Pengaruh Penggunaan Film Pelapis Ca-ALGINAT Kitosan Dan Pelapis Plastik Terhadap Kadar Pati Roti Tawar Dan Pertumbuhan Isolat Bakteri

(1)

PENGGUNAAN FILM PELAPIS Ca-ALGINAT KITOSAN DAN

PELAPIS PLASTIK TERHADAP KADAR PATI ROTI TAWAR DAN

PERTUMBUHAN ISOLAT BAKTERI

SKRIPSI

FIRDAUS SEMBIRING

NIM : 040802022

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(2)

PERSETUJUAN

Judul : PENGARUH PENGGUNAAN FILM PELAPIS

Ca-ALGINAT KITOSAN DAN PELAPIS PLASTIK TERHADAP KADAR PATI ROTI TAWAR DAN PERTUMBUHAN ISOLAT BAKTERI

Kategori : SKRIPSI

Nama : FIRDAUS SEMBIRING

Nomor Induk Mahasiswa : 040802022

Program Studi : SARJANA

Departemen : KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Disetujui di:

Medan, Desember 2010

Komisi Pembimbing:

Pembimbing 2 Pembimbing 1

Dr. Mimpin Ginting, MS

NIP :195510131986011001 NIP : 195106301980021001

Prof.Dr. Jamaran Kaban, MSc

Diketahui/Disetujui Oleh:

Departemen Kimia FMIPA USU

Dr. Rumondang Bulan,MS NIP : 1954080301985032001


(3)

PERNYATAAN

PENGARUH PENGGUNAAN FILM PELAPIS Ca-ALGINAT KITOSAN DAN PELAPIS PLASTIK TERHADAP KADAR PATI ROTI TAWAR DAN

PERTUMBUHAN ISOLAT BAKTERI SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan namanya.

Medan, Desember 2010

FIRDAUS SEMBIRING 040802022


(4)

PENGHARGAAN

Segala Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala kasih karunia dan berkatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Dalam pelaksanaan penelitian hingga penyelesaian skripsi ini, penulis menyadari banyak mendapat bantuan, motivasi dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Prof.Dr. Jamaran Kaban, M.Sc sebagai pembimbing 1 dan Dr. Mimpin Ginting, MS sebagai pembimbing 2 yang dengan penuh sabar telah memberikan dorongan, bimbingan dan saran sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

2. Dr. Rumondang Bulan Nst, MS dan Drs. Firman Sebayang, MS sebagai ketua dan sekretaris Departemen Kimia FMIPA USU.

3. Drs. Adil Ginting, MSc, sebagai Kepala Laboratorium Kimia Organik FMIPA USU dan kepada bapak/ibu dosen Organik Bapak. Darwis Surbakti, MS, Ibu Dra. Herlince Sihotang. M.Si, Ibu Cut Fatimah Zuhra, S.Si, M.Si, Ibu Juliati Tarigan, S.Si, M.Si, Ibu Helmina Sembiring, S.Si, M.Si atas segala dorongan dan waktu diskusinya.

4. Seluruh dosen Departemen Kimia FMIPA USU terkhusus Ibu Dra.Emma Zaidar Nasution, MS selaku dosen wali yang telah memberikan bimbingan selama penulis mengikuti kuliah di Departemen Kimia.

5. Orang tuaku R. Sembiring, SPd dan T. Ginting yang telah memberikan sarana dan prasarana bagi penulis, buat adik-adikku tercinta Florentina br Sembiring, Elisabet br Sembiring, Delila br Sembiring yang selalu memberi semangat buat penulis, dan Gita Asteti Ginting, AMd yang selalu memberi dukungan bagi penulis.


(5)

6. Teman-teman angkatan 2004 (Jola, Agen, Wespan, Arul, dan seluruh rekan2 seperjuangan yang saya tidak dapat sebutkan satu persatu), teman-teman seatap (Che Cio, Brav, Purna, Postan, Herry, David).

7. Teman-teman asisten organik (Robi, Aspriadi, Mery, Yemima, Christy, Silo, Bayu), dan Bang Eko Sitepu.


(6)

ABSTRAK

Telah dilakukan pembuatan film pelapis alginat kitosan serta pengujian karakteristiknya. Pembuatan film pelapis tersebut dilakukan dengan menginteraksikan polikationik kitosan dan polianionik alginat, selanjutnya ditambahkan dengan CaCl2 sehingga membentuk kelat. Kelat Ca-alginat kitosan memiliki ketebalan 210 µ m. Analis SEM menunjukkan morfologi permukaan Ca-alginat kitosan mengalami pengerutan pada permukaanya setelah mengalami difusi. Uji efektifitas Ca-alginat kitosan dibuktikan dari luasnya zona bersih dari bakteri, dimana disekitar kitosan pertumbuhan bakteri tidak tumbuh. Uji pengaruh pembungkus Ca-alginat kitosan dibukt ikan dari lebih mampunya film pelapis Ca-alginat kitosan mempertahankan kadar pati dibandingkan pembungkus pelastik dan tanpa pembungkus.


(7)

ABSTRACT

The prepared of film coating calcium alginate chitosan with examined the characteristic has been studied. Making of the film coating performed with interaction polikationik chitosan and polianionik alginate, then added with CaCl2 so that forms astringent. Khelat

Ca-alginat chitosan has thickness of 200µm. Analysis SEM shows surface morphology of Ca-alginat chitosan experiences creasing at its surface after experiencing diffusion. Effectivity test Ca-alginat chitosan proved from broadness free of bacterium zone, where around growth chitosan of bacterium barrens of. Packer influence test Ca-alginat chitosan proved of more the capability of film coating Ca-Alginat chitosan keeps up extract rate there compared to pelastic packer and without any packer.


(8)

DAFTAR ISI

Persetujuan ... ii

Pernyataan ... iii

Penghargaan ... iv

Abstrak ... v

Abstract ... vi

Daftar Isi ... vii

BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan ... 2

1.3. Pembatasan Masalah ... 2

1.4. Tujuan Penelitian... 2

1.5. Manfaat Penelitian ... 3

1.6. Lokasi Penelitian ... 3

1.7. Metodologi Penelitian ... 3

BAB 2 Tinjauan Pustaka 2.1. Alginat ... 4

2.1.1. Sumber Alginat ... 5

2.1.2. Sifat-sifat Fisika dan Kimia ... 6

2.1.2.1. Sifat Fisika ... 6

2.1.2.2. Sifat Kimia ... 7

2.1.3. Kegunaan ... 8


(9)

2.2.1. Kegunaan ... 10

2.2.1.1. Obat-obat dan Kesehatan ... 10

2.2.1.2. Pertanian dan Pengawetan Makanan ... 11

2.3. Sifat Anti Bakteri Kitosan dan Turunannya ... 12

2.4. Edibel Film ... 14

2.5. Kelat Ca-Alginat Kitosan ... 17

2.5.1. Kompleks Polielektrolit Alginat Kitosan ... 18

2.6. Bakteri ... 20

2.6.1. Bentuk Bakteri ... 20

2.6.2. Jenis Bakteri ... 21

2.7. Roti Tawar ... 22

BAB 3 Bahan dan Metode Penelitian 3.1. Alat-alat ... 23

3.2. Bahan-bahan ... 23

3.3. Prosedur Penelitian ... 24

3.3.1. Pembuatan Film Pelapis Ca-Alginat Kitosan ... 24

3.3.2. Penentuan Permeabilitas uap air film Pelapis Ca Kitosan ... 24

3.3.3. Uji Aktivitas air ... 24

3.3.4. Penentuan Kadar Pati ... 25

3.3.5. Penentuan Diameter Zona Hambat Film Pelapis Ca Kitosan ... 25

3.3.6. Pengujian Sifat Anti Mikroba Film Pelapis Ca Kitosan ... 26

3.4. Bagan Penelitian ... 27

3.4.1. Pembuatan Film Pelapis Ca-Alginat Kitosan ... 27


(10)

3.4.3. Uji Aktivitas air ... 28

3.4.4. Penentuan Kadar Pati ... 29

3.4.5. Penentuan Diameter Zona Hambat Film Pelapis Ca Kitosan ... 30

3.4.6. Pengujian Sifat Anti Mikroba Film Pelapis Ca Kitosan ... 31

BAB 4 Hasil dan Pembahasan 4.1. Hasil Penelitian ... 32

4.2. Pembahasan... 35

BAB 5 Kesimpulan dan Saran 5.1. Kesimpulan ... 42

5.2. Saran ... 42

Daftar Pustaka ... 43


(11)

ABSTRAK

Telah dilakukan pembuatan film pelapis alginat kitosan serta pengujian karakteristiknya. Pembuatan film pelapis tersebut dilakukan dengan menginteraksikan polikationik kitosan dan polianionik alginat, selanjutnya ditambahkan dengan CaCl2 sehingga membentuk kelat. Kelat Ca-alginat kitosan memiliki ketebalan 210 µ m. Analis SEM menunjukkan morfologi permukaan Ca-alginat kitosan mengalami pengerutan pada permukaanya setelah mengalami difusi. Uji efektifitas Ca-alginat kitosan dibuktikan dari luasnya zona bersih dari bakteri, dimana disekitar kitosan pertumbuhan bakteri tidak tumbuh. Uji pengaruh pembungkus Ca-alginat kitosan dibukt ikan dari lebih mampunya film pelapis Ca-alginat kitosan mempertahankan kadar pati dibandingkan pembungkus pelastik dan tanpa pembungkus.


(12)

ABSTRACT

The prepared of film coating calcium alginate chitosan with examined the characteristic has been studied. Making of the film coating performed with interaction polikationik chitosan and polianionik alginate, then added with CaCl2 so that forms astringent. Khelat

Ca-alginat chitosan has thickness of 200µm. Analysis SEM shows surface morphology of Ca-alginat chitosan experiences creasing at its surface after experiencing diffusion. Effectivity test Ca-alginat chitosan proved from broadness free of bacterium zone, where around growth chitosan of bacterium barrens of. Packer influence test Ca-alginat chitosan proved of more the capability of film coating Ca-Alginat chitosan keeps up extract rate there compared to pelastic packer and without any packer.


(13)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berdasarkan hasil studi eksplorasi telah diketahui bahwa kitosan dapat bersifat anti mikroba. Sebagian sumber penghasil kitosan yang melimpah adalah dalam industri pengolahan udang dan kepiting. Cangkang yang berasal dari udang dan kepiting mengandung kitin. Jika kitin di deastilasi dan deprotonasi maka akan menghasilkan kitosan. Kitin yang selama ini merupakan bahan yang terdapat pada limbah industri dapat dimanfaatkan sebagai sumber kitosan, dimana 50 – 60 % limbah dari bahan dasar 30 % adalah kitin.

Kitosan mempunyai sifat hidrofobik (menolak air), reaktif secara kimia, mempunyai kesanggupan membentuk membran film, bersifat anti mikroba, dapat dimakan, dan mempunyai sifat mekanik yang baik untuk digunakan dalam berbagai bidang aplikasi.

Alginat merupakan polisakarida linier yang disusun oleh residu asam β-D-manuronat dan α-L-guluronat yang dihubungkan melalui ikatan 1,4 alginat berasal dari alga coklat, yang merupakan tumbuhan laut. Asam alginat tidak larut dalam air, karena itu didalam industri yang digunakan adalah natrium alginat. Namun selain itu terdapat juga alginat dalam bentuk asam alginat, garam kalsium, amonium serta potasium serta sebagai ester dalam jumlah sedikit. Ca-alginat dan asam Ca-alginat dihasilkan dalam proses pembuatan natrium Ca-alginat sementara garam yang lain dihasilkan melalui netralisasi asam alginat basah dengan alkali.


