Analisis Kontribusi Usaha Kecil Dan Menengah Dalam Perkembangan Sektor Riil Di Kota Tanjungbalai

(1)

ANALISIS KONTRIBUSI USAHA KECIL DAN MENENGAH

DALAM PERKEMBANGAN SEKTOR RIIL

DI KOTA TANJUNGBALAI

TESIS

Oleh

TUAH

087003036/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010

S

E K

O L A

H

P A

S C

A S A R JA

N


(2)

ANALISIS KONTRIBUSI USAHA KECIL DAN MENENGAH

DALAM PERKEMBANGAN SEKTOR RIIL

DI KOTA TANJUNGBALAI

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan

pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

TUAH

087003036/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(3)

Judul Tesis : ANALISIS KONTRIBUSI USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PERKEMBANGAN SEKTOR RIIL DI KOTA TANJUNGBALAI

Nama Mahasiswa : Tuah Nomor Pokok : 087003036

Program Studi : Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD)

Menyetujui, Komisi Pembimbing

(Dr. Ir. Rahmanta, M.Si) Ketua

(Drs. H. B. Tarmizi, SU) Anggota

(Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec) Anggota

Ketua Program Studi,

(Prof. Bachtiar Hassan Miraza)

Direktur,

(Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 25 Agustus 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Ir. Rahmanta, M.Si Anggota : 1. Drs. H. B. Tarmizi, SU

2. Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec 3.


(5)

ABSTRAK

Tanjungbalai memiliki struktur dan karakter ekonomi yang didominasi oleh pelaku usaha tergolong kategori usaha kecil dan menengah (UKM). Rendahnya tingkat pendidikan dan sumber daya yang ada pada UKM juga menjadi keterbatasan dan hal ini perlu mendapat pembinaan yang serius dari pemerintah. Keberadaan UKM yang berada pada semua lapangan usaha dan tersebar di semua lokasi memang menjadi kendala yang sangat menyulitkan dalam melakukan pembinaan. Untuk itu dianggap perlu dilakukan penelitian yang lebih mendalam tentang keberadaan UKM sebagai pengembangan sektor riil Kota Tanjungbalai.

Penelitian ini menitikberatkan kepada kontribusi usaha kecil dan menengah (UKM) dalam perkembangan sektor riil Kota Tanjungbalai berdasarkan klaster usaha. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Sumber data primer akan diperoleh dari para pengusaha mikro dan kecil non pertanian pada sektor usaha seperti perdagangan dan restoran, industri rumah tangga dan jasa yang berjumlah 419 UKM. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Metode Deskriptif, suatu metode analisa data yaitu dengan mengumpulkan data, menyusun, mengklarifikasikan, menganalisa kemudian diinterprestasikan agar dapat memberikan gambaran atau ketegasan tentang masalah yang diteliti serta matrik SWOT yang artinya penulis mengidentifikasi faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman kemudian menentukan faktor Internal dan Eksternal untuk mendapatkan strategi pengembangannya.

Hasil Penelitian ini menunjukkan bahwa Kontribusi UKM dalam menyerap tenaga kerja di Kota Tanjungbalai mengalami peningkatan disebabkan ekonomi tidak mengalami gejolak serta perekonomian masih stabil. Sedangkan kontribusi UKM terhadap investasi ada beberapa faktor yang mempengaruhi kenaikan PDRB tersebut, antara lain ada beberapa usaha sejenis yang sama seperti UKM tapi dimiliki oleh usaha besar sehingga secara tidak langsung berpengaruh terhadap kenaikan PDRB sektor riil. Sedangkan kontribusi UKM terhadap PDRB mengalami penurunan yang lumayan disebabkan munculnya pesaing-pesaing baru dalam produk usaha yang sejenis. Salah satu cara yang perlu ditempuh oleh Pemerintah Kota Tanjungbalai adalah dengan meningkatkan kemampuan sumber daya manusianya yang masih terbatas, memberikan pelatihan agar mampu menciptakan produk yang inovatif dan menarik bagi konsumen, terus menerus memberikan penyuluhan bagi pelaku UKM untuk segera memiliki izin usaha karena merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan kemudahan dalam pinjaman dari Dinas Koperasi Pemerintah Kota Tanjungbalai.

Kata Kunci: Kontribusi Usaha Kecil dan Menengah, Pengembangan Sektor Riil, Kenaikan PDRB Sektor Riil.


(6)

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas penyusunan tesis ini. Penelitian ini berjudul Analisis Kontribusi Usaha Kecil dan Menengah dalam Perkembangan Sektor Riil di Kota Tanjungbalai, merupakan sebagai persyaratan untuk mendapatkan gelar Magister Sains di Program Studi Magister Perencanaan Pembangunan Wilayah Pedesaan (PWD) di Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan tesis ini, penulis banyak sekali mendapat bantuan dan bimbingan dari semua pihak, maka dengan segala kerendahan hati, penulis menyampaikan terima kasih yang tak terhingga kepada:

1. Bapak Prof. Bachtiar Hassan Miraza selaku Ketua Program Studi Magister Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD) Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Kasyful Mahalli, SE, M.Si selaku Sekretaris Program Magister Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD) Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Dr. Ir. Rahmanta, M.Si selaku Ketua Pembimbing yang selalu memberikan arahan kepada penulis.

4. Bapak Drs. H. B. Tarmizi, SU yang selalu memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis.


(8)

5. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec yang selalu memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis.

6. Bapak Walikota Tanjungbalai dr. Sutrisno Hadi, SpOG selaku pemberi izin belajar mengikuti pendidikan di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

7. Kakak, Abang, Adik serta Keponakan dan juga teman dekat yang selalu mendoakan saya untuk maju dan berkembang.

8. Pihak-pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penyusunan tesis ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa bentuk dan penyajian tesis ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis berharap adanya kritik dan saran yang membangun sehingga tesis penelitian ini dapat lebih sempurna dan dapat memberikan manfaat bagi daerah yang diteliti khususnya dan daerah lain umumnya.

Medan, Agustus 2010 Penulis,

T U A H 087003036


(9)

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 5

1.4. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1. Batasan UKM ... 7

2.2. Definisi UKM ... 8

2.3. Beberapa Kajian Pengembangan UMK ... 9

2.4. Jenis-jenis UKM ... 11

2.5. Visi Misi UKM ... 11


(11)

2.7. Pengembangan Wilayah ... 15

2.8. Kebijakan Umum Pengembangan Wilayah ... 17

2.9. Strategi Pengembangan Sektor-Sektor Produksi ... 23

2.10. Hakikat Perencanaan Strategis ... 25

BAB III METODE PENELITIAN ... 27

3.1. Lokasi Penelitian ... 27

3.2. Jenis dan Sumber Data ... 27

3.3. Definisi Operasional... 28

3.4. Teknik Pengumpulan Data ... 28

3.5. Teknik Analisis Data ... 29

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 31

4.1. Gambaran Umum Kota Tanjungbalai ... 31

4.2. Keadaan Wilayah dan Kependudukan ... 33

4.3. Kontribusi UMK dalam Perkembangan Sektor Riil di Kota Tanjungbalai ... 39

4.4. Karakteristik UKM... 48

4.5. Perkembangan Sektor Riil Kota Tanjungbalai ... 53

4.6. Program Pengembangan UKM ... 58

4.7. Pengembangan UKM ... 59

4.8. Pengembangan Menurut UU UKM ... 62

4.9. Tindak Lanjut Pemberdayaan UKM ... 64

4.10. Strategi Pengembangan UKM... 65


(12)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 78

5.1. Kesimpulan ... 78

5.2. Saran ... 79


(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1. Matrik SWOT ... 30

4.1. Jumlah Kecamatan di Kota Tanjungbalai ... 35

4.2. Rincian Jumlah Penduduk Setiap Kecamatan di Kota Tanjungbalai ... 37

4.3. Jumlah Penduduk Kota Tanjungbalai Berdasarkan Golongan Umur ... 38

4.4. Klasifikasi penduduk Kota Tanjungbalai Berdasarkan Mata Pencahariannya ... 38

4.5. Jumlah Pengusaha di Kota Tanjungbalai ... 39

4.6. Perkembangan Usaha Kecil dan Menengah serta Tenaga Kerja di Kota Tanjungbalai Tahun 1999 – 2008... 39

4.7. Jumlah Usaha Kecil dan Menengah di Kota Tanjungbalai Tahun 2008 . 42 4.8. Perkembangan Nilai Investasi Usaha Kecil dan Menengah di Kota Tanjungbalai Tahun 2004 – 2008 ... 45

4.9. Perkembangan PDRB Usaha kecil dan Menengah terhadap Tenaga Kerja di Kota Tanjungbalai Tahun 2004 – 2008 ... 46

4.10. Distribusi Persentase PDRB Kota Tanjungbalai Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 tahun 2004 – 2008 (%) ... 55

4.11. Perkembangan PDRB dan Pendapatan Per kapita Kota Tanjungbalai Atas Dasar Harga Berlaku Kurun Waktu 2001 – 2008 ... 57


(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

4.1. Karakteristik UKM terhadap Jenis Komoditi ... 48

4.2. Rasio Tenaga Kerja yang Diserap oleh UKM Berdasarkan Jenis Kelamin ... 49

4.3. Jumlah Unit Layanan dalam UKM ... 50

4.4. Jumlah Persentase Investasi yang Mampu Diserap UKM ... 51

4.5. Jumlah Persentase UKM yang Mempunyai Izin Usaha ... 52

4.6. Jumlah Persentase Komoditi Unggulan ... 52


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman 1. Data Responden ... 83 2. Perkembangan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) ... 88


(16)

ABSTRAK

Tanjungbalai memiliki struktur dan karakter ekonomi yang didominasi oleh pelaku usaha tergolong kategori usaha kecil dan menengah (UKM). Rendahnya tingkat pendidikan dan sumber daya yang ada pada UKM juga menjadi keterbatasan dan hal ini perlu mendapat pembinaan yang serius dari pemerintah. Keberadaan UKM yang berada pada semua lapangan usaha dan tersebar di semua lokasi memang menjadi kendala yang sangat menyulitkan dalam melakukan pembinaan. Untuk itu dianggap perlu dilakukan penelitian yang lebih mendalam tentang keberadaan UKM sebagai pengembangan sektor riil Kota Tanjungbalai.

Penelitian ini menitikberatkan kepada kontribusi usaha kecil dan menengah (UKM) dalam perkembangan sektor riil Kota Tanjungbalai berdasarkan klaster usaha. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Sumber data primer akan diperoleh dari para pengusaha mikro dan kecil non pertanian pada sektor usaha seperti perdagangan dan restoran, industri rumah tangga dan jasa yang berjumlah 419 UKM. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Metode Deskriptif, suatu metode analisa data yaitu dengan mengumpulkan data, menyusun, mengklarifikasikan, menganalisa kemudian diinterprestasikan agar dapat memberikan gambaran atau ketegasan tentang masalah yang diteliti serta matrik SWOT yang artinya penulis mengidentifikasi faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman kemudian menentukan faktor Internal dan Eksternal untuk mendapatkan strategi pengembangannya.

