Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah Dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian Di Kota Medan)

(1)

PERLINDUNGAN HUKUM USAHA KECIL MENENGAH

DAN ALTERNATIF PEMECAHANNYA (PENELITIAN

DI KOTA MEDAN)

TESIS

Oleh

MARLON HENRIKUS SIMANJORANG

047011041/MKn

S

E K O L AH

P A

S C

A S A R JA

NA

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2 0 0 7


(2)

PERLINDUNGAN HUKUM USAHA KECIL MENENGAH

DAN ALTERNATIF PEMECAHANNYA (PENELITIAN

DI KOTA MEDAN)

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan dalam Program Studi Kenotariatan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

MARLON HENRIKUS SIMANJORANG

047011041/MKn

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2 0 0 7


(3)

Judul Tesis : PERLINDUNGAN HUKUM USAHA KECIL MENENGAH DAN ALTERNATIF PEMECAHANNYA (PENELITIAN DI KOTA MEDAN)

Nama Mahasiswa : Marlon Henrikus Simanjorang

Nomor Pokok : 047011041

Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Budiman Ginting, S.H.,M.Hum) Ketua

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, .H.,M.S.,C.N) Anggota

(Dr. T. Keizerina Devi Azwar,SH.,CN.,M.Hum) Anggota

Ketua Program Studi Direktur

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, S.H.,M.S.,C.N) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 13 Agustus 2007

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Budiman Ginting, S.H.,M.Hum.

Anggota : 1. Prof. Dr. Muhammad Yamin, S.H.,M.S.,C.N. 2. Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH.,CN.,M.Hum. 3. Dr. Sunarmi, S.H., M.Hum.


(5)

ABSTRAK

Pemberdayaan ekonomi usaha kecil dan menengah dilakukan Pemerintah dengan menetapkan beberapa peraturan yang memberikan fasilitas atau kegiatan mulai dari perkreditan sampai dengan memecahkan masalah pemasaran yaitu Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil dan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1998 tentang Pembinaan dan Pengembangan Usaha Kecil. Sehingga perlu dikaji tentang bagaimanakah perlindungan hukum terhadap kegiatan usaha kecil dan menengah oleh Pemerintah Kota Medan, alternatif pemecahan masalah yang dilakukan pengusaha kecil dan menengah dalam menghilangkan kendala-kendala yang dihadapinya, dan peranan usaha kecil dan menengah dalam pemberdayaan ekonomi kerakyatan.

Penelitian ini bersifat deskriptif analitis dengan pendekatan yuridis sosiologis,

dan yang dijadikan populasi adalah seluruh pengusaha kecil menengah yang berada di bawah pembinaan Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Besar Kota Medan. Sedangkan responden 290 unit usaha dan informan sebanyak 5 orang. Alat pengumpulan data primer adalah pedoman wawancara dan studi dokumen, sedangkan data sekunder dikumpulkan melalui studi kepustakaan. Analisis data dilakukan dengan cara kualitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Pengusaha kecil menghadapi berbagai kendala, sebagian pengusaha pasrah saja menghadapi kendala-kendala itu, dan sebagian lagi melakukan berbagai upaya dalam menghadapi kendala tersebut. Pola ideal perlindungan usaha kecil adalah penyederhanaan izin dan prosedur pengurusannya, peningkatan penyaluran kredit lunak oleh BUMN agar dapat dimanfaatkan oleh semua usaha kecil, dan usaha menengah dan besar perlu secara proaktif harus bermitra dengan usaha kecil di bawah bimbingan pemerintah. Sebagian pengusaha kecil yang mengalami kendala dalam pengelolaan usaha mereka, berkaitan dengan faktor-faktor modal, pengetahuan hukum dan kebijaksanaan pemerintah, kondisi birokrasi pemerintah, sarana pendukung dan latar belakang sosial budaya pengusaha bersangkutan. Kendala-kendala yang dialami pengusaha kecil dalam proses permohonan bantuan modal kepada pemerintah atau swasta berkaitan dengan kemampuan dan pengetahuan mereka tentang peraturan hukum dan kebijaksanaan pemerintah tentang usaha kecil. Banyak pengusaha yang tidak memiliki pengetahuan hukum dan di antara mereka ada yang mengganggap hal itu tidak begitu penting. Pengetahuan mereka banyak kaitannya dengan pengalaman, informasi dan pendidikan dan pelatihan itu merupakan landasan mereka mengembangkan usahanya. Dengan memberdayakan usaha kecil diharapkan usaha kecil menjadi tangguh, mandiri dan juga dapat berkembang menjadi dengan sendirinya akan meningkatkan produk nasional, kesempatan kerja, ekspor serta pemerataan hasil-hasil pembangunan yang ada pada gilirannya akan memberikan sumbangan yang lebih besar terhadap penerimaan negara. Selanjutnya, pemberdayaan usaha kecil akan meningkatkan kedudukan serta peran usaha kecil dalam perekonomian nasional yang sehat dan kukuh. Adanya keterbatasan modal dalam dunia usaha kecil mengakibatkan


(6)

terbatasnya pendapatan, sehingga kemampuan untuk memupuk modal sukar berkembang. Oleh karenanya, pemberdayaan usaha kecil sedikit banyak tergantung pada tersedianya bantuan pembiayaan dan bank ataupun keuangan non-perbankan lainnya.

Disarankan agar pemerintah dapat meningkatkan perlindungan usaha kecil menengah terutama di bidang perizinan, perkreditan, dan kemitraan agar usaha kecil itu menjadi lebih sehat dan pada gilirannya dapat berkembang menjadi usaha menengah bahkan usaha besar. Dan kepada Pemerintah Kota Medan diharapkan mengurangi atau memangkas birokrasi perizinan terutama dalam pemberian perizinan bagi para investor, agar tidak terjadi birokrasi yang berbelit-belit. Pemerintah Daerah hendaknya mampu melahirkan regulasi yang dapat mengacu pertumbuhan perekonomian yang mampu merebut investor PMA dan PMDN sekaligus memberdayakan investor lokal. Keberhasilan Pemerintah Daerah mengelola UKM dapat memberikan kontribusi lebih bagi keuangan daerah dan kehidupan ekonomi rakyat.

Kata kunci: - Perlindungan hukum - Usaha Kecil dan Menengah


(7)

ABSTRACT

Economic empowerment for small and medium business is implemented by the Government by establishing some regulations that provide various facilities or activities ranging from credit to problem-solving of marketing, that is the Laws No.9 of 1995 regarding Small Business and the Governmental Rule No.32 of 1998 regarding Promotion and Development of Small Business. Thus, it is needed to investigate how the implementation of legal patronage for small and medium business have by the Government of Medan City, alternatives for the problem-solving implemented by small and medium businessmen in dealing with the challenges at hand, and the role of small and medium business empowering community economy.

The present study is descriptive analysis using a juridical sociology in which the population included all the small and medium businessmen owners under the guidance of Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Besar (Cooperation and Promotion of Large Scale Business) of Medan. The respondents included 290 business units and 5 informants. The method of primary data collection included interview and documentary study whereas the secondary data were collected by library study. The data was analyzed qualitatively.

The facts findings showed that the small business owners faced various challenges, some of them submit it on their fate in dealing with the challenges, and others made various efforts to deal with the barriers. The ideal patronage pattern for small business included simplification of license and the arrangement procedures, increase in soft credit by BUMN (State Owned Enterprises) that can be used by all the small business, and even the medium and large business need to proactively make a partnership with the small business under direction of the Government. A great number of the small business have challenges in managing their business, related to capital factors, legal knowledge and government policy, condition of the government bureaucracy, supportive facilities and the socio-culture background of the individual owners. The challenges dealt with by the small business owners included application for capital-aid to the government or private related to the their capability and knowledge about regulatory rules and government policy regarding the small business. There are many business owners who have no legal knowledge and some of them assumed that they are not so important. Their knowledge is greatly related to their experience, information and education, and even the training is like their foundation in developing their business. By empowering the small business, it is expected that the small business would be stronger, independent and also may be developed to increase the national product, employment opportunity, export as well as distribution of the reached development results as large contribution to the national revenue. Furthermore, empowerment of the small business would increase the position and role of small business in the healthy and stronger national economy. The restriction of capital in small business caused the lack of capital so that the capability for capital growth becomes weaker. Therefore, the empowerment of small business


(8)

more or less depends on the availability of capital and bank or other non banking finance.

It is suggested that the government should improve the patronage of small and medium business especially in providing license, credit, and partnership that the small business could become healthier and develop to be medium and larger business. And for the Government of Medan city, it is expect to reduce and cut the bureaucracy in license arrangement for investors so that the bureaucracy is not so complicated. The Local Government is used to produce regulations that could enhance the economic growth that should be able to approach foreign at domestic investments and even empowering the local investors. The success of the local government in managing the small and medium business is expected to make a larger contribution to the local government finance and economic life of the people.

Keywords: - Legal patronage


(9)

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberikan kekuatan jasmani dan rohani sehingga penulis telah dapat merampungkan penulisan Hasil Penelitian Tesis dengan judul “Perlindungan Hukum Usaha Kecil Menengah dan Alternatif Pemecahannya (Penelitian di Kota Medan)”.

Karya ilmiah dalam bentuk tesis ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan (M.Kn.) pada Program Magister Kenotariatan , Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan.

Dalam penyusunan tesis ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan, kami mengucapkan terima kasih secara khusus kepada yang terhormat para Komisi Pembimbing: Bapak Dr. Budiman Ginting, S.H.,M.Hum., Prof. Dr. Muhammad Yamin, S.H.,M.S.,C.N., dan Ibu Dr. Keizerina Devi Azwar, S.H.,C.N.,M.Hum., atas kesediaan memberikan bimbingan dan petunjuk serta saran untuk kesempurnaan tulisan ini, berkat saran dan petunjuk beliau tulisan ini dapat memperoleh hasil yang maksimal.

Selanjutnya kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc., selaku Direktur Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara, dan para seluruh Staf atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan dalam penyelesaian pendidikan ini.


(10)

2. Para Bapak dan Ibu Dosen di lingkungan Sekolah Pascasarjana khususnya para Dosen di Magister Kenotariatan.

3. Para Pegawai Pengajaran pada Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Ir. Binsar Situmorang, M.Si., MAP., selaku Kepala Dinas Koperasi dan UKM Kota Medan.

5. Bapak H. Sulaiman, S.H., selaku Kabag Hukum Pemko Medan.

6. Bapak Poltak Situmorang, selaku Kabag Perekonomian Pemerintah Kota Medan 7. Bapak Panusunan Lubis, selaku Kasubbag Dokumenter Pemerintah Kota Medan 8. Bapak Drs. H. T. Basyrul Kumali, MM., selaku Kepala Bagian Deperindag Kota

Medan.

9. Seluruh rekan-rekan di Sekolah Pascasarjana Magister Kenotariatan yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang selalu memberikan dorongan dalam penyelesaian studi di Strata Dua ini.

10.Kepada yang mulia orang tua kami Ayahanda G. Simanjorang dan Ibunda T. Br. Sitanggang, serta Ibunda mertua R. Br. Situmorang, isteri tercinta Ir. Debora Br. Tamba, ananda tersayang Andreas Kevin dan Anastasya Kinsky yang selalu mendorong, memperhatikan dan memberi semangat dalam menyelesaikan penulisan tesis ini.


(11)

Akhir kata penulis mohon maaf apabila ada tutur kata dan sikap penulis yang tidak berkenan pada Bapak dan Ibu sekalian selama mengikuti pendidikan di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, semoga kita selalu dalam lindungan Tuhan Yang Maha Kuasa. Amin.

Medan, Juli 2007 Penulis,


(12)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. Identitas Pribadi

Nama : Marlon Henrikus Simanjorang

Tempat/Tgl. Lahir : Tapanuli Utara / 28 April 1965

Status Pernikahan : Menikah

Alamat : Jl. Batu Tulis No. 53 Sei Putih Barat Medan.

