Kerangka Teori Kerangka Teori dan Konsepsi

Setelah menelaah isi dari tesis tersebut maka dapat dinyatakan bahwa tesis tersebut dijadikan sebagai bahan-bahan masukan yang merupakan bahan data sekunder di dalam penelitian ini. Hal tersebut dikarenakan bahwa permasalahan dan pembahasan yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya berbeda dengan yang dituangkan di dalam penelitian ini, namun mendukung analisa penelitian ini. Oleh karena itu penelitian ini merupakan karya asli yang di dalamnya termuat asas-asas keilmuan dan pemikiran yang objektif dan jujur. Keseluruhan proses penulisan sampai pada hasilnya merupakan upaya mengkaji kebenaran ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

a. Kerangka Teori

Teori merupakan suatu penjelasan yang bersifat rasional serta harus berkesesuaian dengan obyek yang dipermasalahkan dan harus didukung dengan adanya fakta yang bersifat empiris agar dapat diuji kebenarannya 9 . Kerangka teori merupakan masukan eksternal bagi peneliti yang dapat digunakan; sebagai kerangka pemikiran atau buku-buku pendapat, thesis mengenai sesuatu kasus ataupun permasalahan yang dijadikan sebagai bahan perbandingan, pegangan teoritis apakah disetujui atau tidak dengan pegangan teori. Diharapkan akan memberi wawasan berpikir untuk menemukan sesuatu yang benar sesuai dengan tujuan penelitian 10 . Di dalam penulisan ini oleh karena mengangkat permasalahan tentang tanah sebagai hak milik dari individu maka teori yang dikemukakan adalah teori mengenai 9 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1982, hal 6 10 M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 1994, hal 27 Universitas Sumatera Utara hak milik. Uraian tentang teori hak milik yang dikemukakan selanjutnya akan menjadi dasar pegangan penulis di dalam menjawab permasalahan yang dikemukakan di dalam penulisan tesis ini. Secara terarah penulis akan mempergunakan teori-teori yang dijadikan acuan sebagai sebuah kerangka teori. Salah satu perlindungan hak asasi manusia yang penting di Indonesia adalah perlindungan terhadap hak milik. 11 Sebagaimana dikutip, pengertian istilah hak dalam Black’s Law Dictionary pengertian hak sangat luas. “as a noun, taken an abstract sense means justice, ethical correctness or consonance with the rules of law or the principles of morals... Rights are defined generally as power of free action. And the primal rights pertaining to men are enjoyed by human beings purely as such, being grounded in personality, and existing entecedently to their recognition by positive law. But leaving the abstract moral sphere, and giving to the term a juristic content, a rights is well defined as a capacity residing in one man of controlling, with the assent and assistance of the state, the actions of others.” Uraian diatas akan dapat lebih dipahami bila dikaitkan dengan hak milik, dimana hak milik adalah salah satu bagian dari hak yang luas itu. Milik mempunyai arti yang kuat dikaitkan dengan hak. Sifat yang memaksa untuk suatu manfaat dari sesuatu yang melekat padanya memberikan konsekuensi yang langsung pada antar pribadi. Satu-satunya lembaga yang ekstensif untuk mengaturnya adalah kumpulan individu yang terorganisir atau masyarakat khusus yang dikenal dengan negara. Menurut Rasjidi 12 , hak milik adalah hubungan seseorang dengan suatu benda yang membentuk hak pemilikan terhadap benda tersebut. Hak milik tidak hanya 11 Darji Darmodiharjo, Sidharta, Pokok-Pokok Filsafat Hukum Apa Dan Bagaimana Filsafat Hukum di Indonesia, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2004, hal 183 Universitas Sumatera Utara terbatas dengan orang, batasan diatas kiranya lebih tepat apabila dinyatakan bahwa hak milik adalah hubungan antara subjek dan benda yang memberikan kepada subjek- subjek untuk mendayagunakan danatau mempertahankan benda tersebut dari tuntutan pihak lain. 13 Perlu ditegaskan bahwa yang dimaksud dengan hak milik di atas menurut uraiannya adalah