Gajah Biologi dan Ekologi

Revina Febriani : Pemetaan Daerah Rawan Konflik Gajah Menggunakan Sistem Informasi Geografis Di Taman Nasional Gunung Leuser Studi Kasus di Resort Tangkahan, Resort Cinta Raja dan Resort Sei Lepan, 2009. dikenal luas dalam komunitas internasional. Namun ancaman terhadap kawasan juga semakin nyata mulai dari perambahan kawasan, oleh perorangan, kelompik atau perusahaan hingga terjadi penebangan liar dengan berbagai skala Suryadi, S. 2007 Seperempat abad sejak leuser ditunjuk sebagai taman nasional, telah banyak terjadi perubahan-perubahan geopolitik dan tata guna lahan akibat intervensi pembangunan diseluruh kabupaten sekitar leuser. Diwilayah sumatera utara leuser dikepung oleh perkebunan sawit. Peningkatan luas perkebunan sawit tersebut cukup signifikan. Pada tahun 1992, luas perkebunan sawit rakyat, swasta dan milik pemerintah tersebut 513.101 ha dan meningkat pada tahun 1998 menjadi seluas 697.553 ha, dengan demikian peningkatannya rata-rata 30.742 ha pertahun Balai TNGL, 2006. Ekosistem Leuser juga merupakan habitat fauna kunci seperti gajah Sumatera elephas maxsimus sumaterae, badak Sumatera Dicerorhinus sumateraensis, dan orang utan Sumatera Pongo obelii. Selain itu ada owa Hylobateslar, kedih Presbytis thomasi dan fauna lainnya. Selain sebagai rumah fauna, di TNGL juga ada 4.000 species flora dan 3 jenis dari 15 jenis tumbuhan parasit rafflesia serta ada tumbuhan obat.

C. Gajah Biologi dan Ekologi

Jenis gajah terdiri dari gajah Afrika Loxodanta africana yang wilayah penyebarannya di benua Afrika dan gajah Asia Elephas maximus yang wilayah Revina Febriani : Pemetaan Daerah Rawan Konflik Gajah Menggunakan Sistem Informasi Geografis Di Taman Nasional Gunung Leuser Studi Kasus di Resort Tangkahan, Resort Cinta Raja dan Resort Sei Lepan, 2009. penyebarannya di benua Asia. Gajah Sumatera Elephas maximus sumatrensis merupakan subspecies gajah Asia Elephas maximus. Gajah asia Elephas maximus di Indonesia hanya ditemuka n di Sumatera dan Kalimantan bagian timur. Spesies ini terdaftar dalam red list book IUCN The World Conservation Union, dengan status terancam punah, sementara itu CITES Convention on International Trade of Endangered Fauna and Flora Konvensi tentang Perdagangan International Satwa dan Tumbuhan telah mengkategorikan gajah Asia dalam kelompok Appendix I. Di Indonesia sejak tahun 1990 Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, 2007. Gajah Sumatera Elephas maximus sumatranus merupakan salah satu dari subspecies gajah asia. Dua subspecies yang lainnya yakni Elephas maximus maximus dan Elephas maximus indicus hidup di anak benua India, Asia Tenggara dan Borneo. Pada awalnya gajah ini tersebar di beberapa ekosistem, namun akibat pengrusakan habitat yang menyebar, mereka semakin terisolasi ke berbagai kawasan yang sempit. Habitat yang cocok untuk gajah adalah hutan dipterocarp dengan topografi daerah berlembah dan memiliki sumber air yang cukup Hamid. A, 2001. Gajah merupakan Satwa Liar yang Dilindungi berdasarkan Undang- undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam hayati dan Ekosistem dan Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar. Sistematika gajah Sumatera menurut Temminck 1947 dalam Arif. H dan Tutut Sunarminto, 2003 adalah sebagaai berikut : Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Revina Febriani : Pemetaan Daerah Rawan Konflik Gajah Menggunakan Sistem Informasi Geografis Di Taman Nasional Gunung Leuser Studi