Hasil Penelitian ini menunjukkan bahwa Kontribusi UKM dalam menyerap tenaga kerja di Kota Tanjungbalai mengalami peningkatan disebabkan ekonomi tidak mengalami gejolak serta perekonomian masih stabil. Sedangkan kontribusi UKM terhadap investasi ada beberapa faktor yang mempengaruhi kenaikan PDRB tersebut, antara lain ada beberapa usaha sejenis yang sama seperti UKM tapi dimiliki oleh usaha besar sehingga secara tidak langsung berpengaruh terhadap kenaikan PDRB sektor riil. Sedangkan kontribusi UKM terhadap PDRB mengalami penurunan yang lumayan disebabkan munculnya pesaing-pesaing baru dalam produk usaha yang sejenis. Salah satu cara yang perlu ditempuh oleh Pemerintah Kota Tanjungbalai adalah dengan meningkatkan kemampuan sumber daya manusianya yang masih terbatas, memberikan pelatihan agar mampu menciptakan produk yang inovatif dan menarik bagi konsumen, terus menerus memberikan penyuluhan bagi pelaku UKM untuk segera memiliki izin usaha karena merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan kemudahan dalam pinjaman dari Dinas Koperasi Pemerintah Kota Tanjungbalai.

Kata Kunci: Kontribusi Usaha Kecil dan Menengah, Pengembangan Sektor Riil, Kenaikan PDRB Sektor Riil.


(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sebagai Kota yang telah berusia 379 tahun, Tanjungbalai memiliki struktur dan karakter ekonomi yang didominasi oleh pelaku usaha tergolong kategori usaha kecil dan menengah (UKM). Karakter tersebut sama dengan karakter ekonomi Sumatera Utara dimana dari sekitar 1 juta unit usaha 45,45 persen tergolong tidak permanen.

Secara lebih jelas terdapat beberapa permasalahan ekonomi Kota Tanjungbalai baik secara kelembagaan ekonomi yang belum efektif karena tidak didukung sektor keuangan yang berpihak pada aktivitas ekonomi rakyat, maupun secara kolektif personal para pelaku ekonomi sektor riil. Permasalahan ekonomi lain yang sangat krusial ialah belum tertatanya sektor ekonomi informal, seperti keberadaan pedagang kaki lima yang dikenal sebagai salah satu usaha kecil dan menengah.

Permasalahan tersebut dapat dilihat pada data resmi yang dipublikasikan oleh Badan Pusat Statistik Tanjungbalai. Pada tahun 2007 terdapat 2083 pedagang di Kota Tanjungbalai. Dari sekitar 1 juta lebih unit usaha non pertanian yang ada di Sumatera Utara, di Tanjungbalai terdapat 16.586 unit (1,58%). Sebagian besar yakni 9.661 (58,2%) dari pelaku ekonomi tersebut berada di sektor perdagangan, hotel dan


(18)

restoran. Menyusul kemudian jasa-jasa sebanyak 3.030 (18,27) dan angkutan komunikasi 2.554 unit (15,40%).

Berpedoman pada struktur usaha berdasarkan hasil Sensus Ekonomi Tahun 2006, diperkirakan jenis usaha kecil dan menengah (UKM) di Tanjungbalai adalah sebanyak 16586 unit. Sementara berdasarkan hasil Sensus Ekonomi 2006 dapat ditaksir bahwa kategori UKM di Tanjungbalai mencapai sekitar 98,00 persen. Dengan demikian permasalahan utama sektor riil di kota ini adalah UKM, terutama unit usaha yang tergolong tidak permanen atau sektor informal. Walaupun telah banyak program yang dibuat dan dilaksanakan oleh berbagai pihak untuk mendukung usaha mikro dan sejauh ini belum ada program yang efektif dan dapat dijadikan sebagai model yang baku.

Usaha kecil dan menengah (UKM) merupakan salah satu bentuk alternatif strategi untuk mendukung pengembangan perekonomian Indonesia yang salah satunya sektor riil di Kota Tanjungbalai. Peranan UKM terhadap pemerataan dan kesempatan kerja bagi masyarakat akan dapat membantu Pemerintah dalam mensukseskan program pengentasan kemiskinan dan menekan angka pengangguran. Selain menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar, usaha kecil dan menengah terbukti tahan menghadapi krisis ekonomi yang pernah melanda Indonesia pada pertengahan tahun 1997.

Usaha kecil dan menengah (UKM) sebagai bagian integral dunia usaha merupakan kegiatan ekonomi rakyat mempunyai kedudukan, potensi dan peran yang


(19)

strategis untuk mewujudkan struktur perekonomian nasional yang makin berimbang berdasarkan demokrasi ekonomi.

UKM sudah menjadi bahan pembicaraan tataran ekonomi nasional guna mengurangi jumlah tingkat kemiskinan negara ini. UKM dinilai sebagai strategi cukup jitu untuk peningkatan sektor riil, terutama untuk mengurangi jumlah pengangguran yang kian tahun terus meningkat. Inpres baru No. 6/2007 tentang Kebijakan Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan Usaha Kecil dan Menengah bertujuan untuk menanggulangi jumlah tingkat kemiskinan.

Dengan berbagai keterbatasan yang berada dalam skala UKM, di mana salah satunya adalah keterbatasan jumlah pembeli (konsumen), maka strategi pengembangan UKM ini perlu dicermati dengan seksama agar pertumbuhan UKM yang baru tidak “melemahkan” atau bahkan “membinasakan” yang telah ada.

Rendahnya tingkat pendidikan dan sumber daya yang ada pada UKM juga menjadi keterbatasan dan hal ini perlu mendapat pembinaan yang serius dari pemerintah. Keberadaan UKM yang berada pada semua lapangan usaha dan tersebar di semua lokasi memang menjadi kendala yang sangat menyulitkan dalam melakukan pembinaan.

Dengan kondisi jumlah pelaku UKM yang demikian besar di satu sisi, dan peran UKM dalam struktur pendapatan nasional, maka keberadaan UKM di Tanjungbalai membutuhkan upaya yang lebih serius agar dapat berkembang lebih cepat menuju struktur ekonomi yang lebih kuat. Untuk itu dianggap perlu dilakukan


(20)

penelitian yang lebih mendalam tentang keberadaan UKM sebagai sektor riil Kota Tanjungbalai.

Dalam perkembangan UKM, dukungan untuk aspek non-finansial sebenarnya berperan sangat penting yang salah satunya adalah adanya perhatian dari pemerintah seperti UU No. 20 Tahun 2008. Di masa krisis, UKM dikenal sebagai unit usaha yang tahan terhadap krisis karena produk lokal dalam industri ini sangat tinggi.

Sebagian besar UKM memanfaatkan input yang berasal dari lingkungannya sendiri. Kecilnya penciptaan nilai tambah dalam UKM dibandingkan dengan kontribusinya dalam penyerapan tenaga kerja menunjukkan bahwa dua persoalan penting yang dihadapi UKM saat ini adalah kapasitas UKM dan produktivitas UKM. Pemberdayaan UKM ini semestinya dilaksanakan secara simultan dalam kerangka kerja yang komprehensif dengan berbagai upaya lain seperti pendidikan, pemberdayaan masyarakat, pembangunan sosial, penyediaan infrastruktur dan lainnya.

Fakta lain juga menunjukkan bahwa selama ini hanya sedikit sekali usaha mikro bisa berkembang menjadi usaha kecil, usaha kecil menjadi usaha menengah dan seterusnya. Kondisi seperti ini diakibatkan berbagai kendala, baik yang berasal dari kondisi intenal UKM maupun kondisi eksternal yang masih kurang kondusif terhadap muncul dan tumbuh kembang UKM (Anonim, 2004).

Khusus pengembangan wilayah menjadi perhatian pemerintah karena memiliki arti penting dan strategis terkait dengan otonomi daerah, perdagangan bebas, strategi globalisasi, dan bahkan pada konteks kedaulatan nasional. Pada


(21)

konteks inilah, pembangunan sektor riil lokal dengan pengembangan UKM dapat menjadi salah satu alternatif bagi pengembangan wilayah.

Oleh karena itu perlu dilakukan suatu penelitian untuk mengetahui upaya apa yang akan dilakukan untuk dapat mengembangkan UKM yang ada di Kota Tanjungbalai.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah penelitian adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana kontribusi UKM dalam pengembangan sektor riil di Kota Tanjungbalai.

2. Bagaimana strategi UKM kedepan dalam rangka membangun sektor riil di Kota Tanjungbalai.

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk menganalisis bagaimana kontribusi UKM dalam perkembangan sektor riil di Kota Tanjungbalai.

2. Untuk menganalisis bagaimana strategi perkembangan UKM untuk mendorong sektor riil di Kota Tanjungbalai.


(22)

1.4. Manfaat Penelitian

1. Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan pemecahan masalah sektor riil yang dihadapi UKM di Kota Tanjungbalai.

2. Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan sektor riil dan perkembangan wilayah di Kota Tanjungbalai

3. Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan strategi dalam perkembangan UKM di Tanjungbalai.


(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Batasan UKM

Pemberdayaan usaha kecil dan menengah merupakan langkah strategis dalam meningkatkan dan memperkuat dasar kehidupan perekonomian dari sebagian terbesar rakyat Indonesia, khususnya melalui penyediaan lapangan kerja dan mengurangi kesenjangan dan tingkat kemiskinan. Berbagai kebijakan, program dan kegiatan pemberdayaan UKM terlah dijalankan. Baru-baru ini pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Kecil dan Menengah (UKM) yang disahkan pada tanggal 4 Juli 2008.

Kementerian Koperasi dan UKM sebagai instansi yang terkait langsung mencoba untuk memfokuskan pada upaya mengkoordinasikan kebijakan pembangunan yang mampu mendorong tumbuh dan berkembangnya koperasi dan UKM dengan daya saing yang tinggi. Program kerja yang telah disusun bertujuan memberikan kesempatan berusaha yang sama bagi koperasi dan UKM dengan pelaku usaha lainnya, meningkatkan mobilitas sumberdaya UKM, mengurangi biaya transaksi bagi UKM, menghilangkan biaya ekonomi tinggi bagi UKM, serta mencabut berbagai peraturan dan kebijakan yang menghambat pemberdayaan UKM di Indonesia.


(24)

2.2. Definisi UKM

Ada berbagai definisi usaha mikro kecil yang digunakan oleh pihak-pihak pembina dan peneliti. Penelitian ini mencoba menggabungkan definisi usaha kecil dan menengah dari berbagai sumber. Menurut Keputusan Menkeu No. 40/KMK.06/2003, tentang Pendanaan Kredit Usaha Kecil dan Menengah. Usaha kecil menurut UU No. 9/1995, adalah usaha produktif milik Warga Negara Indonesia, yang berbentuk badan usaha orang perorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha berbadan hukum termasuk koperasi, milik kekayaan bersih paling banyak Rp. 200 juta, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau memiliki hasil penjualan paling banyak Rp. 100 juta per tahun.

Menurut UU No. 20 Tahun 2008, usaha kecil ialah yang memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 50 juta sampai dengan paling banyak Rp. 500 juta tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp. 300 juta sampai dengan Rp. 2,5 milyar. Sementara itu Badan Pusat Statistik (BPS) menggolongkan suatu usaha berdasarkan jumlah tenaga kerja. Usaha Mikro adalah usaha yang memiliki pekerja 1 – 4 orang, sedangkan usaha kecil adalah usaha yang memiliki pekerja 1 – 19 orang.

Penelitian ini menggunakan definisi UKM dengan menggunakan indikator yang dibuat oleh Bank Indonesia yang berdasarkan besarnya pembiayaan yang digunakan. Bank Indonesia mendefinisikan kategori usaha berdasarkan besarnya pinjaman yang diterima oleh perusahaan, yakni sebagai berikut:


(25)

a. Usaha Mikro ialah perusahaan yang menerima kredit dengan plafon kredit hingga Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah).

b. Usaha Kecil ialah perusahaan yang menerima kredit sebesar Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah) hingga Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah).

