UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
selektif terhadap kelat ion logam seperti besi, tembaga, kadmium dan magnesium Shahidi, 1999.
Secara umum kitosan mempunyai bentuk fisik berupa padatan amorf berwarna putih dengan struktur kristal yang tidak berubah dari
bentuk kitin. Kitosan mempunyai karakteristik kimia dan biologi sebagai berikut Dutta, 2004:
Karakteristik Kimia : •
Memiliki gugus amino reaktif •
Memiliki gugus hidroksil reaktif •
Mampu mengkelat logam-logam transisi Karakteristik Biologi :
• Biokompatibel polimer alami, biodegradabel didalam tubuh
manusia, aman, dan tidak toksik •
Mampu berikatan dengan sel mamalia dan mikroba dengan kuat •
Mempercepat pembentukan osteoblas yang bertanggung jawab untuk pembentukan tulang
• Hemostatik
• Fungistatik dan spermisid
• Antitumor dan antikolesterol
• Mempercepat pembentukan tulang
• Depresan sistem saraf pusat
• Immunoadjuvant
2.1.3 Proses Pembuatan Kitosan
Kitosan dihasilkan dari kulit udang yang diperoleh dari proses deasetilasi penghilangan gugus asetil senyawa kitin. Kitin dalam
cangkang udang terdapat sebagai mukopolisakarida yang berikatan dengan garam-garam anorganik, terutama kalsium karbonat CaCO
3
, protein dan lipida termasuk pigmen-pigmen. Oleh karena itu untuk
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
tersebut dimiliki oleh oligomer dari kitosan oligokitosan. Oligokitosan merupakan senyawa hasil hidrolisis kitosan, baik secara kimiawi
dengan asam kuat, secara enzimatis dengan enzim kitosanase, dan menggunakan iradiasi.
2.2 Radiasi
2.2.1 Macam-macam Radiasi
Ada tiga jenis radiasi yang sering kali dipancarkan dari inti radioaktif yaitu radiasi alfa, beta, dan gamma.
1. Partikel Alfa Radiasi alfa terbentuk oleh partikel zat yang terdiri dari dua
proton dan dua neutron. Jadi, partikel alfa sama dengan inti Helium yang kehilangan dua buah elektron. Di dalam udara
partikel alfa terdapat dalam rentang kira-kira 5 cm, tetapi di dalam jaringan kurang dari 100µ Leswara, 2008.
2. Partikel Beta Radiasi beta ada dua jenis, oleh karena itu kita mengenal dua
jenis elektron yaitu negatron elektron bermuatan negatif dan positron elektron bermuatan positif. Positron dan negatron adalah
sama, kecuali dalam hal muatannya yaitu +1 dan -1. Elektron – elektron ini dipancarkan dari inti radioaktif yang disebut partikel
beta. Partikel beta mempunyai rentang lebih dari 3 meter di dalam udara dan kira-kira 1 mm di dalam jaringan Leswara, 2008.
3. Radiasi Gamma Radiasi gamma adalah gelombang elektromagnetik sedangkan
radiasi alfa dan beta adalah partikel. Sinar gamma dipancarkan sebagai foton atau kuantum energi dengan kecepatan c = 3,0 x 10
10
cmdet. Perbedaan radiasi gamma dengan sinar X dan sinar UV, sinar tampak dan sinar lainnya hanya dalam panjang gelombang
atau frekuensinya. Sinar gamma mempunyai penetrasi yang paling
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
besar diantara radiasi – radiasi yang dipancarkan oleh radioisotop kecuali netrino dan dapat dengan mudah menembus jaringan
lebih dari 30 cm dan timbal Pb dengan ketebalan beberapa inci Leswara, 2008.