(14)

Alginat merupakan polianionik dan kitosan merupakan polikationik, bila dilarutkan pada kondisi yang tepat, dapat berinteraksi satu sama lain melalui gugus karboksil dari alginat dan gugus amino dari kitosan.

Beberapa penelitian yang terdahulu telah dilakukan penelitian terhadap kitin dan kitosan adalah penggunaan kitin sebagai membran hemodialisa (Tarigan, 2005), kitosan sebagai membran hemodialisa (Asteria, 2005) dan penelitian kitosan sebagai anti beku darah (Natalia, 2005). Berdasarkan hal tersebut maka peneliti tertarik untuk membuat film kitosan sebagai anti mikroba, serta mengkarakterisasinya sekaligus diaplikasikan terhadap kandungan pati pada roti tawar.

1.2 Permasalahan

Bagaimana pengaruh penggunaan film pelapis Ca-alginat kitosan dan pembungkus plastik pada roti tawar terhadap kadar pati dan jumlah isolat bakteri apabila disimpan pada selang waktu tertentu.

1.3 Pembatasan Masalah

- Penelitian dilakukan mulai dari tahap pertumbuhan sampai karakterisasi mikroba pada roti tawar.

- Pengujian dilakukan terhadap bakteri Staphylloccus aureus mewakili bakteri gram positif, Eschericha coli mewakili bakteri negative, Candida albicans mewakili jamur yang dilihat dari diameter zona hambat film pelapis Ca-alginat kitosan.

1.4 Tujuan Penelitian

- Untuk melakukan pembuatan film pelapis Ca-alginat kitosan

- Untuk mengetahui efektivitas film pelapis Ca-alginat kitosan sebagai anti mikroba terhadap pertumbuhan mikroorganisme dengan menguji kandungan pati pada roti tawar.


(15)

- Untuk mengetahui pengaruh Ca-alginat kitosan dibandingkan dengan pembungkus pelastik dan tanpa pembungkus.

1.5 Manfaat Penelitian

Memberikan informasi tentang pembuatan kemasan yang terbuat dari film Ca-alginat kitosan pada roti rawar dapat dimakan dan bersifat anti mikroba.

1.6 Lokasi Penelitian

- Pembuatan film pelapis Ca-alginat kitosan dan penentuan kadar pati dilakukan di Laboratorium Kimia Organik/Proses FMIPA – USU Medan.

- Penentuan efektivitas film pelapis Ca-alginat kitosan sebagai anti mikroba dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi FMIPA – USU Medan.

1.7 Metodologi Penelitian

Pembuatan film pelapis Ca-alginat kitosan dilakukan dengan mengintraksikan natrium alginat dengan kitosan, selanjutnya diberikan larutan CaCl2. Pengujian pengaruh film pelapis

Ca-alginat kitosan digunakan dengan pengujian dengan pembungkusan roti tawar dan pengaruhnya terhadap ketahanan pati pada pada roti tawar dalam tenggang waktu tertentu. Jumlah kadar patinya akan dihitung dengan menggunakan metode Lane-Eynon. Dan pengujian dengan bakteri terhadap sifat anti mikroba film pelapis Ca-alginat kitosan.


(16)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Alginat

Alginat adalah polisakarida alam yang umunya terdapat pada dinding sel dari spesi ganggang coklat (Phaeophyceae). Istilah alginat biasa digunakan untuk garam dari asam alginat, tapi bisa juga berarti turunan asam alginat dan asam alginat itu sendiri. Asam alginat tidak larut dalam air, sehingga yang sering digunakan pada industri adalah natrium alginat yang larut dalam air (Donati dkk., 2004).

Alginat merupakan kopolimer linear yang terdiri atas β-D-Mannuronat dan α -L-Guluronat yang dihubungkan dengan ikatan (1-4) membentuk homopolimer yang disebut dengan M atau G dan heteropilmer yang disebut dengan MG. Karena adanya kapasitas gel pada kation divalent sehingga dapat digunakan dalam berbagai aplikasi seperti makanan,kosmetik,dan industri farmasi. Rantai kopolimer yang terdiri atas 3 segmen polimer yang berbeda dapat dilihat seperti pada gambar 2.4., (Asriana Cardenas, dkk).


(17)

O O H O O H O H H OH H OH H OH H H H O O OH O O O O H OH H H H HO H O H HO O H HO H O O -H O

Gambar 2.1. Struktur Alginat

Alginat tidak dapat larut dalam air dan secara umum pada industri untuk melarutkannya dilakukan dengan penambahan Sodium ataupun kalsium. Kemampuan mengikat air akan meningkat bila jumlah karboksilat semakin banyak dan jumlah residu Ca-alginat kurang dari 500 sedangkan pH dibawah 3 terjadi pengendapan. Secara umum alginat dapat mengabsorbsi air dan bisa digunakan sebagai pengemulsi dengan viskositas yang rendah.

Salah satu sifat dari larutan natrium alginat adalah jika dicampurkan dengan larutan kalsium klorida akan membentuk gel kalsium alginat, yang tidak larut dalam air. Ikatan antara kalsium dengan alginate adalah ikatan kelat yaitu antara kalsium dengan rantai L-Guluronatdari alginat (Morris,1978).

Gel terbentuk melalui reaksi kimia diamana kalsium menggantikan natrium dengan alginat mengikat molekul molekul alginat yang panjang sehingga membentuk gel. Tergantung dari jumlah kalsium yang memberikan assosiasi sementara dan meningkatkan viskositas larutan, sementara kandungan kalsium yang tinggi menghasilkan assosiasi permanen yang menyebabkan pengendapan atau gelatin. (Robinson, 1987).


(18)

Alginat dalam alga coklat pada umumnya terdapat sebagai garam dari natrium, magnesium dan kalsium. Tahap pertama pembuatan alginat adalah mengubah kalsium dan magnesium alginat menjadi natrium alginat dengan pertukaran ion pada kondisi alkali (Zhanjiang, 1990).

Proses pertukaran ion dari alginat dilakukan dengan asam mineral sebelum diekstraksi dengan alkali. Larutan natrium alginat kasar yang diperoleh disaring dan diendapkan dengan Ca 2+ untuk membentuk garam kalsium yang tidak larut.

Selanjutnya pemisahan dilakukan dengan proses asidifikasi untuk memisahkan asam alginat dari ion-ion kalsium. Kemudian gel asam alginat didehidrasi dan dtambahkan natrium karbonat untuk membuat garam natrium alginat yang larut dalam air. Maka diperoleh pasta natrium alginat yang kemudian dikeringkan dan digiling untuk memperoleh bubuk natrium alginat (Zhanjiang, 1990).

2.1.2. Sifat-sifat Fisika dan Kimia 2.1.2.1 Sifat Fisika

Kelarutan alginat dan kemampuannya mengikat air bergantung pada jumlah ion karboksilat, berat molekul dan pH. Kemampuan mengikat air meningkat bila jumlah ion karboksilat semakin banyak dan jumlah residu kalsium alginat kurang dari 500, sedangkan pada pH di bawah 3 terjadi pengendapan. Secara umum, alginat dapat mengabsorpsi air dan bisa digunakan sebagai pengemulsi dengan viskositas yang rendah. (Anonim, 2005).


(19)

Asam alginat tidak larut dalam media berair, akan tetapi bila pH dinaikkan diatas 3 maka sebagian asam alginat diubah menjadi garam yang larut. Total netralisasi terjadi pada pH sekitar 4, dimana asam alginat secara sempurna diubah menjadi garam yang sesuai (ISP, 2001). Garam alginat yang larut dalam air adalah alginat yang mengandung logam alkali, amonia dan amina dengan berat molekul rendah serta senyawa amonium kuartener. Garam alginat dengan logam polivalen bersifat tidak larut dalam air kecuali magnesium alginat.

Alginat tidak stabil terhadap panas, oksigen, ion logam dan sebagainya. Dalam keadaan yang demikian, alginat akan mengalami degradasi. Selama penyimpanan, alginat cepat mengalami degradasi dengan adanya oksigen terutama dengan naiknya kelembaban udara. Alginat dengan viskositas tinggi lebih cepat terdegradasi dibandingkan alginat dengan vicositas sedang atau rendah. Urutan stabilitas alginat selama penyimpanan adalah : Natrium alginat > amonium alginat > asam alginat.

Alginat komersial mudah terdegradasi oleh mikroorganisma yang terdapat di udara, karena bahan tersebut mengadung partikel alga dan zat bernitrogen. Semua larutan alginat akan mengalami depolimerisasi dengan kenaikan suhu (Zhanjiang, 1990).

Larutan natrium alginat stabil pada pH sekitar 4-10. Pembentukan gel atau pengendapan alginat dapat terjadi pada pH di bawah 4 , dengan berubahnya garam alginat menjadi asan alginat yang tidak larut. Penyimpanan larutan alginat yang lama diluar batasan pH diatas tidak dianjurkan, karena dapat menyebabkan depolimerisasi senyawa polimer akibat hidrolisis.

Asam alginat tidak larut dalam air, sehingga yang biasa digunakan dalam industri adalah garam natrium alginat atau kalium alginat.


(20)

Natrium alginat adalah bubuk berwarna krem, larut dalam air dengan membentuk larutan koloid, kental, tidak larut dalam alkohol, kloroform, eter dan larutan asam jika pH dibawah 3.

Propilen glikol alginat menunjukkan stabilitas yang sangat baik dalam larutan asam dan khususnya efektif pada batasan pH 2,5 – 4. Kondisi alkali harus dihindari karena efek pelindung dari gugus ester akan hilang secara cepat disebabkan terjadinya saponifikasi (ISP, 2001).

2.1.2.2 Sifat Kimia

Metil ester alginat dibuat dengan mereaksikan asam alginat dengan diazometan atau dengan asam klorida dalam metanol atau melalui reaksi antara dimetilsulfat dengan natrium alginat yang tersuspensi dalam larutan tidak berair. Ester dapat dibentuk pada kondisi yang biasa dengan 1,2-alkilena oksida. Jika digunakan propilen oksida, dapat dihasilkan propilen glikol eter yang dapat digunakan sebagai zat tambahan dalam makanan seperti jelly dalam bentuk garam kalsium.

Esterifikasi gugus hidroksil dari alginat dapat dilakukan melalui reaksi antara asetil klorida dengan adanya basa organik atau reaksi katalitik dengan anhidrida asetat. Amonium diasetil alginat bersifat larut dalam air, tidak larut dalam pelarut organik dan mengembang dalam alkohol encer, membentuk gel atau mengendap dengan tembaga (II), timah (II) dan ion trivalen atau tetravalen. Tidak mengendap atau membentuk gel dengan kalsium, barium, besi (II), mangan (II) atau seng. Ester alginat sulfat diperoleh dari reaksi alginat dengan asam klorosulfonat menggunakan katalis piridin . Ester alginat dengan asam sulfat digunakan dalam bidang medis sebagai zat anti beku darah (Muzzarelli, 1973).


(21)

Eter alginat seperti asam karboksimetil alginat diperoleh dalam bentuk garam natrium, melalui reaksi antara natrium alginat dengan asam kloroasetat dalam natrium hidroksida.

Garam basa organik dari alginat dapat mempengaruhi kelarutan asam alginat dalam pelarut organik. Sebagai contoh, tributiamin, feniltrimetilamonium dan benziltrimetilamonium alginat larut dalam etanol absolut sedangkan trietanolamin alginat larut dalam etanol 75 %. Senyawa amonium kuartener dengan hidrokarbon seperti asetil trimetil amonium bromida bereaksi dengan asam alginat membentuk endapan asetil trimetil amonium alginat (Muzzarelli, 1973).

2.1.3 Kegunaan

Kegunaan alginat didasarkan pada tiga sifat utamanya yaitu kemampuan untuk : a. larut dalam air serta meningkatkan viskositas larutan

b. membentuk gel

c. membentuk film dan serat (Mc Hugh, 2003).

