Analisis Framing LANDASAN TEORI

Menurut G.J. Aditjondro Sudibyo, 1999b:165 framing sebagai metode penyajian realitas di mana kebenaran tentang suatu kejadian tidak diingkari secara total, melainkan dibelokkan secara halus, dengan memberikan sorotan terhadap aspek-aspek tertentu saja, dengan menggunakan istilah-istilah yang punya konotasi tertentu, dan dengan bantuan foto, karikatur, dan alat ilustrasi lainnya. 18 Dalam ranah studi komunikasi, framing mewakili tradisi yang mengedepankan pendekatan atau perspektif multidisipliner untuk menganalisis fenomena atau aktifitas komunikasi. Konsep tentang framing bukan murni konsep ilmu komunikasi, akan tetapi dipinjam dari ilmu kognitif psikologis. Dalam praktiknya, framing juga membuka peluang bagi implementasi konsep-konsep sosiologis, politik, dan kultural untuk menganalisis fenomena komunikasi, sehingga suatu fenomena dapat diapresiasi dan dianalisis berdasarkan konteks sosiologis, politis, atau kltural yang melingkupinya. 19 Beberapa pakar mendefinisikan framing, sebuat saja di antaranya, Robert N. Entman, William Gamson, dan Todd Gitlin. Menurut Robert N. Entman, framing merupakan proses seleksi dari berbagai aspek realitas sehingga bagian tertentu dari peristiwa itu lebih menonjol dibandingkan aspek lain. Ia juga menyertakan penempatan informasi-informasi dalam konteks yang khas sehingga sisi tertentu mendapatkan alokasi lebih besar daripada sisi yang lain. 20 Sedangkan menurut William A. Gamson, framing merupakan cara bercerita atau gugusan ide-ide yang terorganisir sedemikian rupa serta menghadirkan konstruksi makna peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan objek suatu wacana. Cara bercerita itu terbentuk dalam sebuah kemasan package. Kemasan itu 18 Ibid, h. 165. 19 Ibid, h. 162. 20 Ibid, h. 67. semacam skema atau struktur pemahaman yang digunakan individu untuk mengkonstruksi makna pesan-pesan yang ia sampaikan, serta untuk menafsirkan makna pesan-pesan yang ia terima. 21 Sementara menurut Todd Gitlin, framing adalah strategi bagaimana realitas atau dunia dibentuk dan disederhanakan sedemikian rupa untuk ditampilkan kepada khalayak pembaca. Peristiwa-peristiwa ditampilkan dalam pemberitaan agar tampak menonjol dan menarik perhatian pembaca. Itu dilakukan dengan seleksi, pengulangan penekanan, dan presentasi aspek tertentu dari realitas. 22 3. Pengertian Analisis Framing Analisis framing sebagai metode analisis isi media adalah barang baru seperti yang penulis telah jabarkan di atas. Ia analisis framing berkembang pesat dari pandangan kaum konstruksionis. Namun meski begitu, analisis framing sebagai suatu metode analisis teks banyak dipengaruhi oleh teori sosiologi dan psikologi. 23 Analisis framing secara sederhana dapat digambarkan sebagai analisis untuk mengetahui bagaimana realitas peristiwa, aktor, kelompok, atau apa saja dibingkai oleh media. 24 Analisis framing pada dasarnya adalah metode untuk melihat cara bercerita story telling media atas peristiwa. Cara bercerita itu tergambar pada “cara melihat” terhadap realitas yang dijadikan berita. “Cara melihat” ini berpengaruh pada hasil akhir dari konstruksi realitas. Analisis 21 Ibid. 22 Ibid. 23 Drs. Alex Sobur, M. Si, Analisis Teks Mudia: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing , h. 162. 24 Ibid. framing adalah analisis yang dipakai untuk melihat bagaimana media mengkonstruksi realitas. 25 Proses pembentukan konstruksi realitas oleh media tadi, hasil akhirnya adalah adanya bagian tertentu dari realitas yang lebih menonjol dan lebih mudah dikenal. Penonjolan tersebut akan membuat penerima informasi melihat pesan dengan lebih tajam serta mudah diingat dalam ingatan penerima pesan. 