Alat Pengumpulan Data Pajak daerah

b. Penelitian lapangan field research Penelitian lapangan yang dilaksanakan merupakan upaya memperoleh bahan- bahan lapangan berupa dokumentasi dari instansi-instansi Pemerintah Kota Medan, yang berwenang dan terkait perlindungan hukum dan tanggung jawab pemerintah daerah dalam pemberdayaan usaha kecil. Di samping itu juga dilakukan untuk menghimpun data primer dari nara sumber dengan wawancara.

5. Alat Pengumpulan Data

a. Studi dokumen Alat pengumpul data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan, yakni dengan meneliti, mengidentifikasi dan menganalisis literatur- literatur dan dokumen lainnya yang ada dan disesuaikan dengan kebutuhan penelitian. b. Pedoman wawancara Selain itu dilakukan juga wawancara, dengan terlebih dahulu membuat pedoman wawancara. Dengan pedoman wawancara ini mengajukan pertanyaan- pertanyaan kepada pejabat Dinas Koperasi Kota yang berwenang dari bidang UKM. Sedangkan untuk responden dari 290 unit Usaha Kecil Menengah menggunakan daftar pertanyaan kuesioner berupa angket secara tertutup dan terbuka.

6. Analisis Data

Setelah semua data primer dan data sekunder diperoleh dilakukan pemeriksaan, editing dan evaluasi yaitu pemeriksaan kembali jawaban yang diterima untuk mengetahui relevansinya. Selanjutnya data tersebut dikelompokkan atas data yang sejenis untuk kepentingan analisis dan dilakukan pencatatan data secara Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya Penelitian Di Kota Medan, 2007 USU Repository © 2008 sistematis dan konsisten. Seluruh data yang diperoleh akan dianalisis dengan metode kualitatif dengan mempelajari dokumen, data dan jawaban dari para nara sumber. Penarikan kesimpulan dalam penelitian ini menggunakan metode induktif dan deduktif. Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya Penelitian Di Kota Medan, 2007 USU Repository © 2008

BAB II PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP USAHA KECIL

DAN MENENGAH H. Potensi Kota Medan Usaha Kecil, Menengah dan Koperasi UKMK merupakan kelompok usaha ekonomi yang penting dalam perekonomian Kota Medan. Hal ini disebabkan, usaha kecil menengah dan koperasi merupakan sektor usaha yang memiliki jumlah terbesar dengan daya serap angkatan kerja yang siginifikan. Oleh karena kesenjangan pendapatan yang cukup besar masih terjadi antara pengusaha besar dengan usaha kecil, menengah dan koperasi UKMK, pengembangan daya saing UKMK, secara langsung merupakan upaya dalam rangka peningkatan kesejahteraan rakyat banyak, sekaligus mempersempit kesenjangan ekonomi. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik BPS, jumlah pengusaha besar hanya 0,2 sedangkan Pengusaha Kecil, Menengah dan Koperasi mencapai 99,8. Ini berarti jumlah usaha kecil, menengah dan koperasi mencapai hampir 500 kali lipat dari jumlah usaha besar. Persoalannya kontribusi UKMK terhadap PDRB, hanya 39,8, sedangkan usaha besar mencapai 60,2. Terhadap pertumbuhan ekonomi, usaha kecil, menengah dan koperasi hanya memberikan kontribusi sebesar 16,4 sedangkan usaha besar 83,6. Berdasarkan penguasaan pangsa pasar, usaha kecil, menengah dan koperasi hanya menguasai pangsa pasar sebesar 20 80 oleh usaha besar. Hal tersebut menunjukkan dua sekaligus, yaitu super kuatnya sektor usaha besar dan teramat lemahnya sektor Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya Penelitian Di Kota Medan, 2007 USU Repository © 2008 UKMK. Keberadaan UKMK sebagai tulang punggung perekonomian Kota Medan menjadi perhatian khusus, sejalan dengan misi pertama pembangunan daerah kota, dengan meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui pengembangan usaha kecil, menengah dan koperasi, untuk kemajuan dan kemakmuran yang berkeadilan bagi seluruh masyarakat kota Medan. 32 Jumlah koperasi dan usaha kecil menengah yang semakin besar dari tahun ke tahun, belum sepenuhnya diimbangi dengan peningkatan kualitas UKMK yang memadai, khususnya skala usaha mikro. Masalah yang masih dihadapi adalah Rendahnya kualitas sumber daya manusia, yang memberikan dampak negative terhadap produktifitas UKMK, sehingga menimbulkan kesenjangan yang sangat lebar antar pelaku usaha kecil, menengah, koperasi dan besar. Masalah utama yang timbul dari usaha kecil, menengah dan koperasi secara umum berkaitan dengan Rendahnya kualitas sumber daya manusia dan jiwa wirausaha UKMK. Pelaku Usaha Kecil, Menengah dan Koperasi UKMK di Kota Medan pada umumnya memiliki kualitas sumber daya manusia yang terbatas tingkat pendidikannya. Tenaga kerja di UKMK didominasi oleh tenaga kerja yang berpendidikan rendah. Dalam bidang manajemen keuangan, UKMK yang telah memiliki laporan keuangan hanya sebesar 28,81 sedangkan selebihnya sebanyak 71,19 belum memiliki laporan keuangan. 33 32 Poltak Situmorang, Kabag Perekonomian Pemerintah Kota Medan, Wawancara, tanggal 10 Nopember 2006. 33 Binsar Situmorang, Kepala Dinas Koperasi dan UKM Kota Medan, Wawancara, tanggal 5 Desember 2006 Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya Penelitian Di Kota Medan, 2007 USU Repository © 2008 Rendahnya pemanfaatan teknologi. Umumnya UKMK masih menggunakan peralatan manual ataupun teknologi yang masih sederhana, akhirnya menyebabkan produk yang dihasilkan UKMK kurang berkualitas. Pemasaran. Jumlah UKMK yang pemasarannya berorientasi ekspor sebesar 0,18, sedangkan UKMK dengan pemasaran regional sebesar 1,2 dan untuk pemasaran berorientasi local sebesar 97,85. Permodalan. Dalam bidang permodalan, UKMK yang mengalami kesulitan permodalan sebanyak 51,37. Kondisi ini mencerminkan masih diperlukannya dukungan perkuatan permodalan bagi UKMK. Kelembagaan. Dari jumlah UKMK yang ada di Kota Medan sebanyak 40.958 unit dan Koperasi sebanyak 1.420 unit, umumnya kelembagaannya belum tertata secara maksimal. Di samping hal tersebut di atas, UKMK juga masih menghadapi berbagai permasalahan yang terkait dengan iklim usaha seperti: a besarnya biaya transaksi, panjangnya proses perizinan dan timbulnya berbagai pungutan, dan b praktik usaha yang tidak sehat. Di samping itu, otonomi daerah yang diharapkan mampu mempercepat tumbuhnya iklim usaha yang kondusif bagi UKMK, ternyata belum menunjukkan kemajuan yang merata. Tantangan ke depan UKMK untuk mampu bersaing di era perdagangan bebas, baik di pasar domestik maupun di pasar ekspor, sangat ditentukan oleh dua kondisi utama. Pertama, lingkungan internal UKMK harus diperbaiki, yang mencakup aspek kualitas SDM, terutama jiwa kewirausahaan entrepreneurship, Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya Penelitian Di Kota Medan, 2007 USU Repository © 2008 penguasaan pemanfaatan teknologi dan informasi, struktur organisasi, system manajemen, kulturbudaya bisnis, kekuatan modal dan jaringan bisnis dengan pihak luar. Kedua, lingkungan eksternal harus juga kondusif, yang terkait dengan kebijakan pemerintahan, aspek hukum, kondisi persaingan pasar, kondisi ekonomi-sosial- kemasyarakatan, kondisi infrastruktur, tingkat pendidikan masyarakat, dan perubahan ekonomi global. Pilihan strategi dan kebijakan untuk memberdayakan UKMK dalam memasuki era pasar global menjadi sangat penting bagi terjamin kelangsungan hidup dan perkembangan UKMK, sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pertumbuhan dan pemerataan pendapatan. Sasaran umum perkembangan daya saing UKMK dalam periode tahun 2006- 2010 adalah: 1. Meningkatkan produksi usaha kecil, menengah dan koperasi dengan laju pertumbuhan lebih tinggi dari laju pertumbuhan produktivitas daerah, atau sebesar 6-8 per tahun; 2. Adanya daya serap tenaga kerja tetap yang sebesar pada usaha kecil, menengah dan koperasi, bersamaan dengan bertambahnya tenaga kerja, sebesar 5-10 per tahun. Pemberdayaan UKM sebagai upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pendapatan dan peningkatan kegiatan usaha terutama sekali untuk membuka lapangan kerja baru sekaligus diversifikasi produk unggulan dalam upaya peningkatan eskpor non migas Kota Medan. UKM akan mampu dalam menghadapi persaingan pada era globalisasi perdagangan yang telah diambang pintu antara lain dengan penyerahan dana Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya Penelitian Di Kota Medan, 2007 USU Repository © 2008 pinjaman Bergulir kepada 500 UKM Kota Medan. Pemerintah Kota Medan melalui program-program pembangunannya mengutamakan pembinaan warganya agar dapat meningkatkan kehidupan yang layak dan mandiri juga dapat berpartisipasi pada pembangunan kota ini diantaranya dalam menjaga kebersihan dan keamanan 500 UKM yang akan menerima pinjaman dana Bergulir antara lain mengatakan bahwa, kepada 500 UKM yang saat ini mendapat pinjaman Bergulir supaya tepat waktu untuk pengembaliannya sebab banyak lagi yang menginginkan bantuan ini, saya mengharapkan kesadaran para pengelola UKM untuk melunasi kewajiban secepatnya sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan. 34 Pemberdayaan UKM ini merupakan program Pemerintah Kota Medan dalam pembangunan dan pembinaan para pengusaha kecil dan menengah, sebab hasil industri UKM ini merupakan sentra-sentra perekonomian yang cukup potensial. Juga merupakan komoditi andalanunggulan dari Kota Medan untuk tahun 2002 seperti perabot rumah tangga, komponen bahan bangunan, anyaman rotan, sulaman border, sepatu kulit, pakaian jadi konveksi, pengolahan kopi dan sirup markisa, bika ambon, kerupuk ubi, dan lain-lain. Basyrul juga menjelaskan bahwa pinjaman dana bergulir yang diberikan kepada 50 UKM dengan dana hampir Rp. 1 milyar dengan masa pengembaliannya selama 2 tahun dengan dana pembinaan sebesar 10 per tahunnya dengan rincian sebagai berikut: 3½ persen jasa perbankan, 5 persen dana Tim Terpadu Pembinaan dan Pelatihan sedangkan 1½ persen dikembalikan kepada UKM setelah pembayaran cicilan terakhir yang merupakan tabungannya. 35 34 Binsar Situmorang, Kepala Dinas Koperasi dan UKM Kota Medan, Wawancara, tanggal 5 Desember 2006. 35 Bayu Fadlan,Ketua Kadin Kota Medan, Wawancara, 6 Desember 2006. Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya Penelitian Di Kota Medan, 2007 USU Repository © 2008 Untuk menghindari persaingan yang tidak sehat dan pemusatan ekonomi pada kelompok tertentu yang dapat merugikan usaha kecil, dikeluarkanlah Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Tak Sehat. Sebelum lahirnya undang-undang ini ruang gerak usaha kecil dirasakan sempit oleh karena pengusaha besar cenderung monopoli semua sektor usaha. Suatu masalah yang sering timbul dalam perjanjian kredit adalah masalah ingkar janji. Ingkar janji dalam perjanjian kredit dapat berupa keterlambatan pembayaran kredit sebagaimana diperjanjikan atau dapat pula dalam bentuk kredit macet. Terhadap keterlambatan pembayaran maupun kredit macet sebagaimana dalam perbuatan ingkar janji selalu ada sanksinya. Dalam kebiasaan perbankan, sanksi bagi keterlambatan pembayaran berupa keharusan membayar bunga tunggakan sebagai denda, sedangkan terhadap kredit macet sanksi secara hukum seharusnya dilakukan eksekusi benda objek bangunan atau pembayaran oleh pihak ketiga. Namun dalam praktek perbankan, apabila terjadi kredit macet tidak selalu dilakukan eksekusi benda jaminan karena biasanya bank melakukan upaya-upaya penyelamatan kredit dengan cara lain sebelum akhirnya melaksanakan eksekusi tersebut. Eksekusi benda jaminan di dalam praktek perbankan merupakan upaya terakhir untuk mengembalikan kredit yang telah disalurkan. Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 46PBI2002 tertanggal 6 September 2002 tentang Kualitas Aktiva Produktif dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 72PBI2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum yang dinilai berdasarkan kolektibilitasnya. Berdasarkan kolektibilitas kredit dapat digolongkan Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya Penelitian Di Kota Medan, 2007 USU Repository © 2008 menjadi: kredit lancar, kredit kurang lancar, kredit diragukan dan kredit macet. Kredit kurang lancar, diragukan dan kredit macet merupakan kredit yang bermasalah. Secara umum sarana pengamanan bagi terlaksananya hutang atau kredit adalah dengan adanya jaminan bank berupa jaminan kebendaan lebih bermanfaat dan lebih aman daripada menggunakan jaminan perorangan. Meskipun jaminan perorangan kurang disukai pihak kreditur dan ada beberapa pakar yang berpendapat kurang bermanfaat namun di dalam praktek perjanjian ini masih sering diperjanjikan antara bank dengan pihak ketiga sebagai penanggung yang menurut penilaian bank cukup untuk dipercaya kemampuannya. Perjanjian jaminan perorangan personal guaranty juga akhir-akhir ini banyak dilakukan dalam perjanjian kredit yang diperoleh dari luar negeri. Dalam praktek jenis perjanjian jaminan perorangan yang banyak dilakukan adalah dalam bentuk garansi, yang sering dilakukan dalam perjanjian-perjanjian yang akhir-akhir ini sering mensyaratkan adanya bank garansi. Hubungannya dalam pelaksanaan kelayakan usaha dengan adanya kredit macet sangatlah erat, karena dalam pelaksanaan kelayakan usaha tersebut apabila dalam prediksinya terdapat kesalahan maka sangat menentukan pengembalian kredit yang diberikan tersebut kemungkinan akan terjadinya kredit macet apabila terdapat adanya kesalahan, bahkan sebaliknya apabila dalam pelaksanaan kelayakan usaha tersebut dalam prediksinya ternyata baik dan benar maka akan terjadilah kredit usaha lancar dalam usaha tersebut, jadi dapatlah diambil kesimpulan bahwa hubungan pelaksanaan kelayakan usaha dalam kredit macet sangatlah erat kaitannya karena dalam pelaksanaannya melakukan survei. Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya Penelitian Di Kota Medan, 2007 USU Repository © 2008 Kredit dapat digolongkan macet apabila: a. Tidak memenuhi kriteria lancar, dan diragukan b. Memenuhi kriteria diragukan, yaitu: 1 Kredit masih dapat diselamatkan dan agunannya bernilai sekurang-kurangnya 75 dari hutang, termasuk bunga. 2 Kredit tidak dapat diselamatkan tetapi agunannya masih bernilai sekurang- kurangnya 100 dari hutang. Tetapi dalam jangka waktu 9 bulan sejak digolongkan diragukan belum ada usaha penyelamatan maupun pelunasan. c. Kredit tersebut penyelesaiannya telah diserahkan kepada Pengadilan Negeri atau Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara DJPLN. Piutang macet adalah piutang yang sampai pada suatu saat sejak piutang itu jatuh tempo tidak dilunasi oleh penanggung hutang sebagaimana mestinya sesuai dengan perjanjian, peraturan atau sebab apapun yang menimbulkan piutang tersebut. Dalam praktek perbankan apabila timbul kredit bermasalah, biasanya bank melakukan upaya-upaya penyelamatan kredit tersebut, dan upaya penyelamatan ini akan ditempuh apabila bank mempunyai keyakinan bahwa prospek usaha debitur masih dapat melancarkan kembali kredit bermasalah tersebut. Hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya kredit macet adalah disebabkan karena salah satu atau beberapa faktor penyebab adanya faktor kelemahan antara lain: 1. Faktor kelemahan dari sisi debitur, yang meliputi aspek keuangan, manajemen dan operasional. 2. Faktor kelemahan dari sisi intern kreditur Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya Penelitian Di Kota Medan, 2007 USU Repository © 2008 3. Faktor kelemahan yang timbul di luar faktor debitur dalam intern kreditur ekstern keterangan dari di atas faktor kelemahan dari sisi debitur, sisi intern dan dari sisi yang timbul di luar faktor debitur dalam intern kreditur sebagai berikut: a. Sisi debitur 1 Menurunnya usaha nasabah yang akan mengakibatkan turunnya kemampuan nasabah untuk membayar angsuran yang diperlihatkan antara lain sebagai berikut: a Keterlambatan pembayaran angsuran sesuai janji b Omset penjualan yang cenderung menurun 2 Penyimpangan dari tujuan akan ketidakjujuran debitur dalam menggunakan fasilitas kredit yang telah diberikan. 3 Kehilangan satu atau lebih pelanggan utama 4 Kecenderungan untuk berganti usaha, sementara nasabah tersebut belum mempunyai pengalaman yang cukup untuk usaha baru. b. Sisi intern 1 Itikad tidak baik dan atau kekurangmampuan petugas bankkreditur dalam pengelolaan pemberian kredit mulai dari pengajuan permohonan sampai kredit dicairkan. 2 Kelemahan dan kurang efektifnya petugas bankkreditur dalam membina nasabah. c. Sisi eksten 1 Akibat bencana alam 2 Akibat perubahan eksternal lingkungan. Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya Penelitian Di Kota Medan, 2007 USU Repository © 2008