2.2.2 Fungsi Radiasi
Proses radiasi saat ini banyak digunakan dalam berbagai bidang seperti sterilisasi alat-alat kedokteran, pengawetan bahan
makanan, serta digunakan juga untuk diagnosa maupun terapi suatu penyakit yang dalam hal ini digunakan suatu radionuklida. Selain itu
radiasi juga dapat berfungsi sebagai salah satu metode untuk memutus bobot molekul suatu senyawa. Proses radiasi adalah metode yang
paling menjanjikan, karena prosesnya yang sederhana, dapat dilakukan pada suhu kamar dan tidak ada pemurnian produk yang diperlukan
setelah pengolahan. Proses radiasi juga tidak menyebabkan perubahan struktur utama dari suatu senyawa yang diputus berat molekulnya
Chmielewski, 2010. Sinar radiasi yang umunya digunakan saat ini adalah radiasi
sinar gamma. Daya tembus dari sinar gamma memiliki banyak aplikasi dalam kehidupan manusia, dikarenakan sinar gamma dapat menembus
beberapa bahan, dan sinar gamma tidak akan membuatnya menjadi radioaktif. Sejauh ini ada tiga radionuklida pemancar gamma yang
paling sering digunakan yakni cobalt-60, cesium-137 dan technetium- 99m.
1. Cesium -137 digunakan dalam perawatan kanker, mengukur dan mengontrol aliran fluida pada beberapa proses industri,
menyelidiki subterranean strata pada oil wells, dan memastikan level pengisian yang tepat untuk paket makanan, obat – obatan dan
produk yang lain.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Cobalt-60 bermanfaat untuk: sterilisasi peralatan medis di rumah sakit, pasteurize beberapa makanan dan rempah, sebagai terapi
kanker, dan mengukur ketebalan logam dalam stell mills. 3. Tc-99m adalah isotop radioaktif yang paling banyak digunakan
secara luas untuk studi diagnosa sebagai radiofarmaka. Technetium-99m memiliki waktu paruh yang lebih singkat.
Radiofarmaka ini digunakan untuk mendiagnosa otak, tulang, hati dan juga mampu menghasilkan pencitraan yang dapat digunakan
untuk mendiagnosa aliran darah pasien
2.3 Metode Perhitungan Bobot Molekul
2.3.1 Viskometer
Hwang et al., 1997
Viskositas merupakan ukuran yang menyatakan kekentalan suatu larutan polimer. Perbandingan antara viskositas larutan polimer
terhadap viskositas pelarut murni dapat dipakai untuk menentukan massa molekul nisbi polimer. Keunggulan dari metode ini adalah lebih
cepat, lebih mudah, alatnya murah serta perhitungannya lebih sederhana. Alat yang digunakan adalah viskometer Ostwald.
Berat molekul kitin dan kitosan diukur berdasarkan viskositas intrinsik ƞ . Sejumlah kitosan dilarutkan dalam 0,05, 0,1, 0,2, dan 0,3
M NaCl 0,1 M CH
3
COOH lalu dimasukkan ke dalam viskometer. Kemudian 10 mL pelarut dimasukkan ke dalam tabung viskometer
Ostwald dalam media air pada suhu 25°C. Data yang diperoleh dipetakan pada grafik
ƞ
sp C terhadap C. Viskositas intrinsik adalah titik pada grafik yang menunjukkan nilai C=0. Berat molekul
ditentukan berdasarkan persamaan Mark-Houwink yaitu:
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
[ƞ ] = kM
α
Keterangan: [ƞ ] = viskositas intrinsik
k = konstanta pelarut
α = konstanta
M = berat molekul
2.4 Inflamasi
2.4.1 Definisi
Inflamasi adalah reaksi tubuh terhadap adanya infeksi, iritasi atau zat asing, sebagai upaya mekanisme pertahanan tubuh. Pada
reaksi inflamasi akan terjadi pelepasan histamin, bradikinin,
prostaglandin, ekstravasasi cairan, migrasi sel, kerusakan jaringan dan perbaikannya yang ditujukan sebagai upaya pertahanan tubuh
dan biasanya respon ini terjadi pada beberapa kondisi penyakit yang serius,
seperti penyakit kardiovaskular, gangguan inflamasi dan autoimun, kondisi neurodegeneratif, infeksi dan kanker Kumar et al., 2010
Chippada et al., 2011. Ada empat tanda klinis terjadinya inflamasi yaitu rubor
kemerahan, tumor pembengkakan, kalor panas, dolor rasa nyeri, dan functio laesa kehilangan fungsi. Kemerahan terjadi pada tahap
pertama dari inflamasi. Darah berkumpul pada daerah cedera jaringan akibat pelepasan mediator kimia tubuh kinin, prostaglandin, dan
histamin. Pelepasan histamin menyebabkan dilatasi arteriol. Pembengkakan merupakan tahap kedua dari inflamasi, dimana plasma
masuk ke dalam jaringan interstitial pada tempat cedera. Kinin mendilatasi arteriol dan meningkatkan permeabilitas kapiler. Rasa
panas pada tempat inflamasi disebabkan oleh bertambahnya pengumpulan darah dan mungkin juga dapat disebabkan oleh pirogen
substansi yang menimbulkan demam yang mengganggu pusat
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
pengatur panas pada hipotalamus. Adanya pembengkakan serta pelepasan mediator-mediator kimia menyebabkan timbulnya rasa
nyeri. Rasa nyeri dan terjadinya penumpukan cairan pada tempat cedera jaringan dapat menyebabkan gangguan mobilisasi pada daerah
yang terkena Kee Hayes, 1993.