Alginat dapat digunakan dalam berbagai bidang industri antara lain industri makanan, tekstil, medis/farmasi dan kosmetika (Mc Cormick, 2001). Dalam industri tekstil, alginat digunakan sebagai pengental pasta yang mengandung zat pewarna. Alginat tidak bereaksi dengan zat pewarna dan dengan mudah dicuci dari tekstil sehingga alginat menjadi pengental yang terbaik untuk zat pewarna. Dalam bidang makanan, sifat kekentalan alginat dapat digunakan dalam pembuatan saus serta sirup, sebagai penstabil dalam pembuatan es krim (Mc Hugh, 2003). Film Ca alginat juga digunakan sebagai pembungkus ikan, buah, daging dan makanan lain untuk pengawetan dan merupakan


(22)

pengepak alternatif karena mudah terurai oleh mikroorganisme sehingga bersifat ramah lingkungan (Mc Cormick, 2001).

Sebagai pembungkus yang dapat dimakan, alginat berperan sebagai komponen diet seperti serat karena hanya meningkatkan volume usus, tidak diabsorbsi dalam saluran pencernaan, berkalori rendah dan tidak berpotensi untuk merusak (Cancela, 2003). Film pelapis kalsium alginat dapat digunakan untuk membantu mengawetkan ikan beku. Jika ikan dibekukan dengan jelli kalsium alginat maka ikan dilindungi dari udara sehingga proses oksidasi dihambat. Jika jelli mencair bersama ikan, dengan mudah dapat dipisahkan. Potongan daging yang dibungkus dengan film kalsium alginat sebelum dibekukan menyebabkan jus daging akan diabsorbsi kembali kedalam daging selama proses pencairan, sehingga pembungkusan dapat melindungi daging dari kontaminasi bakteri (Mc Hugh, 2003).

Dalam bidang farmasi, alginat dapat digunakan sebagai pembalut luka yang dapat menyembuhkan luka karena dapat mengabsorpsi cairan dari luka, dimana Ca-alginat dalam serat diubah oleh cairan tubuh menjadi natrium alginat yang larut (Mc Hugh,2003). Alginat dalam bentuk garam dapat digunakan sendiri atau dikombinasikan dengan polimer pembentuk gel lainnya untuk mengontrol pelepasan obat dari matriks tablet. Dalam cairan lambung, natrium alginat terhidrasi dan dikonversi menjadi bentuk asam alginat yang tidak dapat larut, sehingga menekan pelepasan obat dalam perut ( ISP,2001; McHugh, 2003).

Alginat dapat dibuat menjadi membran dengan melarutkan natrium alginat dalam air kemudian dibiarkan satu malam. Larutan tersebut kemudian dituang kedalam cetakan gelas dan dibiarkan selama 1 jam sampai ketebalannya homogen, lalu cetakan gelas diimersikan ke dalam larutan CaCl2 0,1 M selama satu malam. Cetakan gelas yang berisi


(23)

membran alginat kemudian dicuci dengan air dan selanjutnya dibiarkan pada suhu kamar hingga mengering, maka diperoleh lapisan tipis yaitu membran Ca-alginat (Inukai dan Masakatsu, 1999 ; Meriaty, 2005).

2.2. Kitosan

Kitosan adalah jenis polimer alam yang mempunyai rantai tidak linier dan mempunyai rumus-rumus umum (C6H9NO3)n atau disebut sebagai poli {β-(1,4)-2 amino- 2-Deoksi-

D-glukopiranosa}. Kitosan merupakan suatu turunan utama dari kitin, dimana untuk mendapatkan

kitosan yang baik tergantung dari kitin yang diperoleh dan kekuatan suatu alkali dan waktu yang digunakan dalam reaksi deastilasi, (Adriana, dkk, 2003).

O H

HO

HH2N

HOH2C

H O H HO O H HOH2C

H H2N

H H H H O *

Gambar 2.2. Strukutur Kitosan

Kitosan mempunyai gugus fungsional yaitu gugus amina sehingga mempunyai reaktivitas kimia yang tinggi. Kitosan akan bermuatan positif dalam larutan asam karena adanya gugus amina yang dapat mengikat ion positif. Tidak seperti polisakarida pada umunya bermuatan negatif atau netral (Harahap,1995).


(24)

Kitin dan kitosan menarik secara komersial disebabkan persentase nitrogennya yang tinggi (6,89%), sehingga merupakan polisakarida yang bersifat basa (Kumar, 2000). Terdapat dua kelebihan kitosan dibandingkan kitin yaitu :

a. Kitosan dengan cepat dapat larut dalam asam encer seperti asam asetat 1 % (v/v), sedangkan kitin bersifat hidrofobik dan tidak larut dalam air dan hampir semua pelarut organik.

b. Kitosan mempunyai gugus amina bebas yang bukan hanya memberikan efek polielektrolit terhadap polimer, tapi juga menyediakan active site yang merupakan tempat banyak reaksi kimia terjadi.

Produk kitin dan kitosan yang berupa butiran, serat, film, serbuk dan gel dimanfaatkan dalam bidang kesehatan dan kosmetik. Kitosan memberikan karakteristik yang unik seperti biokompatibel, biodegradabel, bersifat anti bakteri dan memiliki afinitas yang luar biasa terhadap protein. Selain itu kitosan inert secara biologi, aman untuk manusia dan lingkungan. Oleh sebab itu, kitosan dapat digunakan untuk berbagai aplikasi biomedikal dan farmasetika, kosmetik, pertanian dan pengawetan makanan serta tekstil (Synowiecki, dkk., 2003).

2.2.1.1 Obat-obatan dan kesehatan

Kitin dan kitosan menunjukkan aktivitas antibakteri, antimetastatik, antiurikemik, antiosteoporotik dan immunoadjuvant, menunjukkan potensi umum yang besar dari polisakarida dalam penyakit alleviasi (alleviating diseases), mencegah penyakit atau kontribusi terhadap kesehatan yang baik. Karakteristik yang paling relevan dari kitin dan kitosan adalah biodegradabilitas, biokompatibilitas dan meningkatkan proses penyembuhan luka. Material yang dapat terurai dan nontoksik dapat mengaktifkan pasien


(25)

menahan mencegah infeksi dan mempercepat penyembuhan luka. Biodegradalibitas dibuktikan dalam banyak jenis pembalut dan tidak tergantung dari derajat asetilasi dari kitin.

Biokompatibilitas in vitro dari pembalut luka dalam term toksisitas untuk fibroblast telah dinilai dan dibandingkan degan tiga pembalut luka komersial yang dibuat dari collagen, alginat dan gelatin. Kitosan metil pirrolidin dan collagen adalah bahan yang paling kompatibel (Muzzarelli, 1996).

Pembalut luka harus meliputi suatu lapisan kontak (karboksimetil kitosan atau garam Ag nya) yang membantu penyembuhan, dan suatu external layer (garam-garam alginat, Ca, Zn, Ag dan pektin) yang menjamin bahwa Exucade dihilangkan dari lapisan kontak sebelum menjadi jenuh (Domard, dkk.,1997).

2.2.1.2. Pertanian dan Pengawetan Makanan

Kitosan yang diperoleh dari dinding sel jamur atau dari kulit crustacea mampu menghambat pertumbuhan jamur dan bakteri yang bersifat patogen dan menyebabkan resistensi tumbuhan terhadap infeksi jamur dan virus. Namun, kitosan oligomer dengan berat molekul yang rendah, kehilangan kemampuan untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisma tapi masih dapat melindungi tanaman dari patogen. Efek penghambatan meningkat segera setelah daun diberi kitosan. Resistensi terhadap jamur berkaitan dengan destruksi hidrolitik dinding selnya oleh kitinase tanaman dan -glukonase serta pelepasan kitosan yang menginduksi sintesis phytoalexin. Produk ini berpotensi untuk menekan pertumbuhan jamur. Aktivitas antimikroba kitosan dan turunannya tergantung pada berat molekul rata-rata, kerentanannya terhadap degradasi enzimatik serta pelepasan Oligomer


(26)

larut air. Mikrokristalin kitosan dan turunannya, khususnya garam-garam, menunjukkan aktivitas antivirus yang tinggi.

Tanaman buncis yang disemprot dengan kitosan cair hampir seluruhnya terlindung terhadap inveksi virus. Penambahan kitin dalam tanah, efektif mengurangi beberapa penyakit tanaman. Penggunaan polisakarida ini meningkatkan pertumbuhan pertumbuhan mikroorganisma kitinolitik dan menjadikannya dominan dalam tanah. Kitinolitik ini menghambat pertumbuhan patogen tanaman di dalam tanah maupun dalam sistim vascular, melalui hidrolisis dinding sel jamur oleh enzim kitinolitik. Kitosan dan turunannya, juga cocok untuk intensifikasi perkecambahan biji seperti halnya pada mentimun dan arcis.

Aktivitas antimikroba dari kitosan dan N-sulfobenzoylkitosan terhadap beberapa penyakit dan mikroorganisma perusak makanan, telah diteliti penggunaannya pada pengolahan dan pengawetan makanan. Sulfobenzoyl kitosan digunakan sebagai bahan pengawet alami pada tiram, sehingga dapat memperpanjang masa penyimpanannya pada temperatur 5oC melalui penghambatan Pseudomonas, salmonella, Aeromonas dan Vibrio.

Pemberian kitosan, melindungi kentang dari kontaminasi penyakit yang menyebabkan kerusakan jaringan dan pembusukan. Kitosan juga menonaktifkan poligalakturonase, pectase lyase dan pectin-metilester yang dikeluarkan oleh patogen kentang. Lebih jauh lagi, kitosan membentuk membran semipermeabel pada permukaan produk.

Penambahan ion Ca2+ mengubah laju penyerapan CO2 dan O2 melalui membran Kitosan sehingga memperpanjang secara signifikan penyimpanan strawbery dan buah tidak stabil lainnya. Pelapisan dengan film kitosan melalui pencelupan dalam larutan polisakarida 1 % yang mengandung 0,1 % ion Ca2+ akan menghambat perubahan sensorik


(27)

dari tomat dan mentimun serta buah lain yang disimpan. Aplikasi lain yang bermanfaat ialah pembuatan pembungkus makanan dari kitosan yang secara nyata dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisma (Synowiecki, dkk., 2003).

2.3. Sifat Anti Bakteri Kitosan dan Turunannya

Sifat yang penting dari kitosan adalah muatan positif dalam larutan yang bersifat asam. Hal ini disebabkan terdapatnya amin primer pada molekul kitosan yang mengikat proton menurut persamaan :

Chit-NH2 + H3O+  Chit-NH3+ + H2O

Harga pKa untuk persamaan diatas sekitar 6,3. Kitosan larut apabila lebih dari 50 % dari gugus amino diprotonasi, sehingga kelarutan dari pembuatan kitosan kebanyakan menurun dengan tajam pada saat pH larutan naik diatas 6,0-6,5. Konsentrasi yang larut maksimum bervariasi untuk kitosan yang berbeda, tapi pada umumnya sekitar 10-20 gl-1. Larutan kitosan mempunyai sifat pembentuk film yang baik dan karena itu potensial digunakan dalan pembuatan gel dan pelapis. Karena tersedia secara melimpah, harga rendah dan sifat karakteristiknya, kitosan dan turunannya telah digunakan pada level penelitian dan dalam berbagai bidang aplikasi (Varum, dkk, 1999, Rinaudo, dkk, 1999). Kitosan bersifat antimikroba terhadap berbagai jenis organisma target. Aktifitas sangat bervariasi dengan tipe dari kitosan, organisma target dan lingkungan dimana dilakukan aplikasi. Akibatnya, laporan literatur bervariasi satu dengan yang lain, adakalanya bertentangan. Akan tetapi secara umum dikatakan bahwa yeast dan mould adalah gugus paling sensitif, diikuti bakteri positif dan akhirnya bakteri Gram-negatif.


