Pilihan Penyelesaian Sengketa Perjanjian Sewa Menyewa Ruangan Bandara Udara Pada PT.(PERSERO)Angkasa Pura II Bandar Udara Polonia Medan Dengan Perusahaan Penerbangan Mandala Airlines Cabang Medan

A. Pilihan Penyelesaian Sengketa

Dalam suatu hubungan bisnis atau perjanjian, selalu ada kemungkinan timbulnya sengketa atau perselisihan. Sengketa yang perlu diantisipasi adalah bagaimana cara melaksanakan klausul-klausul perjanjian, apa isi perjanjian, ataupun disebabkan hal lainnya. 99 Menurut Soerjono Soekanto yang dimaksud dengan sengketa ialah: “Adanya ketidakserasian antara pribadi-pribadi atau kelompok-kelompok yang mengadakan hubungan karena hak salah satu pihak terganggu atau dilanggar”. 100 Perselisihan atau sengketa merupakan kelanjutan dari konflik yang merupakan pertentangan di antara para pihak. Sebuah konflik akan berubah menjadi sengketa bila tidak dapat diselesaikan. Sepanjang para pihak tersebut tidak dapat menyelesaikan masalahnya dengan baik-baik maka dapat mengganggu hubungan antara para pihak. Bila para pihak tidak dapat mencapai kesepakatan mengenai solusi pemecahan masalahnya maka sengketalah yang akan timbul. Siti Megadianty Adam dalam buku Rachmadi Usman mengatakan bahwa : ebuah konflik yaitu sebuah situasi dimana 2 dua pihak atau lebih dihadapkan pada perbedaan kepentingan, tidak akan berkembang menjadi sebuah sengketa pabila pihak yang merasa dirugikan hanya memendam perasaan tidak puas atau keprihatinannya. Sebuah konflik berubah atau berkembang menjadi sebuah engketa bilamana pihak yang merasa dirugikan telah menyatakan rasa tidak 99 Gatot Soemartono, Arbitrase dan Mediasi di Indonesia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 006, h. 3. 100 Soerjono Soekanto, Mengenal Antropologi Hukum, Alumni, Bandung, 1979, h. 26. mengenai S a 76 s 2 Syafrida Waty Tarigan: Perjanjian Sewa Menyewa Ruangan Bandara Udara Pada PT.PERSEROAngkasa Pura II Bandar Udara Polonia Medan Dengan Perusahaan Penerbangan Mandala Airlines Cabang Medan, 2007. USU e-Repository © 2008 puas atas keprihatinannya, baik secara langsung kepada pihak yang dianggap sebagai penyebab kerugian atau kepada pihak lain. 101 Meskipun tu yang tidak dikehendaki, pada kenyataannya sulit untuk di hindari meskipun derajat keseriusannya berbeda-beda. Pada dasarnya perselisihan yang terjadi dalam masyarakat diselesaikan secara musyawarah mufakat. Pengadilan sebagai salah satu cara penyelesaian yang paling populer akan selalu berusaha untuk dihindari karena menyelesaikan sengketa melalui proses peradilan berlangsung lama dan membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Sedangkan dalam dunia bisnis, penyelesaian sengketa yang dikehendaki adalah yang dapat berlangsung cepat dan murah. Di samping itu, diharapkan sedapat mungkin tidak merusak hubungan bisnis selanjutnya dengan siapa dia pernah terlibat suatu sengketa. Pasal 3 ayat 2 Undang Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman menyatakan bahwa hanya badan peradilan negara yang berwenang menetapkan dan menegakkan hukum dan keadilan di Indonesia, akan tetapi ternyata penjelasan Pasal 3 itu sendiri membuka kemungkinan kebolehan menyelesaikan sengketa di luar badan peradilan negara atas dasar perdamaian atau melalui wasit arbitrase. Peraturan perundang-undangan pada era reformasi ini telah banyak dihasilkan yang sesuai dengan keinginan masyarakat Indonesia, salah satu diantaranya adalah Undang achmadi Usman, Pilihan Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, Citra Aditya Bakti, Bandung perselisihan atau sengketa merupakan sesua Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian 101 R , 2003, h. 1. Syafrida Waty Tarigan: Perjanjian Sewa Menyewa Ruangan Bandara Udara Pada PT.PERSEROAngkasa Pura II Bandar Udara Polonia Medan Dengan Perusahaan Penerbangan Mandala Airlines Cabang Medan, 2007. USU e-Repository © 2008 Seng 99 rsebut adalah menyediakan payung hukum bagi penyelesaian sengketa bisnis di luar forum Penje Alternatif Penyelesaian Sengketa dikatakan, bahwa masyarakat dimungkinkan m ang menjelaskannya. Gunawan dan W arman, Pilihan Forum Arbitrase, Tata Nusa, Jakarta, 2004, h. 41. keta. “Adapun tujuan utama dari Undang Undang Nomor 30 Tahun 19 te pengadilan”. 