II. Orang Tua

Nama Ayah : G. Simanjorang

Nama Ibu : T. br. Sitanggang

III. Pendidikan

1. SD. GKPS Mdan : Tamat Tahun 1977

2. SMP Makmur Medan : Tamat Tahun 1981

3. SMA Negeri 57 Jakarta : Tamat Tahun 1984

4. S-1 Fakultas Hukum UNPAR Bandung : Tamat Tahun 1992

5. S-2 Magister Kenotariatan (M.Kn.) SPs-USU : Tamat Tahun 2007

Medan, Juli 2007 Penulis,


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT... iii

KATA PENGANTAR ... v

RIWAYAT HIDUP... viii

DAFTAR ISI... ix

DAFTAR TABEL ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Manfaat Penelitian ... 11

E. Keaslian Penelitian ... 11

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 12

1. Kerangka teori ... 12

2. Konsepsi ... 18

G. Metode Penelitian ... 19

BAB II PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP USAHA KECIL DAN MENENGAH ... 24

A. Potensi Kota Medan ... 24

B. Pengertian Usaha Kecil dan Menengah ... 33

C. Perlindungan Hukum Terhadap Pengusaha Kecil dan Menengah Yang Diberikan oleh Pemerintah Kota Medan ... 37


(14)

BAB III ALTERNATIF PEMECAHAN TERHADAP KENDALA YANG DIHADAPI OLEH PENGUSAHA USAHA KECIL

DAN MENENGAH ... 42

A. Sejarah Berdirinya Usaha Kecil dan Menengah ... 42

B. Perkembangan Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia ... 44

C. Alternatif Pemecahan Masalah Yang Dilakukan Pengusaha Kecil dan Menengah Terhadap Kendala-Kendala Yang Dihadapi ... 49

BAB IV PERANAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM MENINGKATKAN EKONOMI RAKYAT... 62

A. Dasar Hukum Usaha Kecil dan Menengah ... 62

B. Faktor - Faktor Dalam Meningkatkan Perekonomian Masyarakat ... 68

C. Peranan Usaha Kecil dan Menengah Dalam Pemberdayaan Ekonomi Kerakyatan ... 95

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 129

A. Kesimpulan ... 129

B. Saran ... 130


(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

4.1. Jumlah Usaha Kecil, Menengah dan Besar Tahun 1997 – 2002

(Unit) ... 110

4.2. Perbandingan Komposisi PDB Menurut Kelompok Usaha

Pada Tahun 1997 dan 2002 (Dalam Milyar Rupiah) ... 112

4.3. Daftar Nama UKM Yang Menerima Pinjaman Modal Usaha

Melalui Tim Terpadu UKM Pemerintahan Kota Medan Kerjasama Dengan PT. Bank Mandiri Medan Periode Tahun


(16)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Krisis moneter dan ekonomi yang melanda Indonesia beberapa waktu lalu hingga sekarang ini membawa akibat yang cukup parah bagi perekonomian nasional. Hal tersebut terlihat dari bangkrutnya perusahaan-perusahaan besar (konglomerat) dan perbankan nasional. Dalam situasi demikian perusahaan-perusahaan besar yang selama ini menguasai aset dan perekonomian nasional kini menjadi rapuh dan tidak berdaya.

Tragedi terpuruknya perekonomian Indonesia dapat menjadi pelajaran bagi perumus kebijakan publik dan perundang-undangan, untuk meninjau kembali kebijakan yang selama ini tertuju pada perusahaan-perusahaan besar untuk mengalihkan perhatian pada sektor usaha kecil menengah.

Sektor usaha kecil menengah ternyata mempunyai daya tahan yang tinggi sehingga mampu bertahan dari badai krisis ekonomi dan moneter. Pembinaan dan perlindungan usaha kecil menengah, terutama pada masa krisis ini sangat strategis karena diperkirakan akan dapat menghasilkan nilai tambah (value added) yang memadai karena jumlah unit usahanya cukup banyak. Dengan usaha kecil menengah, akan terserap banyak tenaga kerja melalui usaha padat karya (labour intensive), dan dapat memperluas kesempatan berusaha dan memperoleh pemerataan pendapatan nasional yang selama ini didominasi perusahaan-perusahaan besar dan padat modal (capital intensive).


(17)

Data statistik tahun 2002 menunjukkan bahwa dari 2,6 juta perusahaan industri, 99,27% tergolong usaha kecil, dan 0, 73% tergolong usaha menengah dan besar. Sedangkan jumlah pengusaha kecil menengah Indonesia 33,44 juta yang tersebar di berbagai sektor usaha. Namun, ternyata usaha besar lebih menguasai perekonomian Indonesia. Usaha kecil menengah hanya menyumbang 14% dari Produk Domestik Bruto (PDB) dan usaha menengah dan besar menyumbangkan 86% dari PDB di sektor industri.1)

Usaha kecil menengah menghadapi berbagai macam kendala untuk berkiprah dalam pembangunan perekonomian. Kendala-kendala tersebut dapat ditinjau dari berbagai aspek, salah satunya adalah berkaitan dengan perundang-undangan (aspek hukum) antara lain di bidang perizinan.

Keuangan mikro telah menjadi suatu wacana global yang diyakini oleh banyak pihak menjadi metode yang efektif untuk mengatasi kemiskinan dalam dua dasawarsa terakhir. Pemerintah di berbagai negara berkembang juga telah mencoba mengembangkan keuangan mikro pada berbagai program pembangunan. Berbagai lembaga multilateral dan bilateral mengembangkan keuangan mikro dalam berbagai program kerjasamanya. Tidak ketinggalan berbagai lembaga keuangan dan lembaga swadaya masyarakat turut berperan dalam aplikasi keuangan mikro. Terkait dengan semua usaha tersebut, Perserikatan Bangsa-Bangsa telah mencanangkan tahun 2005 sebagai Tahun Kredit Mikro Internasional (International Year of Microcredit 2005).2)

1)

Harian Media Indonesia, 11 September 2002. 2)

Tulus Tambunan, Globalisasi Ekonomi Ekspor, Usaha Kecil dan Menengah Indonesia, Makalah, Jakarta: LP3E-Kadin Indonesia, 2001, mengatakan ketika pembangunan dan pembinaan Usaha Kecil Menengah (UKM) menjadi salah satu tugas pokok Departemen Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil pada awal Pelita VI yang ditandai dengan terbentuknya Departemen Koperasi Pembinaan dan Pengembangan Pengusaha Kecil. Perhatian Pemerintah dan masyarakat terhadap pembangunan UKM semakin jelas, karena UKM ternyata memberikan kontribusi yang cukup significant bagi pembangunan, khususnya pembangunan ekonomi.


(18)

Di Indonesia sendiri posisi keuangan mikro dalam tatanan wacana dan kebijakan masih marjinal meski sebenarnya keuangan mikro memiliki sejarah yang amat panjang bahkan secara internasional Indonesia dikenal sebagai salah satu negara perintis keuangan mikro. Saat ini terdapat 13.800 unit keuangan mikro formal dengan perputaran pembiayaan dan simpanan masyarakat mencapai Rp. 30 triyun dengan 37 juta nasabah penabung dan 9 juta nasabah peminjam. Peran keuangan mikro yang strategis terutama karena keuangan mikro memberikan kesempatan bagi usaha mikro untuk mengembangkan usahanya terutama melalui pelayanan keuangan mikro. Suatu pelayanan yang sulit didapatkan melalui lembaga keuangan formal. Usaha mikro merupakan aktivitas ekonomi yang banyak dijalani oleh rakyat miskin khususnya yang sering dikategorikan ke dalam economically active poor dan transient poverty, sehingga berkembangnya usaha mikro akan memiliki dampak terhadap peningkatan kemampuan rakyat miskin keluar dari belenggu kemiskinan.

Era globalisasi membuka peluang sekaligus tantangan bagi pengusaha Indonesia termasuk usaha kecil, karena pada era ini daya saing produk sangat tinggi,

live cycle product relatif pendek mengikut trend pasar, dan kemampuan inovasi produk relatif cepat. Usaha Kecil Menengah (UKM) merupakan salah satu bagian penting dari perekonomian suatu negara ataupun daerah, tidak terkecuali di Indonesia.3)

3)

Sebagai gambaran, kendati sumbangannya dalam output nasional (PDRB) hanya 56,7% dan dalam ekspor nonmigas hanya 15%, namun UKM memberi kontribusi sekitar 99% dalam jumlah badan usaha di Indonesia serta mempunyai andil 99,6% dalam penyerapan tenaga kerja. Namun, dalam kenyataannya selama ini UKM kurang mendapatkan perhatian. Dapat dikatakan bahwa kesadaran bahwa kesadaran akan pentingnya UKM dapat dikatakan barulah muncul belakangan ini saja . Aloysius Gunadi Brata, Distribusi Spesial UKM Di Masa Krisis Ekonomi, artikel, http://www/ekonomirakyat.org/edisi_20/artikel_7htm, diakses tanggal 7 November 2006.


(19)

Pemberdayaan ekonomi usaha kecil dan koperasi dilakukan Pemerintah dengan menetapkan beberapa peraturan yang memberikan fasilitas atau kegiatan mulai dari perkreditan sampai dengan memecahkan masalah pemasaran yaitu Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil dan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1998 tentang Pembinaan dan Pengembangan Usaha Kecil.

Bagi pengusaha kecil dan koperasi yang menjadi kendala utama dalam pelaksanaan usahanya adalah bidang permodalan. Pengusaha kecil masih merasa sulit untuk mendapatkan bantuan pinjaman dari Bank, yang lebih menyukai pemberian kredit kepada pengusaha besar.4) Hal tersebut menyebabkan masyarakat tidak mampu menggunakan jasa perbankan untuk mengembangkan usahanya, sehingga bagi pengusaha kecil tersebut usahanya tidak dapat berkembang atau bahkan terhenti sama sekali.

Banyak usaha-usaha individual dan bersifat retail yang berprospek tetapi sangat terbatas sumber pembiayaannya namun daya akses ke lembaga-lembaga penyedia dana seperti perbankan, sering kali harus menghadapi berbagai persyaratan maupun birokraasi yang panjang. Pihak Bank menerapkan peraturan perbankan secara kaku tanpa melihat realitas yang ada di masyarakat. Misalnya meminta aspek legalitas usaha yang demikian panjang daftarnya, yang kadang kala harus berhadapan dengan penyelenggara pemerintahan yang penuh birokrasi.5)

Banyak hal yang perlu diperhatikan dalam pengembangan usaha kecil dan menengah, karena masih banyak kendala yang dihadapi oleh usaha kecil dan

4)

Tiktik Sartika Partomo dan Abd. Rachman Soejoedono, Ekonomi Skala Kecil Menengah & Koperasi, Ghalia Indonesia, 2002, hlm. 24

5)


(20)

menengah. Setidaknya terdapat tiga alasan yang mendasari negara berkembang belakangan ini memandang penting keberadaan UKM.

Alasan pertama adalah karena kinerja UKM cenderung lebih baik dalam hal menghasilkan tenaga kerja yang produktif. Kedua, sebagai bagian dari dinamikanya, UKM sering mencapai peningkatan produktivitasnya melalui investasi dan perubahan teknologi. Ketiga adalah karena sering diyakini bahwa UKM memiliki keunggulan dalam hal fleksibilitas ketimbang usaha besar. Usaha kecil dan usaha rumah tangga di Indonesia telah memainkan peran penting dalam menyerap tenaga kerja, meningkatkan jumlah unit usaha dan mendukung pendapatan rumah tangga.6)

Peningkatan peran UKM memerlukan modal, dan untuk itu beberapa institusi perbankan memberikan saluran kredit. Kredit-kredit yang diberikan bank-bank tersebut antara lain dalam bentuk:

1. Bank Mandiri dengan debitur Usaha Kecil dan Menengah (UKM)

2. Bank BNI dengan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) untuk penyaluran kredit mikro.

3. Bank Rakyat Indonesia dengan Usaha Mikro-Kecil dan Menengah (UMKM) 4. Bank Central Asia dengan BPR untuk penyaluran kredit mikro

5. Bank Danamon dengan Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia (IWAPI) dan Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI).