(28)

Hasil percobaan dengan ragi roti Saccharomyces cerevisiae menunjukkan bahwa fermentasi diberhentikan sebesar 3,6 mg L-1 kitosan dalam sistem buffer. Aktifitas yang kuat yang sama telah didemonstrasikan terhadap mould Fusarium soloni, pertumbuhannya dicegah sebesar 4 mg L-1 kitosan dalam suatu medium nutrien cair. Variasi dalam sensititifitas diantara mikroorganisme yang berhubungan erat diilustrasikan dalam suatu percobaan dimana fungiphytopathogenic dilindungi untuk sensitifitas terhadap kitosan dalam media cair. Satu isolat Cytosporina sp. Dihambat secara sempurna dengan 75 mg L-1 kitosan, sedangkan isolat yang kedua dari genus yang sama tidak dipengaruhi oleh 1000 mg L-1 (Allan dan Hadwiger, 1979).

Terdapat beberapa faktor yaitu intrinsik dan extrinsik yang mempengaruhi aktifitas antimikroba dari kitosan. Telah didemonstrasikan bahwa kitosan berat molekul lebih rendah (kurang dari 10kDa) mempunyai aktifitas antimikroba lebih besar daripada kitosan asli. Akan tetapi, suatu derajat polimerisasi paling sedikit tujuh dibutuhkan; fraksi berat molekul lebih rendah mempunyai sedikit atau tidak mempunyai aktifitas. Kitosan deasetilasi tinggi lebih bersifat antimikroba daripada kitosan denganperbandingan yang lebih tinggi dari gugus amino terasetilasi, disebabkan pertambahan kelarutan dan densitas muatan yang lebih tinggi ( Ralston, dkk, 1964).

Bila pH lebih rendah, maka aktifitas antimikroba dari kitosan bertambah dengan alasan yang sama, ditambah “hurdle effect” dari tekanan asam yang ditimbulkan pada organisma target. Temperatur juga mempunyai pengaruh, dimana apabila temperatur semakin tinggi (37oC) telah ditunjukkan peningkatan aktifitas antimikroba dibandingkan temperatur refrigerasi. Akan tetapi, pengaruh tunggal yang paling besar pada aktifitas antimikroba adalah dikelilingi matrix. Dalam keadaan kationik, kitosan mempunyai potensi mengikat terhadap banyak komponen makanan yang berbeda seperti alginat,


(29)

pektin, protein dan polielektrolit inorganik seperti polipospat. Kelarutan dapat diturunkan dengan menggunakan konsentrasi tinggi dari elektrolit berat molekul rendah seperti natrium halida, natrium pospat dan anion organik.

Sifat fisiko kimia dari kitosan yang dijelaskan sebelumnya masih bersifat umum, sehingga perlu diperluas terhadap aplikasi makanan dimana sesuai. Banyak aplikasi sebagai pelapis permukaan pada produk daging dan buah, atau sebagai aditif terhadap makanan yang bersifat asam (Kubota dan Kituchiy, 1998; Robert., 1992).

Pada tingkat eksperimen, terdapat sejumlah paper yang menjelaskan aplikasi kitosan sebagai bahan pengawet dalam makanan. Sebagai contoh, pencelupan sausage pork UK segar dalam 1 % larutan kitosan glutamat sebelum disimpan pada 70C menghambat pertumbuhan mikroba dan ditunjukkan bertambah shelf life selama delapan hari. Tehnik pelapisa juga diaplikasikan terhadap buah-buahan. Pada suatu percobaan, pelapisan stroberri dan resberri dengan 2,0 % w/v kitosan hampir sama efektifnya dengan fungisida TBZ pada pencegahan pembusukan selama penyimpanan pada 13oC. Buah merica daya tahannya meningkat melalui pelapisan dengan 1,5 % larutan kitosan (Zhang dan Quantick, 1998).

Untuk meningkatkan aksi antimikroba dari film kitosan, pengawet yang lain dapat digabung, seperti asam organik. Akan tetapi, penambahan kitosan tidak selamanya menghasilkan pertambahan shelf life. Dalam banyak laporan penelitian, penurunan awal dalam jumlah mikroba ditunjukkan, diikuti oleh rapid autgrowth dari resistant strain sedemikian yang dengan waktu shelf life normal dicapai. Jumlah total dalam sampel kontrol dan diperlakukan kitosan adalah sama (Rhoades dan Rastall 2003).


(30)

Lapisan tipis hidrokoloid dapat digunakan dalam aplikasi dimana mengontrol migrasi uap air bukan sebagai tujuan. Lapisan tipis ini memiliki sifat penahan yang baik terhadap oksigen, karbon dioksida dan lipida. Kebanyakan dari lapisan tipis ini juga mempunyai sifat mekanik yang diinginkan membuatnya berguna untuk meningkatkan integritas struktur dari produk yang rapuh. Kelarutan dalam air dari lapisan tipis polisakarida menguntungkan dalam situasi dimana lapisan tipis akan dikonsumsi dengan suatu produk yang dipanaskan sebelum dikonsumsi. Selama pemanasan, lapisan tipis hidrokoloid akan terlarut dan idealnya tidak akan mengubah sifat sensori dari makanan.

Hidrokoloid yang digunakan sebagai film pelapis dapat diklasifikasikan menurut komposisinya, muatan molekul dan kelarutan dalam air. Dari segi komposisi, hidrokoloid dapat merupakan karbohidrat atau protein. Karbohidrat pembentuk film meliputi pati, gum tumbuh-tumbuhan (sebagai contoh alginat, pektin, dan gum arabic) dan pati yang dimodifikasi secara kimia.

Protein pembentuk film meliputi gelatin, kasein, protein kacang kedelai, whey

protein, wheat gluten, dan zein. Keadaan muatan dari hidrokoloid dapat berguna untuk

pembentukan film. Alginat dan pektin membutuhkan adisi dari ion polivalen, pada umumnya kalsium untuk memfasilitasi pembentukan film. Hidrokoloid yang bermuatan tersebut, sama seperti protein, mudah dipengaruhi perubahan pH karena adanya muatannya. Untuk beberapa aplikasi, keuntungan dapat diperoleh melalui penggabungan hidrokoloid yang mempunyai muatan yang berlawanan seperti gelatin dan gum arabic.

Meskipun film hidrokoloid pada umumnya mempunyai daya tahan yang rendah terhadap uap air karena sifat hidrofililenya, tapi untuk hidrokoloid yang mempunyai kelarutan yang sedang didalam air seperti etilselulosa, wheat gluten, dan zein


(31)

memberikan daya tahan yang lebih besar terhadap lewatnya uap air dibandingkan hidrokoloid yang larut dalam air (Donhow, dkk, 1994).

Film lipida sering digunakan sebagai penahan terhadap uap air. Penggunaannya dalam bentuk murni sebagai free-standing film dibatasi, karena integritas dan durabilitas kurang memadai. Lilin pada umumnya digunakan untuk pelapis buah dan sayur-sayuran menahan respirasi dan mengurangi kehilangan kelembaban. Formulasi untuk pelapis lilin sering berbeda dan komposisi sering ditentukan peruntukannya. Meskipun asam lemak dan alkohol asam lemak adalah penahan yang efektif terhadap uap air, sifat kerapuhannya membutuhkan penggunaan dengan suatu matriks pendukung.

Banyak lipida berada dalam bentuk kristal dan kristal individunya tidak dapat ditembus (kedap) terhadap gas dan uap air. Sejak permeate dapat lewat diantara kristal, sifat penahan kristal lipida sangat tergantung pada susunan kumpulan interkristal. Lipida terdiri dari kristal yang tersusun padat memberikan daya tahan yang besar terhadap difusi gas dibandingkan kristal yang tersusun renggang. Lipida yang terdapat dalam keadaan cair atau mempunyai perbandingan yang besar dari komponen cair memberikan daya tahan yang kurang terhadap gas dan transmisi uap dibanding dengan yang dalam keadaan padat (Kamper dan Fennema, 1984; Kester dan Fennema, 1989). Sifat barrier dari lipida yang mempunyai sifat kristal dapat dipengaruhi oleh kekerasan dan bentuk polimorphis (Kester dan Fennema, 1989).

Film komposit dapat diformulasi menggabung keunggulan dari komponen lipida dan hidrokoloid dan mengurangi kelemahan masing-masing. Apabila penahan terhadap uap air diinginkan, komponen lipida dapat memenuhi fungsi ini sedangkan komponen hidrokoloid memberikan durabilitas yang diperlukan. Sifat-sifat film bilayer lipida-hidrokoloid telah dipelajari secara ekstensif (Greener dan Fennema, 1989). Film komposit


(32)

terdiri dari gabungan kasein dan monogliserida terasetilasi telah dipelajari oleh Krochta dkk (1990). Film komposit dari gum akasia dan gliserolmonostearat dilaporkan mempunyai sifat penahan uap air yan baik pada Gradien kelembaban relatif 43,8 – 23,6 % (Martin-Polo dan Voilley, 1990).

Fungsi, organoleptik, nutrisi dan sifat mekanik dari suatu edible film dapat diubah dengan penambahan berbagai-bagai bahan kimia dalam jumlah yang sedikit. Plastisizer seperti gliserol, monogliserida terasetilasi, polietilena glikol dan sukrosa sering digunakan untuk memodifikasi sifat mekanik dari film. Penggabungan dari aditif ini menyebabkan perubahan yang signifikan dalam sifat barrier dari film. Sebagai contoh, penambahan plastisizer hidropilik pada umumnya menambah permeabilitas uap air dari film. Tipe lain dari aditif yang sering dijumpai dalam formulasi adalah zat antimikroba, vitamin, antioksidan, flavor dan pigmen.

Banyak tehnik yang dikembangkan untuk pembentukan film secara langsung pada permukaan makanam atau secara terpisah self-supporting film. Beberapa tehnik pembentukan film dapat digunakan dengan beberapa tehnik aplikasi berikut yaitu pencelupan (dipping), penyemprotan (spraying) dan penuangan (casting).

Metoda pencelupan melekatkan film ke produk makanan yang membutuhkan beberapa aplikasi atau keseragaman pada permukaan yang tidak teratur. Setelah pencelupan, kelebihan bahan pelapis dibiarkan mengering dari produk, dan kemudian dikeringkan dan dibiarkan memadat. Metoda ini telah digunakan untuk film monogliserida terasetilasi terhadap daging, ikan dan ayam dan pelapisan lilin terhadap buah dan sayuran.

Film yang diaplikasikan dengan penyemprotan dapat dibentuk dalan tiner, cara yang lebih seragam dibandingkan dengan cara pencelupan. Penyemprotan, tidak seperti


(33)

pencelupan, adalah lebih sesuai untuk penggunaan suatu film kepada bahan makanan yang hanya satu permukaan ditutupi. Hal ini dikehendaki apabila perlindungan dibutuhkan pada hanya satu permukaan, misalnya apabila pizza crusti.

diarahkan ke saus lembab. Penyemprotan dapat juga digunakan untuk pelapis kedua yang tipis, seperti larutan kation yang dibutuhkan membentuk ikatan silang alginat atau pelapis pektin. Tehnik penuangan (casting) berguna untuk pembentukan lapisan tipis yang berdiri sendiri (free-standing film) dipinjam dari metoda yang dikembangkan untuk film yang tidak dapat dimakan (non edibel film). Pelapisan adalah sederhana dan membiarkan ketebalan film dikontrol secara teliti pada permukaan yang halus dan rata. Penuangan dapat dilakukan melalui penyebaran dengan ketebalan terkontrol atau dengan penuangan. Penyebaran dengan ketebalan terkontrol membutuhkan pembentang (spreader) dengan suatu reservoir produk dan pintu penyesuaian, tinggi yang dapat diatur dengan teliti dan dengan pengulangan yang baik. Pembentang digerakkan diatas permukaan penerima, menghasilkan suatu lapisan dari larutan pembentuk film dengan ketebalan yang diinginkan, yang selanjutnya dikeringkan. Alternatif lain, larutan pembentuk film dapat dituangkan kedalam area yang dibatasi dari suatu level permukaan yang menerima dan selanjutnya dikeringkan.