2.4.2 Mekanisme Inflamasi Akut
Ada dua fase yang terjadi dalam mekanisme inflamasi akut yaitu fase perubahan vaskular dan fase reaksi selular. Fase perubahan
vaskular terjadi pada pembuluh darah. Mula-mula akan terjadi vasokonstriksi yaitu penyempitan pembuluh darah terutama pembuluh
darah kecil arteriol. Proses ini dapat berlangsung beberapa detik sampai beberapa menit tergantung pada kerasnya jejas. Kemudian
akan terjadi vasodilatasi yang dimulai dari pembuluh arteriol yang tadinya menyempit lalu diikuti oleh bagian lain pembuluh darah itu.
Akibat dilatasi ini, maka aliran darah akan bertambah sehingga pembuluh darah akan penuh terisi darah dan tekanan hidrostatiknya
meningkat, yang selanjutnya dapat menyebabkan keluarnya cairan plasma dari pembuluh darah itu. Setelah itu, aliran darah melambat
karena permeabilitas kapiler juga bertambah. Sehingga cairan darah dan protein akan keluar dari pembuluh darah dan mengakibatkan darah
menjadi kental. Proses tersebut dikenal dengan proses eksudasi. Keseluruhan proses ini terjadi akibat adanya zat kimia yang
menyerupai histamin dan prostaglandin Pringgoutomo, 2002. Setelah fase vaskuler selesai, terjadi reaksi seluler pada daerah
yang mengalami inflamasi. Fase ini dimulai setelah sel darah putih dalam darah berpindah ke tempat cedera atau infeksi. Sel - sel darah
putih dan trombosit tertarik ke daerah tersebut oleh zat - zat kimia yang dihasilkan dari sel yang cedera, sel mast, melalui pengaktifan
komplemen, dan pembentukan sitokinin yang terjadi setelah antibodi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
berikatan dengan antigen. Tertariknya sel darah putih ke area cedera disebut kemotaksis. Ketika berada di area tersebut, berbagai stimulant
menyebabkan sel endotel kapiler dan sel darah putih, terutama neutrofil dan monosit menghasilkan molekul adhesi komplementer.
Neutrofil merupakan sel pertama yang tiba di daerah yang mengalami inflamasi. Neutrofil bekerja dengan memfagositosis, mendegradasi sel
debris, serta membunuh mikroba. Neutrofil dapat
membunuh mikroorganisme melalui dua cara yaitu menggunakan enzim lisosomal
pencernaan dan memproduksi okigen bebas radikal Corwin Elizabeth, 2008
Urutan proses yang terjadi pada leukosit terdiri atas penepian marginasi, pelekatan sticking, diapedesis emigrasi, dan
fagositosis. Proses marginasi adalah proses ketika sel darah putih melekat pada sel endotel, sehingga sel darah putih bergerak ke perifer
kapiler. Proses ini ditandai dengan terjadinya emigrasi sel darah putih disepanjang kapiler yang kemudian mengelilingi dan memfagositosis
sel yang rusak. Trombosit yang memasuki area tersebut merangsang pembekuan untuk mengisolasi infeksi dan mengontrol perdarahan. Sel
– sel yang tertarik ke daerah cedera akhirnya akan berperan melakukan penyembuhan Corwin Elizabeth, 2008
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 4 Skema Mekanisme Inflamasi Akut Pringgoutomo, 2002
2.4.3 Penyebab Inflamasi
Penyebab yang paling umum dari proses peradangan antara lain :
1. Infeksi mikrobial bakteri piogenik, virus 2. Agen fisik trauma, radiasi pengion, panas, dan dingin
3. Cedera kimiawi korosif, asam, basa, agen pereduksi, dan toksin bakteri
Jejas
Stimulasi Saraf
Kerusakan Jaringan Mediator
Permeabilitas meningkat Dilatasi
pembuluh darah
Protein keluar koloid osmotik darah menurun
Eksudasi koloid osmotik diluar pembuluh darah meningkat
Retardasi marginasi
Statis Emigrasi leukosit
Trombosis Enzim proteolitik
PUS Nekrosis
Kemotaksis
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4. Jaringan nekrosis misalnya infark iskemik 5. Reaksi hipersensitivitas misalnya parasit dan basil tuberkolosis
Underwood, 1999.