102 Apabila kita baca rumusan Pasal 1 angka 10 dan alinea kesembilan dari lasan Umum Undang Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan me akai alternatif lain dalam melakukan penyelesaian sengketa. Dalam Pasal 6 Undang Undang Nomor 30 Tahun 1999 UU Arbitrase diatur mengenai pilihan dalam penyelesaian sengketa melalui cara musyawarah para pihak yang bersengketa, yang disebut dengan istilah Alternative Dispute Resolution ADR. Pengertian ADR disini adalah Lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak dengan mengenyampingkan penyelesaian sengketa secara litigasi di pengadilan, yang dapat dilakukan dengan cara 1. Konsultasi Meskipun konsultasi sebagai alternatif penyelesaian sengketa tersebut dalam UU Arbitrase, namun tidak ada satu pasalpun y idjaya dan Ahmad Yani menguraikan bahwa : “Pada prinsipnya konsultasi merupakan tindakan yang bersifat personal antara suatu pihak tertentu, yang disebut dengan ‘klien’ dengan pihak lain yang merupakan ‘konsultan’, yang memberikan pendapatnya kepada klien tersebut untuk memenuhi keperluan dan 102 Eman Sup Syafrida Waty Tarigan: Perjanjian Sewa Menyewa Ruangan Bandara Udara Pada PT.PERSEROAngkasa Pura II Bandar Udara Polonia Medan Dengan Perusahaan Penerbangan Mandala Airlines Cabang Medan, 2007. USU e-Repository © 2008 kebutuhan kliennya tersebut”. 103 Tidak ada suatu rumusan yang mengharuskan si klien mengikuti pendapat yang disampaikan konsultan. Konsultan hanya m m “P keta yang timbul di an 2000, h. 85. e berikan pendapat hukum sebagaimana diminta oleh kliennya, yang untuk selanjutnya keputusan mengenai penyelesaian sengketa tersebut akan diambil sendiri oleh para pihak meskipun adakalanya pihak konsultan juga diberikan kesempatan untuk merumuskan bentuk-bentuk penyelesaian sengketa yang dikehendaki oleh para pihak yang bersengketa tersebut. 2. Negosiasi ada prinsipnya negosiasi dimaksudkan sebagai suatu proses tawar menawar atau pembicaraan untuk mencapai suatu kesepakatan terhadap masalah tertentu yang terjadi diantara para pihak”. 104 Menurut Pasal 6 ayat 2 UU Arbitrase, pada dasarnya para pihak dapat berhak untuk menyelesaikan seng tara mereka. Kesepakatan mengenai penyelesaian tersebut selanjutnya dituangkan dalam bentuk tertulis yang disetujui oleh para pihak. Pada negosiasi diberikan tenggang waktu penyelesaian paling lama 14 empat belas hari dan penyelesaian sengketa tersebut harus dilakukan dalam bentuk pertemuan langsung oleh dan diantara para pihak yang bersengketa. 3. Mediasi 103 Gunawan Widjaya dan Ahmad Yani, Hukum Arbitrase, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 104 Rachmadi Usman, 2003, Op. Cit., h. 1. Syafrida Waty Tarigan: Perjanjian Sewa Menyewa Ruangan Bandara Udara Pada PT.PERSEROAngkasa Pura II Bandar Udara Polonia Medan Dengan Perusahaan Penerbangan Mandala Airlines Cabang Medan, 2007. USU e-Repository © 2008 “Mediasi adalah proses negosiasi pemecahan masalah dimana pihak luar yang tidak memihak dan netral bekerja dengan pihak yang bersengketa untuk membantu mereka memperoleh kesepakatan perjanjian dengan memuaskan”. 105 Berbeda dengan hakim atau arbiter, mediator tidak mempunyai wewenang untuk memutuskan sengketa antara para pihak. Peran mediator hanya menolong para pihak untuk mencari jalan keluar dari persengketaan yang mereka hadapi. Hasil penyelesaian terletak sepenuhnya pada kesepakatan para pihak, dan kekuatannya tidak secara mutlak mengakhiri sengketa dan tidak pula mengikat secara mutlak, tetapi tergantung pada iktikad baik untuk memenuhi secara sukarela. 