2.3. Beberapa Kajian Pengembangan UKM

Dalam beberapa tahun terakhir telah banyak penelitian yang dilakukan untuk mengkaji upaya-upaya dalam pengembangan usaha kecil dan menengah. Penelitian umumnya menyoroti keterbatasan pengembangan UKM dikarenakan rendahnya aksesibilitas UKM dalam mendapatkan kredit lunak dari lembaga keuangan. Rendahnya aksesibilitas UKM terhadap lembaga keuangan dikarenakan UKM tidak memiliki kolateral yang cukup untuk mendapatkan kredit sedangkan lembaga keuangan harus menjalankan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan keuangannya.

Di samping perlunya dukungan aspek finansial yaitu butuh dukungan sejumlah dana agar dapat bersaing dengan usaha yang lain, sejumlah penelitian lainnya menunjukkan bahwa upaya pengembangan UKM juga dapat dilakukan melalui pengembangan aspek non-finansial. Aspek non-finansial adalah kualitas tenaga kerja, pendidikan, teknologi dan sebagainya. Dukungan upaya teknis untuk meningkatkan keterampilan, akses ke pasar dan informasi juga dipercayai dapat berperan dalam pengembangan usaha ini.

Karakteristik dan jenis UKM sebenarnya sangat heterogen dan merupakan indikasi bahwa generalisasi kebijakan terhadap UKM akan sulit mencapai tujuan


(26)

yang diharapkan. Sementara itu, kebijakan dengan pendekatan secara individual usaha juga sulit dilakukan karena berbagai keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Oleh karena itu Yoseva (2006) menyarankan pada tahap awal pengembangan UKM dapat ditempuh melalui pendekatan sentra bisnis.

Untuk mendukung pertumbuhan UKM, maka dilakukan upaya-upaya baik yang berupa finansial maupun non-finansial. Dalam penelitiannya Yoseva (2006) mendapati bahwa 59,2% UKM mengalami peningkatan omset perbulan setelah mendapat dukungan finansial. Sedangkan 20,2% UKM tidak mengalami perubahan omset dan 7,8% UKM malah mengalami penurunan omset setelah mendapat bantuan finansial. Hasil kajian juga menunjukkan bahwa program dukungan non-finansial sampai tingkat tertentu dirasakan cukup bermanfaat terutama dalam kaitannya terhadap layanan informasi, pembiayaan, pemasaran dan bahan baku.

Menurut Said dan Widjaja (2007), pengembangan UKM mengacu pada pola pembiayaan yang dirancang dalam bentuk langsung, yaitu:

1. Hibah, 2. Dan bergulir, 3. Suku bunga murah, 4. Subsidi suku bunga.

Model pembiayaan di atas dikembangkan oleh beberapa departemen seperti Kementerian Koperasi dan UKM, Departemen Pertanian, Kelautan dan Perikanan, Perindustrian dan Perdagangan.


(27)

2.4. Jenis-jenis UKM

Menurut Setyobudi (2007), sekarang ini banyak ragam jenis usaha UKM di Indonesia, tetapi secara garis besar dikelompokkan dalam 4 kelompok:

1. Usaha Perdagangan

Keagenan: agen koran/majalah, sepatu pakaian dan lain-lain; pengecer: minyak, kebutuhan pokok, buah-buahan, dan lain-lain: Ekspor/Impor: produk lokal dan internasional; sektor inormal: pengumpulan barang bekas, pedagang kaki lima dan lain-lain.

2. Usaha Pertanian

Meliputi Perkebunan: pembibitan dan kebun buah-buahan, sayur-sayuran dan lain-lain; Peternakan: ternak ayam petelur, susu sapi; dan Perikanan: darat/laut seperti tambak udang, kolam ikan, dan lain-lain.

3. Usaha Industri

Industri Makanan/Minuman; Pertambangan: Pengrajin: Konveksi, dan lain-lain. 4. Usaha Jasa

Jasa Konsultan; Perbengkelan; Restoran; Jasa Kontruksi; Jasa Transportasi, Jasa Telekomunikasi; Jasa Pendidikan, dan lain-lain.

2.5. Visi Misi UKM

Sebagai negara yang sedang berkembang dengan mayoritas penduduk berada di sektor pertanian-perikanan, maka ekonomi kerakyatan merupakan tulang punggung bangsa Indonesia. Adanya krisis moneter yang berkepanjangan membuat bangsa


(28)

Indonesia mengubah paradigma dalam arah kebijakan ekonominya, yang tadinya berpihak pada para konglomerat (pengusaha besar) dalam pertumbuhan ekonomi negara, sekarang berbalik arah berpihak pada UKM untuk menyelesaikan masalah pengangguran dan pengentasan kemiskinan melalui ekonomi kerakyatan yang terpadu (Kwartono, 2007).

Sebelum krisis ekonomi sebanarnya sudah ada upaya-upaya pembinaan dan pengembangan usaha kecil yang pelaksanaannya menjadi tugas BI (Bank Indonesia) yang diwujudkan dalam paket kebijaksanaan moneter Juni 1983 yang berbentuk pemberian kredit kepada usaha kecil dengan jenis-jenis KIK (Kredit Industri kecil), KMKP (Kredit Modal Kerja Permanen), KI (Kredit Investasi), namun dihentikan bulan Januari 1990, karena menambah uang beredar mendorong inflasi dan sebagai gantinya bank-bank diwajibkan menyalurkan KUK (Kredit Usaha Kecil) senilai 20 persen dari total portopolio pemberian kreditnya, serta keharusan setiap BUMN membina pengusaha kecil sebagai mitra binaan dengan mengalokasikan 2 persen keuntungannya. BI sendiri masih membantu kredit secara terbatas seperti Kredit Koperasi untuk Koperasi Unit Desa dan Koperasi Usaha Tani; Kredit untuk anggota Koperasi Primer; Kredit Investasi.

Namun kebijakan tersebut juga tidak berlangsung lama karena banyak BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia) yang diselewengkan oleh bank-bank penerima BLBI yang menambah keterpurukan ekonomi Negara Indonesia.

Menurut Soetanto (2005) menegaskan dalam pemberdayaan kepada pengusaha kecil dan menengah sebaiknya jangan terlalu diberi fasilitas yang


(29)

berlebihan sebagai gugus pengusaha yang harus dikasihani. Selain itu dalam pemberian insentif kepada UKM jangan diberikan subsidi lagi seperti pola kredit bisnis (Bimbingan Massal), Kredit Usaha Tani (KUT), KIK (Kredit Industri Kecil), dan KMKP (Kredit Modal Kerja Permanen), tetapi pengelola bank pemberi profesional, prudential banking system (hati-hati dan bunga ditetapkan berdasarkan pasar).

Pemberdayaan usaha mikro, kecil, dan menengah (UKM) masyarakat akan dilakukan melalui program pembangunan ekonomi kerakyatan khususnya pada daerah tertinggal. Palaksanaan akan dilakukan secara sinergis dengan departemen terkait. Upaya percepatan penyaluran kredit untuk UKM diperluas, khususnya oleh bank-bank yang terkait dengan MoU Menko Kesra dengan Gubernur.

Dari kesepakatan tersebut dapat dilihat Visi-Misi dan UKM sebagai berikut: 1. Visi UKM adalah menganggulangi kemiskinan.

2. Misi UKM adalah peningkatan pendapatan penduduk miskin dengan memperluas kesepakatan kerja dan usaha.

2.6. Peran UKM Bagi Perekonomian Indonesia

Usaha kecil menengah atau lazim kita kenal sebagi UKM mempunyai banyak peran penting dalam perekonomian. Salah satu perannya yang paling krusial yang dalam pertumbuhan ekonomi adalah menstimulus dinamisasi ekonomi. Karakternya yang paling fleksibel dan cakap membuat UKM dapat direkayasa untuk mengganti lingkungan bisnis yang lebih baik daripada perusahaan-perusahaan besar. Dalam


(30)

banyak kasus, dari sejumlah UKM yang baru pertama kali memasuki pasar, di antaranya dapat menjadi besar karena karena kesuksesannya dalam beroperasi.

Sejak krisis moneter yang diawali tahun 1997, hampir 80% usaha besar mengalami kebangkrutan melakukan PHK massal terhadap karyawannya. Berbeda dengan UKM yang tetap bertahan di dalam krisis dengan segala keterbatasannya. UKM dianggap sektor usaha yang tidak cengeng dan tahan banting. Selain itu sebagai sektor usaha yang dijalankan dalam tataran bawah, UKM berperan dalam mengurangi angka pengangguran, bahkan fenomena PHK menjadikan para pekerja yang menjadi korban dipaksa untuk berpikir lebih jauh dan banyak yang beralih melirik sektor UKM ini. Produk-produk UKM, setidaknya memberikan kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi dan pendapatan nasional, karena tidak sedikit produk-produk UKM yang mampu menembus pasar internasional.

Sekarang ini lembaga-lembaga donor internasional semuanya mendukung perkembangan UKM. Ada yang melihatnya sebagai wahana yang untuk menciptakan kesempatan kerja (ILO), ada yang melihatnya sebagai penjabaran komitmen mereka (IMF, Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia) untuk memerangi kemiskinan di negara-negara berkembang. Di Asia perkembangan sektor UKM ini dilihat juga sebagai salah satu jalan keluar dari krisis ekonomi. Para donor multilateral dan bilateral (antara lain Jepang) semuanya akan menyediakan dana dan bantuan teknis untuk pengembangan sektor ini.

Dapat dirasakan bahwa pada saat ini peran UKM nampak belum begitu dirasakan, karena kurangnya kekuatan persaingan dengan produk-produk luar negeri,


(31)

dan juga masalah klasik yaitu permodalan. Kita harus melihat ini sebagai masalah yang harus kita pecahkan bersama. Karena kita tidak ingin selamanya terpuruk di dalam krisis yang sudah lebih dari 5 tahun melanda negeri kita.

2.7. Pengembangan Wilayah

Sejak memasuki era baru melalui pemberlakuan Undang-Undang Penataan Ruang (UUPR) No. 26/2007, penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan. Sebagai upaya mencapai tujuan tersebut, diperlukan adanya kebijakan dan strategi nasional yang menjadi acuan bagi para stakeholder terkait dalam melaksanakan tugas penyelenggaraan penataan ruang sesuai dengan kewenangan dan tanggung jawabnya. Demikian sambutan Direktur Jenderal Penataan Ruang Departemen PU yang dibacakan Direktur Penataan Ruang Nasional, Iman Soedradjat dalam workshop Kebijakan dan Strategi Nasional Penyelenggaraan Penataan Ruang, Jakarta (15/12).

Iman Soedradjat mengungkapkan, percepatan penyelesaian peraturan pelaksana UUPR dan Peraturan Daerah sebagai operasionalisasi UU No. 26/2007 merupakan isu strategis yang perlu mendapat perhatian dalam fungsi pengaturan. Saat ini, dari 18 Peraturan Pemerintah (PP) yang dimanatkan dalam UUPR, hanya satu yang telah selesai yaitu PP No. 26/2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. Sedangkan Rancangan PP Penyelenggaraan Penataan Ruang sedang dilakukan pembahasan dan menjadi salah satu target penyelesaian dalam program


(32)

100 hari. “Sehingga diperlukan percepatan penyelesaian peraturan pelaksana tersebut agar dapat segera menjadi acuan penyelenggaraan penataan ruang”, tegas Iman.

Penguatan kelembagaan serta peningkatan koordinasi lintas wilayah dan lintas sektor dalam penyelenggaraan penataan ruang nasional merupakan isu strategis dalam fungsi pembinaan. Penataan Ruang sebagai bidang yang memiliki keterkaitan dengan sektor lainnya membutuhkan kesepahaman dan konsensus di antara pemangku kepentingan, imbuh Iman.

