4. Analisis Data
Analisa data adalah suatu kegiatan untuk mengolah bahan-bahan hukum yang telah diperoleh dan dikumpulkan secara sistematis. Sistematis maksudnya adalah
membuat klasifikasi atau konstruksi atas bahan-bahan yang telah diperoleh. Di dalam penelitian hukum ini klasifikasi atau konstruksi atas bahan-bahan yang
telah diperoleh akan dievaluasi juga demi menjaga validitas bahan yang telah terkumpul bahan hukum primer, sekunder maupun tertier.
Secara sistematis bahan-bahan hukum primer tersebut akan diinventarisir dan disinkronisasikan. Bahan hukum sekunder dan tertier akan menjadi pendukung
terhadap pemahaman, penjelasan dan kajian atas bahan hukum primer tersebut. Selanjutnya keseluruhannya akan dianalisa dengan komprehensif dengan
menggunakan metode kualitatif untuk dapat menjawab rumusan permasalahan yang telah ditetapkan dalam tesis ini.
Universitas Sumatera Utara
BAB II PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG MENGATUR TENTANG
PENGUASAAN HAK ATAS TANAH DI INDONESIA BAGI WARGA NEGARA ASING
A. Penguasaan Hak Atas Tanah di Indonesia Bagi Warga Negara Asing
1. Tinjauan Umum tentang Penguasaan Hak Atas Tanah di Indonesia
Pancasila menjiwai UUD 1945. Artinya sila-sila dari Pancasila tercantum dalam pasal-pasal UUD 1945 baik secara tegas maupun tidak
48
. Karena Pancasila tercantum dalam pasal-pasal UUD 1945 ini berari dasar berlaku dan legalitas UUD 1945
terletak pada Pancasila
49
. Salah satu nilai-nilai Pancasila yang termuat di dalam pasal UUD 1945 yang
berkaitan dengan tanah adalah di dalam pasal 33 UUD 1945. Kebijakan politik hukum agraria Hukum Tanah harus bertitik tolak untuk melaksanakan pasal 33 ayat
3 UUD 1945 yang menegaskan bahwa tujuan dikuasainya bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya oleh negara adalah guna mencapai sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat
50
. Hukum agraria yang berpihak kepada kemakmuran rakyat menjadi suatu
kebutuhan. Kebutuhan tersebut akan semakin meningkat pada saat-saat ini dimana perkembangan perekonomian tumbuh pesat. Hal tersebut mengakibatkan kebutuhan
akan tanah secara khusus akan lebih meningkat lagi.
48
Y.W Sunindihin, Ninik Widiyanti, Pembaharuan Hukum Agraria Beberapa Pemikiran, Bina Aksara, 1980, hal 109
49
Y.W Sunindihin, Ninik Widiyanti, Ibid, hal 110
50
Alvi Syahrin, Beberapa Masalah Hukum, PT. Sofmedia, 2009, hal 16
32
Universitas Sumatera Utara
Sebelum dapat melahirkan suatu hukum agraria yang bersifat nasional, secara bertahap pemerintah mengambil upaya menghapus hukum kolonial yang masih
berlaku. Secara bertahap penghapusan tersebut dilakukan, secara bertahap pula peraturan agraria yang baru diundangkan.
Perkembangan Hukum Agraria di Indonesia menjalani proses yang sangat panjang. Pada masa awal kemerdekaan sampai dengan tahun 1959 telah dibentuk
beberapa Panitia yang bekerja untuk menyusun rancangan hukum agraria nasional. Namun belum ada gagasan-gagasan yang dihasilkan panitia tersebut untuk ditetapkan
sebagai Undang-Undang Pokok hukum Agraria. Tahun 1960 Undang-Undang Pokok Agraria ditetapkan, dimana disimpulkan bahwa sebenarnya yang terjadi adalah
“pengundangan yang tertunda” saja, sebab UUPA UU No.5 tahun 1960 tersebut menganut asas-asas yang telah diajukan oleh beberapa panitia serta dimuat dalam
RUU yang pernah diajukan
51
. Undang-Undang Pokok Agraria diundangkan pada tanggal 24 September 1960.
