belajar selanjutnya ketimbang variabel predictor lainnya, seperti rapor SMA, nilai EBTANAS, dsb. Dengan demikian, meskipun terdapat siswa berprestasi di sekolah
ketika SMA, maka belum tentu dapat diasumsikan bahwa ia akan berprestasi juga di perguruan tinggi.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, prestasi awal yang baik bagi seorang mahasiswa lebih penting diupayakan daripada memercayakan pada hasil
ujian saringan ataupun ujian akhir sekolah menengah. Semua teori prestasi belajar yang peneliti paparkan diatas, tentu berbeda-beda
variabel psikologis yang menentukannnya, dan juga dapat dipastikan bahwa penentu pada prestasi belajar umum akan berbeda ketika menjadi predictor dibidang mata
kuliah statistika. Oleh karena itu, peneliti akan meneruskan secara spesifik prestasi belajar dibidang statistika, yang mana maksudnya sama yaitu mengidentifikasi
variabel psikologis apa sajakah yang menjadi predictor yang menyebabkan naik turunnya prestasi belajar statistika.
2.2.1 Prestasi Belajar Statistika
Kuliah statistika menjadi bagian penting dalam berbagai macam program studi di semua perguruan tinggi. Rasionalisasi mengajar Statistika pada tingkatan
mahasiswa adalah memudahkan mahasiswa untuk mengatur, menggunakan dan mengintrepretasikan penelitian atau data statistik pada studi mereka Nasser, M.
Fadia, 2004. Selain itu, tujuan tambahan mengajarkan Statistika kepada mahasiswa
adalah untuk menyelesaikan secara efektif seluruh aspek statistik ketika mereka berada diluar kelas
Gal and Ginsburg 1994 ;
Gal and Garfield 1997 .
Artinya statistika
tidak hanya diperlukan ketika berada didalam kelas saja yaitu statistika sebagai mata kuliah, tetapi juga ketika mahasiswa berada diluar kelas, dimana statistika bisa
bermanfaat untuk semua hal yang berkaitan dengan aspek-aspek statistik. Secara khusus variabel predictor yang menentukan prestasi belajar statistika
kemungkinan akan berbeda dengan predictor prestasi belajar dibidang yang lain, misal IPA, BAHASA,dsb Umar, 2010. Hal ini dapat dibuktikan dari hasil penelitian
Umar 2007 dibidang Bahasa dan IPA serta Matematika. Misalnya untuk bidang bahasa dan matematika, variabel yang konsisten memengaruhi prestasi belajar
matematika adalah tingkat Sosial Ekonomi Keluarga SES, dukungan terhadap sekolah, sikap terhadap matematika ; sedangkan pada reading literacy yang konsisten
justru self efficacy, pr membaca, high reading kemudian diikuti oleh vocabulary, metode mengajar, seringnya waktu membaca dan terakhir, after reading.
Tentunya bagi peneliti interpretasi seperti ini tidaklah mudah, namun setidaknya dapat diidentifikasikan bahwa untuk bidang yang berbeda seperti bahasa
dan matematika akan berbeda variabel predictor-nya, sehingga berbeda pula hasil penelitian dan interpretasinya.
Mengenai prestasi belajar Statistika, ada banyak hasil penelitian yang mengindikasikan beberapa variabel yang berkaitan dengan model prestasi belajar
Statistika. Seperti
Cruise, et al. 1985
yang mengatakan bahwa “that anxious student’s image of statistics is generally not a very positive one”.
Menurut Cruise, kecemasan mahasiswa bukanlah hal yang positif terhadap statistika. Ia mendefinisikan bahwa
statistics anxiety as the feeling of anxiety encountered when taking a statistics course or doing statistics course, that is, when gathering, processing and interpreting data”.
Hal ini dapat dipahami dengan logika sederhana, dimana kecemasan statistika itu terjadi pada mahasiswa yang misalnya ketika SMA belum mendapatkan bekal
yang cukup untuk matematika tingkat lanjutan, sehingga ketika mereka kuliah dan mendapatkan mata kuliah introductory statistics maka timbul kecemasan. Selain itu
juga masih banyak mahasiswa yang beranggapan bahwa ketika mereka berada dibangku kuliah tidak akan lagi mendapati mata kuliah yang sifatnya memerlukan
skill komputasi, yang padahal tidak demikian. Biasanya pendapat tersebut ditemukan pada mahasiswa yang berada pada fakultas ilmu social, seperti psikologi, sosiologi,
dsb. Dikarenakan sudah adanya kecemasan mahasiswa terhadap statistika, harapan
tidak adanya mata kuliah hitung-hitungan, maka selanjutnya prestasi belajar di bidang statistika bisa dipengaruhi oleh kecemasan dan expectancy tersebut.
Dari penelitian Nasser, 2004 dikatakan bahwa efek kecemasan terhadap performance
prestasi tidak disetujui dalam literature. Sebagai contoh pada konteks kecemasan matematika,
Liabre and Suarez 1985 menyatakan bahwa
“…stated that mathematics anxiety had little to do with performance once anxious students were already enrolled in the course…”
. Artinya bahwa kecemasan terhadap Matematika hanya memiliki pengaruh
yang kecil terhadap performance meskipun kecemasan tersebut telah ada ketika menempuh mata kuliah tersebut. Kemudian studi yang dilakukan oleh
Adams and Holcomb 1986
menemukan bahwa, mathematics anxiety was negatively related to
performance in statistics, there was no significant relationship between performance in statistics and traditional measures of state and trait anxiety.
Artinya, kecemasan terhadap Matematika berkorelasi negative terhadap performance di bidang Statistika.
Ada juga hasil penelitian yang dilakukan oleh Lalonde and Gardner 1993
menunjukkan hasil yang sedikit berbeda yaitu, an indirect negative relationship between what they referred to as “situational anxiety” and performance in statistics.