bukan hak milik property yang dikenal dalam bidang pertanahan melainkan yang dimaksud dalam hal ini adalah hak milik property yang lebih luas. Sedangkan untuk pengertian hak milik right of property dalam hal itu akan dijelaskan selanjutnya. Hak milik yang lebih luas artinya mencakup hak untuk mengalihkan, menggunakan sendiri dan mencegah campur tangan pihak lain atas benda yang dimiliki. Apabila dikaitkan dengan bidang pertanahan hak milik yang dimaksud dapat berupa hak-hak atas tanah diluar hak milik itu sendiri. Mengutip pendapat Curzon bahwa hak milik didefinisikan sebagai berikut : “ The following are examples of many definitions of “property” : The highest right men have to anything”, ; “ a right over a determinate thing either a tract of a land or a chattel” ; “ an exclusive right to control an economic good”; an aggregate of rights guaranteed and protected by the goverment” ; “everything which is the subject of ownership” ; a social institution whereby people regulate the acquisition and use the resources of our environment according to a system of rules” ; “ a concept that refers to the rights, obligations, privilages and restrictions that govern the relations of men with respect to things of value”. 14 12 Lili Rasjidi, Filsafat Hukum, Apakah Hukum Itu, Bandung Redmaja Karya, 1988, hal 85 13 Darji Darmodihardjo, Sidharta, Op.Cit, hal 186 14 L.B Curzon, Land Law, Seventh Edition, Pearson Education Limited, 1999, hal 8-9 Universitas Sumatera Utara Hal tersebut menunjukkan bagaimana sebuah hak milik sangat penting artinya di dalam kehidupan manusia. Nilai sebuah tanah yang dimiliki manusia sangat tinggi sehingga akan semakin tinggi pula pengghargaan yang akan diberikan untuk menjaga dan memeliharanya. Roscoe Pound berpendapat bahwa individu dalam masyarakat beradab menuntut untuk mengontrol dan menggunakan untuk tujuan apa saja segala sesuatu yang ditemukannya dan berada dalam kekuasaannya, apa yang diciptakannya baik dengan fisik atau mentalnya, dan apa yang diperolehnya di bawah sistem sosial, ekonomi atau hukum, dengan penukaran, pembelian, penghibahan atau pewarisan. 15 Hal yang dinyatakan oleh Roscoe Pound itu sendiri terjadi di Indonesia. Dapat dilihat di dalam pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 ayat 2 dan 3. Di dalam penjelasannya disebutkan bahwa isi pasal tersebut untuk tujuan mengantisipasi berkuasanya perseorangan atau sebahagian orang untuk menindas rakyat. Pengaturan tentang hal itu dipertegas dengan pasal 33 ayat 1, munculnya hak menguasai dari negara antara lain pada ayat 1 UUPA. Dikuasai dalam pasal ini bukanlah berarti dimilliki melainkan pengertian yang memberikan kewenangan kepada negara sebagai organisasi kekuasaan dari bangsa Indonesia. Asas nasionalitas yang dipegang oleh bangsa Indonesia sebagai sebuah negara kesatuan terhadap tanahnya juga memberikan konsekuensi terhadap penguasaan 15 Lihat Darji Darmodiharjo, Sidharta, Op.Cit hal 190 sebagaimana dirangkum dari Roscoe Pound, An Introduction to The Philosophy of Law, New Haven : Yale University Press Universitas Sumatera Utara tanah di negara ini. Asas nasionalitas memberikan konsekuensi yang jauh terhadap pemilikan atau pemegang hak milik atas tanah di Indonesia, yaitu yang diperbolehkan mempunyai hak milik adalah hanya warga negara Indonesia. 16 Menguraikan konsep penguasaan negara maka perlu dipahami teori tentang kekuasaan negara yang antara lain : 1. Van Vollenhoven : negara sebagai organisasi tertinggi dari bangsa yang diberi kekuasaan untuk mengatur segala-segalanya dan negara berdasarkan kedudukannya memiliki kewenangan untuk peraturan-peraturan hukum. 17 Dalam hal ini kekuasaan negara selalu dihubungkan dengan teori kedaulatan sovereignity atau soverenitet 2. JJ Rosseau menyebutkan bahwa kekuasaan negara sebagai suatu badan atau organisasi rakyat bersumber dari hasil perjanjian masyarakat contract social yang esensinya merupakan suatu bentuk kesatuan yang membela dan melindungi kekuasaan bersama, kekuasaan pribadi, dan milik setiap individu. 