6. Bank Internasional Indonesia dengan peternak itik dan BPR

7. Bank Niaga dengan UMKM

8. Bank Bukopin dengan Koperasi Simpan Pinjam.7)

Adanya penyaluran kredit pada usaha kecil ini diharapkan dapat meningkatkan perekonomian bangsa. sehingga dapat memaksimalkan fungsinya sebagai salah satu upaya peningkatan ekonomi bangsa.

UKM memiliki peran penting bagi masyarakat di tengah krisis ekonomi. Dengan memupuk UKM diyakini akan dapat dicapai pemulihan ekonomi. Hal serupa

6)

Ibid., hlm. 3. 7)

Sharif Cicip Sutardjo, Pemulihan Ekonomi Lewat UKM, http://www.ekonomirakyat.org/ edisi_20/artikel_7.htm. diakses tanggal 11 November 2006


(21)

juga berlaku bagi sektor informal. Usaha kecil sendiri pada dasarnya sebagian besar bersifat informal dan tradisional, karena itu relatif mudah untuk dimasuki oleh pelaku-pelaku usaha yang baru. Pendapat mengenai peran UKM atau sektor informal tersebut ada benarnya bila dikaitkan dengan perannya dalam meminimalkan dampak sosial dari krisis ekonomi khususnya persoalan pengangguran dan hilangnya penghasilan masyarakat.

UKM dapat dikatakan merupakan salah satu solusi masyarakat untuk tetap bertahan dalam menghadapi krisis yakni dengan melibatkan diri dalam aktivitas usaha kecil terutama yang berkarakteristik informal. Dengan demikian maka persoalan pengangguran sedikit banyak dapat tertolong dan implikasinya adalah juga dalam hal pendapatan. Bukan tidak mungkin produk-produk UKM justru menjadi substitusi bagi produk-produk usaha besar yang mengalami kebangkrutan. Jika demikian halnya maka kecenderungan tersebut sekaligus juga merupakan respon terhadap merosotnya daya beli masyarakat.

Usaha kecil dan menengah (UKM) nasional banyak mengalami masalah, khususnya dalam bidang manajemen, baik manajemen produksi, pemasaran, maupun sumber daya manusia, di samping masalah pembiayaan. Untuk menyukseskan “UKM Bangkit”, pemerintah menggandeng stakeholder (pihak terkait lainnya) seperti Kadin Indonesia dan pelaku usaha untuk membantu mengatasi masalah UKM. Dalam hal ini pemerintah berfungsi sebagai regulator dalam penerbitan kebijakan yang membantu UKM, pelaku di lapangan adalah swasta.

Mengingat ketatnya persaingan yang dihadapi produk ekspor Indonesia termasuk UKM, maka Indonesia mengambil langkah-langkah strategis, baik jangka panjang maupun jangka pendek. Langkah-langkah strategis jangka panjang diantaranya diarahkan untuk mengembangkan sumber daya manusia,


(22)

teknologi dan jaringan bisnis secara global. Sedangkan langkah-langkah strategis jangka pendek diantaranya, melakukan diversifikasi produk, menjalin kerjasama dengan pemerintah dan perusahaan besar, produksi, memperkuat akses ke sumber-sumber informasi dan perbaikan mutu.8)

Usaha kecil dan menengah (UKM) memegang peranan penting dalam ekonomi Indonesia, baik ditinjau dari segi jumlah usaha (establishment) maupun dari segi penciptaan lapangan kerja. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh BPS dan Kantor Menteri Negara untuk Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Menegkop & UKM), usaha-usaha kecil termasuk usaha-usaha rumah tangga atau mikro, yaitu:

Usaha dengan jumlah total penjualan (turn over) setahun yang kurang dari Rp. 1 Milyar), pada tahun 2000 meliputi 99,0% dari total usaha-usaha yang bergerak di Indonesia. Sedangkan usaha-usaha menengah (yaitu usaha-usaha dengan total penjualan tahunan yang berkisar antara Rp.l Milyar dan Rp. 50 Milyar) meliputi hanya 0,14% dari jumlah total usaha. Dengan demikian, potensi UKM sebagai keseluruhan meliputi 99,9 persen dari jumlah total usaha yang bergerak di Indonesia.9)

Usaha Kecil Menengah dan Koperasi (UKMK) merupakan kelompok usaha ekonomi yang penting dalam perekonomian Kota Medan. Hal ini disebabkan, usaha kecil menengah dan koperasi merupakan sektor usaha yang memiliki jumlah terbesar dengan daya serap angkatan kerja yang signifikan. Oleh karena kesenjangan pendapatan yang cukup besar masih terjadi antara pengusaha besar dengan usaha kecil, menengah dan koperasi (UKMK), pengembangan daya saing UKMK, secara langsung merupakan upaya dalam rangka peningkatan kesejahteraan rakyat banyak, sekaligus mempersempit kesenjangan ekonomi.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah pengusaha besar hanya

8)

Pandji Anoraga dan Djoko Sudantoko, Koperasi, Kewirausahaan, dan Usaha Kecil, Rineka Cipta, Jakarta, 2000, hlm. 276

9)

Carunia Mulya Firdausy, Prospek Bisnis UKM dalam Era Perdagangan Bebas dan Otonomi Daerah, artikel, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta, 2003, hlm. 4.


(23)

0,2% sedangkan Pengusaha Kecil, menengah dan koperasi mencapai 99,8%.10) Ini berarti jumlah usaha kecil, menengah dan koperasi mencapai hampir 500 kali lipat dari jumlah usaha besar. Persoalannya kontribusi UKMK terhadap PDRB, hanya 39,8%, sedangkan usaha besar mencapai 60,2%.11) Terhadap pertumbuhan ekonomi, usaha kecil, menengah dan koperasi hanya memberikan kontribusi sebesar 16,4% sedangkan usaha besar 83,6%. Berdasarkan penguasaan pangsa pasar, usaha kecil, menengah dan koperasi hanya menguasai pangsa pasar sebesar 20% (80% oleh usaha besar). Hal tersebut menunjukkan dua sekaligus, yaitu super kuatnya sektor usaha besar dan teramat lemahnya sektor UKMK. Keberadaan UKMK sebagai tulang punggung perekonomian kota menjadi perhatian khusus, sejalan dengan misi pertama pembangunan daerah lingkar luar, dengan meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui pengembangan usaha kecil, menengah dan koperasi, untuk kemajuan dan kemakmuran yang berkeadilan bagi seluruh masyarakat kota.

Fokus untuk melihat salah satu dimensi penting dalam pengembangan UKM yang ideal adalah pada faktor pengusahanya baik dalam tenaga kerja yakni orang yang bekerja pada unit-unit usaha kecil dan faktor pengusahanya sebagai wirausahawan. Dimensi entrepreneurial development menempati posisi yang strategis dalam membangun UKM Indonesia yang berdaya saing dalam kerangka globalisasi dan keterbukaan pasar. Bagi Indonesia yang didominasi oleh kegiatan pertanian dan lebih sempit lagi pertanian tanaman pangan yang lebih condong dengan subsidi tinggi, maka tantangan ini menjadi sangat besar karena selain menyangkut

10)

Potensi Daerah Kota Medan, http:/www.pemkomedan.go.id/medan_ukm.htm, diakses tanggal 11 Agustus 2006, hlm. 4.

11)


(24)

perubahan sikap juga harus dilaksanakan dalam jumlah yang besar secara serentak.12) Pengembangan wirausaha baru seyogyanya dilakukan secara taktis dengan pola yang jelas dan berkesinambungan. Pemerintah seyogyanya mendorong dan memfasilitas penumbuhan wirausaha baru di sektor-sektor yang memiliki produktivitas yang tinggi misalnya sektor keuangan dan jasa perusahaan, serta konstruksi, dan sektor yang strategis karena memiliki kaitan yang tinggi dengan sektor lainnya, misalnya: sektor industri. Dengan menggunakan rasio jumlah penduduk per unit usaha sebesar 20, maka Indonesia memerlukan tambahan UKM di sektor industri 8,2% juta unit UKM, bahkan Noer Soetrisno menyatakan: “Indonesia masih memerlukan 20 juta UKM di sektor industri, dengan mempertimbangkan UKM di Indonesia sebagian besar industri rumah tangga, sehingga rasio penduduk per UKM seharusnya 6 berbanding 1.”13) Jika memperhatikan struktur perekonomian di negara maju, perbandingan industri pengolahan dengan industri penunjangnya (di luar sektor pertanian) 1 : 1,4, maka diperlukan tambahan UKM yang berbasis pengetahuan dan teknologi sekurang-kurangnya 19,7% juta. Hal ini diperlukan untuk menstransformasi struktur perekonomian nasional.

Adanya kendala hukum terlihat dari kelemahan perundang-undangan yang

12)

Secara garis besar kebijakan Pemerintah dalam pengembangan UKM semasa krisis dimulai dengan menggerakkan Usaha Kecil untuk pemulihan produksi dan distribusi kebutuhan pokok yang macet akibat krisis Mei 1998. Hingga akhir tahun 1999 upaya ini secara massive didukung dengan penyediaan berbagai skema kredit program yang kemudian mengalami kemacetan sejak 2000 dengan keluarnya UU No.25 Tahun 2000 tentang PROPENAS secara garis besar kebijakan pengembangan UKM ditempuh dengan tiga kebijakan pokok yaitu, (i) penciptaan iklim kondusif, (ii) meningkatkan akses kepada sumberdaya produktif, dan (iii) pengembangan kewirausahaan. Pada tahap selanjutnya ditekankan perlunya partisipasi stakeholder dalam arti luas dalam penyusunan kebijakan dan implementasinya. Namun perubahan hubungan instansional antar pusat dan daerah otonomi dalam pembinaan UKM sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah menjadikan ketidakrataaan pola dan kepasitas daerah dalam menangani pengembangan UKM, Carunia Mulya Firdausy, loc. cit.

13)


(25)

ada, terutama dalam implementasi perundangan-undangan yang mengatur perlindungan dan pembinaan usaha kecil. Kendala yuridis tersebut antara lain meliputi bidang perizinan, perkreditan, dan kemitraan yang perlu diinventarisasi, dievaluasi, dan dicari solusi pemecahannya melalui suatu penelitian.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap kegiatan usaha kecil dan menengah oleh Pemerintah Kota Medan?

2. Bagaimanakah alternatif pemecahan masalah yang dilakukan pengusaha kecil dan menengah dalam mengatasi kendala-kendala yang dihadapinya?

3. Bagaimanakah peranan usaha kecil dan menengah dalam pemberdayaan ekonomi kerakyatan?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui dan menjelaskan perlindungan hukum terhadap kegiatan usaha kecil dan menengah oleh Pemerintah Kota Medan.

2. Untuk mengetahui dan menjelaskan alternatif pemecahan masalah yang dilakukan pengusaha kecil dan menengah dalam menghilangkan kendala-kendala yang dihadapinya.

3. Untuk mengetahui dan menjelaskan peranan usaha kecil dan menengah dalam pemberdayaan ekonomi kerakyatan.


(26)

D. Manfaat Penelitian

Secara teoritis penelitian ini diharapkan memberikan masukan bagi ilmu pengetahuan khususnya hukum ekonomi di Indonesia. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan masukan bagi pemerintah dalam pemberdayaan usaha kecil dan menengah di Kota Medan.

Secara praktis penelitian ini dapat menjadi sumbangan pemikiran bagi para pembuat kebijakan atau pembuat keputusan di daerah, agar dapat menciptakan tercipta sistem hukum yang lebih aspiratif di bidang usaha kecil dan menengah, sehingga usaha kecil dan menengah dapat menjadi salah satu upaya peningkatan ekonomi rakyat.