Iman menambahkan, pada fungsi pelaksanaan, poin penting yang perlu mendapat perhatian adalah menjadikan Rencana Tata Ruang (RTR) sebagai matra spasial pembangunan wilayah. RTR akan ditempatkan sebagai payung pelaksanaan pembangunan wilayah, sehingga pembangunan yang dilakukan oleh berbagai sektor dapat memberikan hasil yang optimal bagi pertumbuhan wilayah. Sedangkan untuk fungsi pengawasan, perlunya penegakan hukum di bidang penataan ruang sebagai upaya meminimalisasi penyimpangan yang terjadi.

“Isu-isu strategis tersebut menjadi acuan perumusan Kebijakan dan Strategi Nasional Penyelenggaraan Penataan Ruang (KSNPPR) yang tengah disusun saat ini. Nantinya, diharapkan KSNPPR dapat menjadi jawaban atas kondisi yang berkembang saat ini sehingga tujuan penataan ruang yang dicita-citakan dapat terwujud,” ujar Iman.


(33)

2.8. Kebijakan Umum Pengembangan Wilayah

Dari berbagai teori/model yang telah diuraikan terdahulu akan dicoba untuk menyimpulkan langkah-langkah/kebijakan yang perlu ditempuh oleh seorang kepala daerah/perencanaan pembangunan daerah untuk dapat meningkatkan pendapatan masyarakat di daerahnya, yang secara umum berarti meningkatkan perekonomian daerah tersebut.

Langkah-langkah itu dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Sejalan dengan teori basis ekspor, perlu didorong pertumbuhan dari sektor-sektor yang hasil produksinya dapat dijual ke luar daerah atau mendatangkan uang dari luar daerah, terutama ekspor ke luar negeri. Sebetulnya usaha untuk menjual suatu produk ke luar daerah tidak mudah. Apabila daerah lain juga menghasilkan produk yang sama, daerah itu harus mampu menghasilkan produk dengan kualitas yang lebih baik atau minimal sama tetapi dengan harga pokok yang lebih rendah (efisien). Hal sama juga berlaku untuk pemberian jasa yang bias mendatangkan pelanggan/uang dari luar daerah, misalnya pariwisata.

Sebagai akibat krisis ekonomi, banyak masyarakat golongan bawah yang terpaksa dibantu oleh pemerintah. Adapun bantuan yang bersifat materi (diberi jatah beras dengan harga subsidi), tetapi ada juga dalam bentuk penyediaan lapangan kerja (sementara) dan bantuan modal kepada pengusaha kecil dan menengah (UKM). Sesuai dengan teori basis bagi bantuan penyediaan lapangan kerja (sementara), dan bantuan modal UKM, harus diarahkan ke sektor basis (ekspor) dan bukan ke sektor pelayanan, dampak penggandanya bersifat jangka


(34)

pendek dan tidak membuat volume kegiatan ekonomi bertambah secara permanen. Unit usaha yang dibantu memang berkembang, tetapi dengan korban unit usaha sejenis lainnya yang tidak dibantu. Hal ini juga terjadi apabila banyak masyarakat yang berusaha di sektor pelayanan (dagang kecil-kecilan/jasa) karena sulitnya mencari lapangan kerja di sektor riil. Apabila jumlah usaha bertambah tetapi daya beli total tidak naik, pendapatan rata-rata per unit usaha menjadi menurun. Apabila bantuan itu ditujukan ke sektor basis, akan tercipta efek pengganda. Hal itu karena unit usaha basis yang dibantu dan beberapa unit usaha pelayanan akan berkembang, tetapi tidak ada unit usaha yang dirugikan (menurun volume kegiatannya).

2. Sejalan dengan teori Harrod-Domar, harus diperhatikan produk yang hanya dipakai untuk memenuhi kebutuhan lokal. Sebaiknya produk ini juga diusahakan agar bisa diekspor, misalnya dengan peningkatan mutu, perbaikan jalur pemasaran, atau penyediaan volume dalam jumlah ekonomis untuk dipasarkan ke luar daerah, akan tetapi apabila usaha untuk menembus pasar ekspor masih belum memungkinkan, peningkatan produksi untuk komoditi itu tidak perlu didorong melebihi kebutuhan lokal karena untuk menurunkan harga dan merugikan produsen. Bisa jadi bahan baku menjadi mahal, seperti pakan itik pada saat dikembangkan ternak itik, dengan dana IDT (Inpres Desa Tertinggal) atau bantuan kredit pada pengrajin sepatu yang akhirnya macet karena produksi meningkat tetapi pasar tidak berkembang. Ada baiknya beberapa sektor didorong


(35)

secara bersamaan secara sedikit-sedikit. Apabila semua sektor berkembang secara seimbang, kenaikan produksi akan dapat diserap sektor lainnya.

3. Sejalan dengan teori ekonomi klasik atau Neoklasik, harus diusahakan prasarana dan sarana perhubungan yang baik dan lancar, mempermudah arus keluar masuk orang dan barang, serta perbaikan arus komunikasi dan penyebarluasan informasi. Diusahakan untuk memenuhi asumsi dasar yang terdapat pada teori Neoklasik yaitu pasar yang sempurna, baik untuk pasar barang maupun pasar tenaga kerja.

4. Sejalan dengan model interregional perlu diusahakan masuknya dana investasi dari pemerintah pusat atau luar negeri sebanyak banyaknya ke daerah kita. Hal ini diantara lain dapat ditempuh dengan menawarkan program-program yang bisa dibiayai atau menarik untuk dibiayai. Diusahakan agar banyak kegiatan yang dibiayai pemerintah pusat atau luar negeri yang berdomisili di daerah itu. Selain memancing dana-dana pemerintah maka investasi swasta juga harus dirayu baik investasi pengusaha lokal, pengusaha luar daerah atau pengusaha luar negeri.

5. Daerah tetangga yang berkembang tidak perlu dicemburui, tetapi sebaiknya didorong dan dimanfaatkan dengan melihat berbagai kemungkinan untuk menambah ekspor barang atau jasa dari daerah kita ke daerah tersebut.

6. Masyarakat didorong untuk mengkonsumsi produk lokal dan industri didorong untuk lebih banyak memakai komponen lokal (tetapi dengan tidak mengorbankan mutu agar mudah memasuki pasar ekspor). Sejalan dengan itu,


(36)

selain industri yang berorientasi ekspor, industri yang bersifat substitusi impor juga didorong pembangunannya. Perlu diingat bahwa peningkatan produksi hanya bisa berlanjut apabila ada pasar yang menyerap kenaikan produksi.

Pasar ini berupa: a. Ekspor,

b. Peningkatan konsumsi lokal, dan

c. Penurunan impor apabila jenis produksi bersifat import substitution. Konsumsi lokal berbagi atas:

a. Konsumsi akhir (konsumsi rumah tangga), b. Konsumsi pemerintah, dan

c. Dipakai untuk investasi.

Konsumsi pemerintah berkaitan dengan belanja pemerintah yang sumbernya adalah pajak yang dikutip dari masyarakat, yang berarti peningkatannya berkaitan dengan kemampuan masyarakat untuk membayar pajak.

7. Dari rumus multiplier, diketahui bahwa tingkat pajak akan mempengaruhi besarnya multiplier regional. Tingkat pajak yang tinggi akan menurunkan multiplier regional, Akan tetapi, di lain sisi diketahui bahwa pajak akhirnya akan menjadi pengeluaran pemerintah dan makin besar pengeluaran pemerintah akan mendorong peningkatan pendapatan regional. Pajak yang dipungut dari masyarakat terbagi atas pajak yang dipungut pemerintah pusat, pajak yang dipungut pemerintah provinsi, dan pajak yang dipungut oleh pemerintah kabupaten/kota.


(37)

8. Pemilihan jalur cepat dapat mensinergikan perekonomian wilayah.

Pemerintah daerah perlu menentukan sektor dan komoditi apa saja yang diperkirakan bisa tumbuh cepat di wilayah tersebut. Sektor dan komoditi itu haruslah basis atau punya prospek untuk dipasarkan ke luar wilayah atau diekspor di masa yang akan datang dan dapat dikembangkan secara besar besaran atau volume produksinya memenuhi syarat untuk diekspor. Sektor itu perlu didorong, dikembangkan, dan disinergikan dengan sektor-sektor lain yang terkait. Beberapa sektor (kegiatan) dikatakan bersinergi apabila pertumbuhan salah satu sektor akan mendorong sektor lain untuk tumbuh, sedemikian rupa sehingga terdapat dampak pengganda yang cukup berarti. Langkah ini akan mempercepat pertumbuhan ekonomi wilayah.

9. Pentingnya menarik investor untuk menanamkan modalnya di wilayah kita. Pertumbuhan ekonomi bersumber dari tiga hal, yaitu investasi, perbaikan metode kerja, dan peningkatan kerajinan atau jam kerja. Kegiatan investasi dapat berupa investasi untuk kegiatan baru ataupun perluasan dari usaha yang telah ada. Hal ini sekaligus akan menambah lapangan pekerja. Perbaikan metode kerja adalah usaha-usaha yang membuat faktor-faktor produksi yang sama atau bernilai sama, mampu meningkatkan produksi dengan cara inovasi.

10. Sebetulnya apa yang diuraikan hingga saat ini adalah yang berkaitan dengan rencana pengembangan fisik dan struktur perekonomian. Perlu diingat bahwa pengembangan perekonomian, baik nasional maupun regional banyak ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia yang mengambil peran dalam gerak


(38)

perekonomian. Sejalan dengan itu langkah-langkah untuk memperbaiki mutu SDM perlu terus digalakkan, Mutu SDM dapat dibagi dalam dua aspek, yaitu aspek keahlian/keterampilan dan aspek moral/mental. Aspek keahlian keterampilan dapat ditingkatkan melalui pendidikan/pelatihan dan aspek moral/mental sebetulnya lebih menentukan dalam menjamin pertumbuhan ekonomi, tetapi usaha perbaikannya tidak mudah karena menyangkut motivasi dan nilai.

11. Setan adalah sumber kemiskinan.

Demikianlah bunyi terjemahan dari salah satu ayat dalam kitab suci suatu agama. Ternyata ayat ini dapat menjelaskan banyak hal mengapa suatu negara/wilayah sulit bertumbuh, ekonominya kalah bersaing, sebagian besar masyarakatnya tetap miskin dan banyak terdapat pengangguran. Penulis membuat penafsiran atas ayat ini sebagai berikut, manusia bersekutu dengan setan melalui dua cara.

Cara pertama, manusia secara resmi meminta bantuan setan (lewat dukun atau orang pandai), misalnya orang tersebut memiliki “kharisma” dalam pergaulan,

usaha, atau mendapatkan/mempertahankan jabatannya.

Cara kedua, manusia itu tidak pernah secara resmi meminta bantuan setan, tetapi dengan cara berfikir dan tindak tanduknya melakukan pekerjaan yang disenangi setan. Cara berfikir dan tindak tanduk yang disenangi setan antara lain malas, ingin mengambil yang bukan haknya, rakus, diskriminatif, iri atas keberhasilan orang lain, berpendirian dan mau menang sendiri, kurang toleransi, lain di mulut


(39)

lain di hati, senang melanggar aturan yang telah disepakati, tega merugikan orang lain.