18 Sejalan dengan kedua teori diatas maka secara teoritik maka kekuasaan negara atas sumber daya alam bersumber dari rakyat yang dikenal dengan hak bangsa. Negara dalam hal ini, dipandang sebagai yang memiliki karakter sebagai suatu lembaga masyarakat umum, sehingga kepadanya diberikan wewenang atau kekuasaan untuk mengatur, mengurus dan memelihara mengawasi pemanfaatan seluruh potensi sumber daya alam yang dalam wilayahnya secara intensif. 19 16 Pasal 1 ayat 1 dan ayat 2 UUPA 17 Notonagoro, Politik Hukum dan Pembangunan Agraria, Jakarta, Bina Aksara, 1984, hal 99 18 R. Wiratno, dkk, Ahli-Ahli Pikir Besar Tentang Negara dan Hukum Social , PT. Pembangunan, Jakarta, 1958, hal 176 19 http : jurnal hukum.blogspot.com200610penafsiran-konsep-penguasaan-negara.html, diakses terakhir tanggal 11 Juli 2007 Universitas Sumatera Utara Di dalam tesis ini, salah satu bentuk aplikasi kekuasaan negara atas tanah adalah pemberian kepada perseorangan atau badan hukum, warga negara atau bukan warga negara hak atas tanah. Pemberian hak atas tanah tersebut terdiri dari macam-macam lembaga hak atas tanah yang memiliki fungsi dan pengertian yang berbeda. Perbedaan tersebut melahirkan status hukum yang berupa hak dan kewajiban yang berbeda pula. Berdasarkan UUPA hak atas tanah yang diatur di dalam pasal 4 ayat 1 ditentukan dalam pasal 16 ayat 1 terdiri dari : a. Hak milik b. Hak guna usaha c. Hak guna bangunan d. Hak pakai e. Hak sewa f. Hak membuka tanah g. Hak memungut hasil hutan h. Hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut diatas yang akan ditetapkan dengan undang-undang. Sedangkan hak-hak atas tanah yang sifatnya sementara diatur di dalam pasal 53, yakni : hak gadai, hak usaha bagi hasil, hak menumpang dan hak sewa tanah pertanian. Universitas Sumatera Utara Hak milik merupakan hak yang turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dialihkan dan beralih kepada pihak lain. Di dalam pasal 22 UUPA terjadinya hak milik melalui 3 cara yaitu : yang terjadi menurut hukum adat, yang terjadi menurut penetapan pemerintah dan yang terjadi menurut ketentuan undang-undang. 20 Lahirnya hak milik atas tanah menurut teori hukum pertanahan adat beshikkingsrecht dimulai karena adanya hubungan dan kedudukan orang dalam persekutuan hidup atau masyarakat hukum adat rechtsgemeenschappen. 21 Anggota persekutuan hukum adat yang ingin memiliki tanah terlebih dahulu memilih tanah yang ingin dikuasainya. Penguasaan tersebut diisi dengan menggunakan tanah untuk memperoleh hak menikmati. Waktu yang cukup lama yang dijalani oleh anggota persekutuan hukum tersebut melahirkan hak pakai gebruiksrechtyang merupakan dasar pertumbuhan dari hak milik. 20 Urip Santoso, Op.cit, hal 94 -95 : 1.Hak milik atas tanah yang terjadi menurut hukum adat diawali dengan pembukaan hutan. Hak Milik yang demikian akan membutuhkan waktu yang lama. Sebagaimana dikutip dari Boedi Harsono, Undang-Undang Pokok Agraria Sedjarah Penjusunan, Isi dan Pelaksanaannya, Djambatan, Jakarta, 1971, hal 44-45 Hak Milik seperti itu dapat didaftarkan pada Kantor PertanahanKota Setempat ;2. Hak milik yang terjadi karena penetapan pemerintah adalah hak yang dimohonkan atas tanah Negara dengan memenuhi prosedur dan persyaratan dari Badan Pertanahan Nasionalselanjutnya disebut BPN. Prosedur dan persyaratan terjadinya hak milik atas tanah melalui pemberian hak diatur dalam pasal 8 sampai dengan pasal 16 Permen AgrariaKepala BPN Nomor 9 tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan; 3. Hak Milik Atas Tanah yang terjadi karena ketentuan undang-undang yaitu dengan dasar konversi yang berlaku sejak diundangkannya UUPA. Penegasan konversi yang berasal dari tanah milik adatdiatur dalam Peraturan Menteri Pertanian dan Agraria selanjutnya disebut PMPA No. 2 tahun 1962 tentang Penegasan dan Pendaftaran Bekas Hak-Hak Indonesia Atas Tanah. 