Kasus di Resort Tangkahan, Resort Cinta Raja dan Resort Sei Lepan, 2009. Sub phylum : Vertebrata Classis : Mamalia Ordo : Proboscidae Familia : Elephantidae Genus : Elephas Species : Elephas maximus Linnaeus, 1758 Sub species : Elephas maximus sumatranus Temminck, 1947 Gajah adalah salah satu jenis mamalia besar yang mempunyai bobot cukup berat, yaitu berkisar antara 3000 – 5400 kg. Oleh karena itu satwa ini membutuhkan jumlah pakan yang besar setiap harinya sekitar 150 kghari, dimana jenis pakannya adalah rumput-rumputan, daun-daunan, ranting dan kulit batang. Konsekuensi dari tingginya jumlah pakan yamg dikonsumsi oleh gajah setiap hari adalah luasnya daerah jelajah home range, dimana hal itu merupakan suatu bentuk adaptasi gajah terhadap banyaknya pakan yang dibutuhkan. Morfologi Morfologi gajah sumatera adalah sebagai berikut : 1. Tubuhnya gemuk dan lebar serta kulitnya berambut dengan tebal 2-4 cm 2. Bentuk kepala bundar dengan sepasang mata yang relatif kecil dan sepasang telinga yang lebar. Kemudian diantara mata dan telinga terdapat lubang kecil yang berisi kelenjer minyak yang akan mengeluarkan cairan pada saat musth 3. Memiliki satu buah belalai dengansatu bibir diujungnya 4. Memiliki satu pasang gading, dimana gading ini merupakan perpanjang dari gigi seri, dan gading jantan lebih panjang dari gading betina. Revina Febriani : Pemetaan Daerah Rawan Konflik Gajah Menggunakan Sistem Informasi Geografis Di Taman Nasional Gunung Leuser Studi Kasus di Resort Tangkahan, Resort Cinta Raja dan Resort Sei Lepan, 2009. 5. Bentuk punggung bundar 6. Memiliki dua puting susu yang terletak diantara 2 dua kaki depan 7. Permukaan giginya berbentuk pipih, seperti piring dan bergelombang 8. Memiliki dua pasang kaki yang besar dan kuat, dimana kaki depan berfungsi sebagai tiang penunjang tubuh dan kaki belakang berfungsi sebagai penunjang tubuh dan pendorong pada saat satwa ini bergerak maju. 9. Kuku pada kaki depan gajah sumatera berjumlah lima buah sedangkan kuku kaki belakang berjumlah 4 buah 10. Bobot gajah betina rata-rata 2.720 kg dan gajah jantan dewasa 5.400 kg Nowak, 1999 dalam Arif. H dan Tutut Sunarminto, 2003. Habitat Gajah sumatera ini menyukai habitat di hutan hujan dataran rendah dengan drainase tanah yang baik tetapi dengan dukungan suplai air yang mencukupi. Kawasan di bawah ketinggian 1.000 m dpl inipun juga harus memiliki cadangan makanan yang disukai gajah, yaitu bambu, rumput liar, liana, kulit pohon tertentu, dan beberapa jenis buah tertentu, seperti durian, mangga, dan cempedak. Suplai yang menurun dari berbagai jenis makanan tersebut akan berdampak pada pola breeding, kerentanan pada penyakit, dan kematian. Oleh karena itu, dengan berkurangnya luas hutan hujan dataran rendah, akan langsung mengancam keberadaan Gajah Sumatera ini Sukumar, 1989. Keberadaan gajah Sumatera belakangan ini sedang mengalami ancaman kepunahan. Kawasaan-kawasan hutan yang selama ini menjadi tempat hidup Revina Febriani : Pemetaan Daerah Rawan Konflik Gajah Menggunakan Sistem Informasi Geografis Di Taman Nasional Gunung Leuser Studi Kasus di Resort Tangkahan, Resort Cinta Raja dan Resort Sei Lepan, 2009. gajah kini telah banyak berubah menjadi areal perkebunan dan pertanian. Rata- rata gajah dewasa dalam sehari butuh makanan 150 kilogram. Daerah-daerah berlembah sangat cocok untuk hewan mamalia besar seperti gajah. Sebab gajah memiliki pola migrasi yang secara parsial di pengaruhi dan bergantung pada bentuk