26 Salah satu yang menjadi prinsip analisis framing adalah bahwa wartawan bisa menerapkan standar kebenaran, matriks objektivitas, serta batasan-batasan tertentu dalam mengolah dan menyuguhkan berita. Dalam merekonstruksi suatu realitas, wartawan juga cenderung menyertakan pengalaman serta pengetahuannya yang sudah mengkristal menjadi skemata interpretasi schemata of interpretation. Dengan skemata ini pula wartawan cenderung membatasi atau menyeleksi sumber berita, menafsirkan komentar-komentar sumber berita, serta memberi porsi yang berbeda terhadap tafsir atau perspektif yang muncul dalam wacana media. 27 Meski begitu, framing bukan hanya berkaitan dengan skema individu wartawan saja, melainkan juga berhubungan dengan proses produksi berita- kerangka kerja dan rutinitas organisasi media. Wartawan hidup dalam institusi media dengan seperangkat aturan, pola kerja, dan aktifitas masing-masing. Bisa jadi institusi media itu yang mengontrol dalam pola kerja tertentu yang mengharuskan wartawan melihat peristiwa dalam kemasan tertentu, atau bisa juga 25 Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media, h. 10. 26 Ibid, h. 66. 27 Drs. Alex Sobur, M. Si, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing , h. 166. terjadi wartawan sebagai bagian dari anggota komunitas menyerap nilai-nilai yang ada dalam komunitasnya. 28 Menurut Fishman, ada dua kecenderungan studi bagaimana proses produksi dalam berita dilihat: pertama, sering disebut sebagai pandangan seleksi berita selectivity of news. Intinya, proses produksi berita adalah proses seleksi. Seleksi ini dari wartawan di lapangan yang akan memilih mana yang penting dan mana yang tidak, mana peristiwa yang bisa diberitakan mana yang tidak. Setelah berita itu masuk ke tangan redaktur, akan diseleksi lagi dan disunting dengan menekankan bagian mana yang perlu dikurangi dan bagian mana yang perlu ditambah. Kedua, adalah pendekatan pembentukan berita creation of news. Dalam perspektif ini, peristiwa itu bukan diseleksi, melainkan sebaliknya, dibentuk. Berita dihasilkan dari pengetahuan dan pikiran, bukan karena ada realitas objektif yang berada di luar, melainkan karena orang akan mengorganisasikan dunia yang abstrak ini menjadi dunia yang koheren dan beraturan serta mempunyai makna. 29 4. Model Framing a. Murray Edelman 1. Kategorisasi Menurut Edelman, apa yang kita ketahui tentang dunia tergantung pada bagaimana kita membingkai dan mengkonstruksimenafsirkan realitas. Realitas 28 Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media, h. 99. 29 Ibid, h. 100-101. yang sama bisa jadi akan menghasilkan realitas yang berbeda ketika realitas tersebut dibingkai atau dikonstruksi dengan cara yang berbeda. 30 Edelman mensejajarkan framing dengan kategorisasi. Kategorisasi menurut pandangan Edelman, merupakan abstraksi dan fungsi dari pikiran. Kategori bisa membantu manusia untuk memahami realitas yang beragam menjadi bermakna, namun kategorisasi bisa juga berarti penyederhanaan: realitas yang kompleks dan berdimensi dapat dipahami atau ditekankan pada suatu sisi sehingga dimensi lain dalam suatu peristiwa atau fakta tidak terliput. 31 Dalam memengaruhi kesadaran publik, kategorisasi lebih halus dibanding propaganda. P ropaganda perang seperti “pembasmian etnis” atau “agresi” berbeda dengan pemakaian kategorisasi seperti “kebijakan luar negeri” atau “tindakan militer”. Pemakaian kata-kata tersebut tampak terlihat halus dibandingkan dengan propaganda yang terlihat jelas dari komunikator. 32 Penggunaan bahasa yang dilakukan media jangan diartikan sebagai sebuah teknis dari berita saja, karena dalam bahasa terdapat sebuah kekuatan untuk menggiring opini khalayak. Penggunaan bahasa tertentu dalam sebuah pemberitaan dipakai dalam situasi yang berbeda. Meskipun kita mungkin melihat bahwa fungsi bahasa secara primer adalah sebagai alat untuk membuat pernyataan benar atau salah atau sebagai instrumen komunikasi ide. Jakobson 1960 mengidentifikasi adanya fun gsi pengaturan atau „konotatif‟, emotif, estetis puitis, dan metabahasa yang juga layak mendapatkan perhatian. 