BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam pelayanan obstetri, selain Angka Kematian Maternal AKM terdapat Angka Kematian Perinatal AKP yang dapat digunakan sebagai parameter
keberhasilan pelayanan. Namun, keberhasilan menurunkan AKM di negara-negara maju saat ini menganggap AKP merupakan parameter yang lebih baik dan lebih peka
untuk menilai kualitas pelayanan kebidanan. Hal ini mengingat kesehatan dan keselamatan janin dalam rahim sangat tergantung pada keadaan serta kesempurnaan
bekerjanya sistem dalam tubuh ibu, yang mempunyai fungsi untuk menumbuhkan hasil konsepsi dari mudigah menjadi janin cukup bulan. Salah satu penyebab
kematian perinatal adalah preeklampsia PE dan eklampsia E. Menurut The National Center for Health Statistics pada tahun 1998, hipertensi
dalam kehamilan merupakan faktor risiko medis yang paling sering dijumpai Ventura dkk, 2000. Penyakit ini ditemukan pada 146.320 wanita, atau 3,7 persen di
antara semua kehamilan yang berakhir dengan kelahiran hidup. Eklampsia didiagnosis pada 12.345 di antaranya, dan kematian ibu akibat penyakit penyulit ini
tetap merupakan ancaman. Hampir 18 persen di antara 1450 kematian ibu di Amerika Serikat dari tahun 1987 sampai 1990 terjadi akibat penyulit hipertensi dalam
kehamilan Berg dkk, 1996. Pada PE-E juga didapatkan risiko persalinan prematur 2,67 kali lebih besar,
persalinan buatan 4,39 kali lebih banyak, dan mempunyai kecenderungan lebih tinggi untuk mendapatkan bayi dengan berat badan lahir rendah. Salah satu upaya untuk
menurunkan AKP akibat PE - E adalah dengan menurunkan angka kejadian PE-E. Angka kejadian dapat diturunkan melalui upaya pencegahan, pengamatan dini, dan
terapi. Upaya pencegahan kematian perinatal dapat diturunkan bila dapat
Universitas Sumatera Utara
diidentifikasi faktor-faktor yang mempunyai nilai prediksi. Penentuan faktor yang mempunyai nilai prediksi serta pemantauan janin sangat penting agar kehamilan
kalau perlu dapat diakhiri pada saat optimal. Preeklampsia-eklampsia merupakan kesatuan penyakit yang masih merupakan
penyebab utama kematian ibu dan penyebab kematian perinatal tertinggi di Indonesia. Penelitian di RSUP Dr. Kariadi Semarang selama tahun 1996-1998 mendapatkan
angka kematian ibu akibat preeklampsia-eklampsia sebanyak 10 kasus 48 Wahdi, dkk 2000.
Data ini sebanding dengan dokumen WHO 18 September 1989 yang menyatakan bahwa penyebab langsung kematian terbanyak adalah
preeklampsiaeklampsia, perdarahan, infeksi dan penyebab tak langsung adalah anemia, penyakit jantung. Sehingga diagnosis dini preeklampsia yang merupakan
pendahuluan eklampsia serta penatalaksanaannya harus diperhatikan dengan seksama. Disamping itu, pemeriksaan antenatal yang teratur dan secara rutin untuk
mencari tanda preeklampsia yaitu hipertensi dan proteinuria sangat penting dalam usaha pencegahan, disamping pengendalian faktor-faktor predisposisi lain Sudinaya,
2003. Insiden preeklampsia sangat dipengaruhi oleh paritas, berkaitan dengan ras dan
etnis, tingkat pendidikan serta sosio ekonomi. Disamping itu juga dipengaruhi oleh predisposisi genetik dan juga faktor lingkungan. Sebagai contoh, dilaporkan bahwa
tempat yang tinggi di Colorado meningkatkan insiden preeklampsia. Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa wanita dengan sosio ekonominya lebih maju jarang
terkena preeklampsia Cunningham, 2003. Frekuensi preeklampsia untuk tiap negara berbeda-beda karena banyak faktor
yang mempengaruhinya, seperti jumlah primigravida, keadaan sosial ekonomi, tingkat pendidikan, dan lain-lain. Di Indonesia frekuensi kejadian preeklampsia
sekitar 3-10 Triatmojo, 2003, sedangkan di Amerika Serikat dilaporkan bahwa
kejadian preeklampsia sebanyak 5 dari semua kehamilan 23,6 kasus per 1.000 kelahiran, Dawn C Jung, 2007.
Universitas Sumatera Utara
Pada primigravida frekuensi preeklampsia lebih tinggi jika dibandingkan dengan multigravida, terutama primigravida muda. Sudinaya 2000 mendapatkan angka
kejadian preeklampsia dan eklampsia di RSU Tarakan Kalimantan Timur sebesar 74 kasus 5,1 dari 1431 persalinan selama periode 1 Januari 2000 sampai 31
Desember 2000, dengan preeklampsia sebesar 61 kasus 4,2 dan eklampsia 13 kasus 0,9. Dari kasus ini terutama dijumpai pada usia 20-24 tahun dengan
primigravida 17,5. Diabetes melitus, mola hidatidosa, kehamilan ganda, hidrops fetalis, umur lebih dari 35 tahun dan obesitas merupakan faktor predisposisi untuk
terjadinya preeklampsia Trijatmo, 2005. Peningkatan kejadian preeklampsia pada usia 35 tahun mungkin disebabkan karena adanya hipertensi kronik yang tidak
terdiagnosa dengan superimposed PIH Deborah E Campbell, 2006.
1.2 Rumusan Masalah