21 Herman Soesangobeng, Makalah, Menuju Penguatan Jaminan Kepastian Hukum Atas Pemilikan, Penguasaan dan Penggunaan Tanah, Rekomendasi dan Masukan Untuk Penyempurnaan Naskah KKPN, disampaikan pada Lokakarya Nasional Finalisasi KKPN-BAPPENAS, 6 November 2006 Universitas Sumatera Utara Penguasaan yang telah berkembang selanjutnya akan diwariskan kepada keturunan dari anggota persekutuan hukum tersebut. Pewarisan itu melahirkan hak yang terkuat dan terpenuh yang disebut “milik” atau “hak milik”. 22 Penegasan hak yang diberikan oleh masyarakat hukum adat menggambarkan hal yang sama sebagaimana dituangkan di dalam pasal 33 ayat 3 UUD 1945 bahwa negara memiliki kewenangan untuk mengatur tentang hak milik termasuk pada penguasaan dan peralihannya. Hak milik dapat dialihkan karena dua hal, beralih karena peristiwa hukum seperti meninggalnya pemilik tanah dan hak milik atas tanah beralih kepada ahli warisnya yang memenuhi syarat sebagai subjek tanah dan dialihkan atau pemindahan hak karena perbuatan hukum seperti jual beli, hibah dan tukar menukar. Pengaturan peralihan hak milik diatur dalam pasal 20 2 UUPA. Berdasarkan PP No. 10 1961 tentang Pejabat Pembuat Akta Tanah selanjutnya akan disebut dengan PP No.10 tahun 1961 bahwa suatu akta peralihan hak atas tanah harus dibuktikan dengan suatu akta yang dibuat oleh dan dihadapan penjabat yang ditunjuk oleh Menteri Negara Agraria atau yang dimaksud dengan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Hak Milik Atas Tanah, peralihan, pembebanan dan hapusnya hak milik atas tanah telah ditentukan untuk didaftarkan. Menurut pasal 23 UUPA pendaftaran tersebut merupakan bukti yang kuat kepemilikan seseorang atas tanah yang berupa 22 Herman Soesangobeng, Ibid, hal 17 Universitas Sumatera Utara sertifikat. Sertifikat tersebut akan dipegang oleh pemilik hak atas tanah yang berhak atas penggunaan dan penguasaan tanah tersebut. Penggunaan dan penguasaan hak milik kadangkala tidak langsung digunakan dan dikuasai oleh pemilik aslinya. Di dalam pasal 24 UUPA penggunaan tanah hak milik oleh pihak yang bukan pemiliknya diatur di dalam ketentuan peraturan perundangan. Khususnya penggunaan tanah hak milik yang digunakan dan dikuasai tidak oleh pemiliknya melainkan oleh warga negara asing WNA. Penggunaan dan penguasaan itu juga akan memberikan konsekuensi hak yang melekat pada tanah tersebut. Peralihan, penggunaan dan atau penguasaan hak milik kepada orang lain dalam hal ini adalah warga negara asing WNA menggambarkan adanya hubungan hukum yang timbul. Hubungan hukum yang berada dalam lapangan harta kekayaan antara dua orang atau lebih atau pihak, dimana hubungan hukum tersebut melahirkan kewajiban kepada salah satu pihak yang terlibat dalam hubungan hukum tersebut merupakan pengertian yang abstrak dari istilah perikatan. 23 Perikatan yang lahir dari perjanjian banyak terjadi di dalam kehidupan berinteraksi manusia. Hal tersebut dipertegas dalam pasal 1313 KUHPerdata yang menyatakan bahwa : “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih.” Adanya rumusan dari pasal tersebut yang diberlakukan sebagai ketentuan maka terdapat penekanan unsur di dalam perjanjian yakni adanya kesukarelaan dari para pihak untuk saling 23 Kartini Mulyadi dan Gunawan Widjaja, Seri Hukum Perikatan, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003 hal 1 Universitas Sumatera Utara mengikatkan diri. Kehendak para pihak yang terlibat dalam membuat perjanjian tersebut menjadi hal penting. Menurut para ahli hukum, ketentuan pasal 1313 KUHPerdata tersebut mengandung beberapa kelemahan: tidak jelas karena setiap perbuatan dapat dikatakan perjanjian,tidak tampak asas konsensualisme, bersifat dualisme. 24 Menurut Abdulkadir Muhammad, 25 perjanjian adalah suatu persetujuan dimana dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan. Setiawan mendefinisikan perjanjian sebagai suatu perbuatan hukum, dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. 