan KUH Perdata 1. Pengertian Jual Beli