106 Konsiliasi atau Penilaian Ahli Penyelesaian sengketa ini memiliki kesamaan deng 4. an arbitrase, dan juga an kepada pihak ketiga untuk memberikan pendapatnya tentang bila pen pih Penyelesaian dalam bentuk perdamaian ini hanya akan mencapai tujuan dan . Yahya Harahap, Beberapa Tinjauan mengenai Sistem Peradilan dan Penyelesaian Sengketa . menyerahk sengketa yang disampaikan oleh para pihak. Walaupun demikian, pendapat dari konsiliator tersebut tidak mengikat sebagaimana mengikatnya putusan arbitrase. Penyelesaiannya sangat tergantung pada kesukarelaan para pihak. Pilihan penyelesaian sengketa di luar pengadilan ini hanya dapat ditempuh para pihak menyepakati penyelesaiannya melalui pranata hukum pilihan yelesaian sengketa. Sengketa atau perselisihan yang dapat diselesaikan oleh para ak melalui pilihan penyelesaian sengketa ini hanyalah sengketa di bidang perdata. 105 Agnes M. Toar et al., Arbitrase di Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1995, h. 11. 106 M , Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997, h. 194 Syafrida Waty Tarigan: Perjanjian Sewa Menyewa Ruangan Bandara Udara Pada PT.PERSEROAngkasa Pura II Bandar Udara Polonia Medan Dengan Perusahaan Penerbangan Mandala Airlines Cabang Medan, 2007. USU e-Repository © 2008 sas me dilan. uhpun tidak disebutkan dengan tegas dalam Pasal 6 UU Arbitrase, para pih ting 1. Sifat penyelesaian sengketa di luar pengadilan yang cepat dan efisian; tahap tersebut; berkontrak, termasuk untuk memilih cara penyelesaian sengketa yang 4. Untuk kepentingan efektifitas, maksudnya jika para pihak sudah tidak mau tidak ada gunanya dipaksakan karena kemungkinan besar kata sepakat juga jelas, tahap-tahap penyelesaian sengketa tersebut bukanlah hukum memaksa but sudah disetujui oleh para pihak, maka para pihak tersebut wajib mengikutinya. 107 B. atas dap arb dalam Undang itya Bakti, Bandung, 2003, h. 6-7. arannya bila didasarkan pada iktikad baik di antara pihak yang bersengketa dengan ngenyampingkan penyelesaian sengketa di penga Sungg ak tidak harus mengikuti prosedur alternatif penyelesaian sengketa tingkat demi kat, tetapi dapat saja mengabaikan tingkat-tingkat tertentu. Hal ini disebabkan: 2. Undang-undang tidak mengharuskan secara tegas untuk mengikuti setiap 3. Masih tercakup dalam kewenangan dan kebebasan para pihak untuk dikehendaki; menggunakan salah satu atau lebih tahapan-tahapan penyelesaian sengketa, tidak akan tercapai. Dengan demikian, sungguhpun tidak disebutkan dengan melainkan hanya hukum mengatur. Akan tetapi, sekali tahap terse Tinjauan Terhadap Arbitrase Secara Umum Apabila cara perdamaian melalui pilihan penyelesaian sengketa tersebut di tidak dapat dicapai, maka para pihak berdasarkan kesepakatan secara tertulis at mengajukan usaha penyelesaiannya melalui lembaga arbitrase. Keberadaan itrase sebagai alternatif dalam penyelesaian sengketa telah diatur Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. Penjelasan Pasal 3 Undang-Undang ini menyatakan “Penyelesaian perkara di luar 107 Munir Fuady, Arbitrase Nasional, Citra Ad Syafrida Waty Tarigan: Perjanjian Sewa Menyewa Ruangan Bandara Udara Pada PT.PERSEROAngkasa Pura II Bandar Udara Polonia Medan Dengan Perusahaan Penerbangan Mandala Airlines Cabang Medan, 2007. USU e-Repository © 2008 pengadilan, atas dasar perdamaian atau melalui wasit arbitrase, tetap diperbolehkan”. Pengertian Arbitrase termuat dalam Pasal 1 angka 8 Undang Undang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Nomor 30 Tahun 1999 : “Lembaga Arbitrase adalah Badan yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa untuk e Menurut Subekti “Arbitrase adalah penyelesaian atau pemutusan sengketa p t”. hakim a perbedaan antara hakim di pengadilan dan arbitrase. merupakan bentuk tindakan hukum yang diakui oleh undang-undang dimana m mberikan putusan mengenai sengketa tertentu, lembaga tersebut juga dapat memberikan pendapat yang mengikat mengenai suatu hubungan hukum tertentu dalam hal belum timbul sengketa”. oleh seorang hakim yang berdasarkan persetujuan bahwa mereka akan tunduk kepada atau mentaati keputusan yang diberikan oleh hakim atau para hakim yang mereka ilih atau tunjuk tersebu 108 Pengertian yang diberikan oleh Subekti menggunakan istilah hakim. Disini yang dimaksud adalah Arbiter, yaitu