I. Pengertian Usaha Kecil dan Menengah

Sebelum dijelaskan pengertian Usaha Kecil dan Menengah, berikut dijelaskan terlebih dahulu tentang landasan teori hukum usaha kecil dan menengah. Perkembangan ilmu hukum tidak terlepas dari teori hukum sebagai landasannya dan tugas teori hukum adalah untuk menjelaskan nilai-nilai hukum dan postulat-postulatnya hingga dasar-dasar filsafatnya yang paling dalam, 36 sehingga penelitian ini tidak terlepas dari teori-teori ahli hukum yang dibahas dalam bahasa dan sistem pemikiran para ahli hukum sendiri. Jelaslah kiranya bahwa seorang ilmuan mempunyai tanggung jawab sosial yang terpikul dibahunya. Bukan karena dia adalah warga masyarakat yang kepentingannya terlibat secara langsung di masyarakat melainkan juga karena dia mempunyai fungsi tertentu dalam kelangsungan hidup masyarakat. 37 Pergaulan antara manusia sebagai anggota masyarakat saling mempunyai kepentingan. Kepentingan tersebut ada yang sama dan ada yang bertentangan antara satu sama lain. Dalam konteks pertentangan kepentingan masyarakat ini akan menimbulkan persoalan wajar dan tidak wajar, patut dan tidak patut, yang pada akhirnya pertentangan kepentingan ini dapat melanggar hak anggota masyarakat. Hal ini dapat terjadi dalam kegiatan sosial dan kegiatan-kegiatan ekonomi perusahaan karena itu perangkat hukum diperlukan untuk menciptakan dan melindungi hak anggota masyarakat. 38 Holland yang dikutip oleh Wise, Percy M. Winfeld dan Bias, 36 W. Friedman, Teori dan Filsafat Umum, Raja Grafindo, Jakarta, hlm. 2. 37 Jujun S. Suryasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1999, hlm. 237. 38 Bismar Nasution, Hukum Perusahaan, Program Magister Ilmu Hukum, Program Pascasarjana USU, Medan, 2003, hlm. 1. Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya Penelitian Di Kota Medan, 2007 USU Repository © 2008 bahwa tujuan hukum adalah menciptakan dan melindungi hak-hak legal rights. Jadi perusahaan harus memperhatikan kepentingan hak orang lain dalam pergaulan hidup masyarakat, terutama kaum buruh, sebab perkembangan perangkat hukum untuk menciptakan dan melindungi hak manusia sebagai anggota masyarakat terus mengalami perkembangan dalam kegiatan ekonomi perusahaan sejalan dengan perkembangan masyarakat yang berperan menampung kebutuhan masyarakat yang berkepentingan stakeholder dari perusahaan. 39 Menurut teori konvensional, tujuan hukum adalah mewujudkan keadilan rechtgerechtigheid, kemanfaatan rechtsutiliteit dan kepastian hukum rechtszekerheid. 40 Dalam hal mewujudkan keadilan, Adam Smith 1723-1790, Guru Besar dalam bidang filosofi moral dan sebagai ahli teori hukum dari Glasgow University pada tahun 1750, 41 telah melahirkan ajaran mengenai keadilan justice. Smith mengatakan bahwa: “tujuan keadilan adalah untuk melindungi diri dari kerugian” the end of justice is to secure from injury. 42 Kegiatan ekonomi rakyat yang merupakan bagian integral dunia usaha. Usaha Kecil dan Menengah mempunyai kedudukan, potensi dan peran yang strategis untuk mewujudkan struktur Perekonomian Nasional yang makin seimbang dan pemerataan pembangunan berdasarkan demokrasi ekonomi. 39 Ibid., hlm. 2. 40 Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis, PT. Gunung Agung Tbk., Jakarta, 2002, hlm. 85. 41 Bismar Nasution, Mengkaji Ulang Sebagai Landasan Pembangunan Ekonomi, Pidato pada Pengukuhan sebagai Guru Besar USU – Medan, 17 April 2004, hlm. 4-5. Sebagaimana dikutip dari Neil Mac Cormick, “Adam Smith On Law”, Valvaraiso University Law Review, Vol. 15, 1981, hlm. 244. 42 Ibid., hlm. 247, sebagaimana dikutip dari R. L. Meek, D.D. Raphael dan P.G. Stein, ed. Lecture of Jurisprudence, Indianapolis, Liberty Fund, 1982, hlm. 9. Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya Penelitian Di Kota Medan, 2007 USU Repository © 2008 Sektor Usaha Kecil dan Menengah UKM di Indonesia kini sedang gencar memperoleh perhatian khusus dari Pemerintah, betapa tidak, sejak krisis ekonomi melanda Indonesia pada tahun 1977, sektor UKM ternyata justru mampu bertahan, dibanding perusahaan yang memiliki modal besar. 43 Beberapa pihak telah berupaya untuk memberikan definisi yang tepat untuk usaha mikro usaha kecil. Hal ini penting karena hingga saat ini kriteria yang digunakan untuk mendefinisikan usaha mikro masih beragam karena masih sering terjadi pengertian tumpang tindih antara usaha mikro dan usaha kecil. Pengertian Usaha Kecil secara jelas tercantum dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995, yang menyebutkan bahwa Usaha Kecil adalah “Usaha dengan kekayaan bersih paling banyak Rp. 200 juta tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha dengan hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 1.000.000.000.” Definisi yang tercantum dalam undang-undang ini adalah definisi yang paling banyak digunakan oleh badanlembaga yang terkait dengan usaha mikro kecil. Kementrian Negara Koperasi UKM menggunakan undang-undang tersebut sebagai dasar dalam mengelompokkan jenis-jenis usaha. Usaha Menengah berada sedikit di atas usaha kecil. Usaha menengah adalah kegiatan ekonomi yang mempunyai kriteria: 1. Nilai kekayaan bersih yang dimiliki lebih dari Rp. 200.000.000 sd paling banyak 10.000.000.000 sepuluh miliar rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan. 2. Milik Warga Negara Indonesia WNI 3. Berdiri sendiri dan bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha besar. 43 Cornelis Rintuh dan Miar, Kelembagaan dan Ekonomi Rakyat, Edisi Pertama, Fak. Ekonomi UGM, Yogyakarta, 2005, hlm. 4. Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya Penelitian Di Kota Medan, 2007 USU Repository © 2008 4. Berbentuk usaha orang perorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum dan atau badan usaha yang berbadan hukum. 44 Sementara Departemen Keuangan seperti yang tercantum dalam Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.40KMK.062003, menitikberatkan pada besarnya hasilpendapatan usaha dalam mendefinisikan usaha mikro. Menurut keputusan tersebut usaha mikro adalah usaha produktif milik keluarga atau perorangan Warga Negara Indonesia dan memiliki hasil penjualan paling banyak Rp. 100.000.000 per tahun. 45 Kriteria bagi kegiatan Usaha Kecil adalah: 1. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 200.000.000,- dua ratus juta rupiah 2. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- satu miliar rupiah. 3. Milik Warga Negara Indonesia WNI 4. Berdiri sendiri, bukan anak perusahaancabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha menengahbesar. 5. Berbentuk usaha orang-perorangan bukan badan hukum. 46 Pasal 1 angka 2 Keputusan Presiden Nomor 127 Tahun 2001 disebutkan bahwa bidangjenis usaha yang dicadangkan untuk Usaha Kecil adalah usaha yang ditetapkan untuk Usaha Kecil yang perlu dilindungi, diberdayakan dan diberi peluang 44 Noer Sutrisno, Kewirausahaan Dalam Pengembangan UKM Di Indonesia, http:www.smeru.or.idnewslet2004ed102004 data.htm. diakses tanggal 21 Mei 2006. 45 Noer Sutrisno, Strategi Penguatan UKM Melalui Pendekatan Klaster Bisnis: Konsep, Pengalaman Empiris dan Harapan, Artikel dalam Media Pengkajian Koperasi Usaha Kecil dan Menengah UNFOKOP, No. 20, 2002, hlm. 5. 46 Usaha kecil menengah juga sering diidentikkan dengan industri rumah tangga karena sebagian besar kegiatan dilakukan di rumah, menggunakan teknologi sederhana atau tradisional, memperkerjakan anggota keluarga dan berorientasi pada pasa lokal. Kegiatan usaha seperti ini banyak ditemukan di negara-negara berkembang dan berperan cukup besar dalam menciptakan lapangan pekerjaan dan pengentasan kemiskinan. Di Indonesia, usaha mikro mulai mendapat perhatian besar ketika mereka mampu bertahan bahkan berperan sebagai “katup pengaman” ketika terjadi krisis ekonomi, ibid., hlm. 7. Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya Penelitian Di Kota Medan, 2007 USU Repository © 2008 berusaha agar mampu dan sejajar dengan pelaku ekonomi lainnya untuk mengoptimalkan peransertanya dalam pembangunan. Model pemberdayaan lewat kredit bersubsidi relatif rendah efektivitasnya. Karena itu, diperlukan cara pandang lebih luas dalam pengembalian UKM. Perlu disadari, UKM berada alam suatu lingkungan yang kompleks dan dinamis. Jadi, upaya mengembangkan UKM tidak banyak berarti bila tidak mempertimbangkan pembangunan khusus ekonomi lebih luas. Karena konsep pembangunan yang dilaksanakan akan membentuk ‘aturan main’ bagi pelaku usaha termasuk UKM. Karena itu, upaya pengembangan UKM tidak hanya bisa dilaksanakan secara parsial, melainkan harus terintegrasi dengan pembangunan ekonomi nasional dan dilaksanakan secara berkesinambungan. Kebijakan ekonomi terutama pengembangan dunia usaha yang ditempuh selama ini belum menjadikan ikatan kuat bagi terciptanya keterkaitan antara usaha besar dan UKM.