lereng. Fragmentasi habitat adalah peristiwa yang menyebabkan mengecil atau terbaginya habitat yang luas menjadi dua atau beberapa bagian Wilcove dkk, 1986; Shafer 1990 dalam Arif. H dan Tutut Sunarminto, 2003. Pada waktu sebagian habitat yang dirusak mungkin sebagian yang lain dibiarkan begitu saja. Bagian-bagian yang ditinggalkan ini menjadi terisolasi satu dengan yang lainnya. Perilaku Satwa ini merupakan spesies yang hidup dengan pola matriarchal yaitu hidup berkelompok dan dipimpin oleh betina dewasa dengan ikatan sosial yang kuat. Studi di India menunjukkan populasi gajah memiliki pergerakan musiman berkelompok dalam jumlah 50-200 individual Sukumar, 1989. Pada musim kemarau, gerombolan gajah yang terdiri dari 20-60 ekor biasanya bergerak melalui jalur jelajah alaminya untuk mencari pakan dari hutan- hutan dataran tinggi menuju hutan-hutan dataran rendah. Pergerakan sebaliknya dilakukan pada musim hujan. Seekor gajah sumatera memerlukan areal hutan seluas 400 ha untuk bertahan hidup selama setahun. Walaupun makanan alaminya adalah bambu-bambuan, tepus, pisang hutan, alang-alang muda dan sebagainya. Gajah sangat menyukai tanaman-tanaman pertanian yang bernilai tinggi, seperti kelapa hibrida, kelapa sawit dan tebu Wiratno, dkk. 2004 Revina Febriani : Pemetaan Daerah Rawan Konflik Gajah Menggunakan Sistem Informasi Geografis Di Taman Nasional Gunung Leuser Studi Kasus di Resort Tangkahan, Resort Cinta Raja dan Resort Sei Lepan, 2009. Gajah melakukan aktifitas makan pada umumnya pada pagi dan malam hari, sedangkan pada siang hari kebanyakan gajah melakukan aktifitas beristirahat dibawah tajuk untuk menghindari panas yang berlebihan Overheating. Struktur sosial gajah pada umumnya sangat konpleks dimana gajah jantan dewasa hidup soliter dan gajah betina hidup berkelompok. Gajah jantan akan kembali mengunjungi kelompoknya ketika akan melakukan aktifitas kawin. Kelompok gajah betina umumnya dipimpin oleh betina tetua dan terbesar. Kelompok ini pada umumnya beranggotakan 3 sampai lebih besar dari 30 ekor. Gajah betina yang sedang hamil atau menyusui biasanya akan membentuk sub kelompok kemudian induk betina gajah akan melindungi anaknya terus menerus dari berbagai macam gangguan. Anggota kelompok gajah ini umumnya akan berpencar pada siang hari ketika sedang mencari makan atau pada musim kering, dimana ketersediaan air dan makanan sudah tidak mencukupi dan tersebar dalam dalam areal yang sangat luas. Permasalahan dalam upaya pelestarian gajah adalah menurunnya kualitas dan berkurangnya luas hutan alami dari satwa ini. Pertimbangan terpenting adalah untuk memperbaiki kondisi ekologi gajah. Dalam pengelolaan populasi dan habitat gajah perlu dilakukan pendekatan ekosistem pulau Sumatera secara menyeluruh atau lebih dikenal dengan pendekatan bioregional. Dalam pendekatan ini pulau Sumatera dipandang sebagai satu kesatuan unit manajemen pengelolaan ekosistem. Gajah yang memiliki penyebaran dan daerah jelajah luas, dalam pengelolaan keanekaragaman hayati dipandang sebagai flagship species, untuk itu perlu dilakukan inventarisasi dan identifikasi terhadap habitat-habitat utama gajah di pulau Sumatera Arif. H dan Tutut Sunarminto, 2003. Revina Febriani : Pemetaan Daerah Rawan Konflik Gajah Menggunakan Sistem Informasi Geografis Di Taman Nasional Gunung Leuser Studi Kasus di Resort Tangkahan, Resort Cinta Raja dan Resort Sei Lepan, 2009. Menurut Sukumar 1989 kelompok gajah bergerak dari satu wilayah ke wilayah