2.5. Kelat Ca-Alginat-Kitosan

Alginat dapat membentuk gel dengan adanya kation Ca2+ dimana ikatan silang terjadi karena adanya kompleks kelat antara ion kalsium dengan anion karboksilat dari blok G-G (Inukai dan Masakatsu, 1999). Interaksi ion kalsium dengan gugus COO- dari alginat pada inter dan intra molekul. Disamping interaksi ion kalsium dengan gugus COO- dari alginat, gugus OH dari polimer juga ikut berperan (Zhanjiang, 1990).


(34)

Ion Ca2+ mempunyai orbital d yang kosong sehingga alginat sebagai ligan dapat menyumbangkan elektronnya kepada Ca2+. Ion Ca2+ yang merupakan jembatan penghubung intermolekul alginat hanya dapat menerima 5 ligan oksigen, sementara alginat berpotensi menyumbangkan 10 ligan oksigen dari kedua rantai yang paralel yaitu masing-masing dari OH atom C2 dan C3, ikatan O yang menghubungkan 1-4 dan sebuah gugus karboksil serta cincin O dari residu tetangganya (Chaplin, 2005).

Seperti telah dijelaskan sebelumnya, rantai asam guluronat melengkung sedangkan rantai asam mannuronat merata. Hal ini menyebabkan keduanya mempunyai perbedaan dalam berikatan dengan ion Ca2+. Penambahan Ca2+ pada asam guluronat menjadikannya bentuk gel, seperti Ca2+ masuk ke dalam egg box antara unit monomer,seperti gambar berikut ini.

Gambar 2.3 Pembentukan gel dalam alginat

Pertukaran ion adalah elektrolit tidak larut yang mengandung gugus ion positip atau ion negatip yang dapat dipertukarkan dengan ion lain dari larutan disekitarnya, tanpa mengalami perubahan struktur dalam resin (Benefield, 1982).

Alginat yang tidak larut menunjukkan reaksi seperti resin pertukaran ion. Kemampuan dari ion-ion logam divalent berikatan dengan alginat tergantung pada jumlah


(35)

alginat terjadi karena adanya pertukaran ion Na+ dengan kation kalsium sehingga berubah dari yang bersifat larut menjadi tidak larut dalam air (Zhanjing, 1990).

2.5.1 Kompleks Polielektrolit Alginat Kitosan

Beberapa keuntungan alginat dibandingkan karbohidrat yang lain adalah biokompatibilitas, tidak beracun, biodegradibilitas, kesanggupan mengkelat dan kemungkinan modifikasi kimia.

Sifat menarik air dari gel alginat sangat penting apabila gel alginat digunakan untuk pengobatan luka, dimana gel kalsium alginat tidak jenuh efektif mengikat air. Butiran gel Ca-alginat tidak jenuh adalah gel alginat yang masih mengandung natrium alginat, sedangkan gel alginat jenuh adalah gel alginat yang tidak lagi mengandung natrium alginat (semua natrium alginat bereaksi dengan CaCl2).

Kitosan bersifat kationik, sifat yang menyebabkan interaksi biomolekul yang reaktif. Sifat kitosan yang unik meliputi pembentukan garam polioksi, kesanggupan membentuk film, kelat ion logam dan karakteristik struktur optis.

Pada kondisi tertentu, alginat dan kitosan mempunyai muatan yang berlawanan sehingga muatan tersebut tarik menarik satu sama lain. Interaksi sifat kationik dari kitosan dengan sifat anionik dari alginat menghasilkan suatu interaksi yang kuat. Kompleks polielektrolit terbentuk apabila polielektrolit dari muatan yang berlawanan bertemu dalam larutan atau pada antarmuka (interfaces). Diantara polikation yang tersedia, kitosan adalah yang paling banyak digunakan, sedangkan untuk polisakarida poliionik yang banyak digunakan seperti heparin, asam hilauronat, alginat, pektat dan beberapa turunan selulosa (Berth, 2004 ).


(36)

Telah dilaporkan pembuatan serat pembalut luka yang merupakan sifat biomedik dari alginat dan kitosan. Alginat pada dasarnya akan mengatur kelebihan cairan dan kitosan akan memberi sifat antibakteri, haemostatik dan penyembuhan luka (Knill, dkk., 2004).

Membran mikrokapsul kitosan alginat telah disintesis oleh Mc Knight, dimana kitosan yang merupakan polimer polikationik dikomplekskan dengan natrium alginat sebagai polimer polianionik. Dalam hal ini, kitosan diubah secara kimia sehingga terbentuk membran yang kuat dan fleksibel dengan butiran Ca-alginat. Tiga parameter yang memberi pengaruh yang kuat dalam pengujian membran yaitu berat molekul dari polimer kitosan, jarak gugus reaktif dari rantai kitosan dan tipe gugus reaktif tersebut (Mc Knight, dkk.,1998).

Kompleks polielekterolit dibentuk melalui interaksi suatu polielektrolit dengan polielektrolit lain yang berlawanan muatan dalam larutan berair. Kompleks polielektrolit banyak digunakan sebagai membran, pelapis antistatik, sensor lingkungan, detektor kimia dan bahan medis. Diantara aplikasi tersebut, yang luas digunakan adalah untuk membran dialisis, ultrafiltrasi, proses pemisahan zat terlarut dan juga untuk membran mikrokapsul.

Mikrokapsul dapat digunakan untuk kultur sel mamalia dan pelepasan terkontrol dari obat-obatan, vaksin, antibiotik dan hormon. Untuk mencegah pelepasan dari bahan yang dikapsul, mikrokapsul dilapisi dengan polimer lain yang membentuk membran pada permukaan butiran alginat. Sistem yang paling baik adalah pengkapsulan butiran alginat dengan poli L-lysin. Karena sistem ini membutuhkan biaya yang besar, maka dikembangkan sistem lain seperti manik alginat dilapisi dengan kitosan dan turunannya.


(37)

Mikrobiologi adalah ilmu pengetahuan tentang perikehidupan makhluk-makhluk kecil yang hanya kelihatan dengan mikroskop. Makhluk-makhluk kecil itu disebut mikroorganisme, mikroba, protista atau jasad renik. Mikrobiologi mencakup pengetahuan tentang virus (virology), pengetahuan tentang bakteri (bakteriologi) pengetahuan tentang hewan bersel satu (protozoologi) pengetahuan tentang jamur (mikologi) terutama yang meliputi jamur-jamur rendah seperti

phycomycetes, dan juga ascomycetes, serta deuteromycetes.

Bakteri terdiri dari bakteri gram positif dan gram negative. bakteri tahan asam adalah preparat dari bakteri yang akan diperiksa dalam pewarnaan tahan akan asam encer. Misalnya TBC dan basil-basil berspora. Adakalanya suatu sediaan perlu diwarnai dua kali. Setelah zat warna pertama (ungu) terserap sediaan dicuci dengan alkohol, kemudian ditumpangi dengan zat warna yang berlainan, yaitu dengan zat warna merah.

Jika sedian itu kemudian kita cuci dengan air, lalu dengan alkohol, maka dua kemungkinan dapat terjadi. Pertama, zat warna tambahan terhapus, sehingga yang nampak adalah zat warna yang asli (ungu). Dalam hal ini sedian (bakteri) kita katakan bakteri gram negatif. Ada pula bakteri yang pada usia tertentu berubah dari gram positif menjadi gram negatif atau sebaliknya. Bakteri yang demikian disebut bakteri gram variabel. Jumlah bakteri gram variabel tidaklah banyak. Bakteri gram positif lebih peka terhadap fenol, penisilin, reisisten terhadap streptomisin.

2.6.1. Bentuk Bakteri

Berdasarkan bentuk marfologinya, maka bakteri dapat dibagi atas tiga golongan, yaitu golongan basil, golongan kokus dan golongan spiril.


(38)

Basil (dari bacillus) berbentuk serupa tongkat pendek, silindris. Sebagian besar bakteri berupa basil. Basil dapat bergandeng-gandengan panjang, bergandengan dua-dua atau terlepas satu sama lain. Yang bergandeng-gandengan panjang disebut streptobasil, yang dua-dua disebut dipobasil. Ujung-ujung basil yang terlepas satu sama lain itu tumpul sedang ujung-ujung yang masih bergandengan itu tajam.

b. Kokus

Kokus (dari coccus) adalah bakteri yang bentuknya serupa bola-bola kecil. Golongan ini tidak sebanyak golongan basil. Kokus ada yang bergandeng-gandengan panjang serupa tali leher, ini disebut streptokokus, ada yang bergandengan dua-dua, ini disebut diplokokus, ada yang mengelompok berempat, ini disebut tetrakokus, kokus yang mengelompok merupakan suatu untaian disebut stafilokokus, sedangkan kokus yang mengelompok serupa kubus disebut sarsina.

c. Spiril

Spiril (dari spirilium) ialah bakteri yang bengkok atau berbengkok-bengkok serupa spiral. Bakteri yang berbentuk spiral itu tidak banyak terdapat. Golongan ini merupakan golongan yang paling kecil, jika dibandingkan dengan golongan kokus maupun basil, (Dwidjoseputro, 1990).

2.6.2 Jenis-jenis Bakteri a. Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus adalah sel Gram positif berbentuk bulat, biasanya tersusun dalam

rangkaian tak beraturan seperti anggur, tetapi dapat juga berupa sel tunggal atau berpasangan, diameternya antara (0,8-1,0)µ. Organisme ini juga membentuk spora, dan tidak bergerak. Bakteri ini faktualitatif anaerob meskipun dapat tumbuh dengan baik pada kondisi aerob (Freeman, 1979). Dapat tumbuh nutrient agar, darah agar selama 24 jam pada suhu 37oC. Koloni tunggal berbentuk sirkular, halus, menonjol, dan berkilau. Membentuk pigmen berwarna abu-abu sampai


(39)

kuning keemasan. Staphylococcus tahan terhadap pengeringan, panas (tahan terhadap suhu 50oC selama 30 menit dan 100oC dalam beebrapa menit), dan pada kadar garam 7-10%.

b. Eschericha coli

Bakteri Eschericha coli memiliki sifat-sifat antara lain : merupakan hasil koliform, populasi yang paling banyak didalam feses manusia dan hewan berdarah panas, bersifat aerob atau fakultatif anaerob dan menjadi pathogen bila hidup diluar usus manusia dan hewan berdarah panas, (Supardi, 1999).

Menurut Muslimin (1996), Eschericha coli merupakan bakteri indikator biologi pada pencemaran peraiaran dan makanan yang juga merupakan indikator pathogen yang mempunyai cirri-ciri : bakteri gram negatif, tidak berspora, membentuk gas dan berbentuk batang (Volks dan Wheeler, 1989).

c. Candida albicans

Candida adalah suatu ragi. Candida albicans yang membentuk pseudohifa dan hifa

sejati dalam jaringan, merupakan ragi yang sering dijumpai. Penularan candida sp ditemukan sebagai mukokutil normal, tetapi dibawah kondisi tertentu dapat tumbuh berlebihan dan melakukan infeksi. Beberapa penyakit dapat ditimbulkan antara lain : Oralthrus, Perleche, Endokarditis dan Serebritis, (Loise, 2003).