J. Perlindungan Hukum Terhadap Pengusaha Kecil dan Menengah Yang

Diberikan oleh Pemerintah Kota Medan Usaha kecil menengah mengalami berbagai kendala dalam menjalankan usahanya sehingga perlu mendapatkan perlindungan terutama dari pemerintah. Pola ideal perlindungan usaha kecil menengah harus mencakup bidang perizinan, perkreditan dan kemitraan. Dibidang perizinan, pemerintah harus melakukan penyederhanaan jenis dan prosedur pengurusan izin. Jumlah izin yang banyak tentu membutuhkan waktu pengurusan yang lama dan biaya yang besar sehingga dapat menunda pelaksanaan usaha dan mengurangi modalnya. Selain itu, pemberian izin tidak dilakukan oleh Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya Penelitian Di Kota Medan, 2007 USU Repository © 2008 masing-masing instansi pemerintah, tetapi dilakukan oleh satu kantor saja secara terpadu sehingga memudahkan pengurusannya. Semua izin dapat dikeluarkan oleh pemerintah daerah untuk menghemat biaya dan waktu pengurusannya. Pada bidang perkreditan, pemberian kredit kepada usaha kecil menengah tidak hanya semata-mata didasarkan pada jaminan yang cukup tetapi lebih ditekankan pada kelayakan usaha dan kemampuan mengembalikan modal kredit. Jumlah kredit lunak yang disalurkan oleh BUMN perlu ditingkatkan agar dapat dimanfaatkan oleh semua usaha kecil dan menengah. Pada bidang kemitraan, pemerintah perlu mengeluarkan ketentuan yang mewajibkan setiap usaha menengah dan usaha besar untuk menjadi mitra bagi usaha kecil menengah sesuai dengan kemampuan dan bidang usahanya masing-masing. Pemerintah juga mempertemukan usaha menengah dan besar dengan usaha kecil agar mereka dapat menjajaki kemungkinan kerja sama atau mengadakan mitra usaha. Dalam rangka kemitraan itu, usaha kecil perlu dibantu permodalan, dan dilatih dalam bidang organisasi dan manajemen perusahaan, produksi dan pemasaran barang dan atau jasa. 47 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1998 tentang Pembinaan dan Pengembangan Usaha Kecil yang diundangkan pada tanggal 28 Pebruari 1998 Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 46 merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil. 47 H. T. Basyrul Kumali, Kepala Bagian Deperindag Kota Medan, Wawancara, tanggal 12 Desember 2006. Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya Penelitian Di Kota Medan, 2007 USU Repository © 2008 Dalam penjelasan atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1998 disebutkan bahwa pertimbangan dikeluarkannya peraturan pemerintah ini adalah mengingat kegiatan dan kebijaksanaan pemerintah yang telah dilaksanakan dalam upaya meningkatkan peran usaha kecil sesuai dengan kegiatan usahanya yang terdapat di berbagai sektor, misalnya sektor pertanian, peternakan, pertambangan, perindustrian, belum terlaksana secara optimal dan terpadu. Pelaksanaan program pembinaan usaha kecil, seakan-akan masing-masing pembina sesuai sektornya berjalan sendiri-sendiri, kurang terkoordinasi sehingga efektifitas pembinaan masih perlu ditingkatkan. Tidak adanya perlakuan tambahan di bidang perpajakan atau dalam rangka perolehan perizinan, atau permodalan yang tidak mendukung, merupakan kendala bagi usaha kecil, sehingga sulit berkembang. Apabila dilihat dari peningkatan produk, pemasaran, sumber daya manusia atau teknologi usaha kecil, kemampuan dan peran serta usaha kecil pada kenyataan masih jauh ketinggalan bila dibandingkan dengan peningkatan kegiatan usaha menengah atau usaha besar. Oleh karena itu, diperlukan satu petunjuk yang disusun secara lengkap dan teratur dalam satu peraturan pelaksanaan pembinaan dan pengembangan usaha kecil. Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka materi yang diatur dalam peraturan pemerintah ini ditekankan pada tata cara pembinaannya dan diatur pula mengenai koordinasi dalam pelaksanaan pembinaan dan pengembangan, serta pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan pembinaan dimaksud. Pasal 1 angka 2 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1998 menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya Penelitian Di Kota Medan, 2007 USU Repository © 2008 pembinaan dan pengembangan adalah upaya yang dilakukan oleh pemerintah, dunia usaha dan masyarakat melalui pemberian bimbingan dan bantuan perkuatan untuk menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi usaha yang tangguh dan mandiri serta dapat berkembang menjadi usaha yang tangguh dan mandiri serta dapat berkembang menjadi usaha menengah. Ruang lingkup, pembinaan dan pengembangan usaha kecil meliputi bidang produksi, dan pengolahan, pemasaran, sumber daya manusia dan teknologi. Pembinaan dan pengembangan usaha kecil di bidang sumber daya manusia, dilaksanakan dengan: Memasyaratkan dan membudayakan kewirausahaan. Meningkatkan keterampilan teknis dan manajerial. Membentuk dan mengembangkan lembaga pendidikan, pelatihan, dan konsultasi usaha kecil. Menyediakan tenaga penyuluh dan konsultan usaha kecil, menyediakan modul manajemen usaha kecil. Menyediakan tempat magang, studi banding dan konsultasi untuk usaha kecil. Selanjutnya untuk kelancaran pelaksanaan pembinaan dan pengembangan usaha kecil, Pasal 15 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1998 menyebutkan bahwa pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat menyediakan pembinaan dan penjaminan serta bantuan perkuatan bagi usaha kecil melalui lembaga pendukung yang terdiri dari: Lembaga pembiayaan, Lembaga penjaminan dan Lembaga pendukung lain. Penjelasan Pasal 15 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1998 menyatakan bahwa yang dimaksud dengan lembaga pembiayaan dan lembaga penjaminan adalah lembaga yang sudah ada atau yang akan dibentuk, berdasarkan Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya Penelitian Di Kota Medan, 2007 USU Repository © 2008 peraturan perundang-undangan yang berlaku, baik yang dimiliki oleh pemerintah maupun oleh dunia usaha. Sedangkan lembaga pendukung lainnya antara lain dapat berupa lembaga pendidikan dan pelatihan, lembaga pengkajian, lembaga pemasaran dan informasi, klinik konsultasi bisnis, inkubator, lembaga bantuan hukum dan pembelaan. Lembaga pembiayaan memberikan prioritas pelayanan, kemudahan dan akses dalam memperoleh pendanaan bagi usaha kecil yang dibina dan dikembangkan, melalui: a Penyelenggaraan pelatihan membuat rencana usaha dan manajemen keuangan. b Pemberian keringanan tingkat bunga kredit usaha kecil c Bimbingan dan bantuan usaha kecil. d Loket khusus untuk pelayanan dan informasi kredit usaha kecil. Lembaga penjaminan memberikan prioritas pelayanan dan kemudahan, dan akses bagi usaha kecil yang dibina dan dikembangkan untuk memperoleh jaminan pendanaan melalui: a Perluasan fungsi lembaga penjaminan yang sudah ada atau pembentukan lembaga penjaminan baru. b Pembentukan lembaga penjaminan ulang untuk menjamin lembaga-lembaga penjaminan yang sudah ada. Lembaga pendukung lain berperan menjembatani pembinaan dan pengembangan usaha kecil melalui a Penyediaan informasi, bantuan manajemen dan teknologi kepada usaha kecil. b Pemberian bimbingan dan konsultasi melalui klinik konsultasi bisnis. c Pelaksanaan advokasi kepada berbagai pihak untuk kepentingan usaha kecil. d Pelaksanaan magang, studi banding dan praktek kerja bagi usaha kecil. Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya Penelitian Di Kota Medan, 2007 USU Repository © 2008

BAB III ALTERNATIF PEMECAHAN TERHADAP KENDALA YANG DIHADAPI

OLEH PENGUSAHA KECIL DAN MENENGAH A. Sejarah Berdirinya Usaha Kecil dan Menengah Sebagai kegiatan ekonomi rakyat yang merupakan bagian integral dunia usaha, Usaha Kecil dan Menengah mempunyai kedudukan, potensi dan peran yang strategis untuk mewujudkan struktur Perekonomian Nasional yang makin seimbang dan pemerataan pembangunan berdasarkan demokrasi ekonomi. Sektor Usaha Kecil dan Menengah UKM di Indonesia kini sedang gencar memperoleh perhatian khusus dari Pemerintah, betapa tidak, sejak krisis ekonomi melanda Indonesia pada tahun 1977, sektor UKM ternyata justru mampu bertahan, dibanding perusahaan yang memiliki modal besar. Krisis ekonomi kini sudah berusia lebih dari enam tahun. Namun tanda-tanda pemulihan yang diharapkan agaknya masih berjalan sangat lambat dan terseok-seok, walaupun nilai tukar rupiah semakin menguat dan kondisi sosial-politik nasional sudah semakin membaik. Pemulihan ekonomi yang berjalan lambat ini ditunjukkan antara lain dari masih rendahnya tingkat pertumbuhan ekonomi nasional, tingginya angka pengangguran dan kemiskinan serta ”mandegnya” perkembangan kegiatan usaha berskala besar baik PMA maupun PMDN. Secara detail angka-angka perkembangan indikator makro ekonomi yang belum menjanjikan dapat kita lihat pada laporan yang dikeluarkan, baik oleh Badan Pusat Statistik maupun dalam literatur-literatur ekonomi lainnya. Mesin pemulihan ekonomi selama ini masih sangat tergantung pada Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya Penelitian Di Kota Medan, 2007 USU Repository © 2008 besaran tingkat konsumsi semata, dan sedikit didorong oleh kegiatan investasi portofolio dan ekspor. Di tengah pemulihan ekonomi yang masih lambat ini, perekonomian nasional dihantui pula dengan ambisi nasional untuk melakukan otonomi daerah dan desentralisasi. Selain itu, adanya komitmen nasional untuk melaksanakan perdagangan bebas multilateral WTO, regional AFTA, kerjasama informasi APEC, dan bahkan ASEAN Economic Community AEC tahun 2020 merupakan tambahan pekerjaan rumah yang harus pula disikapi secara serius. Dalam hal otonomi daerah dan desentralisasi, berbagai persoalan masih semerawut. Ini terjadi karena di satu pihak ada pihak-pihak tertentu yang tetap berkeinginan untuk melakukan otonomi daerah dan desentralisasi sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999, sedangkan di pihak lain banyak yang menuntut revisi alas kedua undang-undang tersebut. Tarik menarik ini selanjutnya menimbulkan berbagai ketidakpastian, sehingga banyak daerah menetapkan berbagai peraturan baru khususnya yang berkaitan dengan pajak daerah, lisensi dan pungutan lainnya. Diperkirakan lebih dari 1000 peraturan yang berkaitan dengan pajak dan pungutan lainnya telah dikeluarkan daerah-daerah sejak diundangkannya pelaksanaan desentralisasi. Peraturan-peraturan ini telah menghasilkan beban berat bagi pelaksanaan kegiatan usaha di daerah. Dalam situasi dan kondisi ekonomi yang belum kondusif inilah dipandang perlu menciptakan aturan hukum yang lebih luwes mengenai usaha kecil menengah. Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya Penelitian Di Kota Medan, 2007 USU Repository © 2008 Mengacu kepada daya tahan eksistensi usaha kecil dan menengah pada masa krisis dan sebagai jawaban atas ketatnya persaingan ekonomi global dimunculkanlah produk hukum yang dijadikan sebagai embrio hukum dalam penataan usaha kecil menengah melalui Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil. Perkembangan kegiatan usaha kecil dan menengah dianggap sebagai satu alternatif penting yang mampu mengurangi beban berat yang dihadapi perekonomian nasional dan daerah. Argumentasi ekonomi di belakang ini yang dimiliki bangsa ini. Selain itu pengembangan kegiatan UKM relatif tidak memerlukan kapital yang besar dan dalam periode krisis selama ini UKM relatif tahan banting”, terutama UKM yang berkaitan dengan kegiatan usaha pertanian. Depresiasi rupiah terhadap dollar Amerika telah menyebabkan UKM dalam sektor pertanian dapat mengeruk keuntungan yang relatif besar. Sebaiknya UKM yang tergantung pada input import mengalami keterpurukan dengan adanya gejolak depresiasi rupiah ini. Tulisan singkat ini bertujuan untuk mendiskusikan prospek bisnis UKM dalam era perdagangan bebas dan otonomi daerah. Untuk membahas topik ini, berikut akan diuraikan potensi dan kontribusi UKM terhadap perekonomian nasional sebagai latar belakang analisis. Kemudian, didiskusikan upaya apa yang harus dilakukan dalam pengembangan UKM khususnya di daerah dalam menghadapi perdagangan bebas dan otonomi daerah.