E. Keaslian Penelitian

Penelitian mengenai Perlindungan Hukum Usaha Kecil dan Menengah belum pernah dilakukan dalam topik dan permasalahan-permasalahan yang sama. Penelitian ini merupakan pemikiran baru dan asli dan penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilimiah dan terbuka untuk kritikan-kritikan yang sifatnya membangun sehubungan dengan topik dan permasalahan dalam penelitian ini. Sedangkan penelitian dalam topik yang berbeda yaitu penelitian Sdri. Nani Iriani mahasiswi Magister Kenotariatan (M.Kn) Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Nim: 037011096 dengan judul “Pemahaman Pengusaha Usaha Kecil dan Menengah Terhadap Pendaftaran Merek (Suatu Studi Terhadap Pengusaha Konveksi di Kota Medan) Tahun 2004.


(27)

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka teori

Perkembangan ilmu hukum tidak terlepas dari teori hukum sebagai landasannya dan tugas teori hukum adalah untuk menjelaskan nilai-nilai hukum dan postulat-postulatnya hingga dasar-dasar filsafatnya yang paling dalam,14) sehingga penelitian ini tidak terlepas dari teori-teori ahli hukum yang dibahas dalam bahasa dan sistem pemikiran para ahli hukum sendiri. Jelaslah kiranya bahwa seorang ilmuan mempunyai tanggung jawab sosial yang terpikul dibahunya. Bukan karena dia adalah warga masyarakat yang kepentingannya terlibat secara langsung di masyarakat melainkan juga karena dia mempunyai fungsi tertentu dalam kelangsungan hidup masyarakat.15)

Pergaulan antara manusia sebagai anggota masyarakat saling mempunyai kepentingan ada yang sama dan ada yang bertentangan antara satu sama lain. Dalam konteks pertentangan kepentingan masyarakat ini akan menimbulkan persoalan wajar dan tidak wajar, patut dan tidak patut, yang pada akhirnya pertentangan kepentingan ini dapat melanggar hak anggota masyarakat. Hal ini dapat terjadi dalam kegiatan sosial dan kegiatan-kegiatan ekonomi perusahaan karena itu perangkat hukum diperlukan untuk menciptakan dan melindungi hak anggota masyarakat.16) Holland yang dikutip oleh Wise, Percy M. Winfeld dan Bias, bahwa tujuan hukum adalah

14)

W. Friedman, Teori dan Filsafat Umum, Raja Grafindo, Jakarta, hlm. 2. 15)

Jujun S. Suryasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1999, hlm. 237.

16)

Bismar Nasution, Hukum Perusahaan, Program Magister Ilmu Hukum, Program Pascasarjana USU, Medan, 2003, hlm. 1.


(28)

menciptakan dan melindungi hak-hak (legal rights). Jadi perusahaan harus memperhatikan kepentingan hak orang lain dalam pergaulan hidup masyarakat, terutama kaum buruh, sebab perkembangan perangkat hukum untuk menciptakan dan melindungi hak manusia sebagai anggota masyarakat terus mengalami perkembangan dalam kegiatan ekonomi perusahaan sejalan dengan perkembangan masyarakat yang berperan menampung kebutuhan masyarakat yang berkepentingan (stakeholder) dari perusahaan.17)

Menurut teori konvensional, tujuan hukum adalah mewujudkan keadilan (rechtgerechtigheid), kemanfaatan (rechtsutiliteit) dan kepastian hukum (rechtszekerheid).18 Dalam hal mewujudkan keadilan, Adam Smith (1723-1790), Guru Besar dalam bidang filosofi moral dan sebagai ahli teori hukum dari Glasgow University pada tahun 1750,19 telah melahirkan ajaran mengenai keadilan (justice).

Smith mengatakan bahwa: “tujuan keadilan adalah untuk melindungi diri dari kerugian” (the end of justice is to secure from injury).20)

Kegiatan ekonomi rakyat yang merupakan bagian integral dunia usaha. Usaha Kecil dan Menengah mempunyai kedudukan, potensi dan peran yang strategis untuk mewujudkan struktur Perekonomian Nasional yang makin seimbang dan pemerataan pembangunan berdasarkan demokrasi ekonomi.

17)

Ibid., hlm. 2. 18)

Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis), PT. Gunung Agung Tbk., Jakarta, 2002, hlm. 85.

19)

Bismar Nasution, Mengkaji Ulang Sebagai Landasan Pembangunan Ekonomi, Pidato pada Pengukuhan sebagai Guru Besar USU – Medan, 17 April 2004, hlm. 4-5. Sebagaimana dikutip dari Neil Mac Cormick, “Adam Smith On Law”, Valvaraiso University Law Review, Vol. 15, 1981, hlm. 244.

20)

Ibid., hlm. 247, sebagaimana dikutip dari R. L. Meek, D.D. Raphael dan P.G. Stein, ed. Lecture of Jurisprudence, Indianapolis, Liberty Fund, 1982, hlm. 9.


(29)

Sektor Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di Indonesia kini sedang gencar memperoleh perhatian khusus dari Pemerintah, terutama sejak krisis ekonomi melanda Indonesia pada tahun 1977, sektor UKM ternyata justru mampu bertahan, dibanding perusahaan yang memiliki modal besar.21)

Beberapa pihak telah berupaya untuk memberikan definisi yang tepat untuk usaha mikro (usaha kecil). Hal ini penting karena hingga saat ini kriteria yang digunakan untuk mendefinisikan usaha mikro masih beragam karena masih sering terjadi pengertian tumpang tindih antara usaha mikro dan usaha kecil.

Perlindungan usaha kecil merupakan kegiatan yang sudah lama dilakukan di negara-negara lain seperti Jepang, Korea Selatan dan Taiwan. Pengalaman negara lain ini tentunya berguna bagi Indonesia dalam menciptakan struktur ekonomi yang kuat yang bertumpu pada pemerataan kesempatan berusaha, bekerja, dan memperoleh pendapatan. Isu perlindungan usaha ini erat kaitannya dengan kebijakan desentralisasi produksi.

Jepang, Korea Selatan, dan Taiwan merupakan negara-negara yang saat ini memiliki struktur ekonomi yang kuat dan merupakan negara-negara yang sudah berhasil di dalam pembinaan usaha kecil.22)

Menurut hasil penelitian tahun 1994, perekonomian Amerika Serikat 90% disumbang oleh usaha kecil dan menengah, di Jepang usaha kecil dan menengah

21)

Cornelis Rintuh dan Miar, Kelembagaan dan Ekonomi Rakyat, Edisi Pertama, Fak. Ekonomi UGM, Yogyakarta, 2005, hlm. 4.

22)

Hatifah Saifunddin, “Pungutan, Dampakanya Terhadap Usaha Kecil”, Jurnal Analisis Sosial, Edisi 6 November 1997, hlm. 4.


(30)

memberikan kontribusi terbesar terhadap penghasilan negara, dan di Taiwan sebagai salah satu negara industri baru (new industrialized country) usaha kecil dan menengah menyumbang lebih dari 50% terhadap total ekspor negara.23)

Di Indonesia peranan usaha kecil di dalam perekonomian nasional cukup lemah. Menurut hasil survei Pusat Data Bisnis Indonesia (PDBI) bahwa aset 300 konglomerat Indonesia mencapai 227,3 trilyun, yaitu hampir 70% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Selanjutnya sekitar 200 konglomerat Indonesia menguasai lebih kurang 80% kehidupan ekonomi dan jumlah uang yang beredar di Indonesia, sedangkan usaha kecil hanya menyumbang 14% dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Keadaan tersebut tidak memihak pada konsep demokrasi ekonomi atau ekonomi kerakyatan yang sejalan dengan triologi pembangunan nasional yang mengutamakan aspek pemerataan.

Perlindungan usaha kecil mempunyai nilai yang strategis yang dapat dilihat dari beberapa manfaat yaitu:

a. Menciptakan dan menyediakan pekerjaan melalui usaha padat tenaga kerja (labor intensive)

b. Sebagai alat distribusi pendapatan melalui pemberian kesempatan berusaha; c. Mencegah urbanisasi melalui penyediaan lapangan kerja di pedesaan yang

menimbulkan persoalan baru di perkotaan;

d. Mengoreksi kelemahan yang terdapat pada pendekatan pembangunan

ekonomi yang menekankan pertumbuhan.24)

Perlindungan usaha kecil di Indonesia telah dipertegas dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil. Undang-undang ini merupakan landasan utama dalam pembinaan dan pengembangan usaha kecil di

23)

Tjakrawardaya, Pembinaan Usaha di Indonesia, Pradnya Paramita, Jakarta, 1997, hlm. 13. 24)


(31)

Indonesia. Namun, substansi dari undang-undang tersebut masih mengandung kelemahan-kelemahan, karena pengaturannya tidak komprehensif sehingga belum cukup efektif dalam memberikan perlindungan usaha kecil, khususnya terhadap perkembangan usaha menengah dan besar yang melakukan praktek monopoli. Oleh karena itu perlu segera direformasi kembali atau dilengkapi dengan undang-undang persaingan usaha.

Sampai saat ini belum ada ketegasan mengenai UKM, padahal UKM adalah salah satu sektor usaha yang menjadi tulang punggung perekonomian nasional, terbukti 90% tenaga kerja direkrut sektor ini. Dengan peranan UKM yang sangat signifikan dalam perekonomian nasional, kontribusi yang diberikan pemerintah sangat kecil, sangat tidak sebanding. Pemerintah harus berupaya untuk lebih memberdayakan UKM, misalnya bagaimana agar usaha kecil menjadi usaha menengah.25)

Di dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil dinyatakan bahwa pemberdayaan usaha kecil diselenggarakan atas asas kekeluargaan. Itu berarti kondisi usaha kecil merupakan tanggung jawab bersama pemerintah, swasta dan masyarakat. Dengan kata lain, pemerintah, dunia usaha dan masyarakat melakukan pembinaan dan pengembangan usaha kecil meliputi bidang-bidang produksi dan pengolahan, pemasaran, sumber daya manusia dan teknologi.

Banyak hal yang dapat dilakukan dalam upaya pemberdayaan iklim usaha kecil. Selama ini masih menitikberatkan pada bantuan modal usaha, karena modal merupakan faktor utama dalam suatu usaha (bisnis). Pemerintah menumbuhkan iklim

25)


(32)

usaha bagi peningkatan kinerja usaha kecil melalui penetapan peraturan perundang-undangan dan kebijaksanaan yang meliputi aspek-aspek pendanaan, persaingan, prasarana, informasi, kemitraan, perizinan usaha, dan perlindungan.

Dari segi pendanaan pemerintah telah menetapkan peraturan perundang-undangan dan kebijakan untuk:

a. memperluas sumber pendanaan

b. meningkatkan akses pada sumber-sumber pendanaan c. memberikan kemudahan dalam pendanaan.

Di dalam Keputusan Menteri Keuangan No. 316/KMK.016/1994 dikatakan bahwa pembinaan usaha kecil dan menengah dapat dilakukan dengan sumber dana bagian dari laba atau keuntungan yang diperoleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Untuk menindaklanjuti Surat Keputusan Menteri Keuangan tersebut pemerintah telah menerbitkan Surat Keputusan Bersama, SKB No.Kep.1515/BU/1994 dan SKB No.802/SKB/PPK/IX/1994, tanggal 14 Oktober 1994, Surat Keputusan Dirjen Pembinaan BUMN Departemen Keuangan dan Dirjen Pengusaha Kecil dan Menengah Departemen Koperasi, tentang pedoman pelaksanaan usaha kecil dan menengah dan koperasi melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN. SKB tersebut mengatur status bantuan pembinaan kepada usaha kecil dan menengah dalam bentuk hibah, pinjaman dan penyertaan modal.