orang yang memutus dalam persidangan rbitrase. Penggunaan istilah hakim dapat menyesatkan sebab seolah-olah tidak ada Sementara itu, pengertian arbitrase yang diberikan oleh Priyatna Abdurrasyid yaitu : Arbitrase adalah salah satu mekanisme alternatif penyelesaian sengketa yang 108 Subekti, Arbitrase Perdagangan, Bina Cipta, Bandung, 1979, h. 1. Syafrida Waty Tarigan: Perjanjian Sewa Menyewa Ruangan Bandara Udara Pada PT.PERSEROAngkasa Pura II Bandar Udara Polonia Medan Dengan Perusahaan Penerbangan Mandala Airlines Cabang Medan, 2007. USU e-Repository © 2008 satu pihak atau lebih menyerahkan sengketanya, ketidaksepahamannya, arbiter atau lebih, arbiter-arbiter majelis ahli yang professional, yang akan para pihak tersebut untuk sampai kepada putusan yang final dan mengikat. 109 ketidaksepakatannya dengan salah satu pihak lain atau lebih, kepada satu orang bertindak sebagai hakim peradilan swasta yang akan disepakati bersama oleh Batasan yang lebih terperinci diberikan lagi oleh Abdulkadir Muhammad yaitu : Arbitrase adalah badan peradilan swasta di luar lingkungan peradilan umum, dipilih dan ditentukan sendiri secara sukarela oleh pihak-pihak pengusaha yang kehendak bebas pihak-pihak. Kehendak bebas ini dapat dituangkan dalam dengan asas kebebasan berkontrak dalam hukum perdata. t secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa”. 2. Kontroversi tersebut diajukan kepada arbiter. 3. Arbiter diajukan oleh para pihak atau ditunjuk oleh badan tertentu. 4. Arbiter adalah pihak di luar badan peradilan umum. 5. Dasar pengajuan sengketa ke arbitrase adalah perjanjian. 6. Arbiter melakukan pemeriksaan perkara. 109 Paustinus Siburian, Arbitrase Online, Djambatan, Jakarta, 2004, h. 39. 110 Abdulkadir Muhammad, Pengantar Hukum Perusahaan Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung yang di kenal khusus dalam dunia perusahaan. Arbitrase adalah peradilan yang bersengketa. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan negeri merupakan perjanjian tertulis yang mereka buat sebelum atau sesudah terjadi sengketa 110 Undang Undang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa juga memberikan batasan arbitrase dalam Pasal 1 angka 1 yaitu : “Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata diluar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibua Berdasarkan definisi arbitrase tersebut di atas, dapat di tarik beberapa karakteristik yuridis dari arbitrase. Karakteristik yuridis tersebut adalah sebagai berikut : 1. Adanya kontroversi di antara para pihak. , 1993, h. 76. Syafrida Waty Tarigan: Perjanjian Sewa Menyewa Ruangan Bandara Udara Pada PT.PERSEROAngkasa Pura II Bandar Udara Polonia Medan Dengan Perusahaan Penerbangan Mandala Airlines Cabang Medan, 2007. USU e-Repository © 2008 7. Setelah memeriksa perkara arbiter akan memberikan putusan arbitrase 111 tersebut. melal dapat hak y a oleh pihak yang bersengketa”. Dengan demikian arbitrase tidak dapat diterapkan untuk masalah-masalah dalam lingkup hukum keluarga seperti perceraian. Arbitrase hanya dapat diterapkan untuk yang kebut Ada berbagai macam alasan yang menjadikan kenapa para pihak lebih mem 1. B dungi para pihak dari hal-hal yang tidak diinginkan atau yang merugikan dise um. Juga dapat artono, Op.Cit., h. 4. Tetapi harus diingat bahwa tidak semua sengketa perdata dapat diselesaikan ui arbitrase. Dalam Pasal 5 UU Arbitrase disebutkan bahwa: “Sengketa yang diselesaikan melalui arbitrase hanyalah sengketa di bidang perdagangan dan ang menurut hukum dan peraturan perundang-undangan dikuasai sepenuhny masalah-masalah perdagangan. Bagi pengusaha, arbitrase merupakan pilihan paling menarik guna menyelesaikan sengketa sesuai dengan keinginan dan uhan mereka. 112 ilih penyelesaian perselisihan melalui lembaga arbitrase dan tidak memilihmenggunakan penyelesaian melalui badan peradilan umum,yaitu antara lain: ersifat Rahasia. Karena keputusannya tidak dipublikasikan, sifat rahasia arbitrase ini dapat melin babkan adanya penyingkapan informasi bisnis kepada um 111 Munir Fuady, 2003, Op. Cit., h. 13. 