B. Perkembangan Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia

Usaha Kecil dan Menengah UKM di Indonesia merupakan sumber penting kesempatan kerja dan motor penggerak utama pembangunan ekonomi di daerah Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya Penelitian Di Kota Medan, 2007 USU Repository © 2008 pedesaan, di luar sektor pertanian. Saat ini penekanan UKM mengalami perubahan. Dahulu peran UKM sebagai usaha memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan sumber pendapatan khususnya bagi kelompok masyarakat berpenghasilan rendah. Namun saat ini UKM diharapkan dapat berperan sebagai salah satu sumber penting peningkatan eskpor non migas seperti di negara-negara maju Eropa, Amerika Serikat, Jepang. Dalam sektor industri manufaktur, pengalaman di negara-negara maju tersebut menunjukkan bahwa UKM sangat penting sebagai industri-industri pendukung yang membuat dan memasok komponen-komponen, spare part, dan input-input lainnya untuk keperluan proses produksi di industri skala besar. Peranan UKM, khususnya usaha kecil juga sering dikaitkan dengan upaya pemerintah untuk mengurangi pengangguran, memerangi kemiskinan, dan pemerataan pendapatan. Karena itu tidak mengherankan jika kebijakan pengembangan UKM di Indonesia sering dianggap secara tidak langsung sebagai kebijakan penciptaan lapangan kerja atau kebijakan anti kemiskinan, atau kebijakan redistribusi pendapatan. Proses perkembangan ekonomi secara alami menimbulkan kesempatan besar yang sama bagi semua jenis kegiatan ekonomi semua skala usaha. Besarnya size suatu usaha tergantung pada sejumlah faktor. Dua diantaranya yang sangat penting Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya Penelitian Di Kota Medan, 2007 USU Repository © 2008 adalah pasar dan teknologi 48 Apabila pasar yang dilayani kecil, yakni untuk jenis- jenis produk tertentu yang jumlah pembelinya memang terbatas atau sifatnya musiman, maka unit usaha yang cocok viable, dalam arti walaupun omset kecil usaha tersebut tetap dapat menghasilkan margin keuntungan yang lumayan adalah usaha kecil. Besar kecilnya pasar itu sendiri ditentukan oleh tingkat pendapatan riil per kapita dan jumlah penduduk serta strukturnya atau jumlah pembeli sebenarnya effective demand atau potensial. Di Indonesia, untuk jenis-jenis barang konsumen tertentu seperti makanan dan minuman, pakaian jadi, tekstil, alas kaki, dan alat-alat rumah tangga, UKM tetap dapat bertahan di pasar dan bahkan menikmati pertumbuhan volume produksi yang lumayan setiap tahunnya, walaupun menghadapi persaingan yang ketat dari pengusaha lain yang juga membuat jenis-jenis barang yang sama, dan persaingan dari barang-barang impor. Hal ini terutama disebabkan karena UKM walaupun memproduksi barang yang sama, tetapi ada perbedaannya, misalnya dalam hal warna, bentuk, rasa, kemasan, harga atau pelayanan. Dengan perkataan lain, UKM memiliki segmentasi pasar tersendiri yang melayani kelompok pembeli tertentu. Perbedaan selera atau pola konsumsi di masyarakat untuk barang yang sama juga sangat menentukan besar kecilnya pasar UKM. Sebagai contoh, ada kelompok masyarakat yang lebih suka kain batik yang dibuat secara tradisional dengan 48 Panandiker, Pai, D.H., Status of SMEs in Terms of Their Competitive Strength, Makalah disampaikan dalam The IX International Conference on Small and Medium Enterprises, New Delhi, 17-19 April 1996, WASME. Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya Penelitian Di Kota Medan, 2007 USU Repository © 2008 tangan, ada kelompok masyarakat yang lebih menyenangi batik yang dicetak mesin modern di pabrik besar. Ada orang yang lebih suka membuatkan baju ke tukang jahit di pinggir jalan, ada orang yang lebih suka membeli pakaian impor di toko-toko baju yang mahal. Dari pembahasan di atas, dapat dikatakan bahwa di dalam suatu ekonomi modern sekalipun, UKM tetap mempunyai suatu kesempatan besar untuk survive atau bahkan berkembang pesat hanya jika pengusaha tersebut membuat jenis-jenis produk yang proses produksinya tidak mempunyai skala ekonomis dan mengandung teknologi sederhana tanpa mengurangi kualitas produk serta memerlukan keahlian tertentu yang hanya dapat dimiliki di luar sistem pendidikan formal atau secara tradisional, turun-temurun. UKM di Indonesia sangat penting terutama dalam hal penciptaan kesempatan kerja. Argumentasi ini didasarkan pada kenyataan, bahwa di satu pihak jumlah angkatan kerja di Indonesia sangat berlimpah mengikuti jumlah penduduk yang besar, dan di pihak lain, Usaha Besar tidak sanggup menyerap semua pencari pekerjaan. Ketidaksanggupan Usaha Besar dalam menciptakan kesempatan kerja yang besar disebabkan karena memang pada umumnya kelompok usaha tersebut relatif padat modal, sedangkan UKM relatif padat karya. Kedua, pada umumnya Usaha Besar membutuhkan pekerja dengan pendidikan formal yang tinggi dan pengalaman kerja yang cukup, sedangkan UKM khususnya Usaha Kecil sebagian pekerjanya berpendidikan rendah. Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya Penelitian Di Kota Medan, 2007 USU Repository © 2008 Seperti halnya juga di negara-negara lain, perkembangan UKM di Indonesia tidak lepas dari berbagai macam masalah. Tingkat intensitas dan sifat dari masalah- masalah tersebut bisa berbeda antar wilayahlokasi, antarsentra, antarsektor atau subsektor atau jenis kegiatan dan antar unit usaha dalam kegiatan sektor yang sama. Namun demikian, ada beberapa masalah yang umum dihadapi oleh pengusaha kecil dan menengah seperti: a. keterbatasan modal kerja atau modal investasi; b. kesulitan mendapatkan bahan baku dengan kualitas yang baik dan harga yang terjangkau: c. keterbatasan teknologi; d. sumber daya manusia dengan kualitas yang baik pekerja dan manajer; e. kesulitan dalam pemasaran termasuk distribusi. f. persaingan yang tidak sehat antara Usaha Besar dan Usaha Kecil. 49 Dengan perkataan lain, masalah-masalah yang dihadapi banyak pengusaha kecil dan menengah bersifat multidimensi. Selain itu secara alami ada beberapa permasalahan yang lebih bersifat internal sumbernya di dalam pengusaha, sedangkan lainnya lebih bersifat eksternal sumbernya di luar pengaruh pengusaha. Dua masalah eksternal yang oleh banyak pengusaha kecil dan menengah dianggap paling serius adalah keterbatasan akses ke Bank dan distorsi pasar output maupun input yang disebabkan oleh kebijaksanaan-kebijaksanaan atau peraturan-peraturan pemerintah yang tidak kondusif yang disengaja maupun tidak disengaja lebih menguntungkan pengusaha besar termasuk investor asing penanaman modal asing. 49 Syafie, M. Saleh, dan Yusri, “Aspek Sosio-Legal Pendayagunaan Potensi Usaha Dalam Program Pengembangan Dan Peningkatan Kinerja UKM Melalui Advokasi Kebijakan dan Peraturan”, Kanun Jurnal Ilmu Hukum, No. 36, Edisi 2003, Fakultas Hukum Unsyiah Darussalam- Banda Aceh, hlm. 223. Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya Penelitian Di Kota Medan, 2007 USU Repository © 2008 Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan Upah, pengusaha adalah orang atau badan hukum yang menjalankan perusahaan milik sendiri atau milik orang lain atau mewakili orang atau badan hukum yang berkedudukan di luar negeri yang memperkerjakan seorang buruh atau lebih dengan membayar upah. 50 C. Alternatif Pemecahan Masalah Yang Dilakukan Pengusaha Kecil dan Menengah Terhadap Kendala-Kendala Yang Dihadapi Penanaman modal asing merupakan potensi pelengkap bagi ekonomi nasional Indonesia yang sedang membangun, bahkan dapat meringankan budget devisa nasional, serta membawa penyebaran teknologi dan manajemen modern yang dapat dicontoh oleh pengusaha-pengusaha lain di Indonesia. Kemudian penanaman modal asing merupakan sumber pendapatan negara berupa pajak dan retribusi lainnya yang relatif lebih mudah dikontrol karena sistem manajemen mereka pada umumnya lebih teratur. Dan tidak kalah pentingnya penanaman modal asing dianggap sebagai tolak ukur bagi kepercayaan luar negeri terhadap situasi perekonomian nasional sendiri. Artinya, kondisi perekonomian nasional baik, maka investasi akan tertarik pada kemungkinan-kemungkinan keuntungan yang dapat dicapai, namun sebaliknya bila perekonomian Indonesia buruk, maka investasi tidak tertarik untuk menanamkan modalnya. 51 Menyikapi hal tersebut, pemerintah melakukan usaha-usaha untuk menarik investasi ke Indonesia. Maka pada tahun 1966-1967, pengusaha orde baru melakukan langkah pengembalian perusahaan asing melalui UUPMA, yang diikuti UUPMDN, 50 Saiful Anwar, Sendi-Sendi Hubungan Pekerja Dengan Pengusaha,Kelompok Studi Hukum dan Masyarakat, Fakultas Hukum UISU, 1994, hlm. 83. 51 B. Napitupulu, Joint Ventures di Indonesia, Cetakan Kedua, Erlangga, Jakarta, 1986, hlm. 12. Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya Penelitian Di Kota Medan, 2007 USU Repository © 2008 secara lebih luas pemerintah Indonesia menawarkan insentif, 52 baik kepada investor asing maupun domestik dalam bentuk: 1. Pembebanan pajak perseroan, untuk waktu paling lama enam tahun terhitung dari saat usaha mulai berproduksi; 2. Pembebanan pajak deviden atas bagian laba yang dibayarkan kepada pemegang saham, sejauh laba tersebut diperoleh dalam jangka waktu yang tidak melebihi waktu enam tahun sejak beroperasi; 3. Keringanan pajak perserorann atas keuntungan yang ditanam kembali dalam perusahaan bersangkutan terhitung dari saat penanaman kembali berupa perangsang penanaman investment allowance; 4. Pembebasan bea masuk dan pajak penjualan atas pemasukan barang-barang perlengkapan tetap dan barang-barang modal kerja; 5. Pembebasan bea materai atas penempatan modal yang berasal dari modal asing. 6. Jaminan tidak ada nasionalisasi, kecuali dengan undang-undang dinyatakan bahwa kepentingan nasional menyatakan demikian, jika terjadi nasionalisasi, maka harus diberikan kompensasi dalam jumlah dan cara pembayaran yang disetujui oleh kedua belah pihak berdasarkan asas hukum internasional yang berlaku; 52 Namun walaupun pemerintah telah menawarkan berbagai macam insentif, akan tetapi untuk PMA masih diberikan batasan-batasan, batasan tersebut adalah: Pertama, perusahaan PMA tidak diizinkan masuk ke jenis-jenis bisnis tertentu, Kedua, diberlakukan berbagai persyaratan pada kegiatan-kegiatan mereka, seperti diharuskannya mendapat izin tertentu, Ketiga, akses perusahaan PMA terhadap modal dalam negeri dikontrol secara ketat, Keempat, perusahaan PMA tidak dapat menikmati sepenuhinya program insentif dari pemerintah, Keilma, perusahaan PMA dikenal berbagai khusus menyangkut batas modal minimum, batas minimum kepemilikan lokal dan alih kepemilikan dari pihak asing ke mitra lokalnya. Sanyoko Sastrowardojo, Perkembangan Kebijakan Investasi di Indonesia, Dalam Perekonomian Indonesia Memasuki Millienium Ketiga, International Quality Publications, London, 1997, hlm. 88. Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya Penelitian Di Kota Medan, 2007 USU Repository © 2008 7. Keleluasaan penggunaan tenaga asing pada posisi yang belum bisa diisi tenaga lokal; 8. Kapasitas batas waktu usaha maksimal dan prosedur perpanjangan masa usaha. 53 Kebijakan pemerintah selanjutnya pada kurun waktu Tahun 1984 sampai Tahun 1994, yang dikenal dengan periode peningkatan iklim investasi. Pada periode ini perekonomian Indonesia bergeser menjadi lebih terbuka, ditandai dengan deregulasi impor dan kepabeanan, pelonggaran peraturan penanaman modal dalam negeri dan asing, pengurangan ketergantungan pada perusahaan publik dan perusahaan milik negara serta pengembangan kontribusi sektor swasta. Kemudian proses persetujuan investasi terus mengalami penyederhanaan secara besar-besaran dengan diperkenalkannya tata cara administrasi baru dan dibentuknya BKPM sebagai suatu pelayanan satu atap dan pengenalan daftar skala prioritas DSP. Pada tahun 1989 DSP diganti dengan daftar negatif investasi DNI. 54 Kota Medan sendiri juga mengalami berbagai kendala dalam memberdayakan usaha kecil dan menengah. Jumlah koperasi dan usaha kecil menengah yang semakin besar dari tahun ke tahun, belum sepenuhnya diimbangi dengan peningkatan kualitas UKMK yang memadai, khususnya skala usaha mikro. Masalah yang masih dihadapi adalah rendahnya kualitas sumber daya manusia, yang memberikan dampak negatif 53 Sidik Jatmika, Op. Cit., hal. 80-81. 54 Pada tahun 1986 jumlah sektor bisnis yang masuk DSP yang terbuka untuk investasi asing meningkat dari 475 menjadi 926 buah. Akan tetapi ketika DSP diganti dengan DNI, konsep ini secara ekstrem dianggap kembali kepada konsep yang lama. Artinya, justru dalam DNI daftar perusahaan yang tercantum tidak boleh menerima investasi baik dari dalam maupun dari luar negeri. Dan jika perusahaan yang tercantum dalam DNI tersebut terasa sudah cukup memadai maka barulah peruashaan itu dikeluarkan dari daftar DNI. H. Muchsin dan Fadillah Putra, Hukum Dan Kebijakan Publik: Analisis Atas Praktek Hukum Dan Kebijakan Publik Dalam Pembangunan Sektor Perekonomian Di Indonesia, Cetakan Pertama, Averroes Press, Malang, 2002, hlm. 139-140. Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya Penelitian Di Kota Medan, 2007 USU Repository © 2008 terhadap produktivitas UKMK, sehingga menimbulkan kesenjangan yang sangat lebar antar pelaku usaha kecil, menengah, koperasi dan besar. Masalah utama yang timbul dari usaha kecil, menengah dan koperasi secara umum berkaitan dengan: Rendahnya kualitas sumber daya manusia dan jiwa wirausaha UKMK. Pelaku Usaha Kecil Menengah dan Koperasi UKMK di Kota Medan pada umumnya memiliki kualitas sumber daya manusia yang terbatas tingkat pendidikannya. Tenaga kerja di UKMK didominasi oleh tenaga kerja yang berpendidikan rendah. Dalam bidang manajemen keuangan, UKMK yang telah memiliki laporan keuangan hanya sebesar 28,81 sedangkan selebihnya sebanyak 71,19 belum memiliki laporan keuangan. Rendahnya pemanfaatan teknologi. Umumnya UKMK masih menggunakan peralatan manual ataupun teknologi yang masih sederhana, akhirnya menyebabkan produk yang dihasilkan UKMK kurang berkualitas. 55 Pemasaran. Jumlah UKMK yang pemasarannya berorientasi ekspor sebesar 0,18, sedangkan UKMK dengan pemasaran regional sebesar 1,2 dan untuk pemasaran berorientasi lokal sebesar 97,85. Permodalan. Dalam bidang permodalan, UKMK yang mengalami kesulitan permodalan sebanyak 51,37. Kondisi ini mencerminkan masih diperlukannya dukungan perkuatan permodalan bagi UKMK. Kelembagaan. Dari jumlah UKMK yang ada di Kota Medan sebanyak 40.958 unit dan koperasi sebanyak 1.420 unit, umumnya kelembagaannya belum tertata secara maksimal. Di samping hal tersebut di atas, UKMK juga masih menghadapi berbagai 55 Soritus Harahap, S.H., Kasubbag Bantuan Hukum Pemko Medan, Wawancara, tanggal 10 Desember 2006. Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya Penelitian Di Kota Medan, 2007 USU Repository © 2008 permasalahan yang terkait dengan iklim usaha seperti: a besarnya biaya transaksi, panjangnya proses perizinan dan timbulnya berbagai pungutan, dan b praktik usaha yang tidak sehat. Di samping itu, otonomi daerah yang diharapkan mampu mempercepat tumbuhnya iklim usaha yang kondusif bagi UKMK, ternyata belum menunjukkan kemajuan yang merata. 