2.4.4 Tipe Inflamasi
Berdasarkan waktu kejadiannya inflamasi diklasifikasikan menjadi : 1. Inflamasi akut, yaitu inflamasi yang terjadi dalam waktu yang
segera dan hanya dalam waktu yang tidak lama terhadap cedera jaringan. Karakteristik utamanya adalah adanya eksudasi cairan
edema dan emigrasi sel polimorfonuklear neutrofil. 2. Inflamasi kronis, yaitu inflamasi yang terjadi dalam waktu dan
durasi yang lebih lama dengan melibatkan limfosit serta makrofag dan menimbulkan proliferasi pembuluh darah serta pembentukan
jaringan parut.
Berdasarkan pada karakteristik utama inflamasi kronik dan akut, dapat dibedakan menurut jenis eksudat dan variabel morfologi :
a. Inflamasi serosa Inflamasi serosa dicerminkan oleh akumulasi cairan dalam
jaringan dan menunjukkan sedikit peningkatan permeabilitas vaskuler. Pada peritoneum, pleura, dan perikardium keadaan ini
dinamakan efusi, namun dapat juga ditemukan ditempat lain misalnya lepuh karena luka bakar pada kulit.
b. Inflamasi fibrinosa Inflamasi
fibrinosa merupakan
keadaan meningkatnya
permeabilitas vaskular yang lebih nyata, disertai eksudat yang mengandung fibrinogen dalam jumlah besar. Fibrinogen tersebut
akan diubah menjadi fibrin melalui sistem koagulasi. Keterlibatan permukaan serosa misalnya perikardium atau pleura disebut
dengan istilah perikarditis fibrinosa atau pleuritis fibrinosa.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
c. Inflamasi supuratif atau purulen Pola ini ditandai oleh eksudat purulen pus atau nanah yang terdiri
atas leukosit dan sel – sel nekrotik. Istilah abses mengacu kepada kumpulan inflamasi purulen setempat yang disertai dengan
nekrosis likuefaksi misalnya abses stafilokokus. d. Ulkus
Ulkus merupakan erosi lokal pada permukaan epitel yang ditimbulkan oleh jaringan nekrotik yang mengelupas atau
mengalami inflamasi misalnya ulkus lambung Richard, et.al 2006.
2.4.5 Mediator Inflamasi
Selama berlangsungnya proses inflamasi banyak mediator kimia yang dilepaskan dari plasma, sel atau jaringan yang rusak.
Mediator inflamasi dibagi dalam beberapa kelompok : 1. Amin vasoaktif : histamin dan serotonin
2. Protein plasma : komplemen, kinin, dan sistem pembekuan 3. Metabolit asam arakidonat : prostaglandin, leukotrien, dan lipoksin
4. Platelet-Activating Factor PAF 5. Sitokin dan kemokin
6. Nitrogen oksida 7. Konstituen lisosom pada leukosit
8. Radikal bebas yang berasal dari oksigen 9. Neuropeptida dan mediator lainnya
Beberapa mediator inflamasi yang penting antara lain : a. Histamin dan Serotonin
Histamin dan serotonin merupakan dua dari beberapa mediator pertama dalam proses inflamasi. Pelepasan histamin dan
serotonin menyebabkan
vasodilatasi dan
peningkatan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
permeabilitas vaskuler. Kedua mediator ini berasal dari sel mast, basofil, dan trombosit. Beberapa faktor yang menyebabkan
pelepasan amin dari sel mast adalah sebagai berikut : 1. Adanya agen fisik trauma atau panas
2. Reaksi imun yang melibatkan Ig E 3. Fragmen komplemen C3a serta C5a anafilatoksin
4. Sitokin IL 1 serta IL 8 5. Faktor –faktor pelepasan histamin yang berasal dari leukosit.
b. Komplemen C3a dan C5a C3a
dan C5a
disebut juga
sebagai anafilatoksin.
