3. Pengertian Majas
Pada hakikatnya majas figure of speech adalah suatu bentuk pernyataan dengan cara memakai sesuatu untuk mengatakan tentang
sesuatu yang lain. Pemakaian sesuatu untuk sesuatu yang lain sering kali jika tidak boleh dikatakan: selalu berupa pengedepanan suatu ide
secara tidak langsung melalui analogi. Dengan demikian, di samping mampu mengonkretkan dan menghidupkan bahasa, majas juga sering
lebih ringkas daripada padanannya yang terungkap dalam kata biasa.
8
Majas, kiasan, atau „figure of speech‟ adalah bahasa kias, bahasa
indah yang dipergunakan untuk meninggikan serta meningkatkan efek dengan jalan memperkenalkan serta memperbandingkan sutau benda
atau hal tertentu dengan benda atau hal lain yang lebih umum. Pendek kata, penggunaan majas tertentu dapat merubah serta menimbulkan
nilai rasa atau konotasi tertentu.
9
Sementara itu, Nurgiantoro mengatakan bahwa pemajasan figure of
speech merupakan
teknik pengungkapan
bahasa, penggayabahasaan, yang maknanya tak menunjuk pada makna harfiah
kata-kata yang mendukungnya, melainkan pada makna yang ditambahkan, makna yang tersirat. Jadi ia merupakan gaya yang
sengaja mendayagunakan penuturan dengan memanfaatkan bahasa kias.
10
4. Majas Perbandingan
Dilihat dari jenisnya, majas yang secara salah kaprah sering pula disebut gaya bahasa, perhiasan bahasa, atau bahasa kiasan itu dapat
dikelompok dalam tiga golongan; 1 majas perbandingan, 2 majas pertentangan, dan 3 majas pertautan. Namun, dalam praktiknya tidak
8
Agus Sri Danardana, Anomali Bahasa, Pekanbaru: Palagan Press, 2011, h. 12-13
9
Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Semantik, Bandung: Angkasa, 1993, h. 112
10
Burhan Nurgiantoro, Teori Pengkajian Fiksi, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2013 h. 297
jarang orang menggunakan dua-tiga majas sekaligus dalam sebuah tuturan.
11
Menurut Henry Guntur Tarigan, ragam majas dibagi menjadi empat macam: 1 Majas perbandingan yang meliputi perumpamaan
simile, metafora, pesonifikasi, 2 Majas pertentangan yang meliputi hiperbola, litotes, ironi, oksimoron, paronomasia, paralipsisi, zeugma,
3 Majas pertautan yang meliputi metonimia, sinekdoke, kilata alusi, eufimisme, ellipsis, inversi, gradasi. 4 Majas perulangan yang
meliputi aliterasi, antanaklasis, kiasmus, repetisi. Dalam hal ini, penulis akan memfokuskan pada majas perbandingan yang digunakan
oleh Tarigan. Berikut penjelasannya:
1. Simile perumpamaan
Yang dimaksud dengan perumpamaan di sini adalah padanan kata simile dalam bahasa Inggris. Kata simile berasal dari
bahasa latinyang bermakna „seperti‟. Perumpamaan adalah
perbandingan dua hal yang pada hakekatnya berlainan dan yang sengaja kita anggap sama. Perbandingan itu secara eksplisit
dijelaskan oleh pemakaian kata seperti, sebagai, ibarat, umpama, baka, laksana, dan sejenisnya.
12
Dalam penuturan bentuk ini, sesuatu yang disebut pertama dinyatakan mempuyai persamaan
sifat dengan sesuatu yang disebut belakangan.
13
Contoh: Wajahnya laksana bulan purnama, rumahnya ramai bak pasar malam.