26 Syarat dari perjanjian terdapat di dalam pasal 1320 KUHPerdata sebagai berikut : 1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan 3. Suatu hal tertentu 4. Suatu sebab yang halal Perjanjian yang sah berkekuatan sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuatnya. Istilah sah menunjukkan bahwa perjanjian harus sesuai menurut hukum dan harus dilakukan dengan itikad yang baik. 24 Titik Triwulan Tutik, Pengantar Hukum Perdata di Indonesia, Prestasi Pustaka, Jakarta, 2006, hal 243. 25 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perikatan, PT. Citra Aditya Bakti, Jakarta, hal 78. 26 Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Putra Arbardin, Jakarta, hal 49. Universitas Sumatera Utara Di dalam hukum perjanjian maka terdapat beberapa asas yang digunakan. Adapun asas-asas tersebut dirumuskan di dalam Simposium Pembaharuan Hukum Perdata Nasional yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman Republik Indonesia bekerjasama dengan Universitas Gajah Mada pada tanggal 21-23 Desember 1981 di Yogyakarta. Adapun asas-asas tersebut adalah : a. asas konsensualisme ; b. asas kebebasan berkontrak ; c. asas perjanjian mempunyai kekuatan mengikat sebagai undang-undang; d. asas perjanjian tidak boleh berisikan sesuatu bertentangan dengan kesusilaan serta perikemanusiaan bagi sahnya sesuatu perjanjian, yang merupakan upaya untuk melindungi pihak yang lemah ; e. asas perlindungan terhadap yang lemah, untuk melindungi pihak yang lemah, mengenai perjanjian standar perlu diadakan peraturan standar ; f. asas itikad baik ; g. asas mengenai syarat-syarat sahnya suatu perjanjian ; h. asas keseimbangan ; i. asas kepercayaan ; j. asas persamaan hukum ; k. asas kepastian hukum ; l. asas moral ; m. asas kepatutan ; n. asas kepentingan umum dan ketertiban umum. 27 Undang-undang memberi pedoman untuk menafsirkan perjanjian sebagai berikut 28 a. jika kata-kata perjanjian jelas tidak diperkenankan untuk menyimpang; b. hal-hal yang menurut kebiasaan selama diperjanjikan dianggap dimasukkan dalam perjanjian meskipun tidak dengan tegas dinyatakan; c. semua janji yang dibuat di dalam perjanjian harus diartikan hubungan satu sama lain. Setiap janji harus ditafsirkan dalam perjanjian seluruhnya; d. jika ada keragu-raguan, perjanjian harus ditafsirkan atas kerugian orang yang telah meminta diperjanjikan suatu hal dan untuk keuntungan orang yang telah mengikatkan dirinya untuk itu; 27 Lampiran IV, Pembangunan Hukum Perjanjian, Mariam Darus Badrulzaman, 1996, KUHPerdata Buku III, Hukum Perikatan dengan Penjelasan selanjutnya disebut sebagai buku I, Penerbit Alumni, Bandung, hal 259 28 Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis selanjutnya disebut sebagai buku II, Alumni, Bandung,1994, hal 29 Universitas Sumatera Utara e. meskipun luasnya arti kata-kata dalam suatu perjanjian yang disusun, perjanjian itu hanya meliputi hal-hal yang nyata-nyata dimaksudkan oleh kedua belah pihak sewaktu membuat perjanjian. Perjanjian yang dilakukan warga negara asing untuk dapat memiliki tanah di Indonesia terbuka peluangnya oleh perundang-undangan Indonesia. Antara warga negara asing dan pemilik tanah secara pribadi diperbolehkan membuat perjanjian. Perjanjian merupakan hasil kesepakatan para pihak yang tidak mudah ditelusuri kebenarannya karena berada di dalam lingkup privat. Kadangkala kesepakatan para pihak tersebut dapat dilakukan dengan pura-pura. Peralihan hak milik yang dilakukan dengan jual beli juga merupakan salah satu contoh perikatan yang terjadi di dalam lapangan hukum privat. Terjadinya jual beli tidak dapat ditutup dari kemungkinan dijadikannya jual beli tersebut sebagai kedok bagi warga negara asing untuk dapat menguasai tanah di Indonesia selayaknya memiliki hak milik. Orang Indonesia bertindak selaku kuasa bagi warga negara asing dalam membeli tanah hak milik berdasarkan suatu perjanjian. Perjanjian tersebut dibuat sedemikian rupa dimana suatu keadaan berbeda dengan keadaan yang sebenarnya. Suatu perjanjian yang mengatur segala sesuatu hal yang berbeda dengan keadaan sebenarnya untuk suatu tujuan tertentu dikenal dengan istilah simulasi berasal dari simulation, simulated contract, ostensible action Inggris; schijnhandeling Belanda; simulatio Latin. 