UU Nomor 5 tahun 1960 tersebut dilandasi oleh Pancasila dan pasal 33 ayat 3 UUD tahun 1945. Lahirnya Undang-Undang tersebut diharapkan dapat merombak sistem
keagrariaan Indonesia yang sebelumnya bersifat dualisme dan individualisme yang disebabkan oleh kondisi tertentu. Penyesuaian itu bersifat mendasar atau
fundamental, karena baik mengenai struktur perangkat hukumnya, mengenai konsepsi yang mendasarinya, maupun isinya, yang dinyatakan di dalam UUPA harus sesuai
51
Alvi Syahrin,Ibid, hal 29
Universitas Sumatera Utara
dengan kepentingan rakyat Indonesia serta memenuhi keperluannya menurut permintaan zaman
52
. Di dalam Penjelasan Umum I UUPA dinyatakan bahwa terdapat 3 tiga tujuan
pokok UUPA
53
, yakni : a.
meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional yang akan merupakan alat untuk membawa kemakmuran, kebahagiaan dan keadilan bagi
Negara dan rakyat, terutama rakyat tani, dalam rangka masyarakat adil dan makmur;
b. meletakkan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan
dalam hukum pertanahan; c.
meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak- hak atas tanah bagi rakyat seluruhnya.
Berdasarkan Penjelasan Umum I UUPA tersebut jelas bahwa ketiga tujuan pokok dari UUPA tersebut membutuhkan acuan. Di dalam hukum tanah nasional
Pancasila merupakan acuan. Tidak hanya untuk hal hukum tanah namun untuk setiap hal dalam kehidupan berbangsa Pancasila adalah acuan. Pancasila merupakan asas
kerohanian negara Indonesia
54
. Hukum agraria berdasar dari Pancasila oleh karena itu harus diambil pedoman-
pedoman yang kemudian menjadi pegangan di dalam menyusun hukum agraria.
55
Pedoman bagi hukum agraria berdasarkan Pancasila dalam hakikatnya oleh Prof. Dr.Drs. Notonagoro,SH dirumuskan sebagai berikut :
52
Boedi Harsono, Buku I, Op.Cit hal 1
53
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan UUPA, Isi dan Pelaksanaannya selanjutnya disebut dengan buku II, Penerbit Djambatan, 2005, hal 219
54
Alvi Syahrin, Loc. Cit, hal 33
55
Iman Soetiknjo, Politik Agraria Nasional, Penerbit Gadjah Mada University Press, 1994, hal 17
Universitas Sumatera Utara
1. Berdasarkan atas sila Ketuhanan Yang Maha Esa, bagi masyarakat Indonesia,
hubungan antara manusia dengan tanah mempunyai sifat kodrat, dalam arti tidak dapat dihubungkan oleh siapapun.
2. Berdasarkan sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab memungkinkan
didapatkannya pedoman bahwa hubungan manusia Indonesia dengan tanah mempunyai sifat privat dan kolektif sebagai dwitunggal.
3. Dari sila Persatuan Indonesia dapat dirumuskan pedoman bahwa :
a. hanya orang Indonesia dapat mempunyai hubungan yang sepenuhnya dengan
tanah di daerah Indonesia. b.
dengan menghubungkan sila ini dengan sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab yang mempunyai unsur mahluk sosial yang bersifat internasional,
maka orang asingpun dapat diberi kekuasaan atas tanah di Indonesia, sejauh itu dibutuhkan dan tidak merugikan orang Indonesia. Jadi pemberian tanah
pada orang asing itu menurut kepentingan negara dan bangsa Indonesia.
4. Menurut sila Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
PermusyawaratanPerwakilan, dapat diambil pedoman bahwa tiap-tiap orang Indonesia mempunyai hak dan kekuasaan sama atas tanah.
5. Berdasarkan sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, maka tiap-tiap
orang Indonesia mempunyai kesempatan sama untuk menerima bagian dari manfaat tanah menurut kepentingan hidupnya bagi dirinya sendiri dan
keluarganya. Hal hidup manusia ada dua 2 macam : a.
untuk mempertahankan jenis b.
untuk mempertahankan individu Jadi pedoman ini tidak mengenai Hak Atas Tanah tetapi mengenai hasil tanah.
