Konstruksi Realitas Sosial LANDASAN TEORI

Isi media merupakan hasil konstruksi realitas dengan bahasa sebagai dasarnya, sedangkan bahasa bukan merupakan alat mempresentasikan realitas, tetapi juga menentukan relief seperti apa yang hendak diciptakan bahasa tentang realitas tersebut. Akibatnya media massa mendapatkan peluang yang sangat besar untuk memengaruhi makna dan gambaran yang dihasilkan dari realitas yang dikonstruksinya. Karena bahasa memiliki kekuatan tersendiri dalam menyampaikan pesan-pesan kepada khalayak. 6 Menurut pandangan Berger dan Luckman 1965, teori konstruksi sosial media massa adalah pada sirkulasi informasi yang cepat dan luas sehingga konstruksi sosial berlangsung dengan sangat cepat dan sebarannya merata. Realitas sosial yang terkonstruksi itu juga membentuk opini massa, massa cenderung apriori, dan opini masyarakat cenderung sinis. 7 Berger dan Luckman mengatakan 1990:61, terjadi dialektika antara individu menciptakan masyarakat dan masyarakat menciptakan individu. Proses dialektika ini terjadi melalu eksternalisasi, objektivasi, dan internalisasi. 8 Eksternalisasi adalah sebuah proses di mana sekelompok manusia menjalankan sebuah tindakan. Bila dianggap tindakan yang tadi tepat dan berhasil menyelesaikan persoalan pada saat itu, maka tindakan tersebut akan dilakukan berulang-ulang. 9 Objektivasi adalah suatu hasil yang telah dicapai, baik mental maupun fisik dari kegiatan eksternalisasi manusia tersebut. Hasil itu menghasilkan realitas 6 Ibnu Hamad , Muhamad Qadari dan Agus Sudibyo, Kabar-kabar Kebencian, Jakarta: Institut Studi Arus Informasi , PT Sembrani Aksara Nusantara, 2001, h. 74-75. 7 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi, Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat, Jakarta: Prenada Media Group, 2006, h. 288. 8 Ibid, h. 191. 9 Geger Riyanto, Peter L. Berger: Perspektif Metateori Pemikiran, Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia, 2009, h. 110. objektif yang bisa jadi akan menghadapi si penghasil itu sendiri sebagai suatu faktisitas yang berada di luar dan berlainan dari manusia yang menghasilkannya. Hasil dari eksternalisasi bisa berupa budaya, bahasa, dan sebagainya. 10 Internalisasi merupakan sebuah proses penyerapan kembali dunia objektif ke dalam kesadaran sedemikian rupa sehingga subjektif individu dipengaruhi oleh struktur dunia sosial. Melalui internalisasi, manusia menjadi hasil dari masyarakat. 11 Tabel 1 Proses Konstruksi Sosial Media Massa Sumber: Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat, Jakarta: Kencana, 2007, h. 204. 10 Eriyanto, Analisis Framing, Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media, Yogyakarta: LKiS Yogyakarta, 2005, h. 14. 11 Ibid, h. 15. Proses Sosial Simultan Eksternalisasi Objektivasi Internalisasi M E D I A M A S S A Objektif Subjektif Intersubjektif Realitas Terkonstruksi: - Lebih Cepat - Lebih Luas - Sebaran Merata - Membentuk Opini Massa - Massa Cenderung Terkonstruksi - Opini Massa Cenderung Apriori - Opini Massa Cenderung Sinis Source Message Channel Receiver Effects Menurut Peter L Berger dan Thomas Luckman pada gambar di atas, proses konstruksi sosial media massa berlangsung pada suatu proses yang simultan, yakni eksternalisasi, objektivasi, dan internalisasi. Dalam pandangan positivis, media dipandang sebagai sebuah saluran. Sedangkan menurut pandangan konstruksionis, media dipandang sebagai subjek yang mengkonstruksi realitas. Lewat berbagai instrumen yang dimilikinya, media ikut membentuk realitas yang tersaji dalam bentuk pemberitaan. 12