112 Gatot Soem Syafrida Waty Tarigan: Perjanjian Sewa Menyewa Ruangan Bandara Udara Pada PT.PERSEROAngkasa Pura II Bandar Udara Polonia Medan Dengan Perusahaan Penerbangan Mandala Airlines Cabang Medan, 2007. USU e-Repository © 2008 melindungi mereka dari publisitas yang merugikan dan akibat-akibatnya, seperti kehilangan reputasi, bisnis, pemicu bagi tuntutan-tuntutan lainnya, masalah- apat mengakibatkan 2. epat dan hemat biaya. S dapat ditentukan oleh para pihak dan terhadap putu 3. K disengketakan, di samping jujur dan adil. Hal mana tidak dapat dijamin pada sistem badan peradilan umum. 4. Kebebasan, Kepercayaan dan Keamanan. masalah kredit, dan lain-lain, yang dalam proses pengadilan d pemeriksaan sengketa secara terbuka dan umum. C ebagai suatu proses pengambilan keputusan, arbitrase seringkali lebih cepat karena para pihak tidak harus menunggu dalam antrian proses litigasi pengadilan yang diakibatkan karena hal prosedural dan administratif sebagaimana terhadap perkara-perkara melalui pengadilan umum. Arbitrase juga seringkali lebih murah karena tempat beracaranya sannya tidak terbuka upaya hukum banding, kasasi maupun peninjauan kembali. Akan tetapi para pihak masih diberi kesempatan untuk melakukan upaya koreksi, penambahan, pengurangan, dan pembatalan terhadap putusan arbitrase dalam batas waktu yang telah ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999. eahlian. Para pihak dapat memilih arbiter yang menurut mereka diyakini mempunyai pengetahuan, pengalaman, serta latar belakang yang relevan dengan masalah yang Syafrida Waty Tarigan: Perjanjian Sewa Menyewa Ruangan Bandara Udara Pada PT.PERSEROAngkasa Pura II Bandar Udara Polonia Medan Dengan Perusahaan Penerbangan Mandala Airlines Cabang Medan, 2007. USU e-Repository © 2008 Arbitrase pada umumnya menarik bagi para pihak sebab arbitrase memberikan ereka yang terlibat dalam suatu 1. 2. compromise. 113 Perad bog kebebasan dan otonomi yang sangat luas kepada mereka. Apabila para pihak berasal dari negara berbeda, maka para pihak dapat memilih untuk menyelesaikan perselisihan mereka dengan menggunakan sistem hukum dan cara penyelesaian yang mereka anggap adil dan netral. Selain itu, memberikan rasa aman terhadap keadaan tidak menentu dan ketidakpastian sehubungan dengan sistem hukum yang berbeda, juga terhadap kemungkinan keputusan arbiter yang berat sebelah yang melindungi kepentingan pihak lokal dari m sengketa. 5. Pelaksanaan Keputusan. Putusan arbitrase merupakan putusan yang mengikat para pihak dengan melalui tata cara prosedur yang sederhana dan langsung dapat dilaksanakan. Putusan arbitrase pada umumnya terjamin dan tidak memihak karena diputuskan oleh orang ahli yang pada umumnya menjaga nama dan martabatnya. Pada dasarnya arbitrase dapat berwujud dalam 2 dua bentuk yaitu: Klausul arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat para pihak sebelum timbulnya sengketa Pactum de compromitendo; atau Suatu persetujuan arbitrase tersendiri yang dibuat para pihak setelah timbul sengketa Acta 113 Budhy Budiman, Mencari Model Ideal Penyelesaian Sengketa, Kajian Terhadap Praktik ilan Perdata dan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999, http: www.uika- or.ac.idjur05.htm. Syafrida Waty Tarigan: Perjanjian Sewa Menyewa Ruangan Bandara Udara Pada PT.PERSEROAngkasa Pura II Bandar Udara Polonia Medan Dengan Perusahaan Penerbangan Mandala Airlines Cabang Medan, 2007. USU e-Repository © 2008 Pas takan bahwa : “Para pihak dapat menyetujui suatu tara mereka untuk diselesaikan melalui per arb com a n bahwa para pihak setuju akan menyelesaikan perselisihan yang elalui forum arbitrase. rjanjian pokok ang pada Pactum de compromitendo memberikan makna bahwa pada saat mengadakan perjanjian, para pihak saling menyadari bahwa dalam pelaksanaan perjanjian yang Pengaturan bentuk klausula pactum de compromitendo dapat dijumpai dalam al 27 UU Arbitrase, yang menya sengketa yang terjadi atau yang akan terjadi an arbitrase”. Para