56
Sebagaimana diketahui bahwa bangsa Indonesia terdiri dari berbagai suku. Sebagian besar bangsa Indonesia tersebut masih mengikuti hukum adat istiadatnya
masing-masing. Sebagaimana dinyatakan dalam Penjelasan Umum Angka III 1 UUPA
57
bahwa dengan sendirinya Hukum Agraria yang baru itu akan didasarkan pada ketentuan-ketentuan hukum adat.
Pernyataan UUPA, bahwa Hukum Tanah Nasional “berdasarkan” Hukum Adat menunjukkan adanya hubungan fungsional antara hukum adat dan hukum tanah
56
Iman Soetiknjo,Ibid hal 17-18
57
Boedi Harsono, Buku II,Op.Cit, hal 177
Universitas Sumatera Utara
nasional
58
. Hukum adat yang dimaksud adalah hukum aslinya golongan rakyat pribumi, yang merupakan hukum yang hidup dalam bentuk tidak tertulis dan
mengandung unsur-unsur nasional yang asli, yaitu sifat kemasyarakatan dan kekeluargaan, yang berasaskan keseimbangan serta diliputi oleh suasana
keagamaan
59
. Pengakuan dan penerapan asas-asas tersebut dalam hukum agraria nasional
memperkuat adanya pengakuan atas hak ulayat yang lahir dari hukum-hukum adat istiadat masyarakat Indonesia. Pada kenyataannya masyarakat adat tersebut masih
ada, dan hukum-hukum adat yang dimaksud adalah hukum-hukum adat yang tidak memiliki pertentangan dengan kepentingan nasional dan negara.
Di dalam UUPA diatur dan ditetapkan jenjang hak-hak penguasaan atas tanah, yakni
60
: a.
Hak Bangsa Indonesia, hak yang disebut di dalam pasal 1, sebagai hak penguasaan atas tanah yang tertinggi, beraspek perdata dan publik ;
b. Hak Menguasai dari negara, yang disebut di dalam pasal 2, semata-mata beraspek
publik ; c.
Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat, disebut di dalam pasal 3, beraspek perdata dan publik ;
d. Hak-hak perorangan individual, semuanya beraspek perdata yang terdiri :
i. Hak-Hak atas Tanah sebagai hak individual ;
ii. Wakaf
iii. Hak Jaminan Atas Tanah yang disebut Hak Tanggungan.
58
Boedi Harsono, Buku I, hal 205
59
Boedi Harsono,Ibid, hal 179. Sebagaimana dikutip dari Seminar Hukum Adat dan Pembangunan Hukum Nasional, Lembaga Pembinaan Hukum Nasional Departemen
Kehakiman, Yogyakarta, 1975
60
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi Dan Pelaksanaannya, Jilid 1 selanjutnya disebut Buku II, Penerbit Djambatan, tahun
2005, Buku II,hal 24
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan jenjang tersebut diatas masing-masing memiliki wewenang, kewajiban dan ketentuan-ketentuan yang mengatur sesuatu hal yang dapat atau tidak
dapat dilakukan atas tanah yang dihaki tersebut. Perbedaan dari wewenang, kewajiban dan atau ketentuan-ketentuan yang berlaku tersebut itulah yang selanjutnya
akan menjadi pembeda atas masing-masing hak penguasaan atas tanah tersebut. Hak bangsa adalah sebutan yang diberikan oleh para ilmuwan Hukum Tanah
pada lembaga hukum dan hubungan hukum konkret dengan bumi, air dan ruang angkasa Indonesia.
61
sebagaimana tertuang di dalam pasal 1 ayat 2 dan 3 UUPA. Di dalamnya terdapat unsur kepunyaan dan kewenangan yang merupakan sumber
hak-hak yang lain. Pemegang hak dari Hak bangsa adalah bangsa Indonesia sebagai suatu kesatuan
yang utuh. Hak bangsa diperoleh dari Tuhan Yang Maha Esa, bersifat abadi yang artinya tetap ada selama bangsa Indonesia masih merupakan suatu negara kesatuan.