Untuk menghindari terjadinya persaingan yang tidak sehat dan pemusatan ekonomi pada kelompok tertentu yang dapat merugikan usaha kecil dikeluarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan


(33)

Persaingan Tidak Sehat. Salah satu tujuan dilahirkan undang-undang tersebut adalah untuk memberdayakan potensi usaha kecil dengan memberikan kesempatan yang sama dalam memanfaatkan peluang usaha. Sebelum lahirnya undang-undang ini ruang gerak usaha kecil dirasakan sempit karena pengusaha besar cenderung monopoli semua sektor usaha. Usaha kecil sesungguhnya mengharapkan adanya iklim usaha yang kondusif, karena iklim usaha yang demikian lebih membuka kesempatan yang sama dalam berusaha.

2. Konsepsi

Usaha kecil adalah memiliki kekayaan (aset) bersih paling banyak Rp. 200 juta tidak termasuk tanah dan bangunan, memiliki hasil penjualan tahunan (omzet) paling banyak Rp. 1 miliar, milik warga negara Indonesia, berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau terafiliasi, baik langsung maupun tidak langsung oleh usaha besar atau usaha menengah. 26)

Usaha menengah adalah memiliki kekayaan (aset) bersih antara Rp. 200 juta hingga Rp. 10 miliar, memiliki hasil penjualan tahunan (omzet) lebih dari Rp. 1 miliar tetapi kurang dari Rp. 50 miliar, milik warga negara Indonesia, serta berdiri sendiri bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau terafiliasi baik langsung maupun tidak langsung oleh usaha besar. 27)

Perlindungan hukum usaha kecil dan menengah adalah menciptakan dan

26)

Pasal 15 (1) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 Tentang Usaha Kecil. 27)


(34)

menyediakan pekerjaan melalui usaha padat tenaga kerja (labor intensive), sebagai alat distribusi pendapatan melalui pemberian kesempatan berusaha, menengahi urbanisasi melalui penyediaan lapangan kerja di pedesaan yang menimbulkan persoalan baru di perkotaan, serta mengoreksi kelemahan yang terdapat pada pendekatan pembangunan ekonomi yang menekankan pertumbuhan. 28)

G. Metode Penelitian

1. Sifat Penelitian dan Pendekatan

Sesuai dengan perumusan masalah dan tujuan penelitian, maka penelitian ini bersifat deskriptif analitis, artinya penelitian ini hanya ingin menggambarkan analisis terhadap kebijakan-kebijakan dalam Peraturan Daerah Pemerintah Kota Medan. Penelitian deskriptif yang biasa disebut dengan penelitian eksplorasi dan klarifikasi mengenai suatu fenomena atau kenyataan sosial, dengan jalan mendeskripsikan semua variabel yang berkenaan dengan masalah dan unit yang diteliti.29)

Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis sosiologis. Penggunaan pendekatan yuridis sosiologis dimaksud sebagai pendekatan terhadap masalah dengan melihat kenyataan yang terjadi dalam praktek dan segi peraturan perundang-undangan yang berlaku.

28)

Teguh Sulistia, Aspek Hukum Usaha Kecil dalam Ekonomi Kerakyatan, Padang, 2006, Andalas University Press, hlm. 104 dan 105.

29)

Sanapiah Faisal, Format-Format Penelitian Sosial, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1999, hlm. 20.


(35)

2. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah daerah kota Medan. Dipilihnya Kota Medan sebagai objek penelitian karena kota ini merupakan salah satu kota bisnis yang melahirkan banyak pelaku bisnis dan usaha kecil menengah di Sumatera Utara.

3. Populasi, Sampel Penelitian dan Nara Sumber

Penelitian ini telah berlangsung di Kota Medan. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pengusaha kecil menengah yang berada di bawah pembinaan Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Besar Kota Medan.

Berdasarkan data terbaru hingga akhir Juni 2006, yang diperoleh dari Kantor Wilayah Koperasi dan PPK di Kota Medan terdapat 29.000 Usaha Kecil Menengah binaan.

Penentuan sampel penelitian dilakukan secara purposive sampling. Sampel diambil 1% dari 29.000 unit Usaha Kecil Menengah yang ada di Kota Medan dari masing-masing bidang usaha sebagai berikut:

a. Usaha Perdagangan: 25.000 unit usaha dengan pertumbuhan sekitar 3% pertahun. b. Usaha Industri: 4000 unit usaha dengan pertumbuhan sekitar 0,2% pertahun.

Jumlah: 29.000 unit usaha. 30)

Untuk melengkapi data lapangan dari responden penelitian di atas, dipilih beberapa informan yang layak untuk dijadikan nara sumber sebagai berikut:

a. Kepala Kantor Koperasi dan PPK Kota Medan

b. Kepala Bagian Hukum pada Kantor Pemerintahan Kota Medan

c. Kepala Bagian Perekonomian pada Kantor Pemerintahan Kota Medan, dan

30)


(36)

d. Ketua Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Medan. e. Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Medan.

4. Teknik Pengumpulan Data

Sumber data yang dibutuhkan dalam penelitian ini diperoleh dari perpustakaan dan dokumen pemerintah. Penelitian lapangan juga dilakukan untuk mendapatkan bahan-bahan guna melengkapi dan menunjang bahan-bahan kepustakaan dan dokumen.

a. Bahan kepustakaan (library research) dan dokumen:

1) Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat dan merupakan landasan utama untuk dipakai dalam rangka penelitian ini, di antaranya adalah: Undang-Undang Dasar 1945, Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat, kemudian peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan usaha kecil menengah terutama Perda-perda yang ada di Daerah Kota Medan.

2) Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, berupa hasil-hasil penelitian, karya ilmiah dari kalangan hukum, dan penelitian lain-lain yang relevan dengan penelitian ini.

3) Bahan hukum tertier atau bahan hukum penunjang, berupa kamus, ensiklopedia, jurnal-jurnal ilmiah, majalah, surat kabar dan sebagaimana yang dipergunakan untuk melengkapi ataupun menunjang data penelitian.31)

31)

lihat Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum (Suatu Pengantar), Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hlm. 194-195, dan Soerjono Soekanto, et.al., Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat), Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hlm. 13.


(37)

b. Penelitian lapangan (field research)

Penelitian lapangan yang dilaksanakan merupakan upaya memperoleh bahan-bahan lapangan berupa dokumentasi dari instansi-instansi Pemerintah Kota Medan, yang berwenang dan terkait perlindungan hukum dan tanggung jawab pemerintah daerah dalam pemberdayaan usaha kecil. Di samping itu juga dilakukan untuk menghimpun data primer dari nara sumber dengan wawancara.

5. Alat Pengumpulan Data

a. Studi dokumen

Alat pengumpul data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan, yakni dengan meneliti, mengidentifikasi dan menganalisis literatur-literatur dan dokumen lainnya yang ada dan disesuaikan dengan kebutuhan penelitian. b. Pedoman wawancara

Selain itu dilakukan juga wawancara, dengan terlebih dahulu membuat pedoman wawancara. Dengan pedoman wawancara ini mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada pejabat Dinas Koperasi Kota yang berwenang dari bidang UKM. Sedangkan untuk responden dari 290 unit Usaha Kecil Menengah menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner) berupa angket secara tertutup dan terbuka.

6. Analisis Data

Setelah semua data primer dan data sekunder diperoleh dilakukan pemeriksaan, editing dan evaluasi yaitu pemeriksaan kembali jawaban yang diterima untuk mengetahui relevansinya. Selanjutnya data tersebut dikelompokkan atas data yang sejenis untuk kepentingan analisis dan dilakukan pencatatan data secara


(38)

sistematis dan konsisten.

Seluruh data yang diperoleh akan dianalisis dengan metode kualitatif dengan mempelajari dokumen, data dan jawaban dari para nara sumber. Penarikan kesimpulan dalam penelitian ini menggunakan metode induktif dan deduktif.


(39)

BAB II

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP USAHA KECIL DAN MENENGAH

H. Potensi Kota Medan

Usaha Kecil, Menengah dan Koperasi (UKMK) merupakan kelompok usaha ekonomi yang penting dalam perekonomian Kota Medan. Hal ini disebabkan, usaha kecil menengah dan koperasi merupakan sektor usaha yang memiliki jumlah terbesar dengan daya serap angkatan kerja yang siginifikan. Oleh karena kesenjangan pendapatan yang cukup besar masih terjadi antara pengusaha besar dengan usaha kecil, menengah dan koperasi (UKMK), pengembangan daya saing UKMK, secara langsung merupakan upaya dalam rangka peningkatan kesejahteraan rakyat banyak, sekaligus mempersempit kesenjangan ekonomi.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah pengusaha besar hanya 0,2% sedangkan Pengusaha Kecil, Menengah dan Koperasi mencapai 99,8%. Ini berarti jumlah usaha kecil, menengah dan koperasi mencapai hampir 500 kali lipat dari jumlah usaha besar. Persoalannya kontribusi UKMK terhadap PDRB, hanya 39,8%, sedangkan usaha besar mencapai 60,2%.

Terhadap pertumbuhan ekonomi, usaha kecil, menengah dan koperasi hanya memberikan kontribusi sebesar 16,4% sedangkan usaha besar 83,6%. Berdasarkan penguasaan pangsa pasar, usaha kecil, menengah dan koperasi hanya menguasai pangsa pasar sebesar 20% (80% oleh usaha besar). Hal tersebut menunjukkan dua sekaligus, yaitu super kuatnya sektor usaha besar dan teramat lemahnya sektor


(40)

UKMK. Keberadaan UKMK sebagai tulang punggung perekonomian Kota Medan menjadi perhatian khusus, sejalan dengan misi pertama pembangunan daerah kota, dengan meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui pengembangan usaha kecil, menengah dan koperasi, untuk kemajuan dan kemakmuran yang berkeadilan bagi seluruh masyarakat kota Medan. 32)

Jumlah koperasi dan usaha kecil menengah yang semakin besar dari tahun ke tahun, belum sepenuhnya diimbangi dengan peningkatan kualitas UKMK yang memadai, khususnya skala usaha mikro. Masalah yang masih dihadapi adalah Rendahnya kualitas sumber daya manusia, yang memberikan dampak negative terhadap produktifitas UKMK, sehingga menimbulkan kesenjangan yang sangat lebar antar pelaku usaha kecil, menengah, koperasi dan besar. Masalah utama yang timbul dari usaha kecil, menengah dan koperasi secara umum berkaitan dengan Rendahnya kualitas sumber daya manusia dan jiwa wirausaha UKMK. Pelaku Usaha Kecil, Menengah dan Koperasi (UKMK) di Kota Medan pada umumnya memiliki kualitas sumber daya manusia yang terbatas tingkat pendidikannya. Tenaga kerja di UKMK didominasi oleh tenaga kerja yang berpendidikan rendah. Dalam bidang manajemen keuangan, UKMK yang telah memiliki laporan keuangan hanya sebesar 28,81% sedangkan selebihnya sebanyak 71,19% belum memiliki laporan keuangan. 33)

32)

Poltak Situmorang, Kabag Perekonomian Pemerintah Kota Medan, Wawancara, tanggal 10 Nopember 2006.

33)

Binsar Situmorang, Kepala Dinas Koperasi dan UKM Kota Medan, Wawancara, tanggal 5 Desember 2006


(41)

Rendahnya pemanfaatan teknologi. Umumnya UKMK masih menggunakan peralatan manual ataupun teknologi yang masih sederhana, akhirnya menyebabkan produk yang dihasilkan UKMK kurang berkualitas.

Pemasaran. Jumlah UKMK yang pemasarannya berorientasi ekspor sebesar 0,18%, sedangkan UKMK dengan pemasaran regional sebesar 1,2% dan untuk pemasaran berorientasi local sebesar 97,85%.

Permodalan. Dalam bidang permodalan, UKMK yang mengalami kesulitan permodalan sebanyak 51,37%. Kondisi ini mencerminkan masih diperlukannya dukungan perkuatan permodalan bagi UKMK.