33 30 Ibid, h. 155. 31 Ibid, h. 156. 32 Ibid, h. 157. 33 John Hartley, Communication, Cultural, and Media Studies, Penerjemah: Kartika Wijayanti, Yogyakarta: Jalasutra Anggota IKAPI, 2010, cet. 1, h. 11. Salah satu aspek kategorisasi penting dalam pemberitaan adalah rubrikasi. Bagaimana suatu peristiwa dikategorisasikan dalam rubrik-rubrik tertentu. Rubrikasi ini menentukan bagaimana peristiwa dan fenomena harus dijelaskan. Peristiwa yang harusnya dikategorisasikan dalam satu kasus, tetapi karena masuk dalam rubrik tertentu, akhirnya dikategorisasikan dalam dimensi tertentu. Inilah yang menjadi kesalahan rubrikasi yang kerap dilakukan media. 34 Tabel 2 Pola Kategorisasi Konsep Kategorisasi Frame Isi berita dalam sebuah pemberitaan di media Pihak Kita Kategorisasi yang dilakukan media dalam sebuah pemberitaan Pihak Mereka Hasil kategorisasi Dalam tabel di atas diterangkan bahwa media menjadikan sebuah pengalaman, latar belakang, dan ideologi sebagai sebuah hal yang wajar dalam sebuah pemberitaan. Pemakaian bahasa tertentu menjadi kekuatan dalam kategorisasi untuk menggiring opini khalayak. Salah satu gagasan utama dari Edelman adalah dapat mengarahkan pandangan khalayak akan suatu isu dan membentuk pengertian mereka akan suatu isu. Pandangan tentang suatu peristiwa karenanya, hanya dibatasi dengan perdebatan yang telah ditentukan dalam kategorisasi tersebut. Karena itu, dalam melihat suatu peristiwa, elemen penting adalah bagaimana orang membuat kategorisasi tersebut. 34 Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media, h. 161-162. Kategorisasi bukan hanya persoalan teknis karena ia kemudian mengarahkan pada hendak ke mana peristiwa dijelaskan dan diarahkan. Kategorisasi tadi akhirnya ditindaklanjuti dengan mengarahkan pada kategori yang dimaksud. Ini berarti narasumber yang diwawancarai, pertanyaan yang diajukan, kutipan yang diambil, bagian mana yang dibuang, semua diarahkan pada kategori yang dibuat. 35 2. Kategorisasi dan Ideologi Dalam pandangan Edelman, kategorisasi berhubungan dengan ideologi. Pemakaian kategorisasi, seperti regulasi, pertahanan, pemilu, dan sebagainya, hendaklah tidak dipahami semata sebagai persoalan teknis kebahasaan, tetapi harus dipahami sebagai masalah ideologi. 36 Ada banyak definisi mengenai ideologi, salah satunya Raymond William dengan tiga gagasannya mengenai ideologi. Pertama, sebuah sistem kepercayaan yang dimiliki oleh kelompok atau kelas tertentu. Kedua, sebuah sistem kepercayaan palsu atau ide palsu, ideologi dalam pengertian ini adalah seperangkat kategori yang dibuat dan kesadaran palsu di mana kelompok yang dominan menggunakannya untuk mendominasi kelompok lain yang tidak dominan. Ketiga, proses umum produksi makna dan ide, ideologi di sini adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan produksi makna. 37 Edelman yakin, khalayak hidup dalam dunia citra. Bahasa politik yang dipakai dan dikomunikasikan pada khalayak lewat media memengaruhi pandangan khalayak dalam memandang realitas. Kata-kata tertentu memengaruhi seseorang 35 Ibid, h. 159-160. 36 Ibid, h. 166. 37 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, Yogyakarta, 2011, h. 87- 92. dicitrakan dan pada akhirnya membentuk pendapat umum mengenai suatu peristiwa atau masalah. 38 Dari penjabaran mengenai model framing di atas, maka penulis memutuskan untuk menggunakan model Murray Edelman. Model ini memiliki pandangan mengenai kategorisasi dan rubrikasi serta kategorisasi dan ideologi. Alasan mengapa penulis mengambil model Murray Edelman adalah: a. Model ini memiliki gagasan mengenai kesalahan kategorisasi dan rubrikasi pada berita yang sesuai dengan fokus penelitian penulis. b. Model Murray Edelman sangat memudahkan penulis untuk meneliti frame media. 38 Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media, h. 167.