56 Tantangan ke depan UKMK untuk mampu bersaing di era perdagangan bebas, baik di pasar domestic maupun di pasar ekspor, sangat ditentukan oleh dua kondisi utama. Pertama, lingkungan internal UKMK harus diperbaiki, yang mencakup aspek kualitas SDM, terutama jiwa kewirausahaan entrepreneurship, penguasaan pemanfaatan teknologi dan informasi, struktur organisasi, system manajemen, kulturbudaya bisnis, kekuatan modal dan jaringan bisnis dengan pihak luar. Kedua, lingkungan eksternal harus juga kondusif, yang terkait dengan kebijakan pemerintahan, aspek hukum, kondisi persaingan pasar, kondisi ekonomi-sosial- kemasyarakatan, kondisi infrastruktur, tingkat pendidikan masyarakat, dan perubahan ekonomi global. Pilihan strategi dan kebijakan untuk memberdayakan UKMK dalam memasuki era pasar global menjadi sangat penting bagi terjamin kelangsungan hidup dan perkembangan UKMK, sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pertumbuhan dan pemerataan pendapatan. Setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 sejak tanggal 1 Januari 2001, kemudian dirubah dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang mulai berlaku sejak tanggal 15 Oktober 2004 maka terjadi perubahan yang mendasar, dimana selama ini kebijakan menyangkut investasi diatur oleh Pemerintah 56 H. Sulaiman, S.H., Kabag Hukum Pemko Medan, Wawancara, tanggal 20 Desember 2006. Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya Penelitian Di Kota Medan, 2007 USU Repository © 2008 Daerah, 57 namun dengan berlakunya UUPD berdasarkan Pasal 13 dan Pasal 14 yang memiliki wewenang penuh terhadap peluang investasi adalah masing-masing daerah. Namun sangat disayangkan berlakunya otonomi daerah malah dianggap menghambat maksudnya investor, hal ini disebabkan oleh beberapa kendala, antara lain: 1. Masih rendahnya kualitas pelayanan birokrasi, lamanya waktu yang diperlukan untuk mengurus perizinan, dan tingginya biaya investasi. 2. Tidak efisiennya bisnis, meningkatnya biaya buruh, dan rendahnya kualitas infrastruktur. 3. Pemerintah daerah mengeluarkan penetapan beberapa pungutan, pajak, sumbangan sukarela, serta tidak adanya intensif fiskal dan masalah pabean. 4. Kurangnya kemampuan pemerintah daerah dalam menciptakan dan mempertahankan iklim bisnis yang menguntungkan, serta kurangnya kepastian hukum dan berbagai peraturan daerah yang tidak pro bisnis. 58 Berdasarkan program pembangunan daerah Kota Medan, sasaran utama pertumbuhan ekonomi diantaranya diusahakan untuk meningkatkan investasi baik 57 Setelah berlakunya UUPD fungsi dan peran pemerintah pusat dalam pengaturan dan penciptaan peluang investasi bisnis di daerah, antara lain: Pertama, penetapan kebijakan umum untuk pengembangan peluang sumber pembiayaan dan investasi bisnis secara nasional. Kedua, penetapan kebijakan perencanaan nasional untuk adanya peluang sumber pembiayaan dan investasi bisnis di daerah-daerah; Ketiga, pengaturan kebijakan kerjasama regional dan internasional untuk mendorong berkembangnya peluang tumbuhnya sumber pembiayaan dan investasi bisnis; Keempat, pengaturan kebijakan kerjasama antara propinsi dalam pengembangan sumber pembiayaan dan investasi bisnis; dan Kelima, pengembangan sistem informasi untuk mendapat peluang sumber pembiayaan dan investasi bisnis secara nasional. Wimpy S. Tjetjep, Loc.Cit. 58 Muidrajat Kuncoro, Otonomi Dan Pembangunan Daerah: Reformasi Perencanaan, Strategi dan Peluang, Erlangga, Jakarta, 2004, hlm. 283-290. Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya Penelitian Di Kota Medan, 2007 USU Repository © 2008 sebagai PMDN maupun PMA serta mengembangkan fasilitas pendukungnya. 59 Kebijakan di bidang investasi ini diarahkan untuk memperluas lapangan kerja dan kesempatan berusaha yang dapat diwujudkan dengan melaksanakan kegiatan promosi potensi unggulan daerah baik di dalam negeri maupun di luar negeri serta menjamin kemudahan berinvestasi di wilayah Kota Medan. Kegiatan investasi ini dilakukan dengan strategi: 1. Meningkatkan investasi dalam dan luar negeri dalam rangka mengembangkan sektor riil dan peningkatan pertumbuhan ekonomi; 2. Mengutamakan kelembagaan dan profesionalisme aparat daerah agar menjamin pelayanan yang efisien dalam pemantauan investasi. 3. Menyempurnakan peraturan yang lebih kondusif terhadap peningkatan investasi termasuk penyempurnaan sistem insentif. Dengan prioritas utama adalah: 1. Meningkatkan struktur perekonomian wilayah melalui kajian pengembangan dan peningkatan data-data base; 2. Meningkatkan potensi komoditi andalan melalui daerah; 3. Meningkatkan partisipasi dalam kebutuhan pelayanan investor. Menyikapi arah kebijakan investasi tersebut, Pemerintah Kota Medan telah melakukan usaha-usaha untuk menarik investor. Diantara usaha-usaha tersebut adalah: akan tetapi Pemerintah Kota Medan masih sulit untuk menarik investor diakibatkan oleh beberapa kendala, diantaranya di daerah ini masih sering terjadi 59 Pemeritnah Kota Medan, Program Pembangunan Daerah PROPERDA Kota Medan Tahun 2003-2008, Medan, 2002, hlm. 46. Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya Penelitian Di Kota Medan, 2007 USU Repository © 2008 penyelundupan, kemudian lahan kawasan industri yang direncanakan sampai penelitian ini dilakukan belum terealisasi secara keseluruhan akibat ketiadaan dana, birokrasi perizinan yang masih berbelit-belit, tidak terjadinya satu pemahaman yang sama diantara dinas penanaman modal yang bertujuan untuk menarik masuknya investasi ke Kota Medan sebagai motor penggerak pembangunan ekonomi wilayah sufficient condition, untuk itu perlu adanya kebijakan deregulasi dan debirokratisasi sebagai upaya menarik minat investor tersebut. 60 Salah satu program penunjang dalam meningkatkan pembangunan perekonomian di Kota Medan adalah di bidang pertanian, yaitu dengan melakukan usaha-usaha peningkatan partisipasi masyarakat dan swasta dalam usaha subsektor perkebunan, yang bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada sektor swasta untuk menanamkan modal di Kota Medan dalam berbagai bentuk deregulasi terhadap berbagai peraturan yang menghambat. Sedangkan bentuk kegiatan investasi yang dilakukan adalah bentuk kegiatan bagi hasil atau modal inti rakyat. 61 Menyikapi hal tersebut Pemerintah Kota Medan belum memiliki peraturan daerah yang mengatur mengenai penanaman modal. Pemerintah Daerah Kota Medan baru memiliki beberapa peraturan yang mengatur tentang pajak dan retribusi. Ketentuan yang berlaku masih tunduk pada ketentuan-ketentuan nasional. Dari uraian di atas, maka ada beberapa langkah yang harus dilakukan pemerintah daerah untuk menarik masuknya PMA dan PMDN, diantaranya: 1. Melakukan reformasi pelayanan investasi, dengan menerapkan sistem Unit 60 Program Pembangunan Daerah PROPERDA 2003-2008, Kota Medan, 2004, hlm. 22-24. 61 Ibid., hal. 29. Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya Penelitian Di Kota Medan, 2007 USU Repository © 2008 Pelayanan Terpadu UPT dalam memberikan pelayanan perizinan. Sistem ini diharapkan dapat menyederhanakan birokrasi perizinan. Kemudian menerapkan Sistem Satu Atap SINTAP, dengan sistem ini diharapkan permohonan layanan perizinan investasi dapat diproses di satu tempat sehingga birokrasi menjadi lebih pendek, dan efisien. 2. Sistem informasi potensi investasi, sistem ini adalah bagaimana menggunakan cara dan strategi tertentu untuk menarik PMDN dan PMA. Strategi tersebut diantaranya adalah pameran produk potensi investasi dan promosi melalui internet, berupa situs web yang berisi berbagai macam informasi mengenai potensi investasi dan prosedur layanan untuk investor. 3. Peningkatan dan provisi infrastruktur fisik, langkah ini sangat penting untuk mendukung mempromosikan investasi di daerahnya. Paling tidak Pemerintah Daerah sudah harus membangun zona industri khusus. Salah satu Program Pemerintahan Kota Medan saat ini adalah peningkatan pelayanan publik, termasuk pelayanan perizinan usaha. Saat ini, persoalan perizinan itu menjadi salah satu fokus perhatian Pemerintahan Kota Medan. Targetnya adalah menciptakan pelayanan prima kepada masyarakat, khususnya pengusaha dan pelaku UKM, pada saat penandatanganan MoU antara Pemerintah Kota dan Direktur Bank Mandiri. Pelaksanaan kegiatan usaha tidak terlepas dari tiga hal penting yaitu perizinan, perkreditan dan kemitraan. Pemerintah mewajibkan setiap perusahaan untuk memiliki bermacam-macam izin sesuai dengan bidang dan kegiatan usahanya. Izin itu diperlukan bagi pemerintah guna melakukan pengawasan agar kegiatan perusahaan Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya Penelitian Di Kota Medan, 2007 USU Repository © 2008 tersebut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Adapun izin yang harus dimiliki usaha kecil menengah antara lain: izin usaha, izin tempat usaha, izin undang-undang gangguan, izin nama toko papan nama, izin usaha industri, izin perdagangan dan izin pengangkutan. Dalam pengurusan izin tersebut pengusaha kecil menghadapi berbagai kendala yaitu izin-izin tersebut dikeluarkan oleh berbagai instansi pemerintah, sehingga membutuhkan waktu yang relatif lama. Pengurusan izin yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah membutuhkan waktu antara 2 hari sampai dengan 1 bulan untuk masing-masing izin, sedangkan pengurusan izin yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat membutuhkan waktu yang lebih lama, yaitu antara 6 bulan sampai dengan 1 tahun. Pengurusan bermacam-macam izin tersebut selain dapat menghabiskan waktu yang lama juga memerlukan biaya yang besar. Pengusaha harus mengeluarkan biaya pengurusan izin bagi biaya formal maupun biaya tidak formal. Biaya formal untuk izin-izin yang dikeluarkan pemerintah daerah yaitu sebesar Rp. 500.000,- per izin, dan biaya untuk izin yang dikeluarkan pemerintah pusat sekitar Rp. 2.000.000,- per izin. Sedangkan besarnya biaya tidak formal itu tergantung pada lama tidaknya izin itu dikeluarkan dan pendekatan negosiasi antara pengusaha tersebut dengan pemberi izin. Dalam permohonan pengurusan izin harus dilengkapi dengan syarat-syarat tertentu, seperti untuk memperoleh Surat Izin Tempat Usaha, pemohon harus memiliki bukti setoran Pajak Bumi dan Bangunan PBB serta rekomendasi dari camat setempat. Untuk memperoleh Tanda Daftar Perusahaan harus memiliki akte Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya Penelitian Di Kota Medan, 2007 USU Repository © 2008 pendirian perusahaan, dan lain-lain. Jangka waktu berlakunya izin harus terbatas, misalnya jangka waktu berlakunya Izin Tempat Usaha hanya satu tahun sehingga harus diperbaharui setiap tahunnya. Setiap perusahaan memerlukan modal baik pada tahap pendirian maupun pelaksanaan kegiatannya. Modal itu dapat berasal dari pemilik perusahaan itu sendiri maupun dari pihak lain. Modal dari pihak lain dapat berbentuk penyertaan modal dan kredit. Pengusaha kecil menengah selalu mengalami kesulitan dalam memperoleh kredit dari lembaga perbankan akibat ketidakmampuannya menyediakan jaminan dan membayar bunga yang tinggi. Kredit lunak pada BUMN yang bunganya rendah juga sulit diperoleh karena selain jumlahnya terbatas dan peminatnya banyak, juga harus mendapat rekomendasi dari Departemen Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil Kota Medan. Dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2006 tercatat 21.487 pengusaha kecil menengah yang mengajukan permohonan kredit lunak kepada BUMN melalui Kantor Departemen Koperasi dan PPM Kota Medan, sedangkan yang dikabulkan permohonannya hanya sekitar 10. Selain itu, usaha kecil menengah juga perlu melakukan kerja sama dengan pihak lain terutama dengan usaha menengah dan besar melalui program kemitraan. Pengertian kemitraan disini adalah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil, yaitu “kerjasama usaha antara kecil dan usaha menengah atau usaha besar disertai pembinaan dan pengembangan oleh usaha menengah atau usaha besar dengan memperlihatkan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan.” Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya Penelitian Di Kota Medan, 2007 USU Repository © 2008 Pola kemitraan yang dimaksudkan untuk membantu pengusaha kecil tidak terlaksana dengan baik di Kota Medan. Hal ini disebabkan kurangnya minat dari usaha menengah dan besar untuk bermitra dengan usaha kecil. Usaha besar dan menengah beralasan bahwa yang memutuskan untuk bermitra adalah kantor pusatnya yang ada di Jakarta. Selain itu, usaha kecil selalu mengalami kesulitan untuk membuat proposal dan mencari bapak asuh. Sebagaimana dijelaskan bahwa pengusaha kecil menengah mengalami berbagai macam kendala hukum berkaitan dengan perizinan, perkreditan, dan kemitraan. Dalam menghadapi kendala demikian sebagian pengusaha kecil pasrah saja dalam arti tidak melakukan apa-apa sehingga dapat dikategorikan melanggar hukum dan atau tidak mendapatkan manfaat atau faedah dan fasilitas yang disediakan pemerintah, yang seyogianya apabila dimanfaatkan dapat meningkatkan kinerja perusahaannya. Sebagian pengusaha kecil menengah sebaiknya tidak pasrah dengan kemungkinan kesulitan yang dihadapinya yang ditunjukkan dengan adanya usaha- usaha tertentu yang dilakukannya untuk dapat menyesuaikan dengan situasi dan kondisi dalam rangka mencegah timbulnya kesulitan tersebut. Bagi kelompok pengusaha kecil menengah terakhir ini yang penting adalah memanfaatkan semaksimal mungkin kesempatan yang ada untuk kepentingan bisnisnya. Pengusaha kecil menengah kelompok pertama yang pasrah pada kesulitan yang ada di dalam praktek ternyata menemukan kendala dalam memperoleh fasilitas yang disediakan pemerintah, misalnya perkreditan. Pengusaha semacam ini di lapangan tidak memperoleh surat-surat izin perizinan yang sebenarnya diharuskan Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya Penelitian Di Kota Medan, 2007 USU Repository © 2008 oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Atau memperoleh satu atau beberapa macam izin dari sekian banyak izin yang diperlukan. Pengusaha demikian juga tidak memperoleh fasilitas kredit, baik dari perbankan maupun dari nonperbankan yang disediakan pemeritnah untuk usaha kecil. Pengusaha demikian juga tidak dapat memperoleh mitra usaha pembina sebagaimana diharapkan pemerintah melalui kebijakan kemitraan. Kelompok pengusaha kecil yang tidak pasrah pada kesulitan berupaya melakukan sesuatu yang dapat membantunya dalam rangka perolehan berbagai bentuk perizinan, perkreditan dan kemitraan. Di bidang perizinan misalnya, walaupun merasakan berat karena harus membayar sejumlah uang tertentu baik yang formal maupun tambahan, tetapi tetap diurus juga dengan harapan dapat memperoleh fasilitas lainnya dari pemerintah misalnya dapat mengikuti tender dalam pemborongan bangunan atau pengajuan permohonan kredit. Di bidang perkreditan, pengusaha kecil demikian mau saja membayar uang tambahan di luar ketentuan untuk memperlancar perolehan kredit yang sangat diperlukannya walaupun kredit dengan persyaratan yang berat baginya. Alternatif lain adalah memperoleh modal dari pihak lain di luar fasilitas yang disediakan pemerintah. Menurut mereka masalah modal merupakan masalah utama yang mereka hadapi saat ini. Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya Penelitian Di Kota Medan, 2007 USU Repository © 2008