Anafilatoksin mampu memicu degranulasi pada sel endotelial, mastosit, dan fagosit yang lebih lanjut memicu respon peradangan.
C3a dan
C5a merupakan polipeptida yang
berfungsi layaknya sitokin yang hanya dilepaskan pada area peradangan.
C3a dan C5a akan menstimulasi pelepasan histamin dari sel mast dan dengan demikian terjadi peningkatan permeabilitas vaskular
dan vasodilatasi. C5a juga mengaktifkan metabolisme arakidonat sehingga terjadi pelepasan mediator inflamasi tambahan.
c. Bradikinin Pelepasan bradikinin menyebabkan timbulnya rasa nyeri,
vasodilatasi dan edema pembengkakan yang terjadi dalam proses inflamasi. Bradikinin bukan merupakan zat kemotaksis. Bradikinin
dihasilkan dari pemecahan protein plasma kininogen oleh enzim protease spesifik kalikrein. Kalikrein juga memiliki aktivitas
kemotaktik dan menyebabkan agregasi neutrofil.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
d. Prostaglandin Prostaglandin merupakan golongan asam lemak rantai
panjang turunan dari asam arakidonat dan disintesis oleh berbagai jenis sel. Prostaglandin dihasilkan melalui jalur siklooksigenase.
Terdapat beberapa jenis prostaglandin antara lain prostaglandin I
2
prostasiklin dan
prostaglandin E
2
yang menyebabkan
vasodilatasi. Selain itu prostaglandin E
2
juga dapat meningkatkan sensitivitas terhadap rangsangan nyeri dan dapat memediasi
demam Richard et al., 2006. Prostaglandin memiliki sejumlah efek fisiologi dan
farmakologi luas, antara lain terhadap otot polos dinding pembuluh, rahim, bronchi, dan lambung – usus, agregasi
trombosit, produksi hormon, lipolisis di depot lemak dan SSP. Senyawa ini terbentuk bila membran sel mengalami kerusakan
oleh suatu rangsangan kimiawi, fisik atau mekanis, maka enzim fosfolipase diaktifkan untuk mengubah fosfolipida yang terdapat di
daerah tersebut menjadi asam arakidonat yang kemudian sebagiannya diubah oleh enzim siklooksigenase menjadi asam
enderoperoksida dan seterusnya menjadi zat – zat prostaglandin. Bagian lain dari arakidonat diubah oleh enzim lipoksigenase
menjadi zat-zat leukotrien Tjay Rahardja, 2007.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 5 Diagram metabolisme asam arakidonat Tjay dan Rahardja, 2007
e. TNF dan IL-1 TNF dan IL-1 merupakan sitokin utama yang memediasi
inflamasi. Kedua sitokin ini terutama diproduksi oleh sel-sel makrofag aktif. Kerjanya yang paling penting dalam proses
inflamasi meliputi efek pada endothelium, leukosit, dan induksi reaksi sistemik fase akut. Sekresi TNF dan IL-1 distimulasi oleh
endotoksin, kompleks imun, toksin, jejas fisik, dan berbagai produk inflamasi. TNF dan IL-1 menginduksi aktivasi endotel
yang meliputi induksi molekul adhesi endotel dan mediator kimia sitokin lainnya seperti IL-6, IL-8, faktor pertumbuhan, PGI
2
, PAF
Fosfolipida membran sel
Lipooksigenase Asam arakidonat
Siklooksigenase
Asam hidroperoksida
Endoperoksida
Leukotrien Peradangan,
vasokonstriksi, dan
permeabilitas meningkat
COX - 1 COX - 2
Tromboksan TXA
2
Vasokonstriksi, bronko -
konstriksi, dan agregasi
meningkat Prostasiklin
PGI
2
Proteksi lambung,
vasodilatasi, dan
antiagregasi Prostaglandin
PGE
2
PGF
2
Peradangan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dan nitrit oksida. Kedua sitokin ini juga menginduksi enzim- enzim yang berkaitan dengan remodeling matriks dan peningkatan
trombogenisitas endotel. IL-1 dan TNF menginduksi respon fase akut sistemik yang
menyertai infeksi atau jejas seperti demam, anoreksia, letargi, neutrofilia, pelepasan kortikotropin serta kortikosteroid, dan efek
hemodinamik akibat oleh syok septik-hipotensi, penurunan
resistensi vaskular, peningkatan frekuensi jantung serta asidosis.