yang lain, dan memiliki daerah jelajah home range yang terdeterminasi mengikuti ketersediaan makanan tempat berlindung dan berkembang biak. Luasan daerah jelajah akan sangat bervariasi tergantung dari ketiga faktor tersebut. Daerah jelajah gajah adalah daerah penjelajahan normal sebagai aktifitas rutinnya. Daerah yang pernah dikunjunginya dan ditinggal pergi pada suatu waktu tertentu akan didatangi kembali faktor-faktor yang membatasi pola pergerakan gajah adalah perubahan fungsi hutan menjadi areal perkebunan. Pemukiman transmigrasi dan perubahan hutan primer menjadi vegetasi hutan sekunder. Gajah dalam satu kelompok akan melakukan pengembaraan secara beriringan kedaerah yang di sukainya Yusnaningsih, 2004. Populasi Tipe gajah di Taman Nasional Gunung Leuser merupakan sub-species dari gajah Asia, yaitu Elephas maximus sumatranus. Semula jalur jelajahnya meliputi hampir seluruh Sumatera, namun beberapa puluh tahun terakhir jalur jelajahnya menyempit, di wilayah-hutan yang terputus-putus yang bisa mendukung populasi yang tersebar. Di Taman Nasional Gunung Leuser, tak ada satu jalur jelajahpun yang cukup terlindungi. Sebelum tahun 1970-an populasi Gajah Sumatera di habitat alaminya di Pulau Sumatera lebih besar dari kondisi yang sekarang, karena pada saat itu daya dukung carrying capacity lingkungan sebagai habitat alami gajah baik dari kondisi saat ini. Konflik antara gajah dengan manusia pada saat ini menunjukkan bahwa habitat alami gajah telah banyak mengalami gangguan, baik gangguan Revina Febriani : Pemetaan Daerah Rawan Konflik Gajah Menggunakan Sistem Informasi Geografis Di Taman Nasional Gunung Leuser Studi Kasus di Resort Tangkahan, Resort Cinta Raja dan Resort Sei Lepan, 2009. yang disebabkan oleh manusia maupun akibat fenomena alam, seperti banjir dan kekeringan Arif. H dan Tutut Sunarminto, 2003. Populasi gajah diperkirakaan semakin lama semakin berkurang jumlahnya. Hal ini di akibatkan oleh adanya penyusutan atau hilangnya kawasan habitat yang tersedia. Karena mengalami degradasi, habitat yang terus menerus berkurang itu semakin tidak mampu lagi menampung populasi gajah. Secara periodik binatang bertelinga besar itu melakukan migrasi tradisional ke beberapa tempat lainnya di ekosistem Leuser, jalur itu tetap dan tidak berubah, kecuali jika terjadi perubahan pada habitat migrasinya. Biasanya gerakan migrasi tersebut cenderung mengikuti aliran sungai Hamid. A, 2001. Campur tangan manusia terhadap lingkungan hidup gajah yang melampaui batas merupakan salah satu faktor penghambat proses konservasi gajah didunia. Saat ini daerah hidup gajah telah banyak berubah menjadi daerah pemukiman dan areal penggunaan lain, sehingga gajah harus mengurangi populasinya agar dapat beradaptasi dengan areal yang semakin menyempit. Beberapa kelompok gajah mungkin tidak memiliki waktu yang cukup untuk beradaptasi, sehingga kelompok ini mungkin akan punah, dimana sebagian populasi yang lain akan berupaya untuk mempertahankan hidupnya dengan cara mengunjungi tempat-tempat pemukiman manusia, sehingga apabila tidak ada perencanaan pengelolaan gajah dengan baik maka konflik antara gajah dengan manusia dimasa yang akan datang akan terus meningkat Arif. H dan Tutut Sunarminto, 2003. Revina Febriani : Pemetaan Daerah Rawan Konflik Gajah Menggunakan Sistem Informasi Geografis Di Taman Nasional Gunung Leuser Studi Kasus di Resort Tangkahan, Resort Cinta Raja dan Resort Sei Lepan, 2009.

D. Konflik Gajah Dengan Manusia