dengan demikian maka secara tidak langsung pembaca dapat kesan tentang segala sesuatu yang mengenai pelakon utama itu.
23
3. Plot atau alur
Pengertian alur dalam cerpen atau dalam karya fiksi adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa
sehingga menjalin suatu cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu cerita.
24
Secara umum, alur merupakan rangkaian peristiwa- peristiwa dalam sebuah cerita.
25
Selanjutnya, Abrams dalam Siswanto mengatakan bahwa alur ialah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa
sehingga menjalin sebuah cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu cerita.Sudjiman juga mengungkapkan dalam Siswanto
bahwa alur sebagai jalinan peristiwa di dalam karya sastra untuk mencapai efek tertentu.Jalinannya dapat diwujudkan oleh hubungan
temporal waktu dan oleh ubungan kausal sebab akibat.
26
Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa alur adalah rangkaian cerita yang terjalin secara utuh dan padu yang
dibentuk melalui tahapan-tahapan cerita. Aminuddin dalam Siswanto membagi tahapan-tahapan peristiwa
dalam cerita sebagai berikut. 1.
Pengenalan adalah tahap peristiwa dalam suatu cerita rekaan atau drama yang memperkenalkan tokoh-tokoh atau latar cerita. Yang
dikenalkan dari tokoh ini misalnya nama, asal, ciri fisik, dan sifatnya.
2. Konflik atau tikaian adalah ketegangan atau pertentangan antara
dua kepentingan atau kekuatan di dalam cerita rekaan. Pertentangan ini dapat terjadi dlam diri satu tokoh, antara dua
23
Tarigan, Op. Cit., h. 133-134
24
Aminuddin, Op. Cit., h. 83
25
Robert Stanton, Teori Fiksi Robert Stanton, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007, h. 26
26
Siswanto, Op. Cit., h. 159
tokoh, antara tokoh dan masyarakat atau lingkungannya, antara tokoh dan alam, serta antara tokoh dan tuhan. Ada konflik lahir dan
konflik batin. 3.
Komplikasi atau rumitan adalah bagian tengah alur cerita rekaan atau drama yang mengembangkan tikaian. Dalam tahap ini, konflik
terjadi semakin tajam karena berbagai sebab dan berbagai kepentingan yang berbeda dari setiap tokoh.
4. Klimaks adalah bagian alur cerita rekaan yang melukiskan puncak
ketegangan, terutama dipandang dari segi tanggapan emosional pembaca. Klimaks merupakan puncak rumitan yang diikuti oleh
krisis atau titik balik. 5.
Krisis adalah bagian alur yang mengawali penyelesaian. Saat dalam alur yang ditandai oleh perubahan alur cerita menuju
selesainya cerita. 6.
Leraian adalah bagian struktur alur sesudah tercapai klimaks. Pada tahap
ini peristiwa-peristiwa
yang terjadi
menunjukkan perkembangan lakuan ke arah selesaian.
7. Selesaian adalah tahap akhir suatu cerita rekaan. Dalam tahap ini
semua masalah dapat diuraikan, kesalahpahaman dijelaskan, dan rahasia dibuka.
27
4. Latar Setting
Latar atau setting yang disebut juga sebagai landas tumpu.Abrams dalam Aminuddin mengemukakan latar cerita adalah
tempat umum general locale, waktu kesejarahan historical time, dan kebiasaan masyarakat social circumstances dalam setiap episode
atau bagian-bagian tempat.
28
Berikut ini akan dijelaskan unsur-unsur latar.
27
Siswanto, Loc. Cit.,
28
Siswanto, Op. Cit., h. 149
1. Latar tempat
Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang
dipergunakan mungkin berupa tempat-tempat dengan nama tertentu, inisial tertenttu, mungkin lokasi tertentu tanpa nama jelas.
2. Latar waktu
Latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya
fiksi.Masalah “kapan” tersebut biasanya dihubungkan dengan waktu faktual, waktu yang ada kaitannya atau dapat dikaitkan
dengan peristiwa sejarah.Pengetahuan dan persepsi pembaca terhadap waktu sejarah itu kemudian dipergunakan untuk mencoba
masuk ke dalam suasana cerita.Pembaca berusaha memahami dan menikmati cerita berdasarkan acuan waktu yang diketahuinya yang
berasal dari luar cerita yang bersangkutan. 3.