BAB IV PERANAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM MENINGKATKAN

EKONOMI RAKYAT A. Dasar Hukum Usaha Kecil dan Menengah Di Indonesia terdapat sejumlah departemen dan lembaga pemerintah non departemen yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam perumusan kebijaksanaan pengembangan Usaha Kecil dan Menengah selanjutnya disebut UKM dan implementasinya pelaksanaan program-program pembinaan, termasuk Menteri Negara Koperasi Usaha Kecil dan Menengah, Menteri Keuangan, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional BAPPENAS dan Departemen Perindustrian dan Perdagangan Depperindag. Walaupun dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 telah ditetapkan apa yang dimaksud dengan Usaha Kecil, dan melalui Instruksi Presiden Inpres Nomor 10 Tahun 1999 mengenai definisi Usaha Menengah, namun dalam prakteknya banyak di antara departemen dan badan pemerintah tersebut punya kriteria sendiri-sendiri yang berbeda dalam mendefinisikan UKM. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil disahkan pada tanggal 26 Desember 1995 Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 74. Undang-Undang ini disusun dengan maksud memberdayakan usaha kecil, mencakup berbagai aspek pemberdayaan usaha kecil tetapi tidak mengatur mekanisme internalnya. Di dalamnya dimuat tentang pengertian dan kriteria usaha kecil serta landasan, asas dan tujuan. Selanjutnya, diperjelas dan dipertegas pula segi- segi yang mencakup penumbuhan iklim usaha yang kondusif, pembinaan dan Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya Penelitian Di Kota Medan, 2007 USU Repository © 2008 pengembangan, pembiayaan dan perjanjian, kemitraan, koordinasi dan pengendalian, serta ketentuan pidana dan sanksi administratif. Pemberdayaan usaha kecil berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Pemberdayaan usaha kecil diselenggarakan atas asas kekeluargaan. Pemberdayaan usaha kecil bertujuan: 1 Menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan usaha kecil menjadi usaha yang tangguh dan mandiri serta dapat berkembang menjadi usaha menengah. 2 Meningkatkan peranan usaha kecil dalam pembentukan produk nasional, perluasan kesempatan kerja dan berusaha, peningkatan ekspor, serta peningkatan dan pemerataan pendapatan untuk mewujudkan dirinya sebagai tulang punggung serta memperkukuh struktur perekonomian nasional”. 62 Selanjutnya dalam konsiderans Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 disebutkan bahwa usaha kecil perlu memberdayakan dirinya dan diberdayakan dengan berpijak pada kerangka hukum nasional yang berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 demi terwujudnya demokrasi ekonomi yang berdasarkan pada asas kekeluargaan. Pemberdayaan usaha kecil dilakukan melalui penumbuhan iklim usaha yang mendukung bagi pengembangan usaha kecil, pembinaan dan pengembangan usaha kecil serta kemitraan usaha. Pemberdayaan usaha kecil dilaksanakan oleh pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat. Dengan memberdayakan usaha kecil diharapkan usaha kecil menjadi tangguh, mandiri, dan juga dapat berkembang menjadi usaha menengah. Usaha kecil yang tangguh, mandiri, dan berkembang dengan sendirinya akan meningkatkan produk nasional, kesempatan kerja, ekspor, serta pemerataan hasil-hasil 62 Pasal 2,3 dan 4 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya Penelitian Di Kota Medan, 2007 USU Repository © 2008 pembangunan, yang pada gilirannya akan memberikan sumbangan yang lebih besar terhadap penerimaan negara. Selanjutnya, pemberdayaan usaha kecil akan meningkatkan kedudukan serta peran usaha kecil dalam perekonomian nasional, sehingga akan terwujud tatanan perekonomian nasional yang sehat dan kukuh. 63 Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 menyebutkan bahwa Usaha kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan serta kepemilikan sebagaimana diatur dalam undang-undang ini. Kriteria usaha kecil adalah memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 200.000.000,- dua ratus juta rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- satu milyar rupiah; milik warganegara Indonesia; berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha menengah atau usaha besar; dan berbentuk usaha orang perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi. 64 Selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1998 tentang Pembinaan dan Pengembangan Usaha Kecil yang diundangkan pada tanggal 28 Pebruari 1998 Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 46 merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil. 63 Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 64 Pasal 5 ayat 1 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya Penelitian Di Kota Medan, 2007 USU Repository © 2008 Dalam penjelasan atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1998 disebutkan bahwa pertimbangan dikeluarkannya peraturan pemerintah ini adalah mengingat kegiatan dan kebijaksanaan pemerintah yang telah dilaksanakan dalam upaya meningkatkan peran usaha kecil sesuai dengan kegiatan usahanya yang terdapat di berbagai sektor, misalnya sektor pertanian, peternakan, pertambangan, perindustrian, belum terlaksana secara optimal dan terpadu. Pelaksanaan program pembinaan usaha kecil, seakan-akan masing-masing pembina sesuai sektornya berjalan sendiri-sendiri, kurang terkoordinasi sehingga efektivitas pembinaan masih perlu ditingkatkan. Tidak adanya perlakuan tambahan di bidang perpajakan atau dalam rangka perolehan perizinan, atau permodalan yang tidak mendukung, merupakan kendala bagi usaha kecil, sehingga sulit berkembang. Apabila dilihat dari peningkatan produk, pemasaran, sumber daya manusia atau teknologi usaha kecil, kemampuan dan peran serta usaha kecil pada kenyataan masih jauh ketinggalan bila dibandingkan dengan peningkatan kegiatan usaha menengah atau usaha besar. Oleh karena itu, diperlukan satu petunjuk yang disusun secara lengkap dan teratur dalam satu peraturan pelaksanaan pembinaan dan pengembangan usaha kecil. 65 Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka materi yang diatur dalam peraturan pemerintah ini ditekankan pada tata cara pembinaannya dan diatur pula mengenai koordinasi dalam pelaksanaan pembinaan dan pengembangan, serta pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan pembinaan dimaksud. 65 Penjelasan Umum Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1998 Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya Penelitian Di Kota Medan, 2007 USU Repository © 2008 Kemudian, sebagaimana yang dinyatakan dalam Pasal 5 ayat 1 huruf e Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995, bahwa usaha kecil dapat berbentuk usaha orang perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha yang yang berbadan hukum, termasuk koperasi. Dalam hal status badan hukum usaha kecil tersebut sangat terkait dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, dan juga dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. Jika usaha tersebut merupakan koperasi, maka koperasi tersebut memperoleh status badan hukum setelah akta pendiriannya disahkan oleh Pemerintah sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 9 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. Sedangkan jika usaha tersebut berbentuk perseroan, maka untuk memperoleh status badan hukum setelah akta pendiriannya disahkan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 7 ayat 6 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. Mengenai pendaftaran usaha diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan, yang di dalam Pasal 2 dinyatakan Daftar Perusahaan bertujuan mencatat bahan-bahan keterangan yang dibuat secara benar dari suatu perusahaan dan merupakan sumber informasi resmi untuk semua pihak yang berkepentingan mengenai identitas, data, serta keterangan lainnya tentang perusahaan yang tercantum dalam Daftar Perusahaan dalam rangka menjamin kepastian berusaha. Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya Penelitian Di Kota Medan, 2007 USU Repository © 2008 Selanjutnya perjanjian usaha kecil dan menengah dan besar khusus industri tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor:590MPKepID99 tentang ketentuan dan tata cara pemberian izin usaha industri, izin perluasan dan tanda daftar industri. Juga Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 591MPPKep99 tentang tata cara pemberian surat izin usaha perdagangan SIUP. Perijinan yang diatur oleh dua Surat Keputusan Menteri di atas wajib dimiliki oleh dua kelompok usaha kecil, menengah dan besar terutama yang berbentuk badan hukum. Bagi usaha perorangan yang dikelola sendiri atau anggota keluarga persyaratan yang tertuang dalam dua surat Keputusan Menteri tidak mutlak dimiliki. Surat ijin Usaha Industri SIUD dan Surat Ijin Usaha Perdagangan SIUP akan diberikan apabila usaha perorangan itu mengajukan permohonan. Peran dari usaha kecil yang cukup berjasa dalam kegiatan ekonomi nasional semakin menguatkan tekat dan keinginan pemerintah untuk dapat melindunginya. Pemerintah melalui Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000 telah menetapkan ekonomi kerakyatan sebagai bentuk sokoguru di dalam upaya kebangkitan ekonomi nasional. Kegiatan usaha kecil sangat cocok dikembangkan dalam ekonomi kerakyatan karena ketentuan undang-undang dan peraturan pemerintah yang mengatur keberadaannya sudah cukup lengkap. Kelengkapan pengaturan itu berarti adanya kepastian hukum untuk mendorong pemberdayaan bagi usaha kecil dalam perekonomian nasional. Pengaturan usaha kecil sebagai hukum positif atau hukum khusus berbentuk undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan presiden dan keputusan menteri. Di Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya Penelitian Di Kota Medan, 2007 USU Repository © 2008 mana semua peraturan hukum itu dibuat khusus untuk melindungi usaha kecil di dalam upaya memberdayakan dari kelemahannya. Apabila usaha-usaha kecil telah dilindungi dalam bentuk pengaturan hukum, maka keberadaannya diakui sebagai entitas hukum dan entitas bisnis pada kegiatan ekonomi termasuk bergerak di bidang pengadaan barangjasa pemerintah demi terwujudnya keadilan, keseteraan dan keseimbangan dalam suasana demokrasi ekonomi sebagaimana dimanatkan oleh Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945. 66