2. Metafora
Tarigan berpendapat bahwa metafora adalah sejenis gaya bahasa perbandingan yang paling singkat, padat, tersusun rapi. Di
dalamnya terlihat dua gagasan: yang satu adalah suatu kenyataan, sesuatu yang dipikirkan, yang menjadi obyek; dan yang satu lagi
merupakan pembanding terhadap kenyataan tadi; dan kita
11
Sri Danardana, Op. Cit., h. 12-13
12
Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Gaya Bahasa, Bandung: Angkasa 1986, h. 9-10
13
Nurgiantoro,Op. Cit.,h. 400
menggantikan yang belakang itu menjadi yang terdahulu tadi.
14
Contoh: Ayah
menjaditulang punggung
keluarga, perpustakaan adalah gudang ilmu.
3. Personifikasi
Nurgiantoro berpendapat bahwa personifikasi merupakan bentuk pemajasan yang member sifat-sifat benda mati dengan sifat-
sifat kemanusiaan.Artinya, sifat yang diberikan itu sebenarnya hanya dimiliki oleh manusia.Maka majas ini juga disebut sebagai
majas pengorangan, sesuatu yang diorangkan, seperti halnya orang. Sifat-sifat itu dapat berupa ciri fisik, sifat karakter, tingkah laku
verbal dan nonverbal, berpikir, berperasaan, bersikap, dan lain-lain yang
hanya manusia
yang memiliki
atau dapat
melakukannya..benda-benda laian yang bersifat nonhuman, termasuk makhluk-makhluk tertentu, binatang, dan fakta alam yang
lain tidak memilikinya.
15
Contoh: Pohon nyiur melambai-lambai, ombak yang memakan manusia itu.
4. Depersonifikasi
Gaya bahasa depersonifikasi atau pembendaan adalah kebalikan dari gaya bahasa personifikasi atau penginsanan. Kalau
personifikasi, menginsankan atau memanusiakan benda-benda, maka depersonifikasi justru membendakan manusia atau insan.
Biasanya gaya bahasa depersonifikasi ini terdapat dalam kalimat pengandaian yang secara eksplisit memanfaatkan kata kalau dan
sejenisnya sebagai penjelas gagasan atau harapan.
16
Contoh: Kalau dikau menjadi bunga, maka Aku kumbangnya, Andai kamu
menjadi langit, maka dia menjadi tanah.
14
Tarigan, Op. Cit., h. 15
15
Nurgiantoro, Op. Cit., h. 401-402
16
Tarigan, Op. Cit., h. 21
B. Hakikat Cerpen
1. Asal Mula Cerita Pendek Indonesia
Genre cerita pendek di Indonesia, secara resmi diakui baru muncul pada tahun1930-an. Muhammad Kasim mengumpulkan
cerpen-cerpennya dalam buku Teman Duduk pada tahun 1936, kemudian Suman Hs. Menerbitkan cerpennya pada tahun 1938 dengan
judul Kawan Bergelut. Keduanya diterbitkan oleh penerbit pemerintah colonial, Balai Pustaka.Sementara itu genre cerpen ini telah ditemukan
lebih tua dalam bahasa Sunda, yakni dengan terbitnya buku kumpulan cerpen pengarang G.S. yang berjudul Dogdog Pangrewong Selingan
Belaka pada tahun 1930.
17
2. Pengertian Cerpen
Cerpen cerita pendek sebagai genre fiksi adalah rangkaian peristiwa yang terjalin menjadi satu yang di dalamnya terjadi konflik
antartokoh atau dalam diri tokoh itu sendiri dalam latar dan alur.Peristiwa dalam cerita berwujud hubungan antartokoh, tempat,
dan waktu yang membentuk satu kesatuan.
18
Selanjutnya Ellery Sedgwik dalam Tarigan mengatakan bahwa “cerita pendek adalah penyajian suatu keadaan tersendiri atau suatu
kelompok keadaan yang memberikan kesan yang tunggal pada jiwa pembaca. Cerita pendek tidak boleh dipenuhi dengan hal-hal yang
tidak perlu atau “a short-story must not be cluttered up with
irrelevance”. Dari beberapa pendapat tentang pengertian cerpen di atas, dapat
diambil kesimpulan bahwa cerita pendek adalah cerita yang panjangnya minimal 4-5 halaman dan habis dibaca sekali duduk. Di
17
Jakob Sumarjo, Kesustraan Melayu-Rendah Masa Awal, Yogyakarta: Galang Press, 2004, h. 103
18
Heru Kurniawan dan Sutardi, Penulisan Sastra Kreatif, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012, h. 59
dalam cerpen juga harus terdapat tokoh, penokohan, dan inti dari cerita tidak berbelit-belit ceritanya.