29 29 Syafnil Gani, Perjanjian Semu Dalam Praktek Dengan Akta-Akta Notaris, Tesis, hal 4 Universitas Sumatera Utara Di dalam pasal 1873 KUHPerdata dinyatakan bahwa : “Persetujuan-persetujuan lebih lanjut, yang dibuat dalam suatu akta tersendiri, yang bertentangan dengan akta asli, hanya memberikan bukti diantara pihak yang turut serta, dan para ahli warisnya atau orang-orang yang mendapat hak daripada mereka, tetapi tidak dapat berlaku terhadap orang-orang pihak ketiga.” Berdasarkan isi dari pasal tersebut diatas maka menurut Imam Sudiyat simulatio an sich tidak terlarang meskipun simulatio itu seringkali dilakukan untuk menyembunyikan suatu perjanjian yang terlarang. 30 Pengertian perjanjian semu oleh Hilman Hadikusuma: “Suatu perjanjian dikatakan perjanjian semu atau simulasi apabila perjanjian yang dibuat berbeda dengan pelaksanaanya. Lain kulit lain isi, lain yang tersurat lain pula yang tersirat, ibarat bertopeng dengan raut muka yang cantik sedangkan mukanya sebenarnya buruk. Jadi perjanjian yang diterangkan kepada masyarakat umum atau yang ditulis menyatakan perjanjian yang baik sedangkan yang dilaksanakan sebenarnya tidak sesuai dengan kenyataan yang diumumkan atau yang ditulis.” 31 Purwahid Patrik mengartikan simulasi sebagai: “Perbuatan atau beberapa perbuatan-perbuatan, dimana dua orang atau lebih bahwa mereka keluar menunjukkan seolah-olah terjadi perjanjian antara mereka, namun sebenarnya secara rahasia mereka setuju bahwa perjanjian yang nampak keluar itu tidak berlaku, ini dapat terjadi dalam hal hubungan hukum antara mereka 30 Imam Sudiyat, Hukum Adat Sketsa Asas, Penerbit Liberty, Yogyakarta, 1981, hal 46. 31 Hilman Hadikusuma, Hukum Perjanjian Adat, Alumni, Bandung, 1982, hal. 163 Universitas Sumatera Utara tidak ada perubahan apa-apa atau bahwa dengan perjanjian pura-pura itu akan berlaku hal lain.” 32 Menurut M.U. Sembiring simulasi adalah figur hukum yang cukup banyak timbul ditengah-tengah masyarakat, termasuk dalam praktek notariat. 33 Menurut beliau, simulasi adalah: “Suatu perbuatan atau kompleks perbuatan yang disitu dua orang atau lebih tampaknya mengadakan suatu perbuatan hukum atau perjanjian tertentu pada hal mereka itu antara yang seorang dengan yang lainnya sudah sepakat bahwa perjanjian tadi tidak akan berlaku melainkan bahwa hubungan hukum antara mereka tak akan berubah dari hubungan hukum yang ada sebelum perjanjian itu diadakan atau bahwa yang sebetulnya akan berlaku adalah perjanjian lain”. 34 Menurut MU Sembiring bahwa ciri-ciri dari perjanjian semu adalah sebagai berikut : 1. Perjanjian semu tidak pernah berdiri sendiri melainkan selalu didampingi oleh perjanjian yang sesungguhnya. 2. Perjanjian semu selalu dianulir atau dimodifikasi oleh perjanjian yang sesungguhnya. 35 32 Purwahid Patrik, Dasar-dasar Hukum Perikatan Perikatan yang lahir dari Perjanjian dan dari undang-undang, Mandar Maju, Bandung, 1994, hal. 57. 33 M.U, Sembiring, Op. cit., hal. 1 34 Ibid, hal. 2 35 M.U Sembiring, Makalah berjudul Simulatie Schijnhandeling Perbuatan Semu disampaikan pada seminar Dies Natalis Fakultas Hukum ke 45 dan Program Pendidikan Spesialis Notariat ke 30 Universitas Sumatera Utara, tanggal 15 Februari 1999, sebagaimana dikutip dari Syafnil Gani, Loc.Cit, hal 4 Universitas Sumatera Utara Bentuk perjanjian simulasi pada umumnya dibedakan dalam dua jenis, yaitu: a. Simulatie Absolut Perjanjian simulatie absolut adalah satu perjanjian dimana terhadap pihak ketiga secara ekstern yang muncul adalah perjanjian tertentu akan tetapi sebetulnya kedua pihak yang membuat perjanjian itu telah sepakat bahwa hubungan hukum antara mereka secara intern tidak akan berubah dari hubungan hukum