B. Faktor-Faktor Dalam Meningkatkan Perekonomian Masyarakat

Berlakunya Undang-Undang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah UUPKPPPD, yang telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, dan mulai berlaku sejak tanggal 15 Oktober 2004, maka Pemerintah Daerah memiliki kewenangan untuk melaksanakan kegiatannya dan menjalankan pembangunan serta kewenangan yang lebih luas dalam mendapatkan sumber-sumber pembiayaan, baik yang berasal dari daerah itu sendiri maupun data yang berasal dari APBN. 67 Sistem pemerintahan berdasarkan UUPD dan UUPKPPPD ini memberikan keleluasan daerah local discretion untuk menjalankan fungsinya secara lebih baik. Semakin besar keleluasan daerah dalam menggali potensi yang ada di daerah, maka 66 Teguh Sulistia, op. cit., hal. 157-158,159. 67 Bacrul Elmi, Keuangan Pemerintah Daerah Otonom di Indonesia, Universitas Indonesia Perss, Jakarta, 2002, hlm. 45. Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya Penelitian Di Kota Medan, 2007 USU Repository © 2008 semakin besar pula kesempatan daerah mendapatkan pendapatan untuk membiayai pembangunan di daerahnya. Menyikapi hal ini, Hepworth dalam “Public Expenditure Control and Local Government” memandang bahwa semakin independen suatu daerah, akan makin memungkinkan daerah tersebut untuk memperoleh pendapatan yang besar. Sehingga, posisinya akan semakin baik dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat public service yang berkualitas. 68 Keleluasaan Pemerintah Daerah dalam menjalankan aktivitasnya dapat dirumuskan dalam aspek-aspek, sebagai berikut: 1. Self modifying power, yaitu kemampuan untuk melakukan penyesuaian dari tatanan hukum normatif yang berlaku secara nasional sesuai dengan kondisi daerah. 2. Local political support, yaitu menyelenggarakan kegiatan pemerintahan yang mempunyai legitimasi luas, baik dari unsur eksekutif maupun legislatif. 3. Financial resources, yaitu mengembangkan kemampuan dalam mengelola sumber-sumber penerimaan daerah sebagai sumber pembiayaan kegiatan pemerintahan. 4. Developing brain power, yaitu membangun sumber daya manusia aparatur pemerintah yang bertumpu pada kapabilitas intelektual. 69 Aspek-aspek tersebut di atas bersifat saling mendukung dan saling melengkapi, sehingga konsep badan keuangan daerah yang didasarkan atas aspek keempat, yaitu financial resource harus di dukung oleh keempat aspek yang lainnya. Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah, yang dimaksud dengan keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan 68 Edyanus Herman Halim, Menangkap Momentum Otonomi Daerah Menepis Ego Kedaerahan, Memacu Kemandirian Ekonomi Rakyat, UNRI Press, Pekanbaru, 2002, hlm. 89. 69 Soekarwo, Berbagai Permasalahan Keuangan Daerah, Airlangga University Press, 2003, hlm. 82. Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya Penelitian Di Kota Medan, 2007 USU Repository © 2008 daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk di dalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut dalam kerangka APBD. Pembiayaan keuangan daerah dalam rangka melaksanakan pengurusan rumah tangganya sendiri, Pemerintah Daerah diberikan keleluasaan dalam menghimpun dana, seperti diatur dalam Pasal 157 jo Pasal 164 UUPD, serta Pasal 5 UUPKPPD yang menyatakan bahwa dalam pelaksanaan desentralisasi, daerah berhak atas sumber-sumber penerimaan, berupa: 1. Pendapatan daerah, terdiri dari: a. Pendapatan Asli Daerah PAD; b. Dana perimbangan, dan c. Lain-lain pendapatan. 2. Pembiayaan, yang terdiri dari: a. Sisa lebih perhitungan anggaran daerah, b. Penerimaan pinjaman daerah, c. Dana cadangan daerah, dan d. Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan. Berdasarkan Pasal 6 UUPKPPPD menyebutkan PAD bersumber dari: 1. Pajak daerah. 2. Retribusi daerah, 3. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan 4. Lain-lain PAD yang sah Sedangkan lain-lain PAD yang sah tersebut meliputi: 1. Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan, 2. Jasa giro, Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya Penelitian Di Kota Medan, 2007 USU Repository © 2008 3. Pendapatan bunga, 4. Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, dan 5. Komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan danatau pengadaan barang danatau jasa oleh daerah. Sebenarnya peluang yang sangat strategis dalam peningkatan PAD adalah dengan masuknya para investor. Karena dengan masuknya para investor untuk melakukan investasi di daerah maka PAD semakin meningkat. Hal tersebut dapat dirinci dari masing-masing pajak daerah yang dapat dikenakan terhadap para investor, sepanjang pajak daerah yang ditetapkan itu melalui Perda tidak menyebabkan ekonomi biaya tinggi, seperti: 1. Apabila investor masuk untuk mendirikan perusahaan maka sudah dpat dikenakan retribusi, antara lain izin mendirikan bangunan dan izin peruntukan penggunaan tanah. 2. Kemudian dapat dikenakan pajak dalam hal investor menyelenggarakan usaha perhotelan, restoran, hiburan, parkir, reklame, listrik, galian C, dan lain sebagainya, sepanjang pajak dan retribusi tersebut tidak menjadi wewenang pemerintah propinsi maupun pemerintah pusat. Selama PAD benar-benar tidak memberatkan atau membebani masyarakat lokal, investor domestik maupun investor asing, tentu tidak masalah. Dan dapat dikatakan bahwa daerah dengan PAD yang meningkat setiap tahun mengindikasikan daerah tersebut mampu membangun daerahnya secara mandiri tanpa tergantung pemerintah pusat. Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya Penelitian Di Kota Medan, 2007 USU Repository © 2008 Upaya untuk meningkatkan PAD tersebut sebenarnya tidak terlepas dari kemampuan dan peran pemerintah daerah. Dalam hal ini menurut Lincolin dalam bukunya “Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah”, ada empat peran yang dapat diambil oleh pemerintah daerah untuk melahirkan inisiatif-inisiatif dalam proses pembangunan ekonomi di daerah, yaitu sebagai: 1. Entrepreneur, dalam sikap sebagai entrepreneur ini yang paling utama dilakukan oleh BupatiWalikota adalah optimalisasi pemanfaatan aset, sehingga menghasilkan profit maksimum seperti halnya perusahaan swasta dan dapat mensejahterakan masyarakat di daerahnya. 2. Koordinator, dalam peranannya ini seorang BupatiWalikota dapat melibatkan instansi pemerintah lainnya, dunia usaha, dan masyarakat dalam menyusun straegi pembangunan di daerahnya. Hubungan dengan instansi lainnya sangat diperlukan dalam rangka koordinasi dengan pemerintah pusat agar selaras dengan strategi pembangunan nasional. 3. Fasilitator, dalam rangka sebagai koordinator bila terdapat ide-ide dari pihak lain yang bermanfaat bagi daerah, BupatiWalikota harus memfasilitasi ide tersebut agar dapat diimplementasikan. Hal yang paling penting adalah seorang BupatiWalikota harus bertindak sebagai fasilitator dalam rangka pemberdayaan masyarakat di daerah. 4. Stimulator, hal ini berkaitan dengan stimulan yang harus diberikan BupatiWalikota dalam rangka menciptakan dan pengembangan usaha di daerah. Misalnya menyelenggarakan pameran gratis bagi pengusaha kecil, kemudahan Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya Penelitian Di Kota Medan, 2007 USU Repository © 2008 bagi investor yang akan masuk ke daerah, dan sebagainya. 70 John Kao dalam bukunya “Entrepreneurship, Creatifi, and Organization”, memberikan ciri-ciri seorang wirausaha, antara lain: 1. Sebagai katalis, 2. Membuat sesuatu terjadi, 3. Menggunakan kreatifitas untuk mengembangkan sesuatu yang baru dan dengan bersemangat mengimplementasikannya. Jadi seorang BupatiWalikota tidak lagi hanya sebagai birokrasi tetapi menggunakan ilmu manajemen bisnis sebagai chief executive officer CEO agar dapat bertindak kreatif dan inovatif serta memiliki daya tanggap yang tinggi terhadap adanya peluang dalam mengelola daerahnya. Secara garis besar ada dua peran BupatiWalikota, yakni secara eksternal harus bersikap sebagai entrepreneur wirausahawan, sedangkan secara internal harus bersikap sebagai manajer puncak sebuah perusahaan, yang bila ada potensi di daerah dapat dimaksimalkan dengan cara melakukan terobosan-terobosan yang berani. BupatiWalikota harus berlaku layaknya wirausahawan andal dan mampu memimpin, sehingga ia harus bertanggung jawab terhadap pelaksanaan dari strategi tersebut. Namun perlu diingat bahwa hal tersebut hanyalah suatu cara untuk memaksimalkan potensi daerah agar dapat meraih keuntungan dengan sebesar-besarnya PAD, dan peningkatan PAD ini harus benar- benar dapat memakmurkan masyarakat di daerah. Untuk memakmurkan masyarakat di daerah, maka harus dioptimalisasikan 70 Doli D. Siregar, Manajemen Aset, Strategi Penataan Konsep Pembangunan Berkelanjutan Secara Nasional Dalam Konteks Kepala Daerah Sebagai CEO’s pada Era Globalisasi Dan Otonomi Daerah, Cetakan Pertama, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2004, hlm.399 Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya Penelitian Di Kota Medan, 2007 USU Repository © 2008 sumber-sumber penerimaan tersebut, khususnya PAD, yang secara terperinci dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Pajak daerah