Gambar 6 Berbagai efek utama yang ditimbulkan oleh IL-1 dan TNF pada inflamasi Richard, 2006
Produk bakteri, kompleks imun,
toksin, jejas fisik, sitokin lainnya
AKTIVASI MAKROFAG
dan sel lainnya
IL-1 TNF Reaksi Fase Akut
Demam, tidur, selera makan, protein fase akut
meningkat, efek hemodinamik syok,
neutrofilia
Efek Endotelial Daya rekat leukosit, sintesis
PGI, aktivitas prokoagulan meningkat, aktivitas
antikoagulan menurun, IL-1, IL-8, IL-16, PDGF
meningkat
Efek Fibroblas Proliferasi, sintesis kolagen,
kolagenase, protease, sintesis PGE meningkat
Efek Leukosit Sekresi sitokin meningkat
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.5 Obat Anti Inflamasi
2.5.1 Obat Anti Inflamasi Steroid
Kortikosteroid seperti deksametason, prednison, prednisolon, seringkali digunakan sebagai obat anti inflamasi. Kelompok obat ini
dapat mengendalikan anti inflamasi dengan menekan atau mencegah banyak komponen dari proses inflamasi pada tempat cedera.
Kortikosteroid disintesis secara alami di korteks adrenal dan merupakan hasil biosintesis dari kolesterol. Mekanisme kerja anti
inflamasi steroid adalah mengambat berbagai sel yang memproduksi faktor-faktor penting untuk membangkitkan respon radang Gilman,
2008.
2.5.2 Obat Anti Inflamasi Non Steroid
Obat – obat yang termasuk dalam golongan ini adalah indometasin, asam mefenamat, ibu profen, asam salisilat, diklofenak,
dan fenilbutazon. Mekanisme kerja dari obat ini adalah menghambat sintesis prostaglandin atau siklooksigenase, dimana enzim tersebut
mengkatalisis pembentukan asam arakidonat menjadi prostaglandin dan tromboksan Gilman, 2008.
2.6 Uji Aktivitas Anti inflamasi Metode Stabilisasi Membran Eritrosit
Berbagai metode dapat digunakan untuk menguji aktivitas anti inflamasi dari suatu obat, kandungan kimia, maupun herbal. Metode yang
dapat dilakukan secara in vivo antara lain pembentukan edema buatan, eritema, iritasi dengan panas, pembentukan kantong granuloma, iritasi pleura,
dan penumpukan kristal sinovitis Vogel, 2002 Turner, 1965. Selain itu, metode in vitro juga dapat dilakukan unutk menguji aktivitas anti inflamasi,
antara lain pelepasan fosforilasi oksidatif ATP, menghambat denaturasi protein, stabilisasi
membran eritrosit, stabilisasi
membran lisosomal,
pengujian fibrinolitik dan agregasi platelet Oyedapo et al., 2010.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Sel darah merah manusia eritrosit telah digunakan sebagai suatu model untuk mempelajari interaksi antara obat dengan membran. Obat-obatan
seperti anastetik transquilisers dan obat anti inflamasi non steoid dapat menstabilkan eritrosit untuk melawan terjadinya haemolisis hipotonik pada
konsentrasi rendah. Ketika sel darah merah mengalami stress hipotonik, pelepasan hemoglobin Hb dari sel darah merah dapat dicegah oleh agen anti
inflamasi Kumar, 2011. Membran sel darah merah merupakan analog dari membran lisosomal.
Enzim lisosomal yang dilepaskan selama inflamasi menyebabkan berbagai gangguan pada jaringan, kerusakan makromolekul, dan peroksidasi lipid yang
dianggap dapat bertanggung jawab pada kondisi patologis tertentu seperti serangan jantung, syok septik, rheumatoid artritis, dan lain - lain. Aktivitas
ekstraseluler dari enzim ini dianggap berhubungan pada inflamasi akut dan kronik Chippada et al., 2011.