Latar sosial Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan
dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yng diceritakan dalam karya fiksi. Tata cara kehidupan sosial
masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang cukup kompleks. Ia dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiasat, tradisi,
keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap, dan lain- lain yang tergolong latar spiritual seperti dikemukakan
sebelumnya. Selain itu, latar sosial juga berhubungan dengan status sosial tokoh yang bersangkutan, misalnya rendah, menengah,
atas.
29
29
Nurgiantoro, Op. Cit., h. 227-234
5. Sudut Pandang
Sudut pandang titik pandang adalah tempat sasrtrawan memandang ceritanya.Dari tempat itulah sastrawan bercerita tentang
tokoh, peristiwa, tempat, waktu, dengan gayanya sendiri.
30
Seorang pencerita dapat dikatakan sebaga pencerita akuan apabila pencerita
tersebut dalam bercerita menggunakan kata ganti orang pertama: aku atau saya. Pencerita akuan dapat menjadi salah seorang pelaku atau
disebut narrator acting. Sebagai narrator acting, ia bisa mengetahui semua gerak fisik maupun psikisnya. Narrator acting yang demikian
ini biasanya bertindak sebagai pelaku utama yang serba tahu.Tidak semua narrator acting sebagai pencerita yang serba tahu.Terdapat
kemungkinan narrator acting ini hanya mengetahui gerak-gerik fisik dari para pelaku yang bertindak sebagai pelaku bawahan.
Di samping bertindak sebagai pencerita yang terlibat atau narrator acting, seorang pencerita juga bisa bertindak sebagai
pengamat.Pencerita semacam
ini biasanya
disebut pencerita
diaan.Pencerita diaan dalam bercerita biasanya menggunakan kata ganti orang ketiga. Adapun penunjuk kebahasaan yang digunakan
biasanya: dia, ia, atau mereka. Narrator pengamat ini dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu
narrator pengamat yag serba tahu dan narrator pengamat terbatas atau objektif. Narrator pengamat serba tahu merupakan suatu teknik
penceritaan dengan cara pencerita menuturkan ceritanya melalui satu atau lebih tokoh-tokohnya.Sedangkan narrator pengamat terbatas
adalah pengarang menuturkan ceritanya melalui kesan-kesan atau impresi dari satu tokoh. Pengetahuan pencerita tentang apa yang terjadi
dalam cerita terbatas pada apa yang dapat dilihat, didengar melalui gerak fisik saja.
31
30
Siswanto, Op. Cit., h. 151
31
Endah Tri Priyatni, Membaca Sastra dengan Ancangan Literasi Kritis,Jakarta: Bumi Aksara, 2010, h. 115-116
6. Amanat
Nilai-nilai yang ada di dalam cerita rekaan bisa dilihat dari diri sastrawan dan pembacanya.Dari sudut sastrawan, nilai ini bisa disebut
amanat.Amanat gagasan yang mendasari karya sastra; pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca atau pendengar.Di
dalam karya sastra modern, amanat ini biasanya tersirat; di dalam karya sastra lama pada umumnya amanat tersurat.
32
D. Pembelajaran Sastra di Sekolah
Pendidikan sastra adalah pendidikan yang mencoba untuk mengembangkan kompetensi apresiasi sastra, kritik sastra, dan proses
kreatif sastra. Kompetensi apresiasi yang diasah dalam pendidikan ini adalah kemampuan menikmati dan menghargai karya sastra.Dengan
pendidikan semacam ini, peserta didik diajak untuk langsung membaca, memahami, menganalisis, dan menikmati karya sastra secara langsung.
Pendidikan sastra yang mengapresiasi prosa rekaan akan mengembangkan kompetensi anak untuk memahami dan menghargai
keindahan karya sastra yang tercermin pada setiap unsur prosa rekaan dengan secara langsung membaca karya sastranya.
33
Dan salah satu pembelajaran prosa rekaan adalah pembelajaran cerpen di sekolah.
Pengajaran sastra akan membantu pendidikan secara utuh apabila cakupannya meliputi 4 manfaat, yaitu: membantu keterampilan berbahasa,
meningkatkan pengetahuan budaya, mengembangkan cipta dan rasa, dan menunjung pembentukan watak.
1. Membantu keterampilan berbahasa
Mengikutsertakan pengajaran sastra dalam kurikulum berarti akan membantu siswa berlatih keterampilan membaca, dan mungkin
ditambah sedikit keterampilan menyimak, wicara, dan menulis yang masing-masing erat hubungannya. Dalam pengajaran sastra, siswa
32
Siswanto, Op. Cit., h. 162
33
Ibid., h. 168-169
dapat melatih keterampilan menyimak dengan mendengarkan suatu karya yang dibacakan oleh guru, teman, atau lewat pita rekaman.
