Hasil inventarisasi peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan Acuan Sinkronisasi

menganalisa seluruh aturan perundang-undangan yang telah diinventarisir di dalam penelitian ini. Penekanan kepada kekuasaan negara di dalam mengatur peruntukannya juga akan dapat dijadikan pedoman lain bagaiman peraturan perundang-undangan yang berlaku telah terlaksana sejalan dan tidak tumpang tindih.

1. Hasil inventarisasi peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan

pemilikan tanah bagi WNA di Indonesia adalah sebagai berikut : a. Undang-Undang No. 5 tahun 1960 Lembaran Negara 1960-104 tentang Pokok-Pokok Agraria ; b. Undang-Undang Nomor 16 tahun 1985 Lembaran Negara 1985-75 tentang Rumah Susun ; c. Undang-Undang Nomor 9 tahun 1992 Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3474 tentang Keimigrasian; d. Undang-Undang Nomor 4 tahun 1996 Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 42 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah ; e. Undang-Undang Nomor 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Lembaran Negara tahun 2006 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4634 ; f. Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor tentang Penanaman Modal ; g. Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1996 tentang Hak Guna Bangunan, Hak Guna Usaha dan Hak Pakai ; Universitas Sumatera Utara h. Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 1996 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal Atau Hunian Oleh Orang Asing Yang Berkedudukan Di Indonesia ; i. Peraturan Menteri Negara Agraria Kepala BPN 7 1996 jo 8 1996 tentang Persyaratan Pemilikan Rumah Tempat Tinggal Atau Hunian Oleh Orang Asing ;