Stabilisasi dari membran lisosomal merupakan hal yang sangat penting pada respon inflamasi dengan menghambat pelepasan konstituen lisosomal
yang mengaktifkan neutrofil seperti enzim, bakterisidal, dan protease, yang dapat menyebabkan peradangan pada jaringan dan kerusakan selama extra
cellular release atau dengan menstabilkan membran lisosomal Kumar et al., 2011.
Kerusakan pada membran lisosomal biasanya memicu pelepasan fosfolipase A2 yang menyebabkan hidrolisis fosfolipid untuk memproduksi
mediator inflamasi. Stabilisasi membran pada sel ini menghambat lisis dan pelepasan isi dari sitoplasma yang ikut membatasi kerusakan jaringan dan
eksaserbasi dari respon inflamasi. Oleh karena itu, diharapkan senyawa dengan aktivitas penstabil membran dapat memberikan perlindungan secara
signifikan pada membran sel dalam melawan pelepasan zat-zat penyebab luka Karunanithi, 2012.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.7 Spektofotometri UV-Vis
Metode spektrofotometri ultraviolet dan sinar tampak telah banyak diterapkan untuk penetapan senyawa-senyawa organik yang umumnya
dipergunakan untuk penentuan senyawa dalam jumlah yang sangat kecil. Prinsip kerjanya berdasarkan pada penyerapan cahaya atau energi radiasi oleh
suatu larutan. Jumlah cahaya atau energi radiasi yang diserap memungkinkan pengukuran jumlah zat penyerap dalam larutan secara kuantitatif Triyati,
1985. Spektrum elektromagnetik pada spektrofotometri UV-Vis adalah 200-
750 nm. Sinar ultraviolet mempunyai panjang gelombang 200-400 nm, sementara sinar tampak mempunyai panjang gelombang 400 - 750 nm
Gholib, 2007. Metode spektrofotometri ultraviolet dan sinar tampak didasarkan pada
penggunaan hukum Lambert-Beer. Hukum tersebut menyatakan bahwa jumlah radiasi cahaya tampak, ultraviolet dan cahaya-cahaya lain yang diserap
atau ditransmisikan oleh suatu larutan merupakan suatu fungsi eksponen dari konsentrasi zat dan tebal larutan Triyati, 1985. Hubungan antara intensitas,
tebal medium dan konsentrasi zat digambarkan dengan persamaan yang sesuai dengan Hukum Lambert-Beers, yakni :
Keterangan : A : Absorban
a : absorptivitas b : tebal kuvet cm
c : konsentrasi A = a . b . c
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Mekanisme kerja spektrofotometer UV –Vis dapat diuraikan sebagai berikut :
1. suatu sumber cahaya dipancarkan melalui monokromator. 2. Monokromator menguraikan sinar yang masuk dari sumber cahaya
tersebut menjadi pita-pita panjang gelombang yang diinginkan untuk pengukuran suatu zat tertentu, yang menunjukkan bahwa setiap gugus
kromofor mempunyai panjang gelombang maksimum yang berbeda. 3. Dari monokromator tadi cahayaenergi radiasi diteruskan dan diserap
oleh suatu larutan yang akan diperiksa di dalam kuvet. 4. Kemudian jumlah cahaya yang diserap oleh larutan akan menghasilkan
signal elektrik pada detektor, yang mana signal elektrik ini sebanding dengan cahaya yang diserap oleh larutan tersebut.
5. Besarnya signal elektrik yang dialirkan ke pencatat dapat dilihat sebagai angka Triyati, 1985.
26
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tempat Dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari-Agustus 2014 di Laboratorium Kelompok Bahan Kesehatan, Bidang Proses Radiasi, Pusat
Aplikasi Isotop dan Radiasi PAIR, Badan Tenaga Nuklir Nasional BATAN Jalan Lebak Bulus Raya No.9 Pasar Jumat Jakarta Selatan serta di Laboratorium
Pharmacy Sterile Technology PST. FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.2 Bahan
3.2.1 Bahan Uji
Bahan uji yang digunakan adalah kitosan yang diproduksi oleh Badan Tenaga Nuklir Nasional BATAN, Pusat Aplikasi Isotop dan
Radiasi PAIR dan sel darah merah manusia.
3.2.2 Bahan Kimia
Bahan-bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini adalah NaCl Merck, dapar posfat pH 7,4 0,15 M, natrium diklofenak P.T
Indofarma, asam asetat Merck, natrium asetat Merck, natrium hidroksida, alkohol, dan aquades.