2.9. Strategi Pengembangan Sektor-sektor Produksi

Sebagaimana telah diuraikan terdahulu, salah satu tugas seorang perencana wilayah adalah menentukan kegiatan yang perlu dilaksanakan di mana lokasinya. Untuk sementara pembahasan dibatasi untuk kegiatan sektor produksi karena kegiatan ini lebih mudah dianalisis. Setiap kegiatan produksi akan membutuhkan input berupa lahan, tenaga kerja, modal, dan tehnologi. Sebagai imbalannya akan tercipta nilai tambah yang dapat dinikmati oleh faktor-faktor produksi yang terlibat atau terkait dengan kegiatan tersebut. Sektor terkait tetapi bukan faktor produksi, misalnya pemerintah menarik pajak dari kegiatan tersebut. Akan tetapi, dampak daru suatu kegiatan produksi bukanlah hanya yang disebutkan di atas.

Setiap kegiatan produksi umumnya memiliki backward linkage (daya menarik dan forward linkage (daya mendorong). Misalnya pengembangan tersebut perkebunan kelapa sawit seluas 1.000 ha, akan memiliki banyak dampak terhadap perekonomian/kehidupan masyarakat di sekitarnya. Pada masa pembersihan lahan penanaman, dibutuhkan banyak tenaga kerja lepas, bibit, pupuk, penyewaan alat, dan sebagainya. Hal tersebut akan mendorong tumbuhnya kegiatan transportasi untuk mengangkut orang, bahan, dan alat dan juga akan meningkatkan volume perdagangan termasuk pedagang makanan/kebutuhan sehari-hari yang berlokasi di sekitar tempat


(40)

proyek. Hal ini juga akan terjadi pada masa pemeliharaan walaupun intensitasnya lebih rendah dibanding dengan pada waktu pembersihan lahan/penanaman.

Seorang perencana wilayah harus mampu menyeleksi kegiatan apa dan lokasi mana yang dipilih untuk dilaksanakan atau diprioritaskan. Dalam hal ini, perencana wilayah dapat menggunakan konsep nilai tambah, yaitu kegiatan apa yang memberikan nilai total tambah tertinggi. Setelah kegiatannya dapat ditentukan, dipilih lokasi yang paling sesuai (memiliki keunggulan komparatif) untuk kegiatan/produksi tersebut.

Nilai tambah sendiri dapat dihitung untuk berbagi variabel pembatasan misalnya nilai tambah dapat dihitung per satuan luas (misalnya per hektar) persatuan tenaga kerja yang dapat diserap atau persatuan modal yang diinvestasikan.

Untuk semua faktor pembatas tersebut digunakan satuan waktu yang sama, misalnya nilai tambah per tahun. Dalam hal ini nilai tambah diukur terhadap salah satu faktor produksi yang paling terbatas. Misalnya apabila lahan adalah yang paling terbatas maka nilai tambah dihitung terhadap persatuan lahan. Apabila tenaga kerja yang terbatas maka dipilih nilai tambah tertinggi persatuan tenaga kerja yang diserap. Sebaliknya apabila modal yang paling terbatas, nilai tambah dihitung persatuan modal yang harus ditanamkan. Yang akhirnya dipilih adalah yang memberikan nilai tambah tertinggi persatuan faktor pembatas tersebut.


(41)

2.10. Hakikat Perencanaan Strategis

Setiap kegiatan ataupun usaha, agar dapat memperoleh keberhasilan yang tinggi haruslah senantiasa kita programkan serta kita susun rencana kerja yang baik dan matang. Perencanaan yang baik dan benar akan menghindarkan kita dari kesalahan ataupun kekeliruan di dalam mengemudikan jalannya bisnis yang kita pimpin. Perencanaan yang baik akan menuntut kita kearah jalan benar sehingga kita selalu dapat berada dalam kondisi yang biasanya disebut “we are on the right trackartinya kita dapat selalu berada dalam posisi atau jalur serta track yang benar.

Perencanaan yang baik dan benar itulah yang dikenal sebagai “Perencanaan

Strategis” oleh karena itu sering pula dikatakan bahwa perencanaan strategis berarti

akan menuntun kita kepada “doing the right thing” dan tidak atau bahkan malah

menuju kearah “doing the wrong thing”.

Setiap kegiatan haruslah selalu dipertimbangkan dan dirancangkan dengan seksama agar kita akan selalu melakukan pekerjaan kita dengan baik dan benar serta tidak melakukan pekerjaan yang justru keliru. Perencanaan kerja yang baik serta strategis ini perlu dilakukan baik terhadap pekerjaan yang berskala besar terutama, maupun pekerjaan-pekerjaan yang berskala kecil sekalipun. Contoh pekerjaan yang berskala besar misalnya kita akan membuka bisnis baru, ataupun kita akan memperluas perusahaan kita, atau kita akan mencoba untuk memproduksikan dan kemudian memasarkan sebuah produk baru dan sebagainya.


(42)

Semua kegiatan tersebut tentu saja karena berskala besar haruslah direncanakan dengan seksama serta teliti dan dengan saksama serta teliti dan dengan sebaik-baiknya agar nantinya tidak terjadi kekeliruan maupun hambatan.


(43)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini menitikberatkan kepada kontribusi usaha kecil dan menengah (UKM) dalam perkembangan sektor riil Kota Tanjungbalai berdasarkan klaster usaha.

3.2. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Sumber data primer akan diperoleh dari para pengusaha mikro dan kecil non pertanian pada sektor usaha seperti perdagangan dan restoran, industri rumah tangga dan jasa yang berjumlah 419 UKM. Sedangkan data sekunder diperoleh dari Badan Pusat Statistik, Bappeda Kota Tanjungbalai, Dinas Koperasi dan UKM, dan lain-lain. Pengambilan sampel penelitian menggunakan rumus Isaac & Michael (Sugiyono, 2010) yaitu sebagai berikut:

ë2 . N. P. Q s = ---

d2 (N-1) + ë2 . P. Q Keterangan:

N = Populasi 419, dengan taraf signifikan 10% (165) ë2 = dengan dk = 1, taraf kesalahan bisa 1%, 5%, dan 10%. P = Q = 0,5


(44)

s = Jumlah Sampel 12 . 165. 0,5. 0,5 s = ---

0,052 (165-1) + 12 . 0,5. 0,5

s = 62,5. Jadi sampel dalam penelitian ini adalah 62,5 (pembulatan 63) UKM.

3.3. Definisi Operasional

Operasional variabel merupakan penjabaran lebih lanjut tentang hal-hal yang telah dikonsepkan, atau merupakan petunjuk tentang bagaimana variabel penelitian diukur.

Operasional variabel dipergunakan untuk memberikan penjelasan mengenai batas-batas yang akan dibahas atau diteliti, maka penulis merumuskan definisi operasional dari penelitian ini adalah terdiri dari usaha kecil dan menengah serta perkembangan sektor riil.

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan dalam rangka pengumpulan data dapat dilakukan dengan cara:

1. Data Primer

Data yang diperoleh dengan cara melakukan penelitian pada UKM yang terdiri dari:

a. Metode Observasi


(45)

b. Metode Wawancara

Metode wawancara yaitu memperoleh data dengan tatap muka, tanya jawab secara lisan dan berusaha mencari keterangan lainnya dari orang yang dapat memberikan keterangan.

c. Studi Dokumen

Yaitu mempelajari data atau laporan-laporan yang terdapat di UKM. 2. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari refisi buku-buku, majalah dan data-data lainnya yang berasal dari UKM, merupakan data pendukung yang ada hubungannya dengan penelitian ini.

3.5. Teknik Analisis Data

Adapun metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Metode Deskritif

Suatu metode analisa data yaitu dengan mengumpulkan data, menyusun, mengklarifikasikan, menganalisa kemudian diinterprestasikan agar dapat memberikan gambaran atau ketegasan tentang masalah yang diteliti.

2. Matrik SWOT (Stengths-Weaknes-Opportunitis-Threats)

Matrik SWOT merupakan perangkat pencocokan yang penting yang membantu manajer mengembangkan 4 (empat) tipe strategi. Keempat strategi yang dimaksud adalah:


(46)

a. Strategi SO

Strategi ini menggunakan kekuatan internal UKM untuk meraih peluang- peluang yang ada di luar UKM.

b. Strategi WO

Strategi ini bertujuan memperkecil kelemahan-kelemahan internal UKM dengan memanfaatkan peluang-peluang eksternal.

c. Strategi ST

Melalui strategi ini UKM berusaha menghindari atau mengurangi dari dampak dari ancaman-ancaman eksternal.

d. Strategi WT

Strategi ini merupakan taktik untuk bertahan dengan cara mengurangi kelemahan internal serta menghindari ancaman.

Tabel 3.1. Matrik SWOT Kekuatan – S

Daftar Kekuatan

Kelemahan – W Daftar Kelemahan PELUANG – O

Daftar Peluang

STRATEGI – SO Gunakan kekuatan untuk

menggunakan peluang

STRATEGI – WO Atasi kelemahan dengan

memanfaatkan peluang ANCAMAN – T

Daftar Ancaman

STRATEGI – ST Gunakan kekuatan untuk

menghindari ancaman

STRATEGI – WT Memindahkan kelemahan dan menghindari ancaman Sumber: Kotler, Philip. 2000.


(47)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Kota Tanjungbalai

Sejarah Kerajaan Asahan dimulai dengan penobatan raja pertama kerajaan tersebut yang berlangsung meriah di sekitar Kampung Tanjung. Peristiwa itu terjadi tepatnya pada tanggal 27 Desember 1620 dan tanggal 27 Desember kemudian ditetapkan sebagai “Hari Jadi Kota Tanjungbalai” dengan surat Keputusan DPRD

Kota Tanjungbalai Nomor: 4/DPRD/TB/1986 tanggal 25 November 1986.

Mengenai asal usul nama Kota “Tanjungbalai” menurut cerita rakyat

di Tanjungbalai bermula dari sebuah kampung yang ada di sekitar ujung tanjung di muara Sungai Silau dan aliran Sungai Asahan.

Lama kelamaan balai yang dibangun semakin ramai disinggahi karena tempatnya yang strategis sebagai bandar kecil tempat melintas ataupun orang-orang yang ingin bepergian ke hulu Sungai Silau. Tempat itu kemudian dinamai “Kampung Tanjung” dan orang lazim menyebutnya balai “Di Tanjung”.

Ditemukannya Kampung Tanjung kemudian menjadikan daerah itu semakin ramai dan berkembang menjadi sebuah negeri. Penabalan Sultan Abdul Jalil sebagai raja pertama Kerajaan Asahan di Kampung Tanjung kemudian memulai sejarah pemerintahan Kerajaan Asahan pada tahun 1620.

Dalam catatan sejarah, Kerajaan Asahan pernah diperintah oleh delapan orang raja yang sejak raja pertama Sultan Abdul Jalil pada tahun 1620 sampai dengan


(48)

Sultan Syaibun Abdul Jalil Rahmadsyah tahun 1933, yang kemudian mangkat pada tanggal 17 April 1980 di Medan dan dimakamkan di Kompleks Mesjid Raya Tanjungbalai.

Pertumbuhan dan perkembangan Kota Tanjungbalai sejak didirikan sebagai

Gementee berdasarkan Besluit G.G tanggal 27 Juni 1917 No. 284, sebagai akibat

dibukanya perkebunan-perkebunan di Daerah Sumatera Timur termasuk daerah Asahan seperti H.A.P.M, SIPEF, London Sumatera (Lonsum) dan lain-lain, maka Kota Tanjungbalai sebagia kota pelabuhan dan pintu masuk ke daerah Asahan menjadi penting artinya bagi perkembangan perekonomian Indonesia.