Kelembagaan. Dari jumlah UKMK yang ada di Kota Medan sebanyak 40.958 unit dan Koperasi sebanyak 1.420 unit, umumnya kelembagaannya belum tertata secara maksimal.

Di samping hal tersebut di atas, UKMK juga masih menghadapi berbagai permasalahan yang terkait dengan iklim usaha seperti: (a) besarnya biaya transaksi, panjangnya proses perizinan dan timbulnya berbagai pungutan, dan (b) praktik usaha yang tidak sehat. Di samping itu, otonomi daerah yang diharapkan mampu mempercepat tumbuhnya iklim usaha yang kondusif bagi UKMK, ternyata belum menunjukkan kemajuan yang merata.

Tantangan ke depan UKMK untuk mampu bersaing di era perdagangan bebas, baik di pasar domestik maupun di pasar ekspor, sangat ditentukan oleh dua kondisi utama. Pertama, lingkungan internal UKMK harus diperbaiki, yang mencakup aspek kualitas SDM, terutama jiwa kewirausahaan (entrepreneurship),


(42)

penguasaan pemanfaatan teknologi dan informasi, struktur organisasi, system manajemen, kultur/budaya bisnis, kekuatan modal dan jaringan bisnis dengan pihak luar. Kedua, lingkungan eksternal harus juga kondusif, yang terkait dengan kebijakan pemerintahan, aspek hukum, kondisi persaingan pasar, kondisi ekonomi-sosial-kemasyarakatan, kondisi infrastruktur, tingkat pendidikan masyarakat, dan perubahan ekonomi global. Pilihan strategi dan kebijakan untuk memberdayakan UKMK dalam memasuki era pasar global menjadi sangat penting bagi terjamin kelangsungan hidup dan perkembangan UKMK, sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pertumbuhan dan pemerataan pendapatan.

Sasaran umum perkembangan daya saing UKMK dalam periode tahun 2006-2010 adalah:

1. Meningkatkan produksi usaha kecil, menengah dan koperasi dengan laju pertumbuhan lebih tinggi dari laju pertumbuhan produktivitas daerah, atau sebesar 6-8% per tahun;

2. Adanya daya serap tenaga kerja tetap yang sebesar pada usaha kecil, menengah dan koperasi, bersamaan dengan bertambahnya tenaga kerja, sebesar 5-10% per tahun.

Pemberdayaan UKM sebagai upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pendapatan dan peningkatan kegiatan usaha terutama sekali untuk membuka lapangan kerja baru sekaligus diversifikasi produk unggulan dalam upaya peningkatan eskpor non migas Kota Medan.

UKM akan mampu dalam menghadapi persaingan pada era globalisasi perdagangan yang telah diambang pintu antara lain dengan penyerahan dana


(43)

pinjaman Bergulir kepada 500 UKM Kota Medan. Pemerintah Kota Medan melalui program-program pembangunannya mengutamakan pembinaan warganya agar dapat meningkatkan kehidupan yang layak dan mandiri juga dapat berpartisipasi pada pembangunan kota ini diantaranya dalam menjaga kebersihan dan keamanan 500 UKM yang akan menerima pinjaman dana Bergulir antara lain mengatakan bahwa, kepada 500 UKM yang saat ini mendapat pinjaman Bergulir supaya tepat waktu untuk pengembaliannya sebab banyak lagi yang menginginkan bantuan ini, saya mengharapkan kesadaran para pengelola UKM untuk melunasi kewajiban secepatnya sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan.34)

Pemberdayaan UKM ini merupakan program Pemerintah Kota Medan dalam pembangunan dan pembinaan para pengusaha kecil dan menengah, sebab hasil industri UKM ini merupakan sentra-sentra perekonomian yang cukup potensial. Juga merupakan komoditi andalan/unggulan dari Kota Medan untuk tahun 2002 seperti perabot rumah tangga, komponen bahan bangunan, anyaman rotan, sulaman border, sepatu kulit, pakaian jadi (konveksi), pengolahan kopi dan sirup markisa, bika ambon, kerupuk ubi, dan lain-lain. Basyrul juga menjelaskan bahwa pinjaman dana bergulir yang diberikan kepada 50 UKM dengan dana hampir Rp. 1 milyar dengan masa pengembaliannya selama 2 tahun dengan dana pembinaan sebesar 10% per tahunnya dengan rincian sebagai berikut: 3½ persen jasa perbankan, 5 persen dana Tim Terpadu Pembinaan dan Pelatihan sedangkan 1½ persen dikembalikan kepada UKM setelah pembayaran cicilan terakhir yang merupakan tabungannya. 35)

34)

Binsar Situmorang, Kepala Dinas Koperasi dan UKM Kota Medan, Wawancara, tanggal 5 Desember 2006.

35)


(44)

Untuk menghindari persaingan yang tidak sehat dan pemusatan ekonomi pada kelompok tertentu yang dapat merugikan usaha kecil, dikeluarkanlah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Tak Sehat. Sebelum lahirnya undang-undang ini ruang gerak usaha kecil dirasakan sempit oleh karena pengusaha besar cenderung monopoli semua sektor usaha.

Suatu masalah yang sering timbul dalam perjanjian kredit adalah masalah ingkar janji. Ingkar janji dalam perjanjian kredit dapat berupa keterlambatan pembayaran kredit sebagaimana diperjanjikan atau dapat pula dalam bentuk kredit macet. Terhadap keterlambatan pembayaran maupun kredit macet sebagaimana dalam perbuatan ingkar janji selalu ada sanksinya.

Dalam kebiasaan perbankan, sanksi bagi keterlambatan pembayaran berupa keharusan membayar bunga tunggakan (sebagai denda), sedangkan terhadap kredit macet sanksi secara hukum seharusnya dilakukan eksekusi benda objek bangunan atau pembayaran oleh pihak ketiga.

Namun dalam praktek perbankan, apabila terjadi kredit macet tidak selalu dilakukan eksekusi benda jaminan karena biasanya bank melakukan upaya-upaya penyelamatan kredit dengan cara lain sebelum akhirnya melaksanakan eksekusi tersebut. Eksekusi benda jaminan di dalam praktek perbankan merupakan upaya terakhir untuk mengembalikan kredit yang telah disalurkan.

Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 4/6/PBI/2002 tertanggal 6 September 2002 tentang Kualitas Aktiva Produktif dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum yang dinilai berdasarkan kolektibilitasnya. Berdasarkan kolektibilitas kredit dapat digolongkan


(45)

menjadi: kredit lancar, kredit kurang lancar, kredit diragukan dan kredit macet. Kredit kurang lancar, diragukan dan kredit macet merupakan kredit yang bermasalah.

Secara umum sarana pengamanan bagi terlaksananya hutang atau kredit adalah dengan adanya jaminan bank berupa jaminan kebendaan lebih bermanfaat dan lebih aman daripada menggunakan jaminan perorangan.

Meskipun jaminan perorangan kurang disukai pihak kreditur dan ada beberapa pakar yang berpendapat kurang bermanfaat namun di dalam praktek perjanjian ini masih sering diperjanjikan antara bank dengan pihak ketiga sebagai penanggung yang menurut penilaian bank cukup untuk dipercaya kemampuannya. Perjanjian jaminan perorangan (personal guaranty) juga akhir-akhir ini banyak dilakukan dalam perjanjian kredit yang diperoleh dari luar negeri.

Dalam praktek jenis perjanjian jaminan perorangan yang banyak dilakukan adalah dalam bentuk garansi, yang sering dilakukan dalam perjanjian-perjanjian yang akhir-akhir ini sering mensyaratkan adanya bank garansi.

Hubungannya dalam pelaksanaan kelayakan usaha dengan adanya kredit macet sangatlah erat, karena dalam pelaksanaan kelayakan usaha tersebut apabila dalam prediksinya terdapat kesalahan maka sangat menentukan pengembalian kredit yang diberikan tersebut kemungkinan akan terjadinya kredit macet apabila terdapat adanya kesalahan, bahkan sebaliknya apabila dalam pelaksanaan kelayakan usaha tersebut dalam prediksinya ternyata baik dan benar maka akan terjadilah kredit usaha lancar dalam usaha tersebut, jadi dapatlah diambil kesimpulan bahwa hubungan pelaksanaan kelayakan usaha dalam kredit macet sangatlah erat kaitannya karena dalam pelaksanaannya melakukan survei.


(46)

Kredit dapat digolongkan macet apabila: a. Tidak memenuhi kriteria lancar, dan diragukan b. Memenuhi kriteria diragukan, yaitu:

1) Kredit masih dapat diselamatkan dan agunannya bernilai sekurang-kurangnya 75% dari hutang, termasuk bunga.

2) Kredit tidak dapat diselamatkan tetapi agunannya masih bernilai sekurang-kurangnya 100% dari hutang.

Tetapi dalam jangka waktu 9 bulan sejak digolongkan diragukan belum ada usaha penyelamatan maupun pelunasan.

c. Kredit tersebut penyelesaiannya telah diserahkan kepada Pengadilan Negeri atau Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara (DJPLN).

Piutang macet adalah piutang yang sampai pada suatu saat sejak piutang itu jatuh tempo tidak dilunasi oleh penanggung hutang sebagaimana mestinya sesuai dengan perjanjian, peraturan atau sebab apapun yang menimbulkan piutang tersebut.

Dalam praktek perbankan apabila timbul kredit bermasalah, biasanya bank melakukan upaya-upaya penyelamatan kredit tersebut, dan upaya penyelamatan ini akan ditempuh apabila bank mempunyai keyakinan bahwa prospek usaha debitur masih dapat melancarkan kembali kredit bermasalah tersebut.

Hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya kredit macet adalah disebabkan karena salah satu atau beberapa faktor penyebab adanya faktor kelemahan antara lain: 1. Faktor kelemahan dari sisi debitur, yang meliputi aspek keuangan, manajemen

dan operasional.


(47)

3. Faktor kelemahan yang timbul di luar faktor debitur dalam intern kreditur (ekstern) keterangan dari di atas faktor kelemahan dari sisi debitur, sisi intern dan dari sisi yang timbul di luar faktor debitur dalam intern kreditur sebagai berikut: a. Sisi debitur

1) Menurunnya usaha nasabah yang akan mengakibatkan turunnya

kemampuan nasabah untuk membayar angsuran yang diperlihatkan antara lain sebagai berikut:

(a) Keterlambatan pembayaran angsuran sesuai janji (b) Omset penjualan yang cenderung menurun

2) Penyimpangan dari tujuan akan ketidakjujuran debitur dalam

menggunakan fasilitas kredit yang telah diberikan. 3) Kehilangan satu atau lebih pelanggan utama

4) Kecenderungan untuk berganti usaha, sementara nasabah tersebut belum mempunyai pengalaman yang cukup untuk usaha baru.

b. Sisi intern

1) Itikad tidak baik dan atau kekurangmampuan petugas bank/kreditur dalam pengelolaan pemberian kredit mulai dari pengajuan permohonan sampai kredit dicairkan.

2) Kelemahan dan kurang efektifnya petugas bank/kreditur dalam membina nasabah.

c. Sisi eksten

1) Akibat bencana alam


(48)

I. Pengertian Usaha Kecil dan Menengah

Sebelum dijelaskan pengertian Usaha Kecil dan Menengah, berikut dijelaskan terlebih dahulu tentang landasan teori hukum usaha kecil dan menengah.