2.7. Roti Tawar

Roti adalah produk yang diperoleh dari adonan tepung terigu yang diragikan dengan ragi roti dan dipanggang, dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan tambahan makanan yang diizinkan. Syarat mutu untuk roti tawar seperti tabel 2.2.

Tabel 2.2. Syarat mutu roti tawar

Kriteria Uji Mikroba Satuan

Persyaratan


(40)

Angka lempeng total Koloni/g Maks 106 Maks 106

E-coli APM/g <3 <3

Kapang Koloni/g Maks 104 Maks 104


(41)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Alat – alat

Gelas Beaker 500 mL Pyrex Gelas ukur 100 mL Pyrex

Corong - Pyrex

Labu takar 100 mL Pyrex

Hot plate stirrer - Cimarec 2 Pengaduk magnet - Fisher Indikator universal - Merck

Neraca analitis - Metter PM 480 Cawan penguap - Pyrex

Thermometer 1100C Zeal

Oven - Fisher

Botol Air suling -

Bunsen -

3.2 Bahan – bahan


(42)

Gula pasir

CH3COOH 25% p.a. E’Merck

Kitosan

Natrium Alginat Wako Pure Chemical CaCl2(s) p.a. E’Merck

Asam Asetat Glasial p.a. E’Merck NaOH p.a. E’Merck Alkohol

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1 Pembuatan Film Pelapis Ca-alginat kitosan

Sebanyak 0.5 gr kitosan didispersikan kedalam 12.5 ml air suling dan ditambahkan 2.5 ml asam asetat glasial sambil diaduk dengan magnetik stirrer untuk mendapatkan campuran yang homogen. Ditimbang 0.5 gr Ca-Alginat dan dilarutkan dengan 12.5 ml air suling. Kedua larutan tersebut dibiarkan terpisah selama 1 malam. Kedua larutan polimer tersebut dicampurkan dan ditambahkan larutan NaOH 2M sampai pH 5-6 dan dicetak di atas plat kaca, lalu didiamkan selama 1 malam. Lapisan tipis yang diperoleh kemudian direndam dengan CaCl2 0,1M. Dicuci

dengan dengan air suling dan dibiarkan hingga kering.

3.3.2 Penentuan Permeabilitas uap air film pelapis Ca-alginat kitosan.

Film pelapis yang di tes ditempatkan pada permukaan rata dan bersih dari suatu wadah logam dengan diameter 3 inci kemudian ditimbang 10 gram kalsium klorida dimana permukaan ditutup dengan film pelapis. Alat ditempatkan pada bak mengandung air dimana jaraknya terhadap permukaan air adalah 2,5 inci dan dibiarkan dalam inkubator pada 250 C. Setelah 24 jam, alat dipindahkan dan film pelapis dipotong. Cawan sebelah dalam dipindahkan dengan tutupnya dan ditimbang. Hasil merupakan harga


(43)

transfer uap air atau permeabilitas uap air. Bahan dengan permeabilitas sangat rendah dapat di tes selama lebih 24 jam menghasilkan ketelitian yang lebih besar tapi hasil tetap dihitung pada basis 24 jam. Dalam penentuan Permeabilitas Uap Air ini dibandingkan film pelapis Ca-alginat kitosan tanpa dan dengan menggunakan pemlastis gliserol (0, 3 dan 5 ml).

3.3.3 Uji Aktivitas air (Aw).

Pengujian aktivitas air ditentukan dengan kurva interpolasi, disiapkan beberapa larutan garam dengan pelarut aquades, dimana aktivitas bahan yang akan diuji berada diantara aktivitas larutan-larutan garam tersebut. Dimasukkan larutan-larutan tersebut kedalam desikator selanjutnya ditimbang film pelapis dengan berat yang sama dan diletakkan dalam desikator selama 24 jam. Kemudian ditimbang kembali film pelapis kemudian hasil penimbangan di plot dengan aktivitas larutan garam.

3.3.4 Penentuan Kadar Pati

Disiapkan tiga bagian roti tawar : 1. Tanpa pembungkus (1 g)

2. Dengan pembungkus plastik (1 g)

3. Dengan pembungkus Ca-alginat kitosan (1 g)

Diletakkan pada permukaan benda yang datar dan kondisi ruangan terbuka.

- Pemeriksaan hari ke 0

Lima gram roti tawar dilarutkan dalam 50 mL aquadest dan diaduk selama 30 menit, dicuci dengan aquadest hingga volume filtrat 250 mL, kemudian dicuci dengan eter 10 mL sebanyak 5 kali. Dibiarkan eter menguap, dicuci kembali dengan 250 mL alkohol 10 %, ditambahkan dengan 250 aquadest dan 25 mL HCl lalu dipanaskan sambil diaduk selama 3 jam.


(44)

Dibiarkan dingin kemudian diencerkan sampai 500 mL. Diambil 10 mL dari sampel 500 mL kemudian dititrasi dengan menggunakan metode Lane-Eynon dengan prosedur sebagai berikut: 5 ml Fehling A ditambahkan dengan Fehling B kemudian kealam erlemeyer, kemudian dititrasi dengan larutan gula reduksi (sampel) sebanyak 10 ml dan ditambahkan dengan 3 tetes indikator metilen blue. Dipanaskan dan dititrasi kembali dengan larutan gula reduksi (sampel) hingga terbentuk endapan merah bata. Kemudian ditentukan volume larutan gula reduksi yang digunakan sebagai pentitrasi dan dihitung kadar patinya. Dilakukan perlakuan yang sama untuk hari ke 2, 4, 6, dan hari ke-8

3.3.5. Penentuan Diameter Zona Hambat Film Pelapis Ca-Alginat Kitosan

Dituang larutan media PCA (Plate Count Agar) kedalam cawan petri steril, dibiarkan memadat, kemudian kedalam media diletakkan 5 buah Film Kitosan yang sudah dibentuk menjadi cakram dengan posisi yang berbeda, setelah itu disentuh dengan jarum ose biakan mikroba (Stayllococcus aureus, Escheria coli, Candida albicans) yang telah diencerkan dengan menggunakan standart Mc Farland 108 kemudian digoreskan pada permukaan media, diinkubasi secara terbalik selama 24 jam pada suhu 37oC, diamati daerah zona bening dan kemudian diukur diameternya dengan micrometer.

3.3.6. Pengujian Sifat Anti Mikroba Film Pelapis Ca-alginat kitosan Pada Roti Tawar

Disiapkan tiga bagian roti tawar : 1. Tanpa pembungkus (1 g)

2. Dengan pembungkus plastik (1 g)

3. Dengan pembungkus Ca-alginat kitosan (1 g)


(45)

Pemeriksaan hari ke 0

Untuk pemeriksaan jumlah bakteri hari ke 0 pada roti tawar, diambil dari roti yang belum mendapat perlakuan. Caranya sebagai berikut :

Satu gram roti tawar dilarutkan dengan air suling steril sampai suspensi larutan yang terbentuk memungkinkan mikroba dapat dihitung setelah tahap pertumbuhan (< 300 koloni). Dari hasil suspensi larutan dipipet 1 mL dan dituang pada permukaan media PCA yang sudah padat pada cawan petri steril. Diinkubasi secara terbalik pada suhu 37oC selama 24 jam. Dihitung jumlah koloni mikroba dengan metode SPC (Standart Plate Count). Dicatat sebagai jumlah bakteri hari ke 0. Dilakukan perlakuan yang sama untuk hari ke 2,4,6, dan hari yang ke 8.


(46)

3.4 Bagan Penelitian


(47)

0,5 gr kitosan 0,5 gr Na-Alginat

ditambahkan 12,5 ml aquadest ditambahkan 2,5 ml asetat glasial

diaduk

dibiarkan selama 1 malam

ditambahkan 12,5 ml aquadest distirer selama 2 jam

dibiarkan selama 1 malam

dicampurkan kedua bahan tersebut ditambahkan larutan NaOH 2M hingga pH 5-6

dicetak diatas plat kaca

didiamkan diudara terbuka selama 1 malam

Film Pelapis Na-Alginat Kitosan

direndam dengan CaCl2 0,1 M dicuci dengan aquadest

dikeringkan Film Pelapis

Ca-alginat kitosan

Uji


(48)

3.4.2 Penentuan Permeabilitas uap air film pelapis Ca-alginat kitosan

10 g Kalium klorida

dibungkus dengan Ca-alginat kitosan

digantung dalam bak dengan jarak 2,5 inci dari air

dibiarkan dalam inkubator pada suhu 25oC selama 24 jam

dihitung permeabilitas uap airnya Permeabilitas uap air

film pelapis Ca-alginat kitosan

3.4.3 Uji Aktivitas Air

Film pelapis Ca-alginat kitosan ditimbang

dimasukkan kedalam desikator dimasukkan larutan-larutan garam dibiarkan selama 24 jam

ditimbang kembali film pelapis Ca-alginat kitosan Aktivitas air


(49)

(50)

5 gram Roti tawar

dimasukkan kedalam gelas beker ditambahkan 50 ml aquadest

diaduk 30 menit+_

dicuci dengan aquadest hingga volume 250 ml

Filtrat Endapan

dicuci dengan eter sebanyak 5 kali dibiarkan eter menguap

dicuci dengan 250 ml alkohol 10 % ditambahkan dengan 250 aquadest ditambahkan 25 ml HCl

direfluks selama 3 jam dibiarkan dingin

diencerkan sampai 500 ml Larutan Roti Tawar

diambil 10 ml

ditmbahkan dengan Fehling A dan Fehling B ditambahkan dengan 3 tetes metilen blue

dititrasi dengan larutan roti tawar hingga endapan merah bata Diperoleh kadar pati


(51)

3.4.5 Penentuan Diameter Zona Hambat Film Pelapis Ca-alginat kitosan 4,5 gram MediaPCA

200 ml aquadest steril dilarutkan dengan pemanas

dipanaskan pada suhu 121oC pada autoclave (p=2 bar) dituang pada cawan petri

Media pada cawan petri

dibiarkan sampai padat

dilewatkan 5 buah cakram film pelapis Ca-Alginat Kitosan pada posisi yang berlainan

Media dan cakram Film Ca-Alginat Kitosan Pada Cawan Petri

1 lup ose suspensi mikroba murni pada permukaan media diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam

diukur zona hambat masing-masing cakram


(52)

3.4.6 Pengujian Sifat Anti Mikroba Film Pelapis Ca-alginat kitosan Pada Roti Tawar


(53)

1 gram roti tawar

dimasukkan kedalam tabung reaksi

ditambahkan 9 ml aquadest

disuspensi dengan menggunakan alat vortex

Suspensi mikroba roti

tawar pada pengenceran 10

-5

0,1 suspensi ditambah dengan 9,9 ml aquadest

Suspensi mikroba roti

tawar pada pengenceran 10

-3

Suspensi mikroba roti

tawar pada pengenceran 10

-1


(54)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Film Pelapis Ca- Alginat-Kitosan

Film Ca-alginat yang diperoleh adalah film transparan dengan memiliki ketebalan 210 µm. Berikut merupakan hasil pengukuran ketebalan film pelapis Ca- Alginat Kitosan dengan menggunakan micrometer pada 5 posisi acak.

Tabel 4.1 Ketebalan film pelapis Ca- Alginat Kitosan

Sampel Pengukuran (mm)

X1 X2 X3 X4 X5 X

Ca-alginat kitosan 0.25 0.23 0.21 0.215 0.185 0.21

Permeabilitas uap air.

