7. Intelegensi adalah skor yang didapat tentang kemampuan menyeluruh dari
seseorang yang bersifat potensial untuk berpikir, bertindak dan berkembang.
3.4. Instrumen Pengumpulan Data.
1. Prestasi belajar Statistika 1 2 didapatkan dengan menggunakan nilai akhir
statistika mahasiswa tahun akademik 20092010 yang sudah ada di bagian Akademik Fakultas Psikologi. Jadi peneliti tidak mengambil data primer
terhadap sampel. 2.
Kecemasan statistika didapatkan dari alat ukur kecemasan statistika yang disusun oleh peneliti. Alat ukur ini terdiri dari 14 item, dengan alternative 2
jenis pilihan jawaban yaitu sangat setuju – sangat tidak setuju dan sangat sering – tidak pernah sama sekali.
3. Sikap terhadap Statistika diukur dengan menggunakan alat ukur sikap
terhadap statistika yang peneliti susun sendiri. Terdiri dari 14 item, dengan rentangan respon yang diberikan mulai dari sangat setuju – sangat tidak
setuju. 4.
Motivasi belajar didapat dari skor perkalian antara valensi desireability dengan expectancy harapan. Penjelasannya telah dijelaskan di bab 2, namun
peneliti akan memberikan contohnya saja.
M
bi = f
V
bs x
E
bi.bs
sebagai contoh jika seorang siswa memiliki motivasi belajar statistika Mbi,
maka bisa dihitung melelui, skor valensi bs desirability dikalikan dengan skor expectancy bi dari outcome bs tersebut. Misalnya siswa tersebut ingin
mendapatkan beasiswa, maka ia diminta untuk menskoring berapa valensi
yang ia miliki untuk outcome beasiswa tersebut, kemudian diukur subjective probability
bahwa dengan ia belajar statistika i bagaimana ia akan mendapatkan outcome beasiswa j. Kemudian dari hasil skor yang didapat,
dijadikan sebagai skor motivasi belajar statistika. Namun karena adanya perbedaan valensi yang dimiliki oleh tiap individu, maka peneliti hanya
membatasinya sebanyak 3 faktor saja. Hal ini dilakukan untuk mempermudah peneliti dalam melakukan penghitungan data. Rentangan
yang peneliti berikan dari 1 – 5, jika 1 menunjukkan angka yang terendah, sedangkan 5 menunjukkan angka yang terbesar. Instrument yang demikian
disebut dengan self rating. 5.
Need for achievement diukur dengan menggunakan data sub scale need for achievement
pada tes EPPS Edward Preference Personal Scale yang diberikan kepada Mahasiswa tahun akademik 20092010. Sub scale ini
terdiri dari 30 item, namun tiap item terdiri dari dua 2 pasang pernyataan a dan b, jadi total item sebanyak 60. Tiap pasang item terdapat salah satu
pernyataan tentang need for achievement. Responden hanya diminta untuk memilih salah satu pernyataan dari pasangan pernyataan yang ada.
6. Self efficacy diukur dengan menggunakan kuesioner self efficacy yang
disusun oleh peneliti. Alat ukur ini terdiri dari 13 item. Respon jawaban yang diberikan mulai dari sangat setuju – sangat tidak setuju dan sangat
sering – jarang sekali. 7.
Intelegensi didapat dari hasil pengukuran IST Intelligenz Struktur Test yang disusun oleh Rudolf Amthaueur di Jerman 1973. Alat ukur ini terdiri
dari 176 item dengan 9 sub tes yaitu satzergaenzung mengukur pembentukan keputusan, berpikir konkrit praktis ; wortauswahl mengukur
bahasa seseorang ; analogien mengukur kemampuan analisis berpikir ; gemeinsamkeiten
mengukur kemampuan abstrak ; rechenauffgaben mengukur kemampuan berhitung ; zahlenreihen mengukur kemampuan
berpikir induktif ; formasuwahl mengukur kemampuan berpikir konkrit ; wurfelaugfgaben
mengukur kemampuan imajinasi tiga dimensi ; merkaufgaben
mengukur kemampuan mengingat. Peneliti tidak perlu mengambil data intelegensi terbaru dengan IST, tetapi cukup mengambil
data hasil psikotes mahasiswa tahun 20092010, dimana dalam data tersebut sudah terdapat data IST. Hal ini sama seperti pengambilan data need for
achievement dan prestasi belajar statistika 1 2.
Pada instrument 1 self efficacy terhadap statistika, 2 sikap terhadap statistika, 3 kecemasan terhadap statistika, dan 4 sub skala kebutuhan berprestasi EPPS,
peneliti melakukan uji validitas konstruk instrument tersebut. Oleh karena itu, digunakan CFA Confirmatory factor Analysis untuk pengujian validitas instrument.
Adapun logika dari CFA Umar, 2010 : 1.
Bahwa ada sebuah konsep atau trait yang didefinisikan secara operasional sehingga dapat disusun pertanyaan atau pernyataan untuk mengukurnya. Trait
ini disebut factor, sedangkan pengukuran terhadap factor ini dilakukan melalui analisis terhadap respon atas item-itemnya.
2. Diteorikan setiap item hanya mengukur satu factor saja, begitupun juga
subskala hanya mengukur satu factor juga. Artinya baik item maupun subskala bersifat unidimensional.
3. Dengan data yang tersedia dapat digunakan untuk mengestimasi matriks
korelasi antar item yang seharusnya diperoleh jika memang unidimensional. Matriks korelasi ini disebut sigma
∑, kemudian dibandingkan dengan matriks dari data empiris, yang disebut matriks S. Jika teori tersebut benar
unidimensional maka tentunya tidak ada perbedaan antara matriks ∑ -
matriks S atau bisa juga dinyatakan dengan ∑ - S = 0.
4. Pernyataan tersebut dijadikan hipotesis nihil yang kemudian diuji dengan chi
square. Jika hasil chi square tidak signifikan p0.05, maka hipotesis nihil
tersebut “tidak ditolak”. Artinya teori unidimensionalitas tersebut dapat diterima bahwa item hanya mengukur satu factor saja.
5. Jika model fit, maka langkah selanjutnya menguji apakah item signifikan atau
tidak mengukur apa yang hendak di ukur, dengan menggunakan t-test. Jika hasil t-test tidak signifikan maka item tersebut tidak signifikan dalam
mengukur apa yang hendak diukur, bila perlu item yang demikian di drop dan sebaliknya.
6. Terakhir, apabila dari hasil CFA terdapat item yang koefisien muatan
faktornya negative, maka item tersebut harus di drop. Sebab hal ini tidak sesuai dengan sifat item, yang bersifat positif favorable.
Adapun pengujian analisis CFA seperti ini dilakukan dengan bantuan sotware LISREL 8.30 Joreskog dan Sorbom, 1999.
3.5. Prosedur Pengumpulan Data