Pengaruh Temperatur Terhadap Kadar Tanin Pada Pembuatan Teh Botol Sosro Di PT Sinar Sosro KPB Deli Serdang

(1)

PENGARUH TEMPERATUR TERHADAP KADAR TANIN PADA PEMBUATAN TEH BOTOL SOSRO

DI PT SINAR SOSRO KPB DELI SERDANG TUGAS AKHIR

OLEH:

TRI WAHYUNI TAMPUBOLON NIM 082410007

PROGRAM STUDI DIPLOMA III ANALIS FARMASI DAN MAKANAN FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

LEMBAR PENGESAHAN

PENGARUH TEMPERATUR TERHADAP KADAR TANIN PADA PEMBUATAN TEH BOTOL SOSRO

DI PT SINAR SOSRO KPB DELI SERDANG

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya Pada Program Diploma III Analis Farmasi dan Makanan

Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

OLEH:

TRI WAHYUNI TAMPUBOLON NIM 082410007

Medan, Juni 2011 Disetujui Oleh: Dosen Pembimbing,

Dra. Herawaty Ginting, M.Si., Apt. NIP 195112231980032002

Disahkan Oleh:

Dekan Fakultas Farmasi USU,

Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. NIP 195311281983031002


(3)

KATA PENGANTAR

Syukur yang tiada henti penulis ucapkan kepada Allah SWT, karena atas limpahan rahmat dan pertolongan-Nya semata penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini.

Adapun judul tugas akhir ini adalah : “ Pengaruh Temperatur Terhadap

Kadar Tanin Pada Pembuatan Teh Botol Sosro Di PT Sinar Sosro KPB Deli Serdang” yang dibuat sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program

Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Dalam penyelesaian tugas akhir ini, penulis menyadari bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak tidak terlepas dari penulis. Untuk itu izinkan penulis dengan tulus hati dalam kesempatan ini menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Kedua orang tua yang tercinta, ayahanda Imran Tampubolon dan ibunda

Tinuria br Manurung yang tak pernah melepaskan perhatiannya kepada

penulis selama meniti masa pendidikan sampai akhirrnya

terselesaikannya tugas akhir ini.

2. Kakanda Yunita Herniati Tpb, Tuty Hermayana Tpb serta adinda

Saifullah Tpb dan Elfri Rahayu Tpb dukungan dan motivasi yang kalian berikan sangat luar biasa hingga terselesaikannya tugas akhir ini.

3. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., sebagai dekan Fakultas

Farmasi Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.Sc., Apt., sebagai kepala koordinator Program Pendidikan Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

5. Ibu Dra. Herawaty Ginting, M.Si., Apt., sebagai dosen pembimbing

yang dengan penuh kesabaran membimbing penulis hingga terselesaikannya tugas akhir ini.


(4)

6. Bapak dan ibu dosen beserta seluruh staf Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Universitas Sumatera Utara.

7. Sahabat seperjuangan di HTI ( Hizbut Tahrir Indonesia), Mba Dew,

Ukhti Nur, Kak Mimi, Kak Wiji, Kak Dewi, Kak Hafni, Kak Khadijah, ukhti Sinta dan yang belum disebutkan, semuanya telah memberikan banyak inspirasi, motivasi, serta dukungan baik materi, dan doa.

8. Seluruh rekan – rekan mahasiswa/i Analis Farmasi dan Makanan

angkatan 2008 yang telah ikhlas berbagi ilmu dan pengalamannya. Penulis menyadari sepenuhnya penulisan tugas akhir ini masih belum sempurna, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan dari berbagai pihak demi perbaikan di masa yang akan datang.

Semoga Allah SWT memberikan rahmat-Nya bagi kita semua dan diharapkan tugas akhir ini bermanfaat bagi pembaca dan penulis sendiri. Aamiin.