Untuk memperlancar kegiatan perkebunan, maskapai-maskapai Belanda membuka kantor dagangnya di Kota Tanjungbalai antara lain: Kantor K.PM., Borsumeij dan lain-lain, maka pada abad XX mulailah penduduk Bangsa Eropa tinggal menetap di Kota Tanjungbalai. Asissten Resident van Asahan berkedudukan di Kota Tanjungbalai dan karena jabatannya bertindak sebagai Walikota dan Ketua Dewan (Voorzitter van den Gemeenteraad).

Sebagai kota pelabuhan dan tempat kedudukan Asissten Resident Tanjungbalai juga merupakan tempat kedudukan Sultan Kerajaan Asahan.

Pada waktu Gementee Tanjungbalai didirikan atas Besluit G.G tanggal 27 Juni 1917 No. 284, luas wilayah Gementee Tanjungbalai adalah 106 Ha. Atas persetujuan Bupati Asahan melalui maklumat tnaggal 11 Januari 1958 No. 260 daerah-daerah yang dikeluarkan (menurut Stbl. 1917 No. 641) dikembalikan pada batas semula, sehingga menjadi seluar 200 Ha.


(49)

Dengan dikeluarkannya Undang-Undang Darurat No. 19 Tahun 1956, Lembaran Negara 1956 No. 60 nama Hamintee Tanjungbalai diganti dengan kota kecil Tanjungbalai dan jabatan Walikota terpisah dari Bupati Asahan berdasarkan Surat Menteri Dalam Negeri tanggal 18 September 1956 No. U.P 15/2/3. Selanjutnya dengan UU No. 1 Tahun 1957 nama Kota Kecil Tanjungbalai diganti menjadi Kotapraja Tanjungbalai.

Sementara itu tercatat ada 13 Kepala Daerah yang pernah memimpin Kota Tanjungbalai sejak tahun 1957 sampai sekarang, yaitu:

1. Dt. Edwarsyah Syamsura (1956 – 1958)

2. Wan Wasmayuddin (1958 – 1960)

3. Zainal Abidin (1960 – 1965)

4. Syaiful Alamsyah (1965 – 1967)

5. Anwar Idris (1967 – 1970)

6. Patuan Naga Nasution (1970 – 1975)

7. H. Bahrum Damanik (1975 – 1980)

8. Drs. H. Ibrahim Gani (1980 – 1985)

9. Ir. H. Marsyal Hutagalung (1985 – 1990) 10. H. Bachta Nizar Lubis, SH (1990 – 1995) 11. Drs. H. Abdul Muis Dalimunthe (1995 – 2000) 12. Dr. H. Sutrisno Hadi, Sp.OG (2000 – 2005), dan

Mulkan Sinaga sebagai Wakil Walikota

13. Dr. H. Sutrisno Hadi, Sp.OG (2005 – sekarang), dan Drs. H. Thamrin Munthe, M.Hum sebagai Wakil Walikota

Dari tahun ke tahun Kota Tanjungbalai terus berkembang, para pendatang dari berbagai tempat dengan tujuan untuk berdagang, kemudian menetap di Kota Tanjungbalai, sehingga kota ini telah menjadi kota yang berpenduduk padat.

Sebelum Kota Tanjungbalai diperluas dari hanya 199.0 Ha (2 Km2) menjadi 60 Km2, kota ini pernah menjadi kota terpadat di Asia Tenggara dengan jumlah


(50)

penduduk lebih kurang 40.000 orang dengan kepadatan penduduk kurang lebih 20.000 jiwa/Km2.

Akhirnya Kota Tanjungbalai diperluas menjadi kurang lebih 60 Km2 dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 20 Tahun 1967, tentang Perubahan Batas Wilayah Kota Tanjungbalai dan Kabupaten Asahan yang terdiri dari 6 (enam) kecamatan, yaitu:

1. Kecamatan Datuk Bandar, 2. Kecamatan Tanjungbalai Selatan, 3. Kecamatan Tanjungbalai Timur, 4. Kecamatan Tanjungbalai Utara, 5. Kecamatan Sei Tualang Raso, 6. Kecamatan Teluk Nibung.

Berdasarkan SK. Gubsu No. 146.1/3372/SK/1993 tanggal 28 Oktober 1993 desa dan kelurahan telah dimekarkan menjadi bertambah 5 desa dan 7 kelurahan persiapan sehingga menjadi 19 desa dan 11 kelurahan di Kota Tanjungbalai. Berdasarkan Perda No. 23 Tahun 2001 seluruh desa yang ada telah berubah status menjadi kelurahan, sehingga saat ini Kota Tanjungbalai terdiri dari 30 kelurahan.

Dengan dikeluarkan peraturan pemerintah daerah (Perda) Kota Tanjungbalai Nomor 4 Tahun 2005 tanggal 4 Agustus 2005 tentang Pembentukan Kecamatan Datuk Bandar Timur dan Nomor 3 Tahun 2006 tanggal 22 Pebruari 2006 tentang Pembentukan Kelurahan Pantai Johor di Kecamatan Datuk Bandar, maka wilayah


(51)

Kota Tanjungbalai menjadi 6 kecamatan dan 31 kelurahan. Adapun kecamatan yang ada di Kota Tanjungbalai adalah sebagai berikut:

Tabel 4.1. Jumlah Kecamatan di Kota Tanjungbalai

No Nama Kecamatan Luas (Ha)

1 2 3 4 5 6

Teluk Nibung Datuk Bandar Sei Tualang Raso Tanjungbalai Utara Tanjungbalai Timur Tanjungbalai Selatan

855 Ha 904 Ha 928 Ha 1.021 Ha 1.001,4 Ha 1.343,5 Ha

Jumlah 6.052,9 Ha

Sumber: BPS Kota Tanjungbalai, 2010.

4.2. Keadaan Wilayah dan Kependudukan

1. Geografi

a. Letak Wilayah

Kota Tanjungbalai terletak di antara 258’ LU dan 9948’ BT,

dengan luas wilayah 60.529 Km2 (6.052,9 Ha) berada dikelilingi oleh Kabupaten Asahan dan dengan batas-batas wilayah sebagai berikut: 1) Sebelah Selatan dengan Kecamatan Simpang Empat.

2) Sebelah Utara dengan Kecamatan Tanjungbalai. 3) Sebelah Timur dengan Kecamatan Sei Kepayang. 4) Sebelah Barat dengan Kecamatan Simpang Empat. b. Luas Wilayah/Kepadatan Penduduk

Kota Tanjungbalai mempunyai luas 6.052,9 Ha yang meliputi 6 (enam) pemerintahan kecamatan dengan jumlah penduduk 297.047 jiwa.


(52)

Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa rata-rata kepadatan penduduk adalah 20.000 jiwa/Km.

c. Keadaan Alam

Keadaan alam wilayah Kota Tanjungbalai relatif rendah. Bentuk permukaan tanahnya dengan ketinggian tanah + 0 – 1 meter di atas permukaan laut

d. Potensi Wilayah

Sebelum disampaikan tentang wilayah Kota Tanjungbalai, terlebih dahulu akan dijelaskan tata guna tanah sebagai berikut:

Tanah kering : 361,2 Ha

Tanah perkebunan : 483,7 Ha

Tanah sawah : 1.395,0 Ha

Tanah bangunan/pekarangan : 3.479,0 Ha

Lainnya : 334,0 Ha

Jumlah : 6.052,9 Ha

Di sini akan dijelaskan bagaimana potensi Kota Tanjungbalai yaitu: a. Sumber Daya Alam

Pengelolaan sumber daya alam dimanfaatkan untuk permukiman, perkantoran dan peternakan serta perairan serta pertanian dengan jenis tanaman padi, palawija dan hortikultura perkebunan kelapa biasa, pelabuhan negara dan pelabuhan khusus yang berada di sepanjang Sungai Asahan


(53)

Sesuai dengan penggunaan lahannya sebagian sumber daya manusia dimanfaatkan pada sektor pertanian/perkebunan kelapa dan peternakan. Namun lebih besar sebagai pekerja nelayan dan nelayan murni bidang perikanan laut. Sebagian sumber daya manusia yang ada juga tersebar pada sektor industri dan perdagangan hasil laut dan pekerja pelabuhan.

2. Demografi

Berdasarkan laporan kependudukan akhir Oktober tahun 2008, jumlah penduduk di Kota Tanjungbalai adalah 297.047 jiwa, dengan 74.261 kepala keluarga. Rincian jumlah penduduk di setiap kecamatan adalah sebagai berikut: Tabel 4.2. Rincian Jumlah Penduduk Setiap Kecamatan di Kota Tanjungbalai

No

Kecamatan

Jumlah Penduduk

(Jiwa) Jumlah

Kepala Keluarga

(KK)

LK PR

1 2 3 4 5 6 Teluk Nibung Datuk Bandar Sei Tualang Raso Tanjungbalai Utara Tanjungbalai Timur Tanjungbalai Selatan 26.515 23.432 30.925 23.829 16.546 22.219 28.516 22.101 29.012 21.810 23.098 29.044 55.031 45.533 59.937 45.639 39.644 51.263 11.902 9.638 14.406 11.909 12.982 13.424

Jumlah 158.921 138.126 297.047 74.261


(54)

Tabel 4.3. Jumlah Penduduk Kota Tanjungbalai Berdasarkan Golongan Umur Golongan Umur

(Tahun) Laki-Laki Perempuan Total (Jiwa) 0 – 10

11 – 20 21 – 30 31 – 40 40 keatas 11.127 28.916 30.112 46.792 39.562 13.762 31.229 34.853 42.241 18.453 24.889 60.145 64.965 89.033 58.015

Jumlah 156.509 140.538 297.047

Sumber: Kota Tanjungbalai, 2010

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa jumlah penduduk Kota Tanjungbalai yang berumur 0 – 5 merupakan jumlah penduduk yang terkecil sebanyak 24.889 jiwa, sedangkan jumlah penduduk Kota Tanjungbalai yang berumur 31 – 40 merupakan jumlah penduduk yang terbesar sebanyak 89.033 jiwa.

Tabel 4.4. Klasifikasi Penduduk Kota Tanjungbalai Berdasarkan Mata Pencahariannya

No Mata Pencaharian Jumlahnya

1 2 3 4 5 6 Nelayan Pedagang PNS/ABRI Buruh Tani/Petani Buruh Bangunan Lain-lain 32.256 14.796 7.563 14.526 15.624 14.521

Jumlah 99.016

Sumber: Kota Tanjungbalai, 2010.

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa klasifikasi penduduk Kota Tanjungbalai yang berdasarkan mata pencaharian sebagai PNS/ABRI sebanyak 7.563 merupakan penduduk yang terkecil, sedangkan klasifikasi penduduk Kota Tanjungbalai yang berdasarkan mata pencaharian sebagai nelayan sebanyak 32.256 adalah penduduk yang terbesar.


(55)

4.3. Kontribusi UKM dalam Perkembangan Sektor Riil di Kota Tanjungbalai 4.3.1. Kontribusi UKM dalam Menyerap Tenaga Kerja

Di bawah ini akan diuraikan kontribusi UKM dalam perkembangan sektor riil di Kota Tanjungbalai.

Tabel 4.5. Jumlah Pengusaha di Kota Tanjungbalai

No Uraian Jumlah (Unit) Persen (%)

1 2

Pedagang

Usaha kecil dan menengah

2083 419

83.00 17.00

Jumlah 2502 100.00

Sumber: BPS Kota Tanjungbalai, 2010.