Artinya terdapat dampak negative tetapi secara tidak langsung dari situasi yang mahasiswa anggap sebagai kecemasan terhadap performance di bidang Statistika.
Bahkan penelitian yang dilakukan oleh Onwuegbuzie 1998, 2000
menunjukkan bahwa low achievement of college student was related to higher levels of statistics
anxiety and low computation self-concept. Artinya kurang lebih sama dengan
penelitian sebelumnya, yaitu kecemasan berpengaruh negative terhadap performance. Selanjutnya, model prestasi belajar Statistika dan Matematika yang dikaitkan
dengan variabel sikap. Seperti yang dilakukan oleh, Adams and Holcomb 1986
, mereka menguji kaitan antara prestasi belajar Statistika dan Matematika dengan
variabel sikap. Hasilnya adalah no significant relationship between attitudes toward mathematics and achievement in statistics.
Artinya, tidak ada hubungan yang signifikan antara sikap terhadap Matematika dengan prestasi di bidang Statistika.
Sementara itu studi dari Feinberg and Halprin 1978
justru menemukan hasil sebaliknya yaitu bahwa ada korelasi antara variabel sikap dengan performance pada
matematika dan statistika. Salah satu model prestasi belajar Statistika adalah Gardner’s model Lalonde,
1993. Model ini memiliki dua pandangan mengenai Statistika. Pertama, “the
conceptualization of statistics learning as language learning is both meaningful and fruitful”.
Kemudian yang kedua, “many of the measures developed by Gardner, and his colleagues can be adapted to the statistics learning situation with some minor
modification, thus facilitating a test of the model that is to be proposed”. Model
prestasi belajar Statistika menurut Gardner 1979 terdapat empat variable individu yang diharapkan memengaruhi secara langsung derajat keberhasilan seseorang pada
mata kuliah Statistika, yaitu : intelligence, language aptitude, situational anxiety, and motivation
. Intelegensi sangatlah penting dalam memengaruhi tingkatan pemahaman setiap mata kuliah apapun yang dipelajari, baik bahasa maupun statistika. Kecerdasan
berbahasa mewakili kemampuan spesifik yang dilibatkan kedalam pembelajaran bahasa, sama halnya seperti kecerdasan matematika akan menjadi kemampuan utama
yang seharusnya memengaruhi secara langsung pemahaman skill komputasi dari statistika. Pengukuran kemampuan matematika dasar telah ditemukan berkorelasi
positif dengan performa pada Statistika. Nasser, 2004. Masih peneliti kutip pada sumber yang sama, Gardner juga mengatakan math anxiety adalah bentuk dari situasi
kecemasan yang diharapkan menjadi pendorong mahasiswa ketika menghadapi tuntutan skill komputasi pada Statistika. Penelitian terdahulu mengindikasikan bahwa
math anxiety berkorelasi negative dengan performa dalam statistika. Selain variabel
afektif ada juga variabel yang bersifat kognitif, yang berkaitan dengan prestasi belajar statistika, seperti mathematical ability, meskipun pemahaman dan penggunaan
statistika dalam penelitian empiris tidak memerlukan level matematika advance, namun kenyataannya dari hasil literature penelitian bahwa ada hubungan yang positif
dan signifikan antara keduanya. Seperti yang terdapat pada Galagedera 1998
menemukan bahwa, first-year business mathematics and statistics students who were successful in mathematics at the university entry-level examination were more likely
to do better in elementary statistics than poor performers at matriculation level”. Kemudian diperkuat lagi dari hasil penelitian
Wisenbaker, et al. 2000 yang
menyatakan bahwa, “mathematical ability affects the acquisition of statistical skills and the two share a negative relationship with mathematics anxiety”.
Terakhir, model prestasi belajar statistika yang berkaitan dengan statistics dan math anxiety, mathematical aptitude, attitudes toward statistics
telah diuji secara bersamaan dalam beberapa penelitian
Lalonde and Gardner 1993 ;
Nasser 1998, 1999
; Wisenbaker et al. 1998
, kendatipun begitu hubungan semua variabel tersebut tidak dapat dipastikan arah dan bentuk hubungannya, artinya ditemukan hasil
penelitian yang berbeda-beda. Seperti yang telah dilakukan Wisenbaker 1998 dan beberapa assistant – nya, yang melakukan penelitian path analysis untuk
memprediksi prestasi mahasiswa dibidang statistika. Hasil temuan utamanya yaitu :
”…students’ attitudes toward statistics at the end of the statistics course were predictive of their achievement, while students’ attitudes toward statistics at the beginning of the course
were not. Furthermore, they found a moderately positive relationship between mathematical aptitude and achievement in statistics. The correlation between mathematics anxiety and
achievement in statistics was also moderate but negative…”.hal. 189
Namun sayangnya, Wisenbaker tidak mengikutsertakan variabel statistics anxiety
dalam penelitian tersebut. Kemudian Lalonde dan Gardner 1993 menggunakan model structural socio-educational tentang kemahiran statistics as a
second language untuk memprediksi prestasi dibidang statistika. Model penelitian
mereka mengikutsertakan variabel situational anxiety statistics and number anxiety, attitudes, motivation intensity, mathematical aptitude, and efforts.
Semuanya
dijadikan predictor terhadap prestasi dibidang statistika. Hasil penelitian Lalonde dan Gardner menemukan bahwa,
“…a direct path between situational anxiety and achievement was not significant when the path between mathematical aptitude and achievement
was present. Their results also suggested that the level of anxiety and the combination of attitudes and motivation could have indirect effects on
achievement through effort…”.
2.2.2 Faktor yang Memengaruhi Prestasi Belajar Statistika