pihak sebelumnya telah sepakat untuk menyerahkan penyelesaian selisihannya yang mungkin akan terjadi di kemudian hari kepada lembaga itrase. Ada 2 dua cara perbuatan klausula arbitrase yang berbentuk pactum de promitendo, yaitu : Klausula arbitrase langsung digabung dan dicantumkan dalam perjanjian pokok. Antara perjanjian pokok dan klausula arbitrase tidak terpisah dokumennya. Dalam perjanjian pokok, langsung dimuat klausula arbitrase yang berisi kesepakata timbul di kemudian hari m b Dapat dibuat dalam akta tersendiri. Perjanjian arbitrase tidak langsung di gabung menjadi satu dengan perjanjian pokok, tetapi dibuat terpisah dalam akta tersendiri. Akta perjanjian pokok merupakan dokumen tersendiri dan perjanjian arbitrase dibuat dalam dokumen tersendiri pula. Sekalipun akta pe terpisah dengan akta perjanjian arbitrase, tetapi harus tetap berpeg ketentuan bahwa akta perjanjian akta harus dibuat sebelum sengketa atau perselisihan terjadi. Syafrida Waty Tarigan: Perjanjian Sewa Menyewa Ruangan Bandara Udara Pada PT.PERSEROAngkasa Pura II Bandar Udara Polonia Medan Dengan Perusahaan Penerbangan Mandala Airlines Cabang Medan, 2007. USU e-Repository © 2008 mereka sepakati itu mereka menghadapi risiko terhentinya pelaksanaan perjanjian oleh sebab tidak jelasnya syarat tertentu dalam perjanjian, atau munculnya keadaan- rjanjian pokok, para pihak belum mencantumkan klausula arbitrase, baru tela elalui arbitrase, untuk itu dibuatlah perjanjian baru tersendiri bitrase belum diadakan. Acta sman, Loc. Cit. keadaan baru sebelum perjanjian dilaksanakan secara sempurna dan keadaan-keadaan baru itu dapat berpengaruh pada pelaksanaan perjanjian ke arah yang tidak dikehendaki kedua belah pihak, dan sebagainya. Acta compromise dibuat segera setelah sengketa atau perselisihan terjadi, dimana para pihak bersepakat untuk memilih penyelesaiannya melalui arbitrase. “Dalam pe se h sengketa atau perselisihan terjadi para pihak bersepakat untuk memilih penyelesaian sengketa m dan terpisah dari perjanjian pokok yang berisikan penyerahan penyelesaian sengketa kepada arbitrase”. 114 Bentuk klausula acta compromise dibuat setelah para pihak mengadakan perjanjian pokok dan perjanjian sudah berlangsung, tetapi kemudian dari perjanjian tersebut timbul sengketa, sedangkan perjanjian ar compromise bertujuan untuk menghindari penyelesaian sengketa melalui pengadilan. Berbeda dengan klausula pactum de compromitendo, maka untuk acta compromise diberikan syarat-syarat yang lebih ketat dan keras dengan ancaman batal jika salah satu syarat tidak terpenuhi oleh Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999. Syarat-syarat tersebut adalah : 1. Harus dibuat dalam bentuk tertulis. 114 Rachmadi U Syafrida Waty Tarigan: Perjanjian Sewa Menyewa Ruangan Bandara Udara Pada PT.PERSEROAngkasa Pura II Bandar Udara Polonia Medan Dengan Perusahaan Penerbangan Mandala Airlines Cabang Medan, 2007. USU e-Repository © 2008 2. Perjanjian tertulis tersebut harus ditandatangani oleh para pihak. 3. Jika para pihak tidak menandatanganinya, harus dibuat dalam bentuk akta notaris. n penyelesaian suatu sengketa atau itrase atau klausula arbitrase memberikan suatu kewenangan diselesaikan melalui cara arbitrase. bitrase Nasional, Grasindo, Jakarta, 2002, h. 20. 4. Muatan wajib dari akta tertulis. Pasal 1 ayat 3 UU Arbitrase menyebutkan bahwa : “Perjanjian arbitrase adalah suatu kesepakatan berupa klausula arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat para pihak sebelum timbul sengketa, atau suatu perjanjian arbitrase tersendiri yang dibuat para pihak setelah timbul sengketa”. Dengan demikian perjanjian arbitrase terjadi dengan adanya kesepakatan secara tertulis dari para pihak untuk menyerahka perselisihan perdata kepada suatu lembaga arbitrase. Hal ini berarti meniadakan hak para pihak untuk mengajukan penyelesaian sengketa atau beda pendapat yang termuat dalam perjanjiannya ke pengadilan negeri. Pengadilan negeri tidak berwenang untuk mengadili suatu sengketa hubungan hukum yang sebelumnya disepakati oleh para pihak untuk diselesaikan melalui cara arbitrase, kecuali dalam hal-hal tertentu yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999. 