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa jumlah pedagang yang berkecimpung di Kota Tanjungbalai adalah 2083 pedagang (83.00%) serta sisanya adalah usaha kecil dan menengah sebanyak 419 (17.00%).

Dibawah ini akan diuraikan perkembangan usaha kecil dan menengah serta tenaga kerja di Kota Tanjungbalai tahun 1999-2008 dapat diuraikan pada Tabel 4.6. Tabel 4.6. Perkembangan Usaha Kecil dan Menengah Serta Tenaga Kerja

di Kota Tanjungbalai Tahun 1999 – 2008

Tahun Jumlah Usaha Kecil dan Menengah Jumlah Tenaga Kerja Total Jumlah Tenaga Kerja di

Tanjungbalai % Total Tenaga Kerja UKM 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 792 786 793 481 489 512 513 414 419 419 2511 2447 2473 1876 1686 1486 2486 1448 1415 1415 12939 12784 12881 9784 8969 7768 12189 7821 7045 7033 19,41 19,14 19,20 19,17 18,80 19,13 20,40 18,51 20,09 20,12 Sumber: BPS Kota Tanjungbalai, 2010.


(56)

Dari Tabel 4.6 dapat dikatakan bahwa perkembangan usaha kecil dan menengah di Kota Tanjungbalai mengalami perubahan yang cukup signifikan. Hal ini disebabkan berbagai faktor ekonomi, sosial, politik dan perkembangan lainnya. Pada tahun 1999 jumlah perusahaan berjumlah 792 usaha kecil dan menengah, di mana jumlah tenaga kerja yang mampu diserap adalah berjumlah 2511 orang. Dan pada tahun berikutnya hanya 786 usaha kecil dan menengah yang ada dan dibarengi dengan penurunan jumlah tenaga kerja menjadi 2447 orang. Untuk tahun 2001 jumlah usaha kecil dan menengah mengalami peningkatan menjadi 793 dan mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 2473 orang.

Akan tetapi untuk tahun 2002 mengalami penurunan yang cukup besar menjadi 481 usaha kecil dan menengah di mana jumlah tenaga kerja yang mampu diserap hanya 1876 orang. Hal ini disebabkan kurang kondusifnya sektor keamanan di mana sektor keamanan menjadi salah satu kekuatan agar sektor riil suatu daerah meningkat. Sedangkan untuk tahun 2003 jumlah usaha kecil dan menengah hanya mengalami sedikit peningkatan menjadi 489 dan tenaga kerjanya menjadi 1686 orang.

Tahun 2004 jumlah usaha kecil dan menengah naik menjadi 512, di mana jumlah tenaga kerja yang terserap tidak mengalami peningkatan yaitu 1486 tenaga kerja. Untuk tahun 2005 hanya 1 usaha kecil dan menengah yang bertambah, hal ini bisa dimaklumi di mana terjadinya berbagai bencana alam yang secara tidak langsung juga berdampak kepada Kota Tanjungbalai sebagai salah satu kota perdagangan dan pelabuhan. Walaupun begitu jumlah tenaga kerja yang mampu diserapnya adalah 2.486 tenaga kerja.


(57)

Untuk tahun 2006 jumlah usaha kecil dan menengah adalah 414, hal ini disebabkan masih belum pulihnya sektor riil yang disebabkan bencana alam yang masih sering terjadi di Provinsi Sumatera Utara yang secara tidak langsung juga berdampak kepada sektor riil di Kota Tanjungbalai. Sedangkan jumlah tenaga kerjanya adalah 1448 tenaga kerja. Pada tahun 2007 dan 2008 jumlah usaha kecil dan menengah berjumlah 419 naik 7 usaha kecil dan menengah dibandingkan pada tahun 2006 dan jumlah tenaga kerjanya tetap untuk tahun 2007 dan 2008 yaitu 1415 orang.

Sedangkan dari persentase dapat dikatakan bahwa persentase usaha kecil dan menengah dalam menyerap tenaga kerja mengalami peningkatan. Pada tahun 1999 usaha kecil dan menengah mampu menyerap 19,41% dari total tenaga kerja yang ada di Kota Tanjungbalai dan pada tahun 2008 usaha kecil dan menengah mampu menyerap jumlah tenaga kerja sebesar 20,12% yang berarti mengalami peningkatan dibandingkan tahun 1999. Salah satu sebab kenaikan tersebut adalah tahun 1999 masih dalam masa pemulihan akibat krisis multi dimensi pada pertengahan tahun 1997 yaitu krisis ekonomi, politik dan kepercayaan investor, sedangkan pada tahun 2008 naik disebabkan ekonomi tidak mengalami gejolak serta perekonomian masih stabil.


(58)

Di bawah ini akan diuraikan usaha kecil dan menengah pada tahun 2008: Tabel 4.7. Jumlah Usaha Kecil dan Menengah di Kota Tanjungbalai Tahun 2008

No Jenis Industri

Memakai Mesin Penggerak Tanpa Mesin Penggerak Jumlah Industri Jumlah Daya Tenaga Penggerak Jumlah Tenaga Kerja Jumlah Industri Jumlah Tenaga Kerja I. Aneka Industri

1 Crumb Rubber - - - - -

2 Latex - - - - -

3 Pabrik Rokok - - - - -

4 Minyak Kelapa 5 1500 KVA 50 - -

5 Minyak Kernel - - - - -

6 Minyak Goreng 2 1250 KVA 20 - -

7 Tepung Ikan 2 75 PK 10 - -

8 Kelapa Parut - - - - -

9 Pabrik Es Batu 3 225 PK 40 - -

10 Coldstorage 4 210 PK 65 - -

11 Percetakan 7 3000 W 35 - -

12 Es Cream - - - - -

13 Kerang Asin - - - 3 20

14 Pengolahan Sabut Kelapa - - - - -

15 Komponen Makan Ternak - - - - -

16 Pabrik Minyak Sawit 1 1500 KVA 40 - -

17 Pengrajin/Pengolahan Kayu 8 3000 W 33 - -

18 Pengolahan Hasil Laut 2 5000 W 30 - -

II. Pengolahan Pangan

1 Pengasinan Ikan - - - 9 43

2 Ikan Rebus - - - - -

3 Daging Asap - - - - -

4 Telur Asin - - - 5 25

5 Bumbu Masak - - - 16 32

6 Roti Kering

10 45 PK 45 - -

7 Roti Basah


(59)

No Jenis Industri

Memakai Mesin Penggerak Tanpa Mesin Penggerak Jumlah Industri Jumlah Daya Tenaga Penggerak Jumlah Tenaga Kerja Jumlah Industri Jumlah Tenaga Kerja

9 Kembang Gula - - - - -

10 Penggilingan Kopi 1 3000 W 2 - -

11 Mie Basah - - - - -

12 Tahu 5 3000 W 25 - -

13 Tempe

14 Kerupuk dan Sejenisnya - - - 9 36

15 Terasi - - - 1 3

16 Dodol - - - - -

17 Pembersih Sarang Burung - - - 5 55

18 Lemonade - - - - -

19 Jamu - - - - -

20 Pembungkus Garam 1 5000 W 15 - -

III Sandang/Kulit

1 Tenun - - - - -

2 Sulaman/Bordir 5 3000 W 22 - -

3 Penjahit Pakaian 34 3000 W 45 - -

4 Reparasi Jok - - - 2 7

5 Tukang Kasur - - - 4 20

IV Kimia/Bangunan

1 Makanan Ternak - - - - -

2 Pengolahan Kayu 2 75 PK 32 - -

3 Meubel Kayu 8 5000 W 26 - -

4 Sabun Cuci 1 5000 W 12 - -

5 Batu Tuas Dari Semen - - - 3 11

6 Pembakaran Kapur - - - - -

7 Bhn Bagunan dari Semen - - - - -

8 Reparasi Dynamo/Baterei - - - 5 18

9 Batu Bata - - - - -

10 Reparasi Boat - - - 2 24

11 Tukang Gigi 3 3000 W 3 - -


(60)

No Jenis Industri

Memakai Mesin Penggerak Tanpa Mesin Penggerak Jumlah Industri Jumlah Daya Tenaga Penggerak Jumlah Tenaga Kerja Jumlah Industri Jumlah Tenaga Kerja

12 Tukang Gambar 2 5000 W 8 8 16

13 Salon/Tukang Pangkas 26 3000 W 52 - -

V Logam

1 Pandai Besi - - - 2 8

2 Pengecoran Logam 1 15000 W 20 - -

3 Barang dari Alumunium utk

Bangunan 3 3000 W 11 - -

4 Tukang Las 30 5000 W 66 - -

5 Reparasi Radio/TV 22 26400 W 45 - -

6 Reparasi Kulkas 3 3600 W 7 - -

7 Reparasi Mobil - - - 12 33

8 Reparasi Sepeda Motor - - - 30 45

9 Reparasi Sepeda/Becak - - - 14 27

10 Tukang Emas - - - 17 23

VI Kerajinan Umum

1 Alat-alat Dapur - - - 7 21

2 Arang Tempurung - - - 1 7

3 Tempel Ban - - - 16 16

4 Pembuatan Stempel - - - 3 3

5 Photo Copy 11 13200 W 33 - -

6 Tukang Jam - - - 7 8

7 Bubut 16 39600 W 43 - -

8 Pembuatan Sepatu 1 1200 W 2 - -

9 Reparasi Sepatu - - - - -

10 Pertukangan Kapal Kayu 5 6000 W 23 5 34

11 Sapu Lidi Hias - - - 1 3

12 Barang Dari Kaca 5 6000 W 9 - -

13 Reparasi Timbangan - - - 1 3

Jumlah 229 869 190 546

Sumber: BPS Kota Tanjungbalai, 2010. Lanjutan Tabel 4.7


(61)

4.3.2. Kontribusi UKM terhadap Investasi

Di bawah ini akan diuraikan kontribusi UKM terhadap investasi di Kota Tanjungbalai dapat diuraikan pada Tabel 4.8.

Tabel 4.8. Perkembangan Nilai Investasi Usaha Kecil dan Menengah di Kota Tanjungbalai Tahun 2004 – 2008

Tahun Nilai Investasi UKM (Rp)

Perkembangan PDRB Sektor Riil (Rp)

Persentase Nilai Investasi UKM terhadap PDRB

2004 2.731.000.000 352.181.670.000 0.78

2005 3.266.200.000 371.490.140.000 0.88

2006 2.457.054.000 402.098.270.000 0.61

2007 2.559.854.000 438.198.470.000 0.58

2008 2.579.925.000 485.269.790.000 0.53

Sumber: BPS Kota Tanjungbalai, 2010.

Dari data di atas, dapat diketahui bahwa pada tahun 2004 nilai investasi Rp. 2.731.000.000, sedangkan PDRB Sektor Riil adalah Rp. 352.181.670.000, jadi dapat dikatakan bahwa kontribusi persentase UKM terhadap PDRB adalah sebesar 0.78%. Dan pada tahun 2005 nilai investasi Rp. 3.266.200.000, sedangkan PDRB Sektor Riil adalah Rp. 371.490.140.000, kontribusi persentase UKM terhadap PDRB adalah sebesar 0.88%. Hal ini cukup tinggi kenaikannya dibandingkan tahun sebelumnya. Ada berbagai faktor pendukung yang menyebabkan nilai UKM naik begitu tinggi, salah satunya adalah kondusifnya pemilu presiden pada tahun 2004 sehingga banyak konsumen percaya dan menambah nilai investasinya di Kota Tanjungbalai.