Permeabilitas Uap Air Film Pelapis Ca alginat-kitosan tanpa gliserol dan dengan gliserol 3 ml dan 5 ml adalah sebagai berikut :

Tanpa gliserol 5,56 g m-2 24 jam-1 3 ml gliserol 4,98 g m-2 24 jam-1


(55)

5 ml gliserol 4,80 g m-2 24 jam-1

Hasil penentuan aktivitas air

Tabel harga aktivitas air (Aw ) Film Pelapis Calsium alginat-kitosan Tanpa gliserol 0,263

3 ml gliserol 0,390 5 ml gliserol 0,468

Uji Kadar Pati

Adapun volume larutan gula reduksi (sampel) yang dibutuhkan sebagai pentitran dapat dilihat pada table 4.2.

Table 4.2. Volume pentiter untuk roti yang dibungkus dengan Ca-alginat kitosan, pembungkus plastik, dan tanpa pembungkus

Hari ke –

Vtitran (ml) Tanpa Pembungkus Pembungkus

Pelastik Pembungkus Ca-alginat Kitosan 0 2 4 6 8 23 27 33 40 49 23 25 29 34 41 23 24 26 30 34

Kadar pati diperoleh dari kadar gula reduksi pada roti tawar yang dihitung dengan menggunakan rumus:


(56)

Untuk kadar pati dikalikan dengan faktor 0,9 yang merupakan jumlah kadar pati dalam glukosa.

Hari ke-2

Tanpa pembungkus

Jumlah pati

=

% kadar pati = 85,66 % Pembungkus pelastik

Jumlah pati

% kadar pati = 92,16 %

Pembungkus Ca alginat kitosan Jumlah pati

% kadar pati = 96 %

Dengan cara yang sama dihitung untuk hari ke 0, 4, 6, 8. Hasilnya dapat dilihat pada tabel 4.3


(57)

Hari ke –

Kadar Pati (g/ml) Tanpa Pembungkus Pembungkus

Pelastik Pembungkus Ca-alginat Kitosan 0 2 4 6 8 99,97 85,66 70,49 58,5 48,21 99,97 92,16 79,91 68,43 57,19 99,97 96,0 88,79 77,22 68,43

Uji Sifat anti Mikroba Film Kalsium Alginat Kitosan

Tabel 4.4. Hasil pengujian Ca-alginat kitosan terhadap pertumbuhan isolat bakteri

Hari ke –

Jumlah Isolat Bakteri

Tanpa Pembungkus Pembungkus Plastik Pembungkus Ca-alginat Kitosan 0 2 4 6 8

36 x 102 5,15 x 105

103 x 109 28,5 x 1011 6,203 x 1013

36 x 102 8,75 x 103 17,5 x 106 125 x 107 19,5 x 1010

36 x 102 55,45 x 102 107,3 x 103 117,5 x 103 76,36 x 104


(58)

Dalam pembuatan film pelapis, pada pH dibawah 5 film pelapis tersebut tidak dapat terbentuk dan pada kondisi pengeringan yang tinggi film yang dihasilkan menjadi sangat rapuh dan mudah koyak. Jika pH lebih besar dari pada 6, terjadi netralisasi muatan positif kitosan sehingga kitosan dapat mengendap. Sebaliknya jika pH kecil dari 3 bisa menurunkan biokompatibel sistem dan juga mengakibatkan pengendapan alginat. Sehingga lebih banyak terjadi interaksi antara alginat dengan kitosan (Adriana dkk, 2003). Akibatnya terdapat ikatan garam baru. Gambar 4.1. berikut menunjukkan bahwa pada pH 5.4 diperoleh retensi terbaik. (Knill, dkk, 2004, Kumar 2000)

H2N NH3Cl

--OOC

COONa+ NH3+ AcHN

Rantai Kitosan

Rantai Alginat

Gambar 4.1 Interaksi Ionik antara alginat dengan kitosan pada pH 5.4

Cadenak dkk berhasil membuat membrane kompleks polielektrolit alginatn kitosan asetat dengan natrium alginat sebelum diperoleh kompleks polielektrolit pada pH 5.28 melalui penambahan NaOH, campuran larutan ditambahkan HCl 32% terlebih dahulu.

Interaksi kitosan dengan natrium alginat dan penambahan kalsium klorida akan membentuk kompleks polielektrolit. Sebagai hasil pencampuran dua polielektrolit. Sebagai hasil pencampuran dua polielektrolit akan dihasilkan kompleks film tidak larut yang mampu melewatkan zat dengan berat molekul tertentu melalui pengembangan dalam air.

Pada kondisi tertentu, alginat dan kitosan mempunyai muatan yang berlawanan sehingga muatan tersebut tarik menarik satu sama lain. Interaksi sifat kationik dari kitosan dengan sifat anionik dari alginat menghasilkan suatu interaksi yang kuat. Kompleks polielektrolit terbentuk


(59)

apabila polielektrolit dari muatan yang berlawanan bertemu dalam larutan atau pada antarmuka (interfaces).

Dalam interaksi antara kalsium alginate dengan kitosan membentuk ikatan silang dimana ikatan silang tersebut memperkokoh ikatan Ca-alginate kitosan sehingga film yang dihasilkan tidak mudah koyak. Berikut merupakan interaksi antara kalsium alginat-kitosan:

O O O O H O O -O H OH H H O O OH H H OH H O H H O O -H O O H HO H O O OH H H O H

NH3+ H

HO H O O OH H H O H O O

NH3+

Kit-Ca+ O -H O O H H OH H O OH H H OH O -O H H H O H O H O O OH H H H HO H O HO H O -H O OH H H O NH3+

NH3- Kit+

-Kit -Kit Interaksi Interaksi Interaksi G G G G M M M M α 1α 4 4 1 β 4 α 1 1 4 1α 4 1 β Alginat Alginat

Gambar 4.2. Pembentukan kelat Ca-alginate kitosan.

Analisis SEM menunjukkan bahwa bentuk dan perubahan (morfologi) permukaan dari sampel yang dianalisis. Pada prinsipnya bila terjadi perubahan suatu bahan misalnya patahan, lekukan dan perubahan struktur dari permukaan maka bahan tersebut cenderung mengalami perubahan energi. Energi yang telah berubah tersebut dapat dipancarkan, dipantulkan dan diserap serta diubah bentuknya menjadi fungsi bergelombang elektron yang dapat ditangkap dan dibaca hasilnya.


(60)

Gambar 4.3. Foto permukaan Ca-alginat kitosan dengan menggunakan SEM (400 x perbesaran).

Gambar 4.4. Foto permukaan Ca-alginat kitosan (Dawolo,2005)

Dari hasil SEM yang diperoleh menunjukkan morfologi membrane yang agak kasar (gambar 4.4). tetapi dibandingkan dengan penelitian yang sebelumnya Dawolo,2005 dapat dilihat bahwa permukaan film pelapis Ca-alginat kitosan lebih halus.


(61)

Gambar 4.5. Kurva Water Vapor Permeability (VWP) edible film Ca- alginat kitosan tanpa dan menggunakan pemlastis gliserol

Dari kurva antara permeabilitas uap air terhadap penggunaan pemlastis gliserol menunjukkan bahwa harga permeabilitas uap air dari film pelapis semakin rendah apabila penggunaan gliserol ditambah dari 0 ml menjadi 3ml dan 5ml gliserol. Dalam hal ini gliserol memperlemah kekakuan Ca alginat-kitosan serta meningkatkan fleksibilitas dan ekstensibilitas. Menurut Harris (2001), hasil pengujian laju transmisi terhadap uap air terhadap edible film dari pati tapioka untuk pengemas lempuk diperoleh 8,79 g m-2 24 jam-1 masih terlalu tinggi, karena film pelapis ini termasuk kelompok hidrokoloid yang memang bersifat higroskopis. Bila dibandingkan dengan beberapa hasil penelitian yang telah dipublikasikan, karakteristik edible film Ca alginat-kitosan sudah cukup bagus. Hasil uji aktivitas air dapat dilihat pada gambar 4.6. dibawah ini. Dimana semakin banyak jumlah gliserol maka aktivitas airnya semakin meningkat. Hal ini disebabkan karena gliserol dapat meningkatkan absorbs film terhadap uap air.

Permeabilitas uap air

4.4 4.8 5.2 5.6 6

Tanpa gliserol 3 ml gliserol 5 ml gliserol

pemlastis

y

=

per

m

eabi

lit

as


(62)

Gambar.4.6. Aktivitas Air

Air yang terdapat dalam suatu bahan mempunyai derajat keterikatan yang berbeda-beda. Apabila molekul H20 terikat pada molekul lain melalui ikatan hidrogen, dan molekul air membentuk hidrat dengan molekul lain seperti karbohidrat, protein atau garam, maka air seperti ini tidak dapat membeku pada proses pembekuan, akan tetapi air dalam bentuk seperti ini dapat dihilangkan dengan cara pengeringan biasa. Demikian juga molekul air yang membentuk ikatan hidrogen dengan molekul air yang lain dapat berada dalam mikrokapiler, dimana air dalam keadaan seperti ini lebih sukar dihilangkan dan apabila dihilangkan akan mengakibatkan penurunan aktivitas air (water activity). Kandungan air dalam suatu bahan mempengaruhi daya tahan bahan tersebut terhadap serangan mikroba yang dinyatakan dengan aktifitas air. Aktivitas air (Aw ) adalah jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh mikroorganisma untuk pertumbuhannya. Beberapa harga Aw minimum untuk mikroorganisma adalah bakteri: 0,9; khamir: 0,8-0,9 dan kapang: 0,6-0,7.

Aktivitas Aw

0.2 0.3 0.4 0.5

Tanpa gliserol 3 ml gliserol 5 ml gliserol pemlastis

Y=

A

kt

ivi

ta

s

A

w


(63)

Film pelapis yang digunakan untuk membungkus roti adalah film pelapis tanpa gliserol hal ini disebabkan karena permeabilitasnya terhadap uap air tinggi dan aktivitas airnya rendah.

Dari hasil diatas maka dapat diketahui antara perbedaan kualitas kadar pati pada roti tawar dalam jangka waktu 8 hari tanpa menggunakan pembungkus, dengan pembungkus pelastik, pembungkus kalsium alginat kitosan, dan tanpa pembungkus. Dengan menggunakan pembungkus Ca- alginat kitosan maka kita lebih dapat menjaga keutuhan kadar pati yang terdapat dalam roti tawar dibandingkan dengan pembungkus plastik dan tanpa pembungkus.

Untuk menentukan kadar pati di dalam roti tawar dengan cara menentukan gula reduksi. Uji kuantitatif gula reduksi dilakukan dengan cara kimia, Metode Lane-Eynon dengan menggunakan reagen Fehling A (CuSO4) dan Fehling B (K-Na-tartrat). Pada kedua reagen tersebut yang berfungsi sebagai oksidator adalah kupri oksida yang dengan gula reduksi akan mengalami reduksi menjadi kupro oksida dan mengendap berwarna merah bata. Jumlah endapan kupri oksida ekuivalen dengan banyaknya gula reduksi yang ada. (Sudarmadji, dkk, 1989)

Adapun reaksinya adalah sebagai gambar 4.7 di bawah ini (Wingrove and Caret, 1981)


(64)

a. Reaksi Fehling A + Fehling B

CuSO4 C

O O CH CH C O O K OH OH Na 2 NaOH

+ 2 +

K-Na-tartrat C O CH O K O CH C O O Na H O Cu C O

CH O Na

O CH C O O K H O Kompleks Cu-tartrat b. Reaksi reagen Fehling dengan glukosa


(65)

C O CH O K O CH C O O Na H O Cu C O

CH O Na O CH C O O K H O Kompleks Cu-tartrat + C C H OH C C HO H C H OH H OH

CH2OH O H OH -C C H OH C C HO H C H OH H OH

CH2OH

O HO

glukosa

+ Cu2O

asam glukonat

endapan merah bata

Dari tabel 4.3 dapat dilihat bahwa penurunan kadar pati dengan menggunakan kemasan (film pelapis) Ca alginat-kitosan jauh lebih lambat dibandingkan dengan roti yang dibungkus dengan plastik maupun roti tanpa pembungkus pada beberapa variasi waktu penyimpanan ( 0 – 8 hari ). Hal ini menunjukkan bahwa proses perombakan atau peruraian pati tersebut lebih lambat dengan menggunakan film pelapis Ca alginat-kitosan. Sebagaimana ditunjukkan pada hasil pengujian pertumbuhan isolat bakteri pada roti tawar, pertumbuhan mikroba jauh lebih lambat bila menggunakan kemasan Ca alginat-kitosan dibandingkan penggunaan kemasan plastik dan tanpa kemasan. Terlihat bahwa kemasan Ca alginat-kitosan bersifat anti mikroba yang menghambat pertumbuhan


(66)

mikroba pada roti tawar tersebut. Dengan demikian maka pertumbuhan mikroba yang lambat tersebut berbanding lurus dengan penurunan kadar pati yang lebih lambat pada roti tawar bila menggunakan kemasan Ca alginat-kitosan dibandingkan plastik dan tanpa menggunakan kemasan. Hal ini terjadi karena mikroba yang merombak pati lebih sedikit.