Hak bangsa adalah hak yang tertinggi di dalam hak penguasaan atas tanah di dalam hukum nasional. Hak bangsa memiliki dua 2 unsur kepunyaan dan unsur tugas
wewenang Unsur kepunyaan merupakan unsur yang bersifat privat dimana di dalamnya
mengatur bagaimana hak-hak pribadi dari masing-masing bangsa Indonesia dapat memiliki hak atas tanah di Indonesia. Berbeda dengan unsur tugas dan wewenag yang
masuk ke dalam ranah publik, yakni untuk mengatur wilayah bangsa Indonesia tersebut guna mendukung hak pribadi atau perorangan tersebut.
61
Supriadi, Hukum Agraria, Sinar Grafika, 2007, hal 58
Universitas Sumatera Utara
Hak penguasaan atas tanah pada hak bangsa akan meningkat kepada jenjang selanjutnya yakni hak menguasai dari negara. Sebagai sebuah bangsa tentu memiliki
institusi kelembagaan yang menjalankan kelangsungan sebuah negara. Negara kesatuan Indonesia merupakan sebuah kesatuan bangsa yang berdaulat. Menurut
UUPA hak menguasai dari negara yang dituangkan di dalam pasal 2 UUPA yakni : a.
mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut;
b. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang
dengan bumi, air dan ruang angkasa; c.
menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.
Di dalam UUPA ketiga uraian hak menguasai oleh negara diartikan sebagai suatu amanat yang ditujukan untuk pengelolaan dengan baik kekayaan alam dalam hal ini
khususnya tanah-tanah untuk generasi sekarang dan selanjutnya. Uraian tersebut juga menggambarkan suatu hak menguasai yang merupakan hubungan hukum yang
bersifat publik saja, yakni negara melakukan kewenangannya untuk kepentingan masyarakatnya.
Kepentingan masyarakat atas kebijakan hak atas tanah adalah dijaminnya perlindungan terhadap hak-hak perorangan atas tanah. Di dalam UUPA hal tersebut
diatur beberapa hak atas tanah yang bersifat primer, yaitu : a. Hak Milik HM
b. Hak Guna Usaha HGU
Universitas Sumatera Utara
c. Hak Guna Bangunan HGB d. Hak Pakai HP
Selain hak tersebut diatas terdapat pula hak-hak atas tanah yang lain yang bersifat sekunder seperti hak gadai, hak usaha bagi hasil, hak menumpang dan hak menyewa
atas tanah pertanian. Masing-masing dari hak-hak perorangan tersebut diatur secara umum di dalam
UUPA. Hak-hak perorangan tersebut memiliki perbedaan ketentuan dan persyaratan. Akibat hukum dari hak –hak perorangan itu juga ada bagi para pihak yang berkaitan
dengan masing-masing hak. Ketentuan menguasai, mengalihkan dan jangka waktu penguasaannya diatur dengan peraturan hukum yang berlaku mulai dari UUPA dan
peraturan di bawahnya. Hak milik diatur di dalam pasal 20 UUPA. Di dalam pasal tersebut dinyatakan
bahwa hak milik adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah. Hak milik artinya dapat diwariskan, terkuat dan terpenuh dinyatakan
sebagai bentuk pembeda hak milik dengan hak yang lainnya. Kedudukan hak milik paling kuat dan paling penuh. Namun perlu diingat bahwa hak milik tidak
meniadakan fungsi sosial dari hak-hak tersebut. Hak milik dapat dialihkan kepada pihak lain.
Hak milik menurut pasal 21 UUPA bahwa yang dapat mempunyai hak milik adalah warga negara Indonesia. Selain itu terdapat beberapa badanlembaga atau
institusi yang dapat memiliki hak milik dengan persyaratan tertentu. Namun secara
Universitas Sumatera Utara
tegas diatur bahwa yang bukan orang Indonesia secara pasti dinyatakan tidak dapat memiliki tanah di Indonesia dengan alas hak milik.
2. Penguasaan Hak Atas Tanah di Indonesia Bagi Warga Negara Asing