Perkembangan ilmu hukum tidak terlepas dari teori hukum sebagai landasannya dan tugas teori hukum adalah untuk menjelaskan nilai-nilai hukum dan postulat-postulatnya hingga dasar-dasar filsafatnya yang paling dalam,36) sehingga penelitian ini tidak terlepas dari teori-teori ahli hukum yang dibahas dalam bahasa dan sistem pemikiran para ahli hukum sendiri. Jelaslah kiranya bahwa seorang ilmuan mempunyai tanggung jawab sosial yang terpikul dibahunya. Bukan karena dia adalah warga masyarakat yang kepentingannya terlibat secara langsung di masyarakat melainkan juga karena dia mempunyai fungsi tertentu dalam kelangsungan hidup masyarakat.37)

Pergaulan antara manusia sebagai anggota masyarakat saling mempunyai kepentingan. Kepentingan tersebut ada yang sama dan ada yang bertentangan antara satu sama lain. Dalam konteks pertentangan kepentingan masyarakat ini akan menimbulkan persoalan wajar dan tidak wajar, patut dan tidak patut, yang pada akhirnya pertentangan kepentingan ini dapat melanggar hak anggota masyarakat. Hal ini dapat terjadi dalam kegiatan sosial dan kegiatan-kegiatan ekonomi perusahaan karena itu perangkat hukum diperlukan untuk menciptakan dan melindungi hak anggota masyarakat.38) Holland yang dikutip oleh Wise, Percy M. Winfeld dan Bias,

36)

W. Friedman, Teori dan Filsafat Umum, Raja Grafindo, Jakarta, hlm. 2. 37)

Jujun S. Suryasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1999, hlm. 237.

38)

Bismar Nasution, Hukum Perusahaan, Program Magister Ilmu Hukum, Program Pascasarjana USU, Medan, 2003, hlm. 1.


(49)

bahwa tujuan hukum adalah menciptakan dan melindungi hak-hak (legal rights). Jadi perusahaan harus memperhatikan kepentingan hak orang lain dalam pergaulan hidup masyarakat, terutama kaum buruh, sebab perkembangan perangkat hukum untuk menciptakan dan melindungi hak manusia sebagai anggota masyarakat terus mengalami perkembangan dalam kegiatan ekonomi perusahaan sejalan dengan perkembangan masyarakat yang berperan menampung kebutuhan masyarakat yang berkepentingan (stakeholder) dari perusahaan.39)

Menurut teori konvensional, tujuan hukum adalah mewujudkan keadilan (rechtgerechtigheid), kemanfaatan (rechtsutiliteit) dan kepastian hukum (rechtszekerheid).40 Dalam hal mewujudkan keadilan, Adam Smith (1723-1790), Guru Besar dalam bidang filosofi moral dan sebagai ahli teori hukum dari Glasgow University pada tahun 1750,41 telah melahirkan ajaran mengenai keadilan (justice).

Smith mengatakan bahwa: “tujuan keadilan adalah untuk melindungi diri dari kerugian” (the end of justice is to secure from injury).42)

Kegiatan ekonomi rakyat yang merupakan bagian integral dunia usaha. Usaha Kecil dan Menengah mempunyai kedudukan, potensi dan peran yang strategis untuk mewujudkan struktur Perekonomian Nasional yang makin seimbang dan pemerataan pembangunan berdasarkan demokrasi ekonomi.

39)

Ibid., hlm. 2. 40)

Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis), PT. Gunung Agung Tbk., Jakarta, 2002, hlm. 85.

41)

Bismar Nasution, Mengkaji Ulang Sebagai Landasan Pembangunan Ekonomi, Pidato pada Pengukuhan sebagai Guru Besar USU – Medan, 17 April 2004, hlm. 4-5. Sebagaimana dikutip dari Neil Mac Cormick, “Adam Smith On Law”, Valvaraiso University Law Review, Vol. 15, 1981, hlm. 244.

42)

Ibid., hlm. 247, sebagaimana dikutip dari R. L. Meek, D.D. Raphael dan P.G. Stein, ed. Lecture of Jurisprudence, Indianapolis, Liberty Fund, 1982, hlm. 9.


(50)

Sektor Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di Indonesia kini sedang gencar memperoleh perhatian khusus dari Pemerintah, betapa tidak, sejak krisis ekonomi melanda Indonesia pada tahun 1977, sektor UKM ternyata justru mampu bertahan, dibanding perusahaan yang memiliki modal besar.43)

Beberapa pihak telah berupaya untuk memberikan definisi yang tepat untuk usaha mikro (usaha kecil). Hal ini penting karena hingga saat ini kriteria yang digunakan untuk mendefinisikan usaha mikro masih beragam karena masih sering terjadi pengertian tumpang tindih antara usaha mikro dan usaha kecil.

Pengertian Usaha Kecil secara jelas tercantum dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995, yang menyebutkan bahwa Usaha Kecil adalah “Usaha dengan kekayaan bersih paling banyak Rp. 200 juta (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha) dengan hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 1.000.000.000.” Definisi yang tercantum dalam undang-undang ini adalah definisi yang paling banyak digunakan oleh badan/lembaga yang terkait dengan usaha mikro kecil. Kementrian Negara Koperasi & UKM menggunakan undang-undang tersebut sebagai dasar dalam mengelompokkan jenis-jenis usaha.

Usaha Menengah berada sedikit di atas usaha kecil. Usaha menengah adalah kegiatan ekonomi yang mempunyai kriteria:

1. Nilai kekayaan bersih yang dimiliki lebih dari Rp. 200.000.000 s/d paling banyak 10.000.000.000 (sepuluh miliar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan.

2. Milik Warga Negara Indonesia (WNI)

3. Berdiri sendiri dan bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha besar.

43)

Cornelis Rintuh dan Miar, Kelembagaan dan Ekonomi Rakyat, Edisi Pertama, Fak. Ekonomi UGM, Yogyakarta, 2005, hlm. 4.


(51)

4. Berbentuk usaha orang perorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum dan atau badan usaha yang berbadan hukum.44)

Sementara Departemen Keuangan seperti yang tercantum dalam Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.40/KMK.06/2003, menitikberatkan pada besarnya hasil/pendapatan usaha dalam mendefinisikan usaha mikro. Menurut keputusan tersebut usaha mikro adalah usaha produktif milik keluarga atau perorangan Warga Negara Indonesia dan memiliki hasil penjualan paling banyak Rp. 100.000.000 per tahun.45)

Kriteria bagi kegiatan Usaha Kecil adalah:

1. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah)

2. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah).

3. Milik Warga Negara Indonesia (WNI)

4. Berdiri sendiri, bukan anak perusahaan/cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha menengah/besar.

5. Berbentuk usaha orang-perorangan (bukan badan hukum).46)

Pasal 1 angka 2 Keputusan Presiden Nomor 127 Tahun 2001 disebutkan bahwa bidang/jenis usaha yang dicadangkan untuk Usaha Kecil adalah usaha yang ditetapkan untuk Usaha Kecil yang perlu dilindungi, diberdayakan dan diberi peluang

44)

Noer Sutrisno, Kewirausahaan Dalam Pengembangan UKM Di Indonesia, http://www.smeru.or.id/newslet/2004/ed10/2004 data.htm. diakses tanggal 21 Mei 2006.

45)

Noer Sutrisno, Strategi Penguatan UKM Melalui Pendekatan Klaster Bisnis: Konsep, Pengalaman Empiris dan Harapan, Artikel dalam Media Pengkajian Koperasi Usaha Kecil dan Menengah (UNFOKOP), No. 20, 2002, hlm. 5.

46)

Usaha kecil menengah juga sering diidentikkan dengan industri rumah tangga karena sebagian besar kegiatan dilakukan di rumah, menggunakan teknologi sederhana atau tradisional, memperkerjakan anggota keluarga dan berorientasi pada pasa lokal. Kegiatan usaha seperti ini banyak ditemukan di negara-negara berkembang dan berperan cukup besar dalam menciptakan lapangan pekerjaan dan pengentasan kemiskinan. Di Indonesia, usaha mikro mulai mendapat perhatian besar ketika mereka mampu bertahan bahkan berperan sebagai “katup pengaman” ketika terjadi krisis ekonomi, ibid., hlm. 7.


(52)

berusaha agar mampu dan sejajar dengan pelaku ekonomi lainnya untuk mengoptimalkan peransertanya dalam pembangunan.

Model pemberdayaan lewat kredit bersubsidi relatif rendah efektivitasnya. Karena itu, diperlukan cara pandang lebih luas dalam pengembalian UKM. Perlu disadari, UKM berada alam suatu lingkungan yang kompleks dan dinamis. Jadi, upaya mengembangkan UKM tidak banyak berarti bila tidak mempertimbangkan pembangunan (khusus ekonomi) lebih luas. Karena konsep pembangunan yang dilaksanakan akan membentuk ‘aturan main’ bagi pelaku usaha (termasuk UKM). Karena itu, upaya pengembangan UKM tidak hanya bisa dilaksanakan secara parsial, melainkan harus terintegrasi dengan pembangunan ekonomi nasional dan dilaksanakan secara berkesinambungan. Kebijakan ekonomi (terutama pengembangan dunia usaha) yang ditempuh selama ini belum menjadikan ikatan kuat bagi terciptanya keterkaitan antara usaha besar dan UKM.

J. Perlindungan Hukum Terhadap Pengusaha Kecil dan Menengah Yang Diberikan oleh Pemerintah Kota Medan

Usaha kecil menengah mengalami berbagai kendala dalam menjalankan usahanya sehingga perlu mendapatkan perlindungan terutama dari pemerintah. Pola ideal perlindungan usaha kecil menengah harus mencakup bidang perizinan, perkreditan dan kemitraan.

Dibidang perizinan, pemerintah harus melakukan penyederhanaan jenis dan prosedur pengurusan izin. Jumlah izin yang banyak tentu membutuhkan waktu pengurusan yang lama dan biaya yang besar sehingga dapat menunda pelaksanaan usaha dan mengurangi modalnya. Selain itu, pemberian izin tidak dilakukan oleh


(53)

masing-masing instansi pemerintah, tetapi dilakukan oleh satu kantor saja (secara terpadu) sehingga memudahkan pengurusannya. Semua izin dapat dikeluarkan oleh pemerintah daerah untuk menghemat biaya dan waktu pengurusannya.

Pada bidang perkreditan, pemberian kredit kepada usaha kecil menengah tidak hanya semata-mata didasarkan pada jaminan yang cukup tetapi lebih ditekankan pada kelayakan usaha dan kemampuan mengembalikan modal (kredit). Jumlah kredit lunak yang disalurkan oleh BUMN perlu ditingkatkan agar dapat dimanfaatkan oleh semua usaha kecil dan menengah.

Pada bidang kemitraan, pemerintah perlu mengeluarkan ketentuan yang mewajibkan setiap usaha menengah dan usaha besar untuk menjadi mitra bagi usaha kecil menengah sesuai dengan kemampuan dan bidang usahanya masing-masing. Pemerintah juga mempertemukan usaha menengah dan besar dengan usaha kecil agar mereka dapat menjajaki kemungkinan kerja sama atau mengadakan mitra usaha. Dalam rangka kemitraan itu, usaha kecil perlu dibantu permodalan, dan dilatih dalam bidang organisasi dan manajemen perusahaan, produksi dan pemasaran barang dan atau jasa. 47)

Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1998 tentang Pembinaan dan Pengembangan Usaha Kecil yang diundangkan pada tanggal 28 Pebruari 1998 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 46) merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil.

47)

H. T. Basyrul Kumali, Kepala Bagian Deperindag Kota Medan, Wawancara, tanggal 12 Desember 2006.


(54)

Dalam penjelasan atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1998 disebutkan bahwa pertimbangan dikeluarkannya peraturan pemerintah ini adalah mengingat kegiatan dan kebijaksanaan pemerintah yang telah dilaksanakan dalam upaya meningkatkan peran usaha kecil sesuai dengan kegiatan usahanya yang terdapat di berbagai sektor, misalnya sektor pertanian, peternakan, pertambangan, perindustrian, belum terlaksana secara optimal dan terpadu.