3.3 Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari Iradiator gamma IRKA, Spektrofotometer UV-Vis U 2910, sentrifugator, tabung EDTA,
tabung sentrifus, autoklaf All American, spuit, gelas ukur, timbangan analitik Acculab BL-2015, pH meter, water bath, gelas kimia, labu ukur, labu
erlemeyer, mikropipet, tips, pipet tetes, batang pengaduk, spatula, termometer, viskometer Ostwald Cannon P 865, laminar air flow, NMR Jeol JNM ECA-
500, kuvet, dan kaca arloji.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.4 Prosedur Kerja
3.4.1 Penyiapan Kitosan
Kitosan yang akan digunakan, diproduksi oleh BATAN. Kitosan ini berasal dari limbah kulit udang yang diambil bagian
punggungnya. Selanjutnya diproses secara kimiawi melalui proses deproteinasi, demineralisasi, dan deasetilasi.
3.4.2 Iradiasi
Pada proses ini dilakukan iradiasi terhadap kitosan. Sumber radiasi menggunakan radiasi gamma
60
Co dengan berbagai dosis iradiasi. Kitosan dikemas dalam 3 tiga kantong plastk klip dan masing-
masing diberi label 50, 100, dan 150 kGy. Kemudian kitosan yang telah dikemas tersebut di masukan kedalam iradiator. Iradiasi dilakukan
dengan kecepatan dosis 10 kGyjam.
3.4.3 Perhitungan Derajat Deasetilasi
Derajat deasetilasi diukur menggunakan instrument
1
H NMR. Kitosan dilarutkan dalam D
2
O dan asam asetat D
2
O. Kemudian kitosan yang telah dilarutkan diinjeksikan kedalam insterumen
1
H NMR Jeol JNM ECA-500.
3.4.4 Perhitungan Bobot Molekul
Dibuat larutan kitosan dari setiap dosis iradiasi dengan konsentrasi 0,1, 0,2, 0,3, dan 0,4 dalam larutan buffer asetat pH
4,3. Kemudian didiamkan selama 24 jam. Setelah itu sebanyak 10 mL pelarut dimasukkan ke dalam tabung viskometer Ostwald dalam media
air pada suhu 25°C. Lalu cairan dihisap dengan menggunakan pushball sampai melewati 2 batas. Kemudian siapkan stopwatch, lalu kendurkan
cairan sampai batas pertama lalu mulai penghitungan. Hasil yang diperoleh dicatat. Pengukuran dilakukan sebanyak tiga kali. Langkah
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
yang sama juga dilakukan pada masing-masing larutan kitosan. Viskositas spesifik dihitung dengan persamaan dibawah ini :
ƞ
sp
=
dimana ƞ
sp
adalah viskositas spesifik, t2 adalah waktu alir untuk larutan dan t1 adalah waktu alir untuk pelarut Viskositas intrinsik diperoleh
dengan memplotkan hasil ƞ
sp
C terhadap C. Kemudian bobot molekul kitosan dihitung dengan menggunakan persamaan Mark-Houwink.
[ƞ ] = kMv
α
Keterangan: [ƞ ] = viskositas intrinsic mLgr
Mv = berat molekul viskositas rata-rata k dan α = tetapan khas untuk polimer dan pelarutnya
k = 1,181 x 10
-3
α = 0,93 pada suhu 25°C
Hwang et al., 2000
3.4.5 Uji Aktivitas Anti inflamasi Metode Stabilisasi Membran Eritrosit
3.4.5.1 Pembuatan Larutan yang Dibutuhkan
a. Pembuatan Dapar Posfat 0,15 M pH 7,4
Sebanyak 2,67 gram dinatrium hydrogen posfat dihidrat Na
2
HPO
4
. 2H
2
O dilarutkan dalam 100 mL aquades. Kemudian sebanyak 2,07 gram natrium
dihidrogen posfat monohidrat NaH
2
PO
4
. H
2
O dilarutkan dalam 100 mL aquades. Kemudian 81 mL larutan
Na
2
HPO
4
. 2H
2
O 0,15 M dicampurkan dengan 19 mL larutan NaH
2
PO
4
. H
2
O 0,15 M pada suhu ruang Ruzin, 1999.
Kemudian disterilisasi menggunakan autoklaf 121°C selama 15 menit.