BAB III GAMBARAN UMUM

A. Harian Umum Republika

a. Sejarah Berdiri dan Perkembangannya Harian Umum Republika berdiri atas prakarsa Ikatan Cendikiawan Muslim se- Indonesia ICMI. ICMI yang dibentuk pada 5 Desember 1990 memiliki program 5K yaitu kualitas iman, kualitas hidup, kualitas kerja, kualitas karya, dan kualitas pikir. Demi mewujudkan program-program tersebut ICMI membetuk Yayasan Abdi Bangsa pada 17 Agustus 1992. Yang kemudian menyusun tiga program utamanya yaitu pengembangan Islamic Center; Pengembangan CIDES Center for Information and Development Studies; dan Penerbitan Harian Umum Republika. 1 Yayasan Abdi Bangsa didirikan oleh beberapa menteri, pejabat tinggi negara, cendekiawan, tokoh masyarakat, serta pengusaha. Diantaranya adalah Ir. Drs. Ginanjar Kartasasmita, H. Harmoko, Ibnu Sutowo, Muhammad Hasan, Ibu Tien Soeharto, Probosutedjo, Ir. Aburizal Bakrie dan lain-lain. Sementara presiden pada saat itu H. M. Soeharto berperan sebagai pelindung yayasan. Dan Prof. Dr. Ing. B.J. Habibie menjadi Ketua Badan Pembina Yayasan Abdi Bangsa yang juga tengah menjabat sebagai Ketua Umum ICMI. 2 Untuk mewujudkan programnya menerbitkan sebuah koran harian, pada 28 November 1992 Yayasan Abdi Bangsa mendirikan PT Abdi Bangsa. Melalui proses, yayasan kemudian memperoleh Surat Izin Usaha Penerbitan Pers SIUPP dari Departemen Penerangan Republik Indonesia. 1 Company Profile Republika 2 Ibid Sebagai modal awal penerbitan Harian Umum Republika, SIUPP itu bernomor 283SKMENPENSIUPPA.71992 tertanggal 19 Desember 1992. Nama Republika sendiri atas usul Presiden Soeharto yang sebelumnya dinamakan antara lain “Republik”. 3 b. Visi dan Misi Republika Republika adalah surat kabar yang lahir di tengah Indonesia yang berubah secara cepat dalam sisi politik, ekonomi, Iptek, sosial, dan budaya. Dari perubahan tersebut Republika memiliki “keterbukaan” sebagai kata kunci. Republika memilih berposisi untuk turut mempersiapkan masyarakat Indonesia memasuki masa dinamis ini, tanpa perlu kehilangan segenap kualitas yang telah dimilikinya. Motto Republika “Mencerdaskan Kehidupan Bangsa” menunjukkan semangat mempersiapkan masyarakat memasuki era baru itu. Keberpihakan Republika terarah kepada sebesar-besar penduduk Indonesia yang mempersiapkan diri bagi sebuah dunia yang lebih baik dan adil. Republika sebagai Media Massa hanya menjadi penopang agar langkah itu bermanfaat bagi kesejahteraan bersama. Dari latar belakang tersebut Republika memiliki misi dalam berbagai bidang. Dalam bidang politik, Republika mendorong demokratisasi, dan optimalisasi lemabaga-lembaga negara, partisipasi politik semua lapisan masyarakat, dan pengutamaan kejujuran dan moralitas dalam politik. Dalam bidang ekonomi, keterbukaan dan demokratisasi ekonomi menjadi kepedulian Republika, memosisikan profesionalisasi yang mengindahkan nilai- nilai kemanusiaan dalam manajemen, menekankan perlunya pemerataan sumber- 3 Ibid. sumber daya ekonomi, dan mempromosikan prinsip-prinsip etika dan moralitas dalam bisnis. Pada bidang kebudayaan Republika mendukung sikap yang terbuka dan apresiatif terhadap bentuk-bentuk kebudayaan yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, darimanapun datangnya, mempromosikan bentuk-bentuk kesenian dan hiburan yang sehat, mencerdaskan, menghaluskan perasaan, mempertajam kepekaan nurani; serta bersikap kritis terhadap bentuk-bentuk kebudayaan yang cenderung mereduksi manusia dan mendangkalkan nilai-nilai kemanusiaan. Dalam bidang agama, republika mendorong sikap beragama yang terbuka sekaligus kritis terhadap realitas sosial-ekonomi kontemporer, mempromosikan semangat toleransi yang tulus, mengembangkan penafsiran ajaran-ajaran ideal agama dalam rangka mendapatkan pemahaman yang segar dan tajam, serta mendorong pencarian titik temu diantara agama-agama. Corak Jurnalisme Republika dilandasi keinginan untuk menyajikan informasi yang selengkapnya bagi para pembacanya. Republika berupaya mengembangkan corak jurnalisme yang “enak dibaca” readable. Bahasa dan gaya penuturannya diupayakan popular, renyah dan tidak kaku tanpa mengabaikan kaidah bahasa. Sejak terbit sejak 4 januari 1993, penjualan oplahnya terus meningkat. Hanya dalam sepuluh hari sejak terbit, oplah koran ini sudah mencapai 100.000 eksemplar. Ini berarti peningkatan 2,5 kali lipat dari rencana awal terbit dengan oplah rata-rata 40.000 eksemplar perhari pada semester pertama tahun 1993. Hingga akhir semester kedua, pada Desember 1993, oplah Republika sudah mencapai 130.000 eksemplar perhari.