Pada tahun 2006 nilai investasi Rp. 2.457.054.000, sedangkan PDRB Sektor Riil adalah Rp. 402.098.270.000, kontribusi persentase UKM terhadap PDRB adalah


(62)

sebesar 0.61% mengalami penurunan yang cukup signifikan dibandingkan tahun sebelumnya. Sedangkan pada tahun 2007 nilai investasi Rp. 2.559.854.000, sedangkan PDRB Sektor Riil adalah Rp. 438.198.470.000, kontribusi persentase UKM terhadap PDRB adalah sebesar 0.58%, juga mengalami penurunan dibandingkan tahun 2006.

Pada tahun 2008 nilai investasi UKM adalah Rp. 2.579.925.000, sedangkan PDRB Sektor Riil adalah Rp. 485.269.790.000, kontribusi persentase UKM terhadap PDRB adalah sebesar 0.53%. Dari data tersebut dapat dijelaskan mengapa nilai investasi yang ditanamkan tetap, sedangkan nilai PDRB mengalami kenaikan yang cukup signifikan, hal ini disebabkan ada beberapa faktor yang mempengaruhi kenaikan PDRB tersebut, antara lain ada beberapa usaha sejenis yang sama seperti UKM tapi dimiliki oleh usaha besar sehingga secara tidak langsung berpengaruh terhadap kenaikan PDRB sektor riil.

4.3.3. Kontribusi UKM terhadap PDRB

Dibawah ini akan diuraikan kontribusi UKM terhadap PDRB di Kota Tanjungbalai dapat diuraikan pada Tabel 4.9.

Tabel 4.9. Perkembangan PDRB Usaha Kecil dan Menengah terhadap Tenaga Kerja di Kota Tanjungbalai Tahun 2004 – 2008

Tahun PDRB UKM

(Rp) PDRB (Rp)

Persentase UKM terhadap PDRB

2004 111.424.800 352.181.670.000 0,03

2005 140.773.220 371.490.140.000 0.04

2006 81.082.782 402.098.270.000 0,02

2007 73.979.781 438.198.470.000 0,02

2008 67.852.028 485.269.790.000 0,01


(63)

Dari data di atas dapat dikatakan bahwa persentase UKM terhadap PDRB pada tahun 2004 adalah sebesar 0,03% dan mengalami peningkatan pada tahun berikutnya menjadi 0,04%. Hal ini disebabkan semakin tingginya kepercayaan masyarakat terhadap UKM. Pada tahun 2006 persentase UKM terhadap PDRB adalah sebesar 0,02 artinya mengalami penurunan dibandingkan tahun 2005 dikarenakan munculnya pesaing-pesaing yang baru. Pada tahun 2007 persentase UKM terhadap PDRB adalah sebesar 0,02% juga mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya, hal ini juga disebabkan masih belum siapnya pelaku UKM dalam menyikapi pesaing-pesaing yang baru dan tidak adanya inovasi dari pelaku UKM untuk membuat terobosan yaitu menciptakan produk terbaru agar dapat bersaing dengan pesaing-pesaing tersebut.

Sedangkan pada tahun 2008 persentase UKM terhadap PDRB adalah sebesar 0,01% yang artinya tetap mengalami penurunan yang lumayan dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 0,02%. Dengan terjadi penurunan setiap tahunnya, maka pemerintah mengeluarkan UU No. 20 Tahun 2008 yang memberikan kemudahan bagi pelaku UKM untuk memperoleh dana bantuan dari pemerintah serta kemudahan dalam mengurus izin usaha agar mampu bersaing dengan usaha lainnya sehingga dapat berkembang serta menjadi soko guru bagi perekonomian daerah maupun nasional.


(64)

4.4. Karakteristik UKM

Dilihat dari segi usaha, kategori terbesar (25,40%) responden bergerak di bidang industri pangan. Kemudian disusul oleh industri reperasi kendaraan roda 2 (12,90 %), industri kerajinan, industri pakaian, reperasi mobil (Roda 4) sebesar (9,52%), kemudian industri reperasi TV/elektronik radio dan salon/pangkas (7,94%), service becak (6,35%), jasa tukang jam (4,76%), reperasi kulkas (3,17%) dan reperasi timbangan serta pertukangan pandai besi sebesar (1,59%). Hal ini menunjukkan bahwa sektor usaha yang sangat berperan adalah sektor industri pangan dan industri kendaraan roda 2.

Di bawah ini akan diuraikan beberapa karakteristik UKM yang menjadi survey yang telah dilakukan.

25,4 0 9,52 9,52 4,76 3,17 1,59 1,59 9,52 12,7 0 6,35 7,94 7,94 INDUSTRI PANGAN INDUSTRI KERAJINAN PENJAHIT PAKAIAN JASA TUKANG JAM REPARASI KULKAS REPARASI TIMBANGAN PERTUKANGAN PANDAI BESI REPARASI MOBIL (RODA 4) REPARASI KENDERAAN (RODA 2) SERVICE BECAK REPARASI TV / ELEKTRONIK RADIO SALON / PANGKAS

Gambar 4.1. Karakteristik UKM terhadap Jenis Komoditi

Jumlah tenaga kerja yang mampu diserap dari survey yang telah dilaksanakan adalah (78,70%) laki-laki, sedangkan perempuan sebesar (21,30%). Hal ini


(1)

suatu nilai plus bagi UKM untuk dapat bersaing dengan usaha yang lain ataupun yang sejenis sehingga bisa meningkatkan kemampuan UKM itu untuk menambah produksi maupun tenaga ahli dan dapat berkompetisi dengan usaha berskala besar maupun usaha dari luar negeri. Lokasi UKM yang mudah untuk dijangkau dalam pengiriman bahan baku memudahkan bagi UKM untuk lebih cepat melakukan produksi serta menimalisir pengeluaran biaya dan harga yang ditawarkan bisa lebih murah dibandingkan produk pesaing yang sejenis.


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Dilihat dari segi usaha, kategori terbesar (25,40%) bergerak di bidang industri pangan. Sedangkan yang terkecil (1,59%) bergerak di bidang pertukangan pandai besi dan reparasi timbangan.

2. Untuk mendapatkan pinjaman dan dapat bersaing dengan usaha yang sejenis, maka hal ini merupakan suatu nilai plus untuk dapat bersaing dengan usaha yang lain ataupun yang sejenis sehingga bisa meningkatkan kemampuan UKM itu untuk menambah produksi maupun tenaga ahli sehingga baik berkompetisi dengan usaha berskala besar maupun usaha dari luar negeri. 3. Kontribusi UKM dalam menyerap tenaga kerja di Kota Tanjungbalai adalah

sebesar 19,40, yang berarti hampir 1/5 dari tenaga kerja yang ada di Kota Tanjungbalai mampu di serap UKM. Sedangkan kontribusi UKM terhadap investasi adalah sebesar 0,68% dan kontribusi UKM terhadap PDRB adalah sebesar 0,02%. Jadi dapat dikatakan bahwa UKM hanya mampu memberikan kontribusinya tidak lebih dari 1% bagi peningkatan perekonomian di Kota Tanjungbalai.


(3)

5.2. Saran

Untuk meningkatkan penjualan, tercapainya tingkat penjualan dan distribusi yang sesuai dengan yang diharapkan UKM, serta peran aktif pemerintah dan pelaku UKM itu perlu ditingkatkan lagi. Ada beberapa usaha yang dapat dilaksanakan untuk meningkatkan penjualan, yaitu:

1. Dilihat dari jenis industri yang ada di UKM, maka sebaiknya Pemerintah Kota Tanjungbalai lebih menitikberatkan untuk mengembangkan industri pangan karena merupakan jumlah terbesar pelaku UKM atau ¼ nya. Hal ini perlu mendapat perhatian lebih karena bisa meningkatkan pendapatan asli daerah. Sedangkan sektor-sektor lainnya merupakan sektor pendukung industri pangan yang tetap dibina dan dikaryakan agar bisa maju dan berkembang seperti industri pangan yang mampu menguasai hampir seperempat jenis usaha di Kota Tanjungbalai.

2. Dengan adanya kemudahan berusaha bagi pelaku UKM serta dukungan pemerintah, maka sebaiknya pelaku UKM lebih tanggap dan memanfaatkan kemudahan tersebut. Salah satu tujuannya adalah untuk meningkatkan kemampuan UKM agar terus dapat bersaing dan mampu menjadi lebih besar dan berkembang yaitu dari usaha kecil menjadi menengah, dan dari usaha menengah menjadi usaha berskala besar. Dengan demikian diharapkan dapat meningkatkan


(4)

disikapi secara bijaksana oleh Pemerintah Kota Tanjungbalai bagaimana kontribusi UKM dalam menyerap tenaga kerja bisa seimbang dengan jumlah investasi yang ditanamkan UKM. Salah satu cara yang perlu ditempuh oleh Pemerintah Kota Tanjungbalai adalah dengan meningkatkan kemampuan sumber daya manusianya yang masih terbatas, memberikan pelatihan agar mampu menciptakan produk yang inovatif dan menarik bagi konsumen, terus menerus memberikan penyuluhan bagi pelaku UKM untuk segera memiliki izin usaha karena merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan kemudahan dalam pinjaman dari Dinas Koperasi Pemerintah Kota Tanjungbalai.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Agus, Arijanto. 2002. Perekonomian Indonesia. Pusat Pengembangan Bahan Ajar – UMB.

Anonimous. 1995. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil Departemen Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil. Direktorat Jenderal Pembinaan Koperasi Perkotaan. Jakarta.

Badan Pusat Statistik Kota Tanjungbalai. 2009. Product Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Tanjungbalai 2004 – 2008.

Bank Indonesia dengan Puslitbank Fakultas Ekonomi USU. 2006. Model Pengembangan Usaha Mikro dan Kecil dari Aspek Nonfinansial di Sumatera Utara, Laporan Penelitian.

Basri, Faisal. 2002. Perekonomian Indonesia: Tantangan dan Harapan Bagi Perekonomian Indonesia. Gelora Aksara Pratama. Jakarta.

DIKTI. 1994. Prociding Seminar Nasional Hasil Penelitian Perguruan Tinggi. 31 s.d 4 Februari 1993. Jakarta.

Elfindri dan Bachtiar, Nasri. 2004. Ekonomi Ketenagakerjaan. Andalas University Press. Padang.

Hanif Dkk. 2002. Usaha Kecil dan Mikro di Tengah Arus Globalisasi. Cetakan Pertama. Bitra Indonesia. Medan.

Harunnurrasyid. 2002. Peran Lembaga. Menteri pada Seminar Nasional Perguruan Tinggi. Dikti.

Indriyo, Gitosudarmo. 2001. Manajemen Strategis. Edisi Pertama. BPFE Yogyakarta.

Jhingan, L,M. 2007. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Raja Grafindo Pesada. Jakarta.


(6)

Puslitbank. 2007. Peran Lembaga Keuangan dalam Pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Sumatera.

Rangkuti, Freddy. 2003. Measuring Customer Satisfaction. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Rasyid, Ryass. 2002. Otonomi Daerah dalam Nagara Kesatuan. Pustaka Pelajar Offset. Yogyakarta.

Said, Adri dan Widjaja, Ika. 2007. Akses Keuangan UMKM. Cetakan Pertama. Konrad-Adenauer-Stiftung. Jakarta.

Salvatore, Dominick. 2006. Theory and Problem of Micro Economic Theory. 3rd Edition. Alih Bahasa oleh Rudi Sitompul. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Samuelson, Paul A dan Nordhaus D, William. 1992. Ekonomi. Edisi 12 Jilid 2. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Setyobudi, Andang. 2007. Peran Serta Bank Indonesia dalam Perkembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM).

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, Cetakan ke-9, Penerbit Alfabeta, Bandung.