Pajak daerah, sebagai salah satu unsur PAD diharapkan menjadi salah satu sumber pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah, untuk meningkatkan dan memeratakan kesejahteraan masyarakat. Walaupun bagi para investor akan lebih bergairah melakukan investasi di daerah apabila terdapat kemudahan sistem perpajakan di daerah. Penyederhanaan sistem perpajakan di daerah perlu dilakukan, misalnya melalui penyederhanaan tarif dan jenis pajak daerah. Berdasarkan Pasal 2, 3 UUPDRD dan Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah maka jenis-jenis serta dasar pengenaan pajak dan tarif pajak daerah adalah: a. Jenis Pajak Propinsi, terdiri dari: 1 Pajak kenderaan bermotor dan kenderaan di atas air, yaitu pajak atas kepemilikan danatau penguasaan kenderaan bermotor dan kenderaan di atas air. Dasar pengenaan pajak kenderaan bermotor dihitung sebagai perkalian dari 2 dua unsur pokok, yaitu nilai jual kenderaan bermotor, dan bobot yang mencerminkan secara relatif kadar kerusakan jalan dan pencemaran lingkungan akibat penggunaan kenderaan bermotor. Sedangkan tarif pajak kenderaan bermotor ditetapkan sebesar 1,5 untuk kenderaan bermotor bukan umum, 1 untuk kenderaan bermotor umum, dan 0,5 untuk kenderaan bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar. Kemudian dasar pengenaan pajak kenderaan di atas air dihitung berdasarkan nilai jual Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya Penelitian Di Kota Medan, 2007 USU Repository © 2008 2 Bea masuk nama kenderaan bermotor dan kenderaan di atas air. 71 Dasar pengenaan bea balik nama kenderaan bermotor dan kenderaan di atas air adalah nilai jual kenderaan bermotor, tarifnya ditetapkan sebagai berikut: a Tarif bea balik nama kenderaan bermotor atas penyerahan pertama: 10 untuk kenderaan bukan umum, 10 untuk kendaraan bermotor umum, 3 untuk kenderaan bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar. b Tarif bea balik nama kenderaan bermotor atas penyerahan kedua dan selanjutnya: 1 untuk kenderaan bermotor bukan umum, 1 untuk kenderaan bermotor umum, dan 0,3 untuk kenderaan alat-alat berat dan alat-alat besar. c Tarif bea balik nama kenderaan bermotor atas penyerahan karena warisan: 0,1 untuk kenderaan bermotor bukan umum, 1 untuk kenderaan bermotor umum, dan 0,03 untuk kenderaan bermotor alat- alat berat dan alat-alat besar. Sedangkan tarif bea balik nama kenderaan di atas air atas penyerahan pertama ditetapkan 5, untuk penyerahan kedua dan selanjutnya sebesar 1, dan penyerahan karena warisan ditetapkan sebesar 0,1. 71 Berdasarkan penjelasan Pasal 2 ayat 1 huruf b UUPDRB, yang dimaksud dengan bea balik nama kenderaan bermotor dan kenderaan di atas air adalah pajak atas penyerahan hak milik kenderaan bermotor dan kenderaan di atas air sebagai akibat perjanjian dua pihak atau perbuatan sepihak atau keadaan yang terjadi karena jual beli, tukar menukar, hibah, warisan, atau pemasukan ke dalam badan usaha. Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya Penelitian Di Kota Medan, 2007 USU Repository © 2008 3 Pajak bahan bakar kenderaan bermotor, 72 Dasar pengenaan pajak bahan bakar kenderaan bermotor adalah nilai jual bahan bakar kenderaan bermotor. Tarifnya ditetapkan sebesar 5. 4 Pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan. Yaitu pajak atas pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah danatau air permukaan 73 untuk digunakan bagi orang pribadi atau badan, kecuali untuk keperluan dasar rumah tangga dan pertanian rakyat. Dasar pengenaan pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan adalah nilai perolehan air. Tarifnya ditetapkan sebagai berikut: untuk air bawah tanah sebesar 20, dan untuk air permukaan sebesar 10. Namun semua hasil pajak Propinsi tersebut berdasarkan Pasal 2A UUPDRD harus dibagi kepada daerah KotaKota, dengan ketentuan: 1 Hasil penerimaan pajak kenderaan bermotor dan kenderaan di atas air dan bea balik nama kenderaan bermotor dan kenderaan di atas air diserahkan kepada daerah KotaKota di Propinsi yang bersangkutan paling sedikit 30. 2 Hasil penerimaan pajak bahan bakar kenderaan bermotor dan pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan diserahkan kepada daerah KotaKota di Propinsi yang bersangkutan paling sedikit 70. 72 Berdasarkan penjelasan Pasal 2 ayat 1 huruf c UUPDRD, yang dimaksud dengan pajak bahan bakar kenderaan bermotor adalah pajak atas bahan bahan bakar yang disediakan atau dianggap digunakan untuk kenderaan bermotor, termasuk bahan bakar yang digunakan untuk kenderaan di atas air. 73 Berdasarkan penjelasan Pasal 2 ayat 1 huruf d UUPDRD, yang dimaksud dengan air bawah tanah adalah air yang berada di perut bumi, termasuk air yang muncul secara alamiah di atas permukaan tanah, sedangkan yang dimaksud dengan air permukaan adalah air yang berada di atas permukaan bumi, tidak termasuk air laut. Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya Penelitian Di Kota Medan, 2007 USU Repository © 2008 3 Penggunaan bagian daerah KotaKota ditetapkan sepenuhnya oleh daerah KoaKota yang bersangkutan. b. Jenis pajak KotaKota, terdiri dari: 1 Pajak hotel, yaitu pajak atas pelayanan hotel. 74 Dasar pengenaan pajak hotel adalah jumlah pembayaran yang dilakukan kepada hotel. Tarifnya ditetapkan paling tinggi 10. 2 Pajak restoran, yaitu pajak atas pelayanan restoran, yang digunakan sebagai tempat untuk menyantap makanan danatau minuman yang disediakan dengan dipungut bayaran, tidak termasuk usaha jasa boga atau catering. Dasar penganaan pajak restoran adalah jumlah pembayaran yang dilakukan kepada restoran. Tarifnya ditetapkan paling tinggi 10. 3 Pajak hiburan, yaitu pajak atas penyelenggaraan hiburan yang meliputi semua jenis pertunjukan, permainan, permainan ketangkasan danatau keramaian dengan nama dan bentuk apapun, yang ditonton atau dinikmati oleh setiap orang dengan dipungut bayaran, tidak termasuk penggunaan fasilitas untuk berolahraga. Dasar pengenaan pajak hiburan adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar untuk menonton danatau menikmati hiburan. Tarifnya ditetapkan paling tinggi sebesar 35. 4 Pajak reklame, adalah pajak atas penyelanggaraan reklame, yaitu benda, alat, perbuatan, atau media yang menurut bentuk dan cetak ragamnya untuk tujuan 74 Berdasarkan penjelasan Pasal 2 ayat 2 huruf a UUPDRD, yang dimaksud dengan hotel adalah bangunan yang khusus disediakan bagi orang untuk dapat menginapistirahat, memperoleh pelayanan danatau fasilitas lainnya dengan dipungut bayaran, termasuk bangunan lainnya yang menyatu, dikelola dan dimiliki oleh pihak sama, kecuali untuk peroleh dan perkantora.. Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya Penelitian Di Kota Medan, 2007 USU Repository © 2008 komersial, dipergunakan untuk memperkenankan, menganjurkan atau memujikan suatu barang, jasa atau orang, ataupun untuk menarik perhatian umum kepada suatu barang, jasa atau orang yang dtiempatkan atau dapat dilihat, dibaca, danatau didengar dari suatu tempat oleh umum, kecuali yang dilakukan oleh pemerintah. Dasar pengenaan pajak reklame adalah nilai sewa reklame. Tarifnya ditetapkan paling tinggi 25. 5 Pajak penerangan jalan, yaitu pajak atas penggunaan tenaga listrik, dengan ketentuan bahwa di wilayah daerah tersebut tersedia penerangan jalan, yang rekeningnya dibayar oleh pemerintah daerah. Dasar pengenaan pajak penerangan jalan adalah nilai jual tenaga listrik. Tarifnya ditetapkan paling tinggi 10. 6 Pajak pengambilan bahan galian golongan C, yaitu pajak atas kegiatan pengambilan bahan galian golongan C sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku. Dasar pengenaan pajak pengambilan bahan galian golongan C adalah nilai jual hasil pengambilan bahan galian golongan C. Tarifnya ditetapkan paling tinggi sebesar 20. 7 Pajak parkir, yaitu pajak yang dikenakan atas penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan oleh orang pribadi atau badan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kenderaan bermotor dan garasi kendaraan bermotor yang memungut bayaran. Dasar pengenaan pajak parkir adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar untuk pemakaian tempat parkir. Tarifnya ditetapkan paling tinggi sebesar 20. Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya Penelitian Di Kota Medan, 2007 USU Repository © 2008 Upaya yang dapat ditempuh guna meningkatkan penerimaan pajak daerah 75 antara lain dengan cara intensifikasi dan eksternasifikasi pemungutan, yaitu: a. Intensifikasi pemungutan adalah meningkatkan penerimaan dengan cara mengintensifikasi kegiatan pemungutan terhadap jenis pajak yang telah ada. Hal ini dapat dilakukan antara lain dengan mengadakan pendataan obyek dan subyek pajak sehingga potensi yang ada dapat direalisasikan secara optimal. b. Eksternsifikasi merupakan upaya untuk meningkatkan PAD dengan menggali sumber-sumber pungutan baru yang cukup potensial. Dalam menggali sumber pungutan baru ini dapat ditempuh dengan dua cara, yaitu: 1 Menggali sumber baru terhadap jenis pungutan yang telah ada, dalam bentuk perluasan obyek atas suatu jenis pajak. 2 Menggali sumber yang memang baru sama sekali, artinya dengan jenis pungutanpajak itu belum pernah dipungut. 76 Ini artinya Pemerintah KotaKota diberi keleluasaan atau peluang untuk menciptakan pajak daerah lainnya, disamping jenis-jenis pajak daerah seperti yang disebutkan di atas. Akan tetapi dalam pembuatan pajak daerah tersebut 75 Salah satu upaya yang dapat dilakukan pemerntah daerah untuk meningkatkan PAD tanpa membebani masyarakat adalah memasukkan pajak bumi dan bangunan PBB menjadi pajak daerah. Bahkan menurut Nick Devas pada kebanyakan negara, PBB merupakan pajak daerah, sedangkan di Indonesia PBB sampai saat ini masih merupakan pajak pusat. Di kebanyakan negara PBB menyumbangkan lebih dari separuh PAD. Jadi secara justifikasi perlunya PBB dijadikan sebagai pajak daerah, diantaranya: Pertama, PBB merupakan hasil yang substansial besar bagi daerah. Kedua,Perolehan hasil dari PBB relatif stabil dan dapat diprediksi. Ketiga, Pungutan PBB cukup adil auditable, yang memiliki tanah dan bangunan yang bernilai tinggi akan dikenakan pajak yang tinggi pula. Keempat, Pungutan PBB tidak berpengaruh besar terhadap harga-harga, sehingga tidak mengganggu efisiensi ekonomi perekonomian. Kelima, Dasar pengenaan pajak cukup jelas dan mudah dipahami oleh pembayar pajak. Keenam, Objek PBB tidak berpindah-pindah immovable, sehingga pajak tersebut tidak dapat disembunyikan. Ketujuh, Pengadministrasiannya relatif mudah. Kedelapan, Jelas pemerintah daerah mana yang berhak menerima pendapatan pajak atas PBB. Mardiasmo, Op. Cit., hlm. 152. 76 Dali D.Siregar, Op. Cit., hlm. 362. Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya Penelitian Di Kota Medan, 2007 USU Repository © 2008 pemerntah daerah harus memperhatikan ketentuan Pasal 2 ayat 4 UUPDRD: Beberapa kriteria yang harus dipenuhi dengan menciptakan pajak baru tersebut adalah: a. Bersifat pajak dan bukan retribusi b. Objek pajak terletak atau terdapat di wilayah daerah KotaKota yang bersangkutan dan mempunyai mobilitas yang cukup rendah serta hanya melayani masyarakat di wilayah daerah KotaKota yang bersangkutan. c. Objek dan dasar pengenaan pajak tidak bertentangan dengan kepentingan umum. d. Objek pajak bukan merupakan objek pajak Propinsi danatau objek pajak pusat. e. Potensinya memadai. f. Tidak memberikan dampak ekonomi yang negatif. g. Memperhatikan aspek keadilan dan kemampuan masyarakat, dan h. Menjaga kelestarian lingkungan. Namun satu hal yang harus menjadi perhatian dalam pembuatan pajak daerah tersebut, 77 di mana kepentingan investor harus diperhatikan. Karena dengan banyaknya investor untuk menginvestasikan modalnya di daerah, maka semakin meningkat pula PAD di daerah tersebut. 77 Pada prinsipnya, sistem perpajakan harus ekonomis, efisien, dan adil economy efficiency and equity serta sederhana dalam pengadministrasiannya. Beberapa hal yang perlu dilakukan oleh pemerintah daerah untuk memperbaiki sistem perpajakan daerah, antara lain: Pertama, Perlunya dilakukan perbaikan administrasi penerimaan daerah revenne administration untuk menjamin agar semua pendapatan dapat terkumpul dengan baik. Untuk itu, pemerintah daerah perlu memiliki sistem akuntansi yang memadai sehingga dapat dipastikan bahwa uang yang dikumpulkan telah diposting ke rekening pemerintah daerah secara benar, dan ada keamanan yang cukup dari bahaya pencurian, hilang atau salah hitung. Kedua, checking system, pada setiap tahap sangat perlu baha catatan-catatan tersebut di-cross-checked, dan dilakukan pengecekan mendadak spot check oleh staf senior secara acak. Ketiga, pelaporan hasil pengumpulan pajak dan retribusi daerah perlu dimonitor secara teratur dibandingkan dengan target dan potensi, dan hasilnya dilaporkan kepada staf senior yang memiliki kewenangan mengambil keputusan bila terjadi masalah. Keempat, metoda menghitung potensi pajak dan retribusi daerah yang efektif. Mardiasmo, Op. Cit., hlm. 154. Marlon Henrikus Simanjorang : Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya Penelitian Di Kota Medan, 2007 USU Repository © 2008

2. Retribusi daerah