yang telah ada sebelum perjanjian itu dibuat. Contoh: orang yang hampir pailit untuk menghindari barang-barangnya dari penyitaan pailit mengadakan perjanjian simulasi jual beli barang dengan seorang teman kepercayaanya. Namun diluar dari perjanjian jual beli tersebut ada perjanjian lain yang isinya menentukan bahwa barang itu tetap masih merupakan kepunyaan pihak yang melakukan penjualan tersebut, tidak berubah. b. Simulatie Relatif Perjanjian simulatie relatif adalah satu perjanjian tertentu yang diadakan oleh kedua belah pihak, misalnya jual beli. Akan tetapi disamping itu sekaligus mereka membuat satu perjanjian dimana para pihak sepakat bahwa yang berlaku diantara mereka bukan jual beli melainkan hibah. Perjanjian yang pertama yakni perjanjian jual beli hanyalah sesuatu perjanjian yang tidak menggambarkan keadaan yang sesungguhnya. Dibalik perjanjian yang bukan sesungguhnya terdapat perjanjian lain yang sesungguhnya yang juga dibuat oleh kedua belah pihak. Universitas Sumatera Utara Secara sederhana dapat dinyatakan pada simulasi absolut hubungan hukum yang diperlihatkan dalam perjanjian pertama antara kedua belah pihak sebenarnya tidak ada sedangkan pada simulasi relatif hubungan hukum antara kedua belah pihak ditutupi dengan perjanjian lain yang berbeda dengan perjanjian yang mereka buat sebelumnya. Perjanjian simulasi memiliki pengaruh terhadap pihak ketiga. Pengaruh tersebut dilatarbelakangi pada jenis simulasi yang diperbuat : a. Pada simulasi absolut mutlak pihak ketiga tetap mengacu kepada perjanjian yang dilakukan adalah semu sehingga keadaan hukum yang seharusnya diterimanya akan tetap pada keadaan semula. Contoh : Jual beli yang dilakukan orang yang hampir pailit untuk menghindari penyitaan. Pihak ketiga dapat bertahan bahwa perjanjian tersebut adalah semu sehingga peralihan hak atas barang tidak dilakukan kepada teman kepercayaannya dan konsekuensi hukum bagi pihak ketiga akan tetap pada keadaan semula seperti tidak adanya perjanjian tersebut. b. Pada simulasi relatif, bagi pihak ketiga terbuka tiga kemungkinan: a Bagi pihak ketiga yang melihat perjanjian terbatas pada perjanjian yang dimulasikan, maka akan dilindungi terhadap janji-janji yang tersembunyi. Pasal 1873 KUHPerdata mengatur bahwa: perjanjian– perjanjian menyusul yang diadakan dengan akta perbuatan tersendiri yang bertentangan dengan perjanjian semula hanya mempunyai kekuatan bukti bagi pihak-pihak yang menjadi peserta dalam akta Universitas Sumatera Utara tersebut besarta ahli waris atau yang memperoleh hak, tetapi tidak mempunyai kekuatan hukum terhadap pihak ketiga. b Pihak ketiga yang mengetahui sejak awal atau kemudian maka terhadapnya sebagaimana diatur di dalam ketentuan dalam 1873 KUHPerdata: alat-alat bukti yang bertentangan tidak dapat merugikan pihak ketiga sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa alat-alat bukti tersebut dapat berpengaruh menguntungkan bagi pihak ketiga. c Pihak ketiga yang mengetahui seluruh manipulasitipu daya para pihak, dapat menyatakan: 1 Bahwa perjanjian semu sebagai perjanjian yang tidak dikehendaki para pihak-pihak tidak mempunyai kekuatan hukum 2 Bahwa perjanjian yang disimulasikan itu memang dikehendaki terbukti dari pernyataan timbal-balik diantara mereka berdua. 36 Dari uraian diatas jelas bahwa terhadap pihak ketiga undang-undang melindungi akibat dari perjanjian simulasi yang dibuat oleh para pihak.Pihak ketiga tidak dapat dirugikan atas adanya perjanjian simulasi oleh karena perjanjian tersebut merupakan perbuatan pura-pura sehingga tidak dapat diketahui oleh pihak ketiga. Simulasi dapat dilakukan dalam berbagai hukum misalnya pada perjanjian hutang-piutang yang diselubungi dengan sewa-menyewa 37 , hibah yang diselubungi 36 Imam Sudiyat, Op. Cit. hal. 48 Universitas Sumatera Utara dengan jual beli 38 , maupun hutang piutang yang diselubungi dengan jual beli 39 dan lain sebagainya. Berdasarkan hasil penelitian Syafnil Gani terhadap 18 