(67)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Film pelapis Ca-alginat kitosan dapat dibuat dengan menginteraksikan alginat dengan kitosan.

2. Efektivitas Ca-alginat kitosan sebagai bahan anti mikroba dapat dibuktikan dengan sedikitnya jumlah bakteri yang tumbuh disekitar Ca-alginat kitosan.

3. Ca-alginat kitosan lebih mampu mempertahankan kadar pati pada roti tawar dibandingkan menggunakan pembungkus plastik dan tanpa pembungkus.

5.2. Saran

Untuk memanfaatkan film pelapis Ca-alginat kitosan lebih luas lagi perlu kiranya, menguji permeabilitas O2 dan CO2.


(68)

DAFTAR PUSTAKA

Adriana, C ;W, Arguelles. Mound, FM. Goycoolea, Carlos Peniche. 2003. Diffusion

Through Membrane of Polyelectrolyte Complex of Chitosan and Alginate.

Macromol. Biosci.

Allan, C.R. and I.A. Hadwiger. 1979. The Fungicidal Effect of Chitosan on Fungi of

Varying Cell Wall Composition. Experimental Mycology.

Cancela, M.A. 2003. Polymers Alimentary Industries, Properties of Sodium Alginate. J. Environ. Argic. Food Chem.

Denniston, J.K.; Topping, J.J. and Caret, R.L. 2001. General, Organic, and Biochemistry. Third Edition. McGraw-Hill Companies, Inc. New York.

Donati, I.; K.I. Draget; M. Borggogna; S. Paoletti and G. Skjak-Braek.2005. Tailor Made

Alginate Bearing Galactose Moietes on Mannuronic Residues : selektive Modification Achieved by a Chemoenzymatic Strategy. Biomacromolecules.

Dwidjoseputro.1990. Dasar-dasar Mikrobiologi. Djambatan. Jakarta.

Harahap, V.U.1995. Optimasi Proses Pembuatan Kitosan Dari Limbah Udang. Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian ITB.

Inukai, M. and Y. Masakatsu. 1999. Effect of Charge Density on Drug Permeability

Trough Alginate Gel Membranes. Chem. Pharm. Bul.

ISP Alginates. 2001. Alginate for Pharmaceutical Application.


(69)

Kubota, N and Y. Kikuchi. 1998. Macromolecular Complex of Chitosan. In : Dumitriu S.

(Ed.). Polysaccharides : Structural Diversity and Functional Versatility. New

York, USA, Marcel Dekker Inc., 595-628.

Louise, B.2003. Mikrobiologi & Penyakit Infeksi. Cetakan Pertama, Jakarta : Penerbit Hipokrates.

Mattheus, F.1997. Applications of Chitin and Chitosan. USA : Technomic Publishing Company inc.

Mc Cormick, A.E.2001. Alginate-Lifecaster Gold. Journal Art Casting.

Mc Hugh, D.J. 2003. A Guide to Seaweed Industry. Food and Agric. Org. of the UN, Rome

Muzzarelli, R.A.A.1973. Chelating Polymers, Alginic Acid, Chitin and Chitosan. Pergamon Press, New York.

Murzarelli, R.A.A.1992. Chitin Chemistry. London Macmillan.

Poedjiadi, A. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Penerbit Universitas Indonesia.

Ralston, G.B. 1964. The Inhibition of Fermentation in Bakery’s Yeast by Chitosan. Biochimica and Biophysica Acta, 93: 652-5

Robinson, D.S.1987. Food Biochemistry and Nutritional Value. New York.

Sudarmadji, S., B. Haryono, Suhardi, 1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Edisi Pertama. Liberty Yogyakarta

Supardi.1994. Lingkungan Hidup Dan Kelestariannya. Edisi Kedua. Alumni Bandung.

Synoweicki, J and N.A. Al-Kateeb. 2003. Production, Properties and Some New

Aplication of Chitin and its derivates. Critical Reviewin Food Science and


(70)

Varum, K.M. 1994. Water Solubility of Partially N-Acetylated Chitosans as a Function of

pH: Effect of Chemical Composition and Depolymerisation. Carbohydrate

Polymers.

Voolks, K.W.A.& Wheeler M.F.1989. Mikrobiologi Dasar. Edisi IV. Jilid II. Diterjemahkan Oleh Markham M : Air Langga Jakarta

Wingrove. A. S., and R. L. Caret. 1989. Organic Chemistry. Harper & Row, Publishers, New York.

Zhanjiang, F. 1990. Training Manual of Gracilaria Culture and Seaweed Processing in


(1)

C O CH O K O CH C O O Na H O Cu C O

CH O Na

O CH C O O K H O Kompleks Cu-tartrat + C C H OH C C HO H C H OH H OH

CH2OH O H OH -C C H OH C C HO H C H OH H OH

CH2OH O HO

glukosa

+ Cu2O

asam glukonat

endapan merah bata

Dari tabel 4.3 dapat dilihat bahwa penurunan kadar pati dengan menggunakan kemasan (film pelapis) Ca alginat-kitosan jauh lebih lambat dibandingkan dengan roti yang dibungkus dengan plastik maupun roti tanpa pembungkus pada beberapa variasi waktu penyimpanan ( 0 – 8 hari ). Hal ini menunjukkan bahwa proses perombakan atau peruraian pati tersebut lebih lambat dengan menggunakan film pelapis Ca alginat-kitosan. Sebagaimana ditunjukkan pada hasil pengujian pertumbuhan isolat bakteri pada roti tawar, pertumbuhan mikroba jauh lebih lambat bila menggunakan kemasan Ca alginat-kitosan dibandingkan penggunaan kemasan plastik dan tanpa kemasan. Terlihat bahwa kemasan Ca alginat-kitosan bersifat anti mikroba yang menghambat pertumbuhan


(2)

mikroba pada roti tawar tersebut. Dengan demikian maka pertumbuhan mikroba yang lambat tersebut berbanding lurus dengan penurunan kadar pati yang lebih lambat pada roti tawar bila menggunakan kemasan Ca alginat-kitosan dibandingkan plastik dan tanpa menggunakan kemasan. Hal ini terjadi karena mikroba yang merombak pati lebih sedikit.


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Film pelapis Ca-alginat kitosan dapat dibuat dengan menginteraksikan alginat dengan kitosan.

2. Efektivitas Ca-alginat kitosan sebagai bahan anti mikroba dapat dibuktikan dengan

sedikitnya jumlah bakteri yang tumbuh disekitar Ca-alginat kitosan.

3. Ca-alginat kitosan lebih mampu mempertahankan kadar pati pada roti tawar dibandingkan menggunakan pembungkus plastik dan tanpa pembungkus.

5.2. Saran

Untuk memanfaatkan film pelapis Ca-alginat kitosan lebih luas lagi perlu kiranya, menguji permeabilitas O2 dan CO2.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Adriana, C ;W, Arguelles. Mound, FM. Goycoolea, Carlos Peniche. 2003. Diffusion

Through Membrane of Polyelectrolyte Complex of Chitosan and Alginate.

Macromol. Biosci.

Allan, C.R. and I.A. Hadwiger. 1979. The Fungicidal Effect of Chitosan on Fungi of

Varying Cell Wall Composition. Experimental Mycology.

Cancela, M.A. 2003. Polymers Alimentary Industries, Properties of Sodium Alginate. J. Environ. Argic. Food Chem.

Denniston, J.K.; Topping, J.J. and Caret, R.L. 2001. General, Organic, and Biochemistry. Third Edition. McGraw-Hill Companies, Inc. New York.

Donati, I.; K.I. Draget; M. Borggogna; S. Paoletti and G. Skjak-Braek.2005. Tailor Made

Alginate Bearing Galactose Moietes on Mannuronic Residues : selektive Modification Achieved by a Chemoenzymatic Strategy. Biomacromolecules.

Dwidjoseputro.1990. Dasar-dasar Mikrobiologi. Djambatan. Jakarta.

Harahap, V.U.1995. Optimasi Proses Pembuatan Kitosan Dari Limbah Udang. Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian ITB.

Inukai, M. and Y. Masakatsu. 1999. Effect of Charge Density on Drug Permeability

Trough Alginate Gel Membranes. Chem. Pharm. Bul.

ISP Alginates. 2001. Alginate for Pharmaceutical Application.


(5)

Kubota, N and Y. Kikuchi. 1998. Macromolecular Complex of Chitosan. In : Dumitriu S.

(Ed.). Polysaccharides : Structural Diversity and Functional Versatility. New

York, USA, Marcel Dekker Inc., 595-628.

Louise, B.2003. Mikrobiologi & Penyakit Infeksi. Cetakan Pertama, Jakarta : Penerbit Hipokrates.

Mattheus, F.1997. Applications of Chitin and Chitosan. USA : Technomic Publishing Company inc.

Mc Cormick, A.E.2001. Alginate-Lifecaster Gold. Journal Art Casting.

Mc Hugh, D.J. 2003. A Guide to Seaweed Industry. Food and Agric. Org. of the UN, Rome

Muzzarelli, R.A.A.1973. Chelating Polymers, Alginic Acid, Chitin and Chitosan. Pergamon Press, New York.

Murzarelli, R.A.A.1992. Chitin Chemistry. London Macmillan.

Poedjiadi, A. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Penerbit Universitas Indonesia.

Ralston, G.B. 1964. The Inhibition of Fermentation in Bakery’s Yeast by Chitosan. Biochimica and Biophysica Acta, 93: 652-5

Robinson, D.S.1987. Food Biochemistry and Nutritional Value. New York.

Sudarmadji, S., B. Haryono, Suhardi, 1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Edisi Pertama. Liberty Yogyakarta

Supardi.1994. Lingkungan Hidup Dan Kelestariannya. Edisi Kedua. Alumni Bandung. Synoweicki, J and N.A. Al-Kateeb. 2003. Production, Properties and Some New

Aplication of Chitin and its derivates. Critical Reviewin Food Science and


(6)

Varum, K.M. 1994. Water Solubility of Partially N-Acetylated Chitosans as a Function of

pH: Effect of Chemical Composition and Depolymerisation. Carbohydrate

Polymers.

Voolks, K.W.A.& Wheeler M.F.1989. Mikrobiologi Dasar. Edisi IV. Jilid II. Diterjemahkan Oleh Markham M : Air Langga Jakarta

Wingrove. A. S., and R. L. Caret. 1989. Organic Chemistry. Harper & Row, Publishers, New York.

Zhanjiang, F. 1990. Training Manual of Gracilaria Culture and Seaweed Processing in