Pelaksanaan program pembinaan usaha kecil, seakan-akan masing-masing pembina sesuai sektornya berjalan sendiri-sendiri, kurang terkoordinasi sehingga efektifitas pembinaan masih perlu ditingkatkan. Tidak adanya perlakuan tambahan di bidang perpajakan atau dalam rangka perolehan perizinan, atau permodalan yang tidak mendukung, merupakan kendala bagi usaha kecil, sehingga sulit berkembang. Apabila dilihat dari peningkatan produk, pemasaran, sumber daya manusia atau teknologi usaha kecil, kemampuan dan peran serta usaha kecil pada kenyataan masih jauh ketinggalan bila dibandingkan dengan peningkatan kegiatan usaha menengah atau usaha besar.

Oleh karena itu, diperlukan satu petunjuk yang disusun secara lengkap dan teratur dalam satu peraturan pelaksanaan pembinaan dan pengembangan usaha kecil. Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka materi yang diatur dalam peraturan pemerintah ini ditekankan pada tata cara pembinaannya dan diatur pula mengenai koordinasi dalam pelaksanaan pembinaan dan pengembangan, serta pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan pembinaan dimaksud. Pasal 1 angka 2 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1998 menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan


(55)

pembinaan dan pengembangan adalah upaya yang dilakukan oleh pemerintah, dunia usaha dan masyarakat melalui pemberian bimbingan dan bantuan perkuatan untuk menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi usaha yang tangguh dan mandiri serta dapat berkembang menjadi usaha yang tangguh dan mandiri serta dapat berkembang menjadi usaha menengah. Ruang lingkup, pembinaan dan pengembangan usaha kecil meliputi bidang produksi, dan pengolahan, pemasaran, sumber daya manusia dan teknologi.

Pembinaan dan pengembangan usaha kecil di bidang sumber daya manusia, dilaksanakan dengan: Memasyaratkan dan membudayakan kewirausahaan. Meningkatkan keterampilan teknis dan manajerial. Membentuk dan mengembangkan lembaga pendidikan, pelatihan, dan konsultasi usaha kecil. Menyediakan tenaga penyuluh dan konsultan usaha kecil, menyediakan modul manajemen usaha kecil. Menyediakan tempat magang, studi banding dan konsultasi untuk usaha kecil.

Selanjutnya untuk kelancaran pelaksanaan pembinaan dan pengembangan usaha kecil, Pasal 15 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1998 menyebutkan bahwa pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat menyediakan pembinaan dan penjaminan serta bantuan perkuatan bagi usaha kecil melalui lembaga pendukung yang terdiri dari: Lembaga pembiayaan, Lembaga penjaminan dan Lembaga pendukung lain. Penjelasan Pasal 15 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1998 menyatakan bahwa yang dimaksud dengan lembaga pembiayaan dan lembaga penjaminan adalah lembaga yang sudah ada atau yang akan dibentuk, berdasarkan


(1)

b. Perlu peninjauan mengenai kendala yang dihadapi UKM dengan melakukan regulasi tata aturan perihal UKM.

c. Mengucurkan dana segar bila pengusaha kecil dan menengah memiliki masalah didalam operasional usaha.

3. Peran Usaha kecil menengah dalam pemberdayaan ekonomi kerakyatan. Bantuan pemerintah ditujuk untuk perkembangan usaha kecil menengah karena adanya usaha kecil menengah berpotensi dalam pemberdayaan ekonomi kerakyatan.

B. Saran

1. Disarankan agar pemerintah dapat meningkatkan perlindungan usaha kecil menengah terutama di bidang perizinan, perkreditan, dan kemitraan agar usaha kecil itu menjadi lebih sehat dan pada gilirannya dapat berkembang menjadi usaha menengah bahkan usaha besar. Diharapkan kepada Pemerintah Kota Medan mengurangi atau memangkas birokrasi perizinan terutama dalam pemberian perizinan bagi para investor, agar tidak terjadi birokrasi yang berbelit-belit.

2. Pemerintah Daerah hendaknya mampu melahirkan regulasi yang dapat mengacu pertumbuhan perekonomian yang mampu merebut investor PMA dan PMDN sekaligus memberdayakan investor lokal. Keberhasilan Pemerintah Daerah mengelola UKM dapat memberikan kontribusi lebih bagi keuangan daerah dan kehidupan ekonomi rakyat.


(2)

3. Kepada Pemerintah Kota Medan agar melakukan penataan hukum dalam menyikapi persaingan usaha terutama dalam mengkonstruksi payung hukum berusaha sehingga usaha kecil menengah dapat menunjukkan pertumbuhan ekonomi rakyat dan akhirnya meningkatkan Pendapatan Asli Daerah.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Achmad, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis), PT. Gunung Agung Tbk., Jakarta, 2002.

Anoraga, Pandji dan Djoko Sudantoko, Koperasi, Kewirausahaan, dan Usaha Kecil, Rineka Cipta, Jakarta, 2000.

Anwar, Saiful, Sendi-Sendi Hubungan Pekerja Dengan Pengusaha,Kelompok Studi Hukum dan Masyarakat, Fakultas Hukum UISU, 1994.

Cormick, Neil Mac, “Adam Smith On Law”, Valvaraiso University Law Review, Vol. 15, 1981.

Elmi, Bacrul, Keuangan Pemerintah Daerah Otonom di Indonesia, Universitas Indonesia Perss, Jakarta, 2002.

Faisal, Sanapiah, Format-Format Penelitian Sosial, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1999.

Firdausy, Carunia Mulya Prospek Bisnis UKM dalam Era Perdagangan Bebas dan

Otonomi Daerah, artikel, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta,

2003.

Friedman, W., Teori dan Filsafat Umum, Raja Grafindo, Jakarta.

Halim, Edyanus Herman, Menangkap Momentum Otonomi Daerah Menepis Ego

Kedaerahan, Memacu Kemandirian Ekonomi Rakyat, UNRI Press,

Pekanbaru, 2002.

Juoro, Umar, “Desentralisasi Demokrasi dan Pemutihan Ekonomi”, dalam Jurnal Demokrasi dan Ham, Vol. 2. No. 2 Juni – September 2002.

Kuncoro, Muidrajat, Otonomi Dan Pembangunan Daerah: Reformasi Perencanaan, Strategi dan Peluang, Erlangga, Jakarta, 2004.

Marbun, B.N., Manajemen Pengusaha Kecil, Pustaka Birama, Jakarta, 1996.

Muchsin, H., dan Fadillah Putra, Hukum Dan Kebijakan Publik: Analisis Atas Praktek Hukum Dan Kebijakan Publik Dalam Pembangunan Sektor Perekonomian Di Indonesia, Cetakan Pertama, Averroes Press, Malang, 2002.


(4)

Napitupulu, B., Joint Ventures di Indonesia, Cetakan Kedua, Erlangga, Jakarta, 1986. Nasution, Bismar, Hukum Perusahaan, Program Magister Ilmu Hukum, Program

Pascasarjana USU, Medan, 2003.

______, Mengkaji Ulang Sebagai Landasan Pembangunan Ekonomi, Pidato pada Pengukuhan sebagai Guru Besar USU – Medan, 17 April 2004.

Panandiker, Pai, D.H., Status of SMEs in Terms of Their Competitive Strength, Makalah disampaikan dalam The IX International Conference on Small and Medium Enterprises, New Delhi, 17-19 April 1996, WASME.

Partomo, Tiktik Sartika dan Abd. Rachman Soejoedono, Ekonomi Skala Kecil Menengah & Koperasi, Ghalia Indonesia, 2002.

Pemerintah Kota Medan, Program Pembangunan Daerah (PROPERDA 2003-2008), Medan, 2004.

Pemeritnah Kota Medan, Program Pembangunan Daerah (PROPERDA) Kota

Medan Tahun 2003-2008, Medan, 2002.

R. L. Meek, D.D. Raphael dan P.G. Stein, ed. Lecture of Jurisprudence, Indianapolis, Liberty Fund, 1982.

Rintuh, Cornelis dan Miar, Kelembagaan dan Ekonomi Rakyat, Edisi Pertama, Fak. Ekonomi UGM, Yogyakarta, 2005.

Ritonga, John Tafbu, “Bisnis dan Teknologi”,Waspada, 9 Juni 2004.

Saifunddin, Hatifah, “Pungutan, Dampakanya Terhadap Usaha Kecil”, Jurnal Analisis Sosial, Edisi 6 November 1997.

Sastrowardojo, Sanyoko, Perkembangan Kebijakan Investasi di Indonesia, Dalam

Perekonomian Indonesia Memasuki Millienium Ketiga, International Quality

Publications, London, 1997.

Sheaaf, Dick dan Margaret Kaiter, ed: Tim Handal Niaga Pustaka, 1999, Pintar Manajemen, rahasia sukses salesman Besar Trend Bisnis Modern strategi

Manajemwen Abad 21 strategi membangun tim yang tangguh. Handal Niaga


(5)

Siregar, Doli D., Manajemen Aset, Strategi Penataan Konsep Pembangunan Berkelanjutan Secara Nasional Dalam Konteks Kepala Daerah Sebagai

CEO’s pada Era Globalisasi Dan Otonomi Daerah, Cetakan Pertama,

Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2004.

Soekanto, Soerjono, et.al., Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat), Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003.

Soekarwo, Berbagai Permasalahan Keuangan Daerah, Airlangga University Press, 2003.

Sulistia, Teguh, Aspek Hukum Usaha Kecil Dalam Ekonomi Kerayakatan, Andalas University Press, Padang, 2006.

Sunggono, Bambang, Metodologi Penelitian Hukum (Suatu Pengantar), Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002.

Suryasumantri, Jujun S., Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1999.

Sutrisno, Noer, Strategi Penguatan UKM Melalui Pendekatan Klaster Bisnis:

Konsep, Pengalaman Empiris dan Harapan, Artikel dalam Media Pengkajian

Koperasi Usaha Kecil dan Menengah (UNFOKOP), No. 20, 2002.

Syafie, M. Saleh, dan Yusri, “Aspek Sosio-Legal Pendayagunaan Potensi Usaha Dalam Program Pengembangan Dan Peningkatan Kinerja UKM Melalui Advokasi Kebijakan dan Peraturan”, Kanun Jurnal Ilmu Hukum, No. 36, Edisi 2003, Fakultas Hukum Unsyiah Darussalam- Banda Aceh.

Tambunan, Tulus, Globalisasi Ekonomi Ekspor, Usaha Kecil dan Menengah Indonesia, Makalah, Jakarta: LP3E-Kadin Indonesia, 2001.

Tjakrawardaya, Pembinaan Usaha di Indonesia, Pradnya Paramita, Jakarta, 1997. Tjetjep, Wimpy S., Dari Gunung Api Hingga Otonomi Daerah, Yayasan Media

Bhakti Tambang, Jakarta, 2002.

Urata, Shujiro, Policy Recommeditaion for SME Promotion in The Republic Indonesia, Japan International Agency, Jakrta.

Yani, Ahmad, Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Daerah di Indonesia, Cetakan Pertama, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002.


(6)

Internet:

Brata, Aloysius Gunadi Distribusi Spesial UKM Di Masa Krisis Ekonomi, artikel, http://www/ekonomirakyat.org/edisi_20/artikel_7htm, diakses tanggal 7 November 2006.

Kota Medan, http://Kotamedan.go.id/sergai/index.php? Option=com_content&

task=view&id=93&itemid=55, diakses tanggal 31 Desember 2006.

Potensi Daerah Kota Medan, Buku Daerah Kota Medan, Pintu Gerbang, (Bappeda), http//www.pemkomedan.go.id/medan_ukm.htm. 2006 diakses tanggal 21 Desember 2006.

Potensi Daerah Kota Medan, http:/www.pemkomedan.go.id/medan_ukm.htm, diakses tanggal 11 Agustus 2006.

Sutardjo, Sharif Cicip, Pemulihan Ekonomi Lewat UKM, http://www. ekonomirakyat.org/edisi_20/artikel_7.htm. diakses tanggal 11 November 2006.

Sutrisno, Noer, Kewirausahaan Dalam Pengembangan UKM Di Indonesia, http://www.smeru.or.id/newslet/2004/ed10/2004 data.htm. diakses tanggal 21 Mei 2006.