2. Acuan Sinkronisasi

Setelah dilakukan inventarisasi, selanjutnya akan dilakukan sinkronisasi peraturan terkait. Sinkronisasi yang dilakukan adalah sinkronisasi secara vertikal dan horizontal. Sinkronisasi secara vertikal adalah sinkronisasi yang dilakukan terhadap peraturan perundang-undangan dari yang tertinggi sampai terendah. Sedangkan sinkronisasi horizontal maksudnya adalah sinkronisasi peraturan yang sejajar tingkatannya yang saling memiliki keterkaitan. Hasil inventarisasi menunjukkan bahwa konsep penguasaan hak atas tanah yang diberikan oleh undang-undang kepada WNA adalah hak pakai. Ketentuan hak pakai telah diatur dari mulai UUPA yang merupakan payung hukum agraria sampai dengan peraturan teknis berupa keputusan menteri agraria. Hak pakai disimpulkan memenuhi ketentuan sebagai alas hak bagi warga negara asing untuk dapat sementara menguasai tanah di Indonesia. Perumusan Hak Pakai di dalam UUPA pasal 41 ayat 1 mengartikan bahwa Hak Pakai berlaku untuk tanah danatau bangunan maupun tanah Universitas Sumatera Utara pertanian. Perkataan “menggunakan” menunjuk pada tanah bangunan, sedangkan memungut hasil pada tanah pertanian. 67 Warga negara asing tidak memiliki hubungan batiniah dengan tanah Indonesia. Sebagaimana diketahui bahwa hubungan batiniah orang Indonesia dengan tanahnya diawali dari komunitas adatnya terlebih dahulu.Ketentuan hukum di Indonesia mengakui hukum adat tersebut. Konsepsi hukum adat dalam hukum tanah nasional dirumuskan sebagai konsepsi yang komunalistik religius, yang memungkinkan penguasaan tanah secara individual, dengan hak-hak atas tanah yang bersifat pribadi, sekaligus mengandung unsur kebersamaan 68 . Adanya pengakuan atas hukum adat sebagai salah satu acuan hukum agraria nasional membuat asas-asas yang berlaku di dalam hukum adat yang dapat diterima sebagai hukum nasional dipakai. Asas-asas hukum adat yang diakui dalam hukum agraria nasional antara lain : asas religiusitas, asas kebangsaan, asas demokrasi, asas kemasyarakatan, pemerataan dan keadilan sosial, asas pemeliharaan tanah secara berencana, asas pemisahan horizontal tanah dengan bangunan dan tanaman yang ada diatasnya. 69 Asas religiusitas terdapat di dalam pasal 1 UUPA yakni pada ayat 2 : “Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya 67 Effendi Perangin, Hukum Agrri di Indonesia Suatu Telaah dari Sudut Pandang Praktisi Hukum, Raja Grafindo Persada, 1994 hal 286. 68 Alvi Syahrin, Loc. Cit, hal 40 69 Alvi Syahrin, Ibid, hal 41 Universitas Sumatera Utara dalam wilayah Republik Indonesia sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa adalah bumi, air dan ruang angkasa bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional”. Asas kebangsaan terdapat di dalam Pasal 1 ayat 1 UUPA yakni : Seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan tanah air dari seluruh rakyat Indonesia, yang bersatu sebagai bangsa Indonesia. Selanjutnya termaktub di dalam pasal 2 UUPA yang menyebutkan bahwa “bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh negara sebagai organisasi kekuasaan seluruuh rakyat. Selain itu pada pasal 2 ayat 3 dinyatakan bahwa wewenang dari negara adalah untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat dalam arti kebangsaan...” Di dalam pasal 9 UUPA juga masih berkaitan dengan asas kebangsaan dimana dinyatakan bahwa hanya warganegara Indonesia dapat mempunyai hubungan yang sepenuhnya dengan bumi, air dan ruang angkasa. Ketentuan yang diatur di dalam pasal 9 UUPA memastikan bahwa yang menjadi bagian bangsa Indonesia saja yang dapat memiliki hubungan dengan tanah ainya. Asas Demokrasi terdapat di dalam pasal 9 ayat 2 UUPA : “ Tiap-tiap warganegara Indonesia, baik laki-laki maupun wanita mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh sesuatu hak atas tanah....” Jaminan yang diberikan oleh Undang-Undang bahwa tidak ada perbedaan antara hak laki-laki dan wanita berdasar pada pengakuan demokrasi di Indonesia. Pasal 6,7,10, 11 dan 13 UUPA mengandung asas kemasyarakatan, pemerataan dan keadilan sosial. Masing-masing dari pasal tersebut mencerminkan bahwa hak atas Universitas Sumatera Utara tanah mempunyai fungsi sosial diluar dari fungsi individual. Hak atas tanah dari masing-masing pemilik tanah peruntukkannya tidak boleh merugikan kepentingan umum. Terdapat ketentuan bahwa peruntukan hak atas tanah tersebut dapat memberikan manfaat tidak hanya bagi si individu pemilik tanah. Asas pemeliharaan tanah secara berencana terkandung di dalam pasal 14 dan 15 UUPA yang menyatakan bahwa pemerintah membuat suatu rencana umum mengenai persediaan, peruntukkan dan penggunaan atas bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Rencana umum yang dimaksud akan dituangkan ke dalam bentuk peraturan-peraturan yang diatur secara nasional maupun kewilayahan atau daerah. Selain itu di dalam pasal 15 yang mengandung asas pemeliharaan tanah secara berencana juga dinyatakan bahwa masing-masing orang yang atau badan hukum yang memiliki hubungan dengan tanah tersebut. Asas yang terakhir adalah asas pemisahan horizontal tanah dengan bangunan yang ada diatasnya. Indonesia menganut asas tersebut yang artinya bahwa Indonesia mengakui bahwa bangunan atau sesuatu yang diatas tanah tersebut tidak secara langsung terikat dengan tanahnya. Oleh karena itu hak diatas tanah tersebut yang terpisah dengan tanah itu juga diakui. Asas-asas tersebut diatas akan menjadi acuan sinkronisasi bagi peraturan- peraturan yang terkait dengan hak atas tanah bagi WNA. Mengacu kepada asas-asas tersebutlah peraturan-peraturan tersebut akan dikaji apakah sejalan atau bertentangan. Universitas Sumatera Utara