responden notaris di kota Medan, bentuk akta notaris yang bersifat simulasi mencakup beberapa hal antara lain sebagai berikut: 1. Pemilikan saham dalam Perseroan Terbatas PT 2. Pemilik tanah dan atau bangunan 3. Pemilik modal dalam suatu perseoran komanditer Comanditari Vannotschap 4. Kepengurusan Perseroan Komanditer 5. Menyangkut utang-piutang 6. dan lain-lain 40 Sebagaimana dinyatakan diatas bahwa salah satu contoh perjanjian simulasi adalah dalam hal kepemilikan tanah danatau bangunan. Keterbatasan warga negara asing dalam menguasai tanah di Indonesia menjadi alasan dilakukannya perjanjian 37 Putusan Landraad Makasar tanggal 6 Februari 1926 dimuat dalam J. Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan yang lahir dari perjanjian, Buku II, Citra Adiyta Bakti, Bandung, 1995, hal. 89 pada Nomor 98. 38 Putusan R. v. J. Surabaya tanggal 25 Maret 1925 dimuat dalam J. Satrio, Hukum Perikatan, tentang Hapusnya Perikatan, Bagian I, Citra Adiyta Bakti, Bandung, 1996, hal. 13. 39 Putusan MA tanggal 11 Juni 1985 nomor 400 KPdt1984, dimuat dalam J. Satrio,.. Buku II Ibid, Putusan MA tanggal 6 Februari 1997 Nomor 2125 KPdt1995 dalam perkara antara Bank Putera Sukapura melawan Tan Tjaiu Hong Fonny dan Kaymana Tjandra, Varia Peradilan Tahun XIII No. 148 Januari 1998, hal 56, Putusan MA tanggal 19 September 1997 antara Apih Topik dahulu Ong Sin Siong melawan Ny. H. Kartini dkk, Yurisprudensi Mahkamah Agung RI 1996, hal 62. 40 Syafnil Gani, Op. cit., hal. 44 Universitas Sumatera Utara simulasi tersebut. Perjanjian tersebut tidak hanya dipandang bersifat simulasi melainkan telah berlawanan dengan hukum. Perjanjian simulasi dilakukan secara sengaja untuk dapat membantu memberikan jalan keluar bagi warga negara asing dalam menguasai tanah di Indonesia. Perjanjian simulasi tersebut dilakukan untuk mencapai suatu tujuan yang oleh peraturan perundang-undangan nasional di Indonesia tidak diperkenankan. Oleh karena itu perjanjian tersebut telah melakukan penyelundupan hukum. Menurut Purnadi Purbacaraka dan Agus Brotosusilo, dapat dikatakan telah terjadi penyelundupan hukum apabila ada seseorang atau suatu pihak yang telah melakukan cara yang tidak diperkenankan dengan tujuan untuk menghindarkan berlakunya hukum nasional dan mendapatkan berlakunya hukum asing 41 . Penyelundupan hukum menurut Sudargo Gautama adalah merupakan suatu bagian ajaran tersendiri teori umu Hukum Perdata Internasional. Penyelundupan hukum dikenal juga dengan wetsonduiking 42 . Penyelundupan hukum adalah suatu perbuatan yang bertujuan untuk menghindarkan berlakunya hukum nasional, sehingga orang tersebut memperoleh keuntungan-keuntungan tertentu sesuai dengan yang dikehendakinya, karena berlaku baginya hukum asing 43 . 41 Purnadi Purbacaraka dan Agus Brotosusilo, Sendi-Sendi Hukum Perdata Internasional Suatu Orientasi, Rajawali, Jakarta, 1983 hal 62 42 Sudargo Gautama, Pengantar Hukum Perdata Internasional Indonesia, Putra A Bardin Jakarta, 1999, hal 148 43 I Ketut Mandra, Intisari Hukum Perdata Internasional, Fakultas Hukum Unud, Denpasar, 1985, hal 77 Universitas Sumatera Utara Di dalam teori penyelundupan hukum terdapat 2 dua aliran yakni aliran subjektif dan aliran objektif. Aliran subjektif memandang niat buruk seseorang adalah sebagai latar belakang dilakukannya penyelundupan hukum. Sedangkan aliran objektif berpendapat bahwa niat buruk tidak menjadi acuan, maksud dan tujuan seseorang tidak perlu dipersoalkan, karena meskipun secara muslihat hendak menyelundupkan suatu ketentuan undang-undang, namun juga ingin menundukkan dengan undang-undang yang lain. Di dalam tesis ini penulis secara tegas menggunakan aliran subjektif dalam teori penyelundupan hukum sebagai acuan memandang permasalahan. Sehingga dengan tegas dinyatakan bahwa setiap tindakan terselubung yang dilakukan dengan niat untuk menguasai sesuatu yang secara tegas oleh ketentuan undang-undang dilarang merupakan penyelundupan hukum.

b. Konsepsi