B. Analisis Framing

1. Pengertian Analisis Analisis adalah sebuah pengkajian yang dilakukan terhadap suatu penelitian secara mendalam. Kata analisis berasal dari bahasa Inggris: analisys, yaitu menganalisa, perancang alur sehingga menjadi mudah dan jelas untuk dibuat maupun dibaca, dapat diartikan sebagai menganalisa, pemisahan, dan pemeriksaan yang teliti. 13 Analisis adalah penguraian suatu pokok atas berbagai macam bagiannya dan penelaahan bagian tadi serta hubungan anatara bagian untuk memperoleh pemahaman dan pengertian arti keseluruhan. 14 Di dalam penelitian dikenal dengan istilah analisis. Menurut Mattew B. Milles dan A. Michael Huberman, mereka menganggap bahwa analisis terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadisecara kebersamaan yaitu: reduksi data, yaitu proses penyajian data, dan penarikan kesimpulan atau verivikasi. Pertama, reduksi data yaitu proses pemilahan, 12 Ibid, h. 22-23 13 Jhon M.Echols dan Hasan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, Jakarta: PT. Gramedia,1990, h. 28. 14 Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai pustaka, 2005, Ed.3 Cet.Ke-3, h. 43. pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data “kasar” yang muncul dari temuan-temuan di lapangan. Kedua, penyajian data yaitu menyajikan data dari sekumpulan temuan-temuan yang sekiranya dapat memberikan kemungkinan menarik suatu kesimpulan dan pengambilan tindakan. Ketiga, penarikan kesimpulan atau verivikasi, yaitu dari data-data yang telah terkumpul mulai dicari arti benda-benda, mencatat keteraturan, pola-pola, penjelasan, alur sebab akibat dan proporsinya, sehingga semua itu dapat ditarik kesimpulan. 15 2. Pengertian Framing Gagasan mengenai framing, pertama kali dilontarkan oleh Beterson tahun 1955 Sudibyo, 1999a:23. Mulanya frame dimaknai sebagai struktur konseptual atau perangkat kepercayaan yang mengorganisir pandangan politik, kebijakan, dan wacana, serta yang menyediakan kategori-kategori standar untuk mengapresiasi realitas. Konsep ini kemudian dikembangkan lebih jauh oleh Goffman pada 1974, yang mengandaikan frame sebagai kepingan-kepingan prilaku strips of behavior yang membimbing individu dalam membaca realitas. 16 Framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita. Cara pandang atau perspektif itu pada akhirnya menentukan fakta apa yang diambil, bagian mana yang ditonjokan dan dihilangkan, dan hendak dibawa ke mana berita tersebut. 17 15 Mattew B. Milles dan A. Michael Huberman, Analisis Data Kualitatif. Penerjemah TjetjepRohendi Rohidi Jakarta: UI Press, 1992, h. 16-19. 16 Drs. Alex Sobur, M.Si, Analisis Teks Media Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2006, h. 161-162. 17 Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media, h. 224 Menurut G.J. Aditjondro Sudibyo, 1999b:165 framing sebagai metode penyajian realitas di mana kebenaran tentang suatu kejadian tidak diingkari secara total, melainkan dibelokkan secara halus, dengan memberikan sorotan terhadap aspek-aspek tertentu saja, dengan menggunakan istilah-istilah yang punya konotasi tertentu, dan dengan bantuan foto, karikatur, dan alat ilustrasi lainnya. 18 Dalam ranah studi komunikasi, framing mewakili tradisi yang mengedepankan pendekatan atau perspektif multidisipliner untuk menganalisis fenomena atau aktifitas komunikasi. Konsep tentang framing bukan murni konsep ilmu komunikasi, akan tetapi dipinjam dari ilmu kognitif psikologis. Dalam praktiknya, framing juga membuka peluang bagi implementasi konsep-konsep sosiologis, politik, dan kultural untuk menganalisis fenomena komunikasi, sehingga suatu fenomena dapat diapresiasi dan dianalisis berdasarkan konteks sosiologis, politis, atau kltural yang melingkupinya. 19 Beberapa pakar mendefinisikan framing, sebuat saja di antaranya, Robert N. Entman, William Gamson, dan Todd Gitlin. Menurut Robert N. Entman, framing merupakan proses seleksi dari berbagai aspek realitas sehingga bagian tertentu dari peristiwa itu lebih menonjol dibandingkan aspek lain. Ia juga menyertakan penempatan informasi-informasi dalam konteks yang khas sehingga sisi tertentu mendapatkan alokasi lebih besar daripada sisi yang lain. 20 Sedangkan menurut William A. Gamson, framing merupakan cara bercerita atau gugusan ide-ide yang terorganisir sedemikian rupa serta menghadirkan konstruksi makna peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan objek suatu wacana. Cara bercerita itu terbentuk dalam sebuah kemasan package. Kemasan itu 18 Ibid, h. 165. 19 Ibid, h. 162. 20 Ibid, h. 67.