C. Sinkronisasi Peraturan Perundang-Undangan Yang Terkait Dengan

Penguasaan Atas Tanah Oleh WNA Di Indonesia 1. Sinkronisasi Horizontal UUPA adalah peraturan perundang-undangan yang menjadi payung hukum bagi bidang agraria. Hak atas tanah bagi WNA diatur di dalam UUPA bahwa WNA hanya memiliki Hak Pakai sebagai alas hak kepemilikan di Indonesia. Namun selain yang diatur di dalam UUPA terdapat UU lain yang memiliki keterkaitan dan mengatur tentang hak WNA atas tanah di Indonesia. Sebagaimana telah diinventarisir bahwa UU tersebut antara lain : Undang- Undang Nomor 16 tahun 1985 tentang Rumah Susun, Undang-Undang Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, Undang-Undang Nomor 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan, Undang-Undang Nomor 9 tahun 1992 tentang Keimigrasian, Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Masing-masing dari UU tersebut adalah ketentuan khusus yang memiliki keterkaitan di dalam masing-masing pasalnya terhadap hak atas tanah bagi WNA. UU No. 12 tahun 2002 tentang Kewarganegaraan dan UU No. 9 tahun 1992 tentang Keimigrasian mengatur tentang definisi orang asing atau warga negara asing. Lahirnya UU tentang Kewarganegaraan mempertegas batasan hak dan kewajiban seorang warga negara dan seorang bukan warga negara. Asas Nasionalitas tercfermin dari lahirnya UU tentang Kewarganegaraan tersebut. Universitas Sumatera Utara UU no. 16 tahun 1985 tentang Satuan Rumah Susun tidak mengatur tentang kepemilikan warga negara asing, namun oleh karena Indonesia menganut asas pemisahan horizontal hal tersebut masih dapat dilakukan. Selain itu, rumah susun juga dapat berdiri diatas tanah negara. Kepemilikan WNA atas satuan rumah susun hanya dapat dimiliki atas alas hak tanah negara. Menjadi suatu perhatian adalah kemunculan UU No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Sebelumnnya UU ini dianggap tidak berpihak kepada kepentingan rakyat. UU tersebut hanya membawa kepentingan para investor atau penanam modal semata. Hal tersebut dikritisi oleh karena mencamtumkan perubahanterhadap jangka waktu dan proses pemberian atau terjadinya Hak Pakai. Sebagaimana sebelumnya diatur sebelum dilakukan judicial review kepada Mahkamah Konstitusi dan dikabulkan sebagian di dalam pasal 22 bahwa jangka waktu Hak Pakai bisa sampai dengan 70 tahun. Hal tersebut bertenantang dengan asas pemerataan dan keadilan sosial karena secara tidak langsung jangka waktu yang lama itu menutup kemungkina tanah tersebut dipergunakan oleh masyarakat Indonesia umumnya. Hal tersebut juga bertentangan karena ada pengaturan bahwa perpanjangan dapat dilakukan dimuka. Secara tidak langsung menyatakan bahwa tanpa ada evaluasi dan kajian maka perpanjangan hak pakai dapat dilakukan. Tentu saja hal tersebut tidak sejalan dengan asas pemeliharaan tanah secara berencana. Tanah memiliki fungsi sosial selain memiliki fungsi individu. Pada saat tanah dikuasai dengan jangka waktu yang sangat lama tanpa evaluasi berkala dan diberikan sebagai fasilitas bagi penanaman modal asing maka memiliki kelemahan dimana Universitas Sumatera Utara seharusnya tanah tersebut dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Hak Pakai dibatasi karena bertujuan untuk memberikan kepastian dan perlindungan bagi masyarakat secara keseluruhan. Oleh karena itu oleh Mahkamah Konstitusi permohonan judicial review diterima sebahagian untuk pasal 22 saja. Sejak keputusan oleh Mahkamah konstitusi tersebut maka pengaturan jangka waktu kembali kepada PP No. 40 tahun 1996 tentang Hak pakai.

2. Sinkronisasi Vertikal