115 Perjanjian arb secara absolut kepada lembaga arbitrase untuk menyelesaikan sengketa yang timbul atau mungkin timbul dari hubungan hukum tertentu, yang penyelesaiannya disepakati dengan cara arbitrase. Pengadilan Negeri tidak berwenang untuk mengadili suatu sengketa hubungan hukum yang sebelumnya disepakati oleh para pihak untuk 115 Rachmadi Usman, Hukum Ar Syafrida Waty Tarigan: Perjanjian Sewa Menyewa Ruangan Bandara Udara Pada PT.PERSEROAngkasa Pura II Bandar Udara Polonia Medan Dengan Perusahaan Penerbangan Mandala Airlines Cabang Medan, 2007. USU e-Repository © 2008 Hal ini sesuai dengan bunyi Pasal 3 Undang Undang Nomor 30 Tahun 1999 yaitu : “Pengadilan Negeri tidak berwenang untuk mengadili sengketa yang telah terikat dalam perjanjian arbitrase”. Perjanjian arbitrase bukan merupakan perjanjian bersyarat voorwaardelijke aan perjanjian arbitrase tidak digantungkan kepada sesuatu kejadian di masa yang akan datang. Perjanjian ini tidak mempersoalkan masalah cara dan lembaga yang berwenang menyelesaikan perselisihan atau Sifat perjanjian arbitrase merupakan perjanjian accessoir dari perjanjian pokoknya. Hal ini berarti bahwa perjanjian pokok menjadi dasar lahirnya klausula atau perjanjian arbitrase. Pelaksanaan perjanjian pokok tidak bergantung pada perjanjian arbitrase. Sebaliknya pelaksanaan perjanjian arbitrase tergantung pada perjanjian pokoknya. Jika perjanjian pokok tidak sah maka dengan sendirinya perjanjian arbitrase batal dan tidak mengikat para pihak. sempurna. Sebaliknya, tanpa adanya perjanjian pokok, para pihak tidak berdiri sendiri dan tidak bisa mengikat para pihak jika perjanjian arbitrase tidak perjanjian arbitrase adalah mengenai perselisihan-perselisihan yang timbul dari jika perjanjian pokok tidak ada. para pihak untuk menyelesaikan sengketanya, yaitu : 116 Ibid., h. 22. verbentenis. Karenanya, pelaksan mempersoalkan masalah pelaksanaan perjanjian, tetapi hanya sengketa yang terjadi antara pihak yang berjanji. 116 Tanpa perjanjian arbitrase, perjanjian pokok dapat berdiri sendiri dengan mungkin mengadakan ikatan perjanjian arbitrase. Perjanjian arbitrase tidak bisa berbarengan dengan perjanjian pokok. Karena yang akan ditangani oleh perjnajian pokok, bagaimana mungkin mengadakan ikatan perjanjian arbitrase 117 Ada 2 dua jenis arbitrase yang dapat di pilih 117 M. Yahya Harahap, Arbitrase, Pustaka Kartini, Jakarta, 1991, h. 96. Syafrida Waty Tarigan: Perjanjian Sewa Menyewa Ruangan Bandara Udara Pada PT.PERSEROAngkasa Pura II Bandar Udara Polonia Medan Dengan Perusahaan Penerbangan Mandala Airlines Cabang Medan, 2007. USU e-Repository © 2008 1. rbitrase ad hoc atau Arbitrase Volunter. Arbitrase ad hoc adalah Arbitrase yang tidak terkoordinasi oleh suatu lembaga. 118 Arbitrase ad hoc di bentuk secara khusus untuk memeriksa dan memutus penyelesaian sengketa tertentu dalam jangka waktu tertentu pula. Setelah memutus sengketa, berakhir pula arbitrase ad hoc ini. Pembentukan arbitrase ad hoc dilakukan setelah sengketa A terjadi. Para pihak yang bersengketa berdasarkan k ta yang bersangkutan. . Arbitrase Institusional. A le m at pelaksanaan perjanjian. Setelah selesai memutus sengketa, arbitrase institusional tidak berakhir. Arbitrase institusional memiliki prosedur dn tata cara pemeriksaan sengketa tersendiri. Arbiternya ditentukan dan di angkat oleh lembaga arbitrase institusional itu sendiri. administrasi arbitrase, yaitu Badan Arbitrase Nasional Indonesia BANI dan endirian BANI di prakarsai oleh Kamar Dagang dan Industri Indonesia guna menyelesaikan sengketa- sengketa perdata, baik soal-soal perdagangan, industri dan keuangan yang bersifat nasional maupun internasional. Sedangkan pendirian BAMUI di 118 Rachmadi Usman, 2002, Op. Cit., h. 28. esepakatan memilih dan menentukan sendiri arbiternya, tetapi dapat pula meminta bantuan pengadilan untuk mengangkat arbiternya, yang bertugas memeriksa dan memutus sengke 2 rbitrase institusional adalah Arbitrase yang dikoordinasikan oleh suatu mbaga. 