2. Meningkatkan pengetahuan budaya
Sastra berkaitan erat dengan semua aspek manusia dan alam dengan keseluruhannya.Apabila kita dapat merangsang siswa-siswa
untuk memahami fakta-fakta dalam karya sastra, lama-kelamaan siswa itu akan sampai pada realisasi bahwa fakta-fakta itu sendiri tidak lebih
penting disbanding dengan keterkaitannya satu sama lain sehingga dapat saling menopang dan memperjelas apa yang ingin disampaikan
lewat karya sastra itu. 3.
Mengembangkan cipta dan rasa Dalam
hal pengajaran
sastra, kecakapan
yang perlu
dikembangkan adalah kecakapan yang bersifat indra; yang bersifat penalaran; yang bersifat afektif; dan yang bersifat sosial; serta dapat
ditambah lagi yang bersifat religius. Karya sastra, sebenarnya dapat memberikan peluang-peluang untuk mengembangkan kecakapan-
kecakapan semacam itu. Oleh karena itu, dapatlah ditegaskan, pengajara sastra yang dilakukan dengan benar akan dapat menyediakan
kesempatan untuk mengembangkan kecakapan-kecakapan tersebut lebih dari apa yang disediakan oleh mata pelajaran yang lain, sehingga
pengajaran sastra tersebut dapat lebih mendekati arah dan tujuan pengajaran dalam arti yang sesungguhnya.
4. Menunjang pembentukan watak
Dalam nilai pengajaran sastra, ada dua tuntutan yang dapat diungkapkan sehubungan watak.Pertama, pengajaran sastra hendaknya
mampu membina perasaan yang lebih tajam.Dibanding pelajaran- pelajaran lainnya, sastra mempunyai kemungkinan lebih banyak untuk
mengantar kita mengenal seluruh rangkaian kemungkinan hidup manusia seperti kebahagiaan, kebebasan, kesetiaan, kebanggaan diri
sampai pada kelemahan, kekalahan, keputusasaan, kebencian, perceraian, dan kematian.
Tuntutan kedua sehubungan dengan pembinaan watak ini adalah bahwa pengajaran sastra hendaknya dapat memberikan bantuan dalam
usaha mengembangkan berbagai kualitas kepribadian siswa yang antara lain meliputi ketekunan, kepandaian, pengimajian, dan
penciptaan.
34
Pembelajaran cerpen selalu diajarkan di sekolah baik tingkat dasar, menengah, atau tingkat atas.Bahkan di perguruan tinggi pun, pembelajaran
cerpen masih diterapkan.Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran karya sastra di semua jenjang sangat dibutuhkan guna meningkatkan kreativitas
dan keterampilan siswa dalam kegiatan berbahasa dan bersastra. Berhubungan dengan pengajaran cerpen di sekolah, hendaknya
seorang guru memiliki metode atau teknik yang digunakan agar siswa mampu
mencapai kompetensi
yang diinginkan.Rahmanto
mengungkapkan, salah satu metode yang dapat digunakan adalah membaca ekstensif yang cocok untuk berbagai bahan bacaan seperti novel
dan cerpen yang memungkinkan adanya praktik latihan membaca cepat serta berlangsung terus menerus dengan minat sendiri.Bahan-bahan bacaan
ekstensif ini cocok untuk diberikan sebagai aktivitas membaca di rumah.Tujuan akhir dari pembinaan membaca ekstensif ini dimaksudkan
untuk membina minat baca siswa berdasarkan motivasi dari dalam, sehingga siswa dapat memiliki kesenangan hobi membaca tanpa paksaan
satau dorongan dari guru.
35
E. Penelitian yang Relevan
Hasil penelitian sebelumnya yang dapat dijadikan acuan dan masukan dalam penelitian ini antara lain penelitian yang dilakukan oleh
Alfian Rokhmansyah dalam skripsinya yang berjudul “Jenis Gaya dan Fungsinya dalam Cerpen Saksi Mata karya Seno Gumira Ajidarma
Sebuah Kajian Stilistika. Dalam penelitian tersebut, ditemukan beberapa
34
B. Rahmanto, Metode Pengajaran Sastra, Yogyakarta: Kanisius, 1988, h. 16-25
35
Ibid., h. 41