Medan, Juni 2011 Penulis


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

Lembar Pengesahan ... i

Kata Pengantar ... ii

Daftar Isi ... iv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujan dan Manfaat ... 2

1.2.1 Tujuan... 2

1.2.2 Manfaat ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1. Uraian Tumbuhan Teh ... 4

2.1.1 Tumbuhan Teh ... 4

2.1.2 Morfologi Tumbuhan Teh ... 5

2.1.3 Sistematika Penamaan Tumbuhan Teh ... 5

2.2. Perkembangan teh di Indonesia ... 6

2.3. Jenis Teh Berdasarkan Pengolahannya ... 7

2.3.1. Teh Oolong ... 7


(6)

2.3.3 Teh Hitam ... 10

2.3.4 White Tea ... 13

2.4 Kandungan Teh ... 14

2.4.1 Tanin ... 15

2.4.1.1 Klasifikasi Tanin ... 16

2.4.1.2 Sifat Umum Tanin ... 19

2.4.1.3 Cara Identifikasi Senyawa Tanin ... 20

BAB III METODOLOGI... 21

3.1. Alat ... 21

3.2 Bahan ... 21

3.3. Pereaksi ... 21

3.4 Prosedur ... 21

3.4.1 Larutan Uji ... 21

3.4.2 Larutan Blanko ... 22

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 24

4.1 Hasil ... 24

4.1.1. KMnO4 yang Terpakai pada Percobaan Larutan Uji ... 24

4.1.2. KmnO4 yang Terpakai pada Percobaan Larutan Blanko ... 24


(7)

4.2. Pembahasan ... 26

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 28

5.1. Kesimpulan ... 28

5.2 Saran ... 28

DAFTAR PUSTAKA ... 29 LAMPIRAN


(8)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tumbuhan teh, Camellia sinensis (L) O. Kuntze familia dari Theaceae, umumnya telah dikenal penduduk Indonesia terutama sebagai minuman penyegar. Selain di Indonesia, tumbuh pula di India, Srilanka dan Cina (Kartasapoetra, 1992). Daun teh mengandung zat–zat yang berguna bagi tubuh. Diantaranya polifenol, teofilin, teobromin, flavonoid, vitamin C, vitamin E, katekin, kafein, serta beberapa mineral. Jadi, selain sebagai minuman penyegar, teh juga diminati karena manfaatnya yang baik bagi tubuh. Seperti pada beberapa penelitian menyebutkan bahwa kelompok polifenol memiliki peran sebagai kesehatan. Mampu menetralisir radikal bebas, yaitu suatu produk sampingan dari proses kimiawi dalam tubuh yang mengganggu. Kemampuan inilah yang mungkin menjadi jawaban, mengapa teh kemudian juga bisa mencegah resiko serangan jantung da

Tanin merupakan salah satu jenis senyawa kimia yang termasuk ke dalam golongan polifenol yang terdapat pada tumbuhan teh. Tanin memiliki peranan biologis yang kompleks. Hal ini dikarenakan sifat tanin yang sangat kompleks mulai dari pengendap protein hingga pengkelat logam. Maka dari itu efek yang disebabkan tanin tidak dapat diprediksi. Umumnya tanin digunakan untuk aplikasi dibidang pengobatan, misalnya untuk pengobatan diare, hemostatik (menghentikan pendarahan), dan wasir. Tanin juga dapat berfungsi sebagai antioksidan biologis.


(9)

Maka dari itu semua penelitian tentang senyawa tanin mulai dilirik para peneliti sekarang (Fitri, 2009).

Tanin akan terurai menjadi pirogallol, pirokatekol dan floroglusinol, bila dipanaskan sampai temperatur 99 oC-102 oC. Semua jenis tanin dapat larut dalam air. Kelarutannya akan bertambah besar apabila dilarutkan dalam air panas. Begitu juga tanin akan larut dalam pelarut organik, seperti metanol, etanol, aseton dan pelarut organik lainnya. Maka, atas pertimbangan inilah perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh temperatur terhadap kadar tanin, pada saat penyeduhan pembuatan produk minuman teh. Hingga diketahui temperatur dan warna produk minuman teh yang baik dalam hubungannya menjaga kandungan zat – zat berkhasiat termasuk senyawa tanin dari kerusakan (Risnasari, 2001).

