Gambar 8. Stabilisas positif t
Berdasark menggunakan me
menunjukkan bahw aktivitas tertinggi s
secara statistik, y berbeda secara berm
Na diklofenak seba
4.1.4. Hasil Anal
Data pers kGy, 100 kGy,da
persyaratan yaitu Shapiro-Wilk dan uj
stabilitas membran s
0.00 10.00
20.00 30.00
40.00 50.00
60.00
Kito 0 Stabilitas
25.05
P e
rs e
n ta
se S
ta b
il it
a s
UIN Syarif Hidayat
lisasi membran SDM rata-rata dari larutan uji d if terhadap induksi panas dan larutan hipotonik
arkan perhitungan hasil uji aktivitas anti infla metode stabilisasi membran sel darah mer
hwa kitosan hasil iradiasi dengan dosis 100 kGy i sebagai anti inflamasi. Hal ini juga ditunjang d
k, yang menunjukkan bahwa kitosan hasil iradi ermakna terhadap larutan uji yang lain namun ide
bagai kontrol positif.
Analisa Statistik
ersen stabilitas membran sel darah merah kitosa ,dan 150 kGy pada konsentrasi 100μ gml di
tu uji normalitas dan uji homogenitas. Hasil uj n uji homogenitas Levene menunjukkan bahwa dat
an sel darah merah terdistribusi normal dan homoge
Kito 0 Kito 50
Kito 100 Kito 150
Na Diklo 25.05
36.28 55.87
39.93 55.59
yatullah Jakarta
ji dan kontrol onik.
nflamasi dengan erah manusia,
Gy mempunyai dengan analisa
adiasi 100 kGy identik terhadap
osan 0 kGy, 50 dilakukan uji
l uji normalitas data nilai persen
ogen p≥0,05.
Na Diklo 55.59
Kito 0 Kito 50
Kito 100 Kito 150
Na Diklo
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 1.6 Nilai Persen Rata-Rata Stabilitas Membran Sel Darah Merah Kitosan dan Natrium Diklofenak pada Konsentrasi 100 ppm
Sampel Uji Rata-rata Stabilitas
Natrium Diklofenak
55,58
Kitosan 0 kGy
25,05
Kitosan 50 kGy
36,27
Kitosan 100 kGy
55,87
Kitosan 150 kGy
39,92
Hasil analisa statistik ANOVA menunjukkan bahwa persen stabilitas berbeda secara bermakna p0,05 kemudian dilanjutkan dengan uji beda nyata
terkecil BNT terhadap persen stabilitas kelompok. Persen stabilitas kitosan 100 kGy berbeda secara bermakna terhadap kitosan 0, 50, dan 150 kGy. Namun
identik terhadap Na Diklofenak sebagai kontrol positif.
4.2. Pembahasan 4.2.1. Derajat Deasetilasi DDA Kitosan
Parameter utama yang mempengaruhi karakteristik kitosan adalah derajat deasetilasi dan berat molekul. Dua parameter tersebut dapat berpengaruh
pada kelarutan, sifat reologi serta sifat fisik dari kitosan. Derajat deasetilasi diukur untuk mengetahui berapa banyak gugus asetil yang telah hilang.
Semakin besar derajat deasetilasinya maka semakin banyak kitosan yang telah terbentuk. Ketika derajat deasetilasi kitin telah mencapai 50, ini
menyebabkannya larut dalam asam dan disebut sebagai kitosan. Kelarutan ini disebabkan oleh adanya gugus NH
2
pada posisi C-2 pada gugus D-Glukosamin. Gugus NH2 tersebut membuat kitosan bersifat polikationik sehingga dapat lebih
larut dalam asam serta membuat aplikasi penggunaan kitosan semakin besar. Berikut ini adalah beberapa formula yang dapat digunakan untuk
menghitung derajat deasetilasi dari kitosan :
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
= x 100
1
= [1 x 100
2 =
x 100 3
Formula 1 dan 2 tidak dapat digunakan karena peak pada H-Ac mengalami overlapping dengan asam asetat pada sampel Lavertu, 2003. Oleh karena itu
perhitungan DDA hanya dapat dihitung dengan menggunakan formula 3. Dari hasil pengamatan diperoleh DDA kitosan non radiasi sebesar 96,658 dan
DDA kitosan hasil iradiasi sebesar 94,073. Hasil ini menunjukkan bahwa proses deasetilasi kitin menjadi kitosan yang dilakukan oleh BATAN telah
mampu menghasilkan kitosan dengan derajat deasetilasi yang tinggi. Proses deasetilasi kitin menjadi kitosan yang dilakukan menggunakan NaOH dengan
konsentrasi 50 selama 8 jam sambil dipanaskan pada suhu 95°C. Derajat deasetilasi yang tinggi menunjukan semakin banyak gugus asetil
yang diubah menjadi gugus amino. Gugus amino bebas dalam bentuk NH
2
maupun dalam keadaan terprotonasi NH
3 +
dapat berpengaruh terhadap aktivitas biologis yang dimiliki oleh kitosan. Beberapa penelitian menunjukan bahwa
derajat deasetilasi yang tinggi dapat meningkatkan aktivitas biologis yang dimiliki kitosan Park et.al.,2011. Berdasarkan hasil ini juga dapat dilihat
bahwa radiasi tidak menyebabkan peningkatan derajat deasetilasi kitosan karena radiasi tidak menyebabkan pemutusan pada gugus asetil pada stuktur kitin.
4.2.2. Berat Molekul Kitosan
Berat molekul dapat mempengaruhi karakteristik fisika dari suatu polimer seperti kitosan. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengukur
berat molekul kitosan adalah metode viskometer menggunakan viskometer
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Cannon. Metode ini mempunyai beberapa keuntungan yaitu lebih mudah, lebih cepat, dan cara perhitungannya yang sederhana.
Prinsip pengukuran dengan menggunakan metode ini adalah dengan mengukur waktu yang dibutuhkan oleh sejumlah cairan tertentu untuk mengalir
pada pipa kapiler pada jarak tertentu dan gaya yang disebabkan oleh berat cairan itu sendiri. Dari tabel 1.4 terlihat bahwa kitosan yang tidak diradiasi mempunyai
berat molekul viskositas Mv sebesar 19.256,405 dalton. Iradiasi dengan dosis 50, 100, dan 150 kGy menyebabkan penurunan berat molekul kitosan menjadi
masing-masing 7.767,204 Da, 3.123,135 Da, dan 2.362,672 Da. Hal ini menunjukan bahwa semakin tinggi dosis radiasi yang digunakan maka semakin
kecil berat molekul yang dihasilkan. Hal tersebut disebabkan karena radiasi menyebabkan pemutusan rantai utama kitosan pada ikatan 1,4 glikosida sehingga
menjadi kitosan dengan rantai yang lebih pendek. Semakin pendek jumlah rantai polimer maka semakin kecil berat molekulnya. Polimer dengan jumlah rantai
yang panjang mempunyai berat molekul yang besar dan viskositas yang besar pula.
4.2.3. Stabilisasi Membran Sel Darah Merah
Stabilisasi membran sel darah merah merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk menguji aktivitas anti inflamasi secara invitro. Hal ini
disebabkan karena membran sel darah merah manusia analog dengan membran lisosom yang dapat mempengaruhi proses inflamasi. Stabilitas membran lisosom
ini dapat membatasi respon inflamasi yang terjadi dengan cara mencegah pelepasan isi dari lisosom yang dapat mengaktifkan neutrofil seperti enzim dan
protease yang dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan dan cairan ekstraseluler. Oleh karena itu stabilitas membran sel darah merah yang diinduksi
dengan panas dan larutan hipotonik dapat digunakan sebagai ukuran untuk mengetahui stabilitas membran lisosom Chippada et.al,. 2011.
Kestabilan sel darah merah manusia dapat dilihat ketika sel darah merah diinduksi oleh panas maupun stress hipotonik. Hal tersebut menyebabkan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
terbentuknya stress oksidatif yang dapat menggangu kestabilan biomembrannya. Stress oksidatif dapat menyebabkan oksidasi lipid dan protein sehinggu memicu
kerusakan membran yang ditandai dengan terjadinya hemolisis. Besar kecilnya hemolisis yang terjadi pada membran sel darah merah yang diinduksi panas dan
larutan hipotonik dijadikan sebagai ukuran untuk mengetahui aktivitas anti inflamasi dari kitosan Kumar, 2011.
Aktivitas anti inflamasi dari kitosan dapat dilihat dari adanya penurunan absorbansi pada campuran larutan uji. Semakin kecil nilai absorbansi yang
dihasilkan maka semakin kecil hemolisis yang terjadi, sehingga semakin besar aktivitas anti inflamasi yang dimiliki oleh sampel. Pengukuran absorbansi
dilakukan pada panjang gelombang 560 nm dengan Na diklofenak sebagai kontrol positif. Na diklofenak digunakan sebagai kontrol positif karena Na diklofenak
merupakan obat anti inflamasi non steroid yang bekerja dengan cara mencegah pelepasan mediator anti inflamasi sehingga dapat menghambat sintesis
prostaglandin atau siklooksigenase Gilman et al., 1985. Selain itu Na diklofenak dipilih karena Na diklofenak merupakan OAINS yang banyak digunakan untuk
mengobati inflamasi serta mudah didapatkan. Dari hasil pengamatan yang dilakukan pada kitosan 0, 50, 100, dan 150 kGy pada konsentrasi 100 ppm,
kitosan 100 kGy memiliki aktivitas anti inflamasi yang lebih besar. Konsentrasi 100 ppm dipilih karena berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yousef et.al,.
2012 konsentrasi 100 ppm dapat menekan induksi bakteri lipopolisakarida LPS dan sitokin TNF-α yang dapat berpengaruh pada jalur patogenesis penyakit
radang usus. Hasil persentase stabilitas kitosan 0 kGy sebesar 25,05, kitosan 50
kGy sebesar 36,27, kitosan 100 kGy sebesar 55,87, dan kitosan 150 kGy sebesar 39,92. Kitosan 100 kGy mempunyai aktivitas anti inflamasi yang paling
besar, dimana hasil ini juga sebanding dengan persen stabilitas Na diklofenak yaitu sebesar 55,58. Hal ini juga ditunjang dengan analisa statistik dimana
kelompok perlakuan kitosan 100 kGy mempunyai nilai signufikansi yang lebih