3. Karakteristik Cerpen
Tarigan membagi ciri-ciri khas cerpen sebagai berikut: a.
Ciri-ciri utama cerita pendek adalah singkat, padu, dan intensif. b.
Unsur-unsur utama cerita pendek adalah adegan, tokoh, dan gerak. c.
Bahasa cerita pendek haruslah tajam, sugestif, dan menarik perhatian.
d. Cerita pendek harus mngandung interpretasi pengarang tentang
konsepsinya mengenai kehidupan, baik seara langsung maupun tidak langsung.
e. Sebuah cerita pendek harus menimbulkan suatu efek dalam pikiran
pembaca. f.
Cerita pendek harus menimbulkan perasaan pada pembaca bahwa jalan ceritalah yang pertama menarik perasaan, dan baru kemudian
menarik pikiran. g.
Cerita pendek mengandung detail-detail dan insiden-insiden yang dipilih dengan sengaja, dan yang bisa menimbulkan pertanyaan-
pertanyaan dalam pikiran pembaca. h.
Dalam sebuah cerita pendek, sebuah insiden yang terutama menguasai jalan cerita.
i. Cerita pendek harus mempunyai seorang pelaku utama.
j. Cerita pendek harus mempunyai satu efek atau kesan yane
menarik. k.
Cerita pendek bergantung pada satu situasi. l.
Cerita pendek memberikan impresi tunggal. m.
Cerita pendek memberikan suatu kebulatan efek. n.
Cerita pendek menyajikan satu emosi.
o. Jumlah kata-kata yag terdapat dalam cerita pendek biasanya di
bawah 10.000 kata, tidak boleh lebih dari 10.000 kata atau kira- kira 33 halaman kuarto spasi rangkap.
19
Dari beberapa pendapat tentang ciri-ciri atau karakteristik cerpen, maka dapat disimpulkan bahwa ciri utama cerpen adalah padat dan
singkat, terdapat tokoh dan penokohan yang jelas, serta bahasa yang digunakan menarik.
C. Unsur-unsur Intrinsik Cerpen
Prosa fiksi yang terdiri dari cerpen dan novel, keduanya mempunyai unsur-unsur pembangun yang sama. Unsur-unsur itu meliputi
tokoh, penokohan, alur, sudut pandang, dan amanat. Oleh karena itu, cerpen dan novel dapat dianalisis menggunakan unsur-unsur yang sama.
Berikut akan dipaparkan penjelasan mengenai unsur intrinsik cerpen.
1. Tema
Istilah tema menurut Scharbach berasal dari bahasa Latin yang berarti „tempat meletakkan suatu perangkat‟.Disebut demkian karena
tema adalah ide yang mendasari suatu cerita sehinga berperanan juga sebagai pangkal tolak pengarang dalam memaparkan karya fiksi yang
diciptakannya.
20
Brooks dan Warren dalam Tarigan mengatakan bahwa tema adalah dasar atau makna suatu cerita atau novel. Sementara Brooks,
Purser, dan Warren dalam buku lain mengatakan bahwa tema adalah pandangan hidup tertentu atau perasaan tertentu mengenai kehidupan
atau rangkaian nilai-nilai tertentu yang membentuk atau membangun dasar atau gagasan utama dari suatu karya sastra.
21
Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa tema adalah gagasan atau ide yang mendasari suatu cerita.Ide atau gagasan
19
Tarigan, Op Cit., h. 180-181
20
Aminuddin, Op. Cit., h. 91
21
Tarigan, Op. Cit., h. 125