119 Arbitrase institusional bersifat permanen dan sengaja di bentuk guna enyelesaikan sengketa yang terjadi sebagai akib Di Indonesia, saat ini terdapat dua lembaga arbitrase yang memberikan jasa Badan Arbitrase Muamalat Indonesia BAMUI. P 119 Ibid. Syafrida Waty Tarigan: Perjanjian Sewa Menyewa Ruangan Bandara Udara Pada PT.PERSEROAngkasa Pura II Bandar Udara Polonia Medan Dengan Perusahaan Penerbangan Mandala Airlines Cabang Medan, 2007. USU e-Repository © 2008 prakarsai Majelis Ulama Indonesia, yang mempunyai tujuan yang sama pula untuk menyelesaikan sengketa-sengketa yang terjadi dalam hubungan perdagangan, industri, keuangan, jasa-jasa lainnya, terutama yang berdasarkan syariat islam. 120 Pada prinsipnya siapa saja dapat menjadi arbiter asal mempunyai keahlian yang diharapkan untuk menyelesaikan sengketa yang sedang terjadi dan memenuhi i bidang tertentu. ndang Nomor 30 Tahun 1999 istilah ”ar yan me mel 30 me 1. Cakap melakukan tindakan hukum. ah 35 tiga puluh lima tahun. 3. Tidak mempunyai hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai dengan 4. Tidak mempunyai kepentingan financial atau kepentingan lain atas putusan 5. Memiliki pengalaman serta menguasai secara aktif di bidangnya paling h. 30. persyaratan yang ditentukan oleh undang-undang. Seorang arbiter bisa seorang ahli hukum, bisa juga seorang yang ahli d Menurut Pasal 1 ayat 7 Undang U biter ialah seorang atau lebih yang di pilih oleh para pihak yang bersengketa atau g ditunjuk oleh Pengadilan Negeri atau oleh Lembaga Arbitrase, untuk mberikan putusan mengenai sengketa tertentu yang diserahkan penyelesaiannya alui arbitrase”. Mengenai persyaratan arbiter di atur dalam Pasal 12 Undang Undang Nomor Tahun 1999, yaitu orang yang dapat di tunjuk atau di angkat sebagai arbiter harus menuhi syarat : 2. Berumur paling rend derajat kedua dengan salah satu pihak yang bersengketa. arbitrase. sedikit 15 lima belas tahun. 120 Ibid., Syafrida Waty Tarigan: Perjanjian Sewa Menyewa Ruangan Bandara Udara Pada PT.PERSEROAngkasa Pura II Bandar Udara Polonia Medan Dengan Perusahaan Penerbangan Mandala Airlines Cabang Medan, 2007. USU e-Repository © 2008 terd men menentukan berapa orang yang sebaiknya menjadi arbiter dalam menangani suatu asus, apakah 3 tiga orang atau cukup 1 satu orang saja, ada beberapa faktor yang patut 1. 2. 3. 4. 5. biter yang layak. 6. Tingkat urgensi dari kasus bersangkutan. 121 Sistem arbiter ini dapat di lihat dari rumusan pengertian arbiter yang disebutkan dalam Pasal 1 ayat 7 Undang Undang Nomor 30 Tahun 1999 yaitu arbiter adalah ”seorang atau lebih yang di pilih oleh para pihak yang bersengketa atau yang di tunjuk oleh Pengadilan Negeri atau lembaga arbitrase, untuk memberikan putusan mengenai sengketa tertentu yang diserahkan penyelesaiannya melalui arbitrase”. Berdasarkan rumusan ini dapat diketahui bahwa pengangkatan arbiter dilakukan oleh para pihak atau meminta bantuan Hakim atau Ketua Pengadilan Negeri atau lembaga arbitrase untuk menunjuk arbiternya, apabila para pihak tidak dapat mencapai kata sepakat mengenai pemilihan atau penunjukan arbiternya. Jumlah arbiter bisa seorang saja yang merupakan arbiter tunggal atau bisa iri dari beberapa orang yang merupakan majelis arbitrase yang akan bertugas yelesaikan sengketa melalui arbitrase. Sweet dan Maxwell mengemukakan dalam k dipertimbangkan, yaitu sebagai berikut : Jumlah yang dipersengketakan. Kompleksitas klaim. Nasionalitas dari para pihak. Kebiasaan dagang yang relevan atau bisnis atau profesi yang terlibat dalam sengketa. Ketersediaan ar 121 Ibid., h. 34. Syafrida Waty Tarigan: Perjanjian Sewa Menyewa Ruangan Bandara Udara Pada PT.PERSEROAngkasa Pura II Bandar Udara Polonia Medan Dengan Perusahaan Penerbangan Mandala Airlines Cabang Medan, 2007. USU e-Repository © 2008

C. Penyelesaian Sengketa Melalui Arbitrase dalam Perjanjian Sewa Menyewa