1.2 Tujuan dan Manfaat 1.2.1 Tujuan

- Untuk mengetahui apakah ada atau tidak pengaruh perbedaan

temperatur saat penyeduhan teh terhadap kadar tanin dalam teh.

- Untuk mengetahui temperatur yang baik yang dipakai dalam

perhatiannya terhadap kadar tanin pada penyeduhan teh sesuai hasil analisa PT Sinar Sosro dan yang menjadi Standart Operational Procedure (SOP) PT Sinar Sosro KPB Deli Serdang pada pembuatan Teh Botol Sosro.


(10)

1.2.2 Manfaat

- Menambah pengetahuan tentang pengujian – pengujian yang

dilakukan untuk menjamin mutu dari produk teh dalam kemasan.

- Menambah pengalaman kerja di laboratorium Quality Control (QC)

pada pembuatan produk minuman.

- Menambah pengetahuan mengenai salah satu pengawasan mutu


(11)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan Teh

2.1.1 Tumbuhan Teh

Tumbuhan teh (Camellia sinensis) familia dari Theaceae, diperkirakan berasal dari pegunungan Himalaya dan daerah – daerah pegunungan yang berbatasan dengan Republik Rakyat Cina, India, dan Birma. Tanaman ini dapat tumbuh di daerah tropis dan subtropis, dengan menuntut cukup sinar matahari dan hujan sepanjang tahun (Spillane, 1992).

Tumbuhan teh dapat tumbuh sekitar 6 – 9 meter tingginya. Di perkebunan – perkebunan, tanaman teh dipertahankan hanya sekitar 1 meter tingginya dengan pemangkasan secara berkala. Hal ini adalah untuk memudahkan pemetikan daun dan agar diperoleh tunas – tunas daun teh yang cukup banyak. Tumbuhan teh umumnya mulai dapat dipetik daunnya secara terus – menerus setelah umur 5 tahun dan dapat memberikan hasil daun teh cukup besar selama 40 tahun, baru kemudian diadakan peremajaan. Tumbuhan ini dapat tumbuh dengan subur di daerah dengan ketinggian 200 – 2000 meter di atas permukaan air laut. Semakin tinggi letak daerahnya, semakin menghasilkan mutu teh yang baik. Misalnya, teh di Darjeeling dari India, terletak di atas ketinggian 1500 meter. Di Indonesia perkebunan teh banyak di daerah Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, juga di Sumatera Utara dan Sumatera Selatan. Hasil teh diperoleh dari daun – daun pucuk tumbuhan teh yang dipetik dengan selang 7 – 14 hari, tergantung dengan keadaan tumbuhan di daerah masing – masing. Cara pemetikan daun selain mempengaruhi jumlah hasil


(12)

teh, juga sangat menentukan mutu teh yang dihasilkan. Pemetikan daun teh hingga kini banyak dilakukan oleh tenaga – tenaga manusia dan sebagian besar adalah tenaga – tenaga wanita (Spillane, 1996).

2.1.2 Morfologi Tumbuhan Teh

Daun teh berbau khas aromatik, rasanya agak sepet. Selain itu daun teh mempunyai ciri–ciri ( morfologi ) sebagai berikut:

1. Helai–helai daun yang cukup tebal, kaku, berbentuk sudip melebar sampai sudip memanjang, panjangnya tidak lebih dari 5 cm, bertangkai pendek.

2. Permukaan daun bagian atas mengkilat, pada daun muda permukaan

bawahnya berambut jika telah tua menjadi licin.

3. Tepi daun bergerigi, agak tergulung ke bawah, berkelenjar yang khas dan terbenam (Kartasapoetra, 1992).

2.1.3 Sistematika Penamaan Tumbuhan Teh

Walaupun tumbuhan teh aslinya ditulis oleh Linnaeus di dalam sistem binominalnya pada tahun 1753 sebagai Thea sinensis, sekarang teh dimasukkan di

Camellia sebagai C. Sinensis (keluarga Theaceae). Lalu Linnaeus mengakui dua

jenis yang sebelumnya digambarkan oleh John Hill, yaitu T. viridis dan T. bohea. Secara keliru dianggap bahwa T. bohea adalah sumber teh hitam, sedangkan T.

viridis menghasilkan teh hijau. Namun, pada tahun 1843 Robert Fortune

menemukan bahwa teh hitam dan teh hijau dihasilkan dari daun tanaman yang sama dengan proses produksi yang berbeda. Ada banyak nama yang mirip termasuk Thea bohea, T. viridis, T. cantonensis, T. assamica, Camellia thea, C.


(13)

mengusulkan banyak variasi teh, tetapi banyak tidak berlaku dan tidak ada kesepakatan antara ahli biologi atau hortikultura mengenai batas – batas variasi teh. Hal ini dapat dijelaskan oleh fakta bahwa pengarang pada masa sekarang ini tidak mempunyai koleksi buku referensi yang cukup. Juga tanaman teh, seperti banyak tanaman lain yang diolah, bervariasi dalam beberapa cirinya khas dan hal ini tergantung pada kondisi lokal dan pada kualitas pilihan bibitnya dan pembibitannya (Spillane, 1992).

2.2 Perkembangan Teh di Indonesia

Tumbuhan teh pertama kali masuk ke Indonesia tahun 1686, berupa biji teh dari Jepang yang dibawa oleh orang Belanda bernama Andreas Cleyer, dan ditanam sebagai tanaman hias di Jakarta. Pada tahun 1694, seorang pendeta bernama F. Valentijn melaporkan melihat perdu teh muda berasal dari Cina tumbuh di Taman Istana Gubernur Jendral Champhuys di Jakarta, setelah pada tahun 1824 Dr.Van Siebold seorang ahli bedah tentara Hindia Belanda yang pernah melakukan penelitian alam di Jepang mempromosikan usaha pembudidayaan dengan bibit teh dari Jepang

Pada tahun 1826 tanaman teh berhasil ditanam melengkapi Kebun Raya Bogor, dan pada tahun 1827 di Kebun Percobaan Cisurupan, Garut, Jawa Barat. Usaha perkebunan teh pertama dipelopori oleh Jacobus Isidorus Loudewijk Levian Jacobson, seorang ahli teh pada tahun 1828, yang kemudian digunakan sebagai dasar bagi usaha perkebunan teh di Jawa dan sejak itu menjadi komoditas yang menguntungkan pemerintah Hindia Belanda, sehingga pada masa pemerintahan Gubernur Van Den Bosh, teh menjadi salah satu tanaman yang harus ditanam


(14)

rakyat melalui politik Tanam Paksa (Culture Stelsel). Pada masa kemerdekaan, usaha perkebunan dan perdagangan teh diambil alih oleh pemerintah RI. Sekarang perkebunan dan perdagangan teh juga dilakukan oleh pihak swasta

2.3 Jenis Teh berdasarkan Pengolahannya

Ada 4 (empat) jenis teh yang sudah akrab bagi orang Indonesia: teh oolong (oolong tea), teh hitam (black tea), teh hijau (green tea), teh putih (white tea). Keempatnya dibedakan berdasarkan proses pengolahan. Kualitas teh tinggi apabila dipetik dari lembar pucuk pertama sampai ketiga. Sebab dalam ketiga lembar daun itu kandungan katekin penambah rasa segar dan kafein tinggi. Katekin sendiri merupakan senyawa polifenol yang kaya antioksidan (Mulja, 1995).

2.3.1 Teh Oolong

Teh oolong adalah teh hasil semioksidasi enzimatis alias tidak bersentuhan lama dengan udara saat diolah. Teh oolong terletak diantara teh hijau dan teh hitam. Fermentasi terjadi namun hanya sebagian (30 – 70 %). Hasilnya, warna teh menjadi cokelat kemerahan. Teh oolong biasa disajikan dalam upacara pernikahan dan sebagai teman menyantap hidangan laut. Sebelum menjadi teh oolong yang kering dan dapat dikonsumsi secara praktis, teh tersebut mengalami beberapa tahapan proses yaitu:


(15)

Proses ini dilakukan dengan tangan agar lebih selektif. Kalau dengan alat pemotong, misalnya ani-ani yang digunakan untuk memanen padi, batang keras pun kemungkinan besar akan ikut terpotong.

2. Proses Pelayuan

Proses pelayuan ini dilakukan dengan menggunakan sinar matahari selama 90 menit. Kemudian dipaparkan di dalam ruangan untuk dilakukan kembali proses pelayuan selama 4-8 jam.

3. Proses Pengeringan

Pada proses pengeringan dilakukan dengan Panning System, hal ini bertujuan untuk inaktivasi enzim agar fermentasi tidak sempurna atau fermentasinya parsial.

4. Proses Penggulungan

Proses peggulungan ini dilakukan dengan sistem open top roller selama 5-12 menit. Tujuannya adalah untuk memecah sel daun sehingga menghasilkan rasa sepat. Tapi proses penggulungannya tidak sampai hancur seperti pada proses teh hitam (pada bagian penggilingan) (Sujayanto, 2008).

2.3.2 Teh Hijau

Teh hijau diolah tanpa mengalami oksidasi, tidak memberi kesempatan terjadinya fermentasi. Setelah layu daun teh langsung digulung, dikeringkan, dan siap untuk dikemas. Biasanya pucuk teh diproses langsung dengan uap panas (steam) atau digoreng (pan frying) untuk menghentikan aktivitas enzim. Warna hijau tetap bertahan dan kandungan taninnya relatif tinggi. Teh hijau dipercaya


(16)

menurunkan bobot tubuh. Hal ini disebabkan kandungan polifenolnya tinggi. Teh hijau menjadi favorit masyarakat di Jepang dan Korea. Bahkan di Jepang terdapat beragam teh hijau seperti gyokuro, sencha, kabusecha dan konacha masing-masing dibedakan berdasarkan proses pembuatannya. Menurut Bambang Mukhtar, seorang ahli teh dari Bogor Jawa Barat bahwa gyokuro yang paling istimewa karena di-aging selama 5 tahun, rasanya gurih seperti kaldu. Aroma kaldu itu pun menguat tajam. Teh hijau pas dinikmati saat banyak aktivitas karena dipercaya meningkatkan konsentrasi, jadi tidak cocok diminum sebelum berangkat tidur (Sujayanto, 2008).

Sebelum menjadi teh hijau yang kering, teh hijau ini juga mengalami beberapa proses yaitu:

1. Proses Pemetikan

Proses ini dilakukan dengan tangan agar lebih selektif. Kalau dengan alat pemotong misalnya ani-ani yang digunakan untuk memanen padi, batang keras pun kemungkinan besar akan ikut terpotong.

2. Proses Pelayuan

Proses selanjutnya adalah pelayuan. Proses ini bertujuan untuk inaktivasikan enzim polifenol oksidase dan mengurangi kadar air hingga 60-70 %. Proses ini dilakukan dengan system rotary panner dengan panas 80-100oC selama 2-4 menit.


(17)

Proses peggulungan ini dilakukan dengan sistem open top roller selama 15-17 menit. Tujuannya adalah untuk memecah sel daun sehingga menghasilkan rasa sepet. Tapi proses penggulungannya tidak sampai hancur seperti pada proses teh hitam (pada bagian penggilingan).

4. Proses Pengeringan

Proses selanjutnya adalah pengeringan yang dilakukan dalam dua tahap.

Tahap pertama dilakukan pada suhu 110-135oC selama 30 menit. Tahap

berikutnya pemanasan 70-90o C dalam waktu 60-90 menit, selanjutnya

proses sortasi dan pengemasan (Sujayanto, 2008).

2.3.3 Teh Hitam

Teh hitam didapat dari hasil penggilingan yang menyebabkan daun terluka dan mengeluarkan getah. Getah itu bersentuhan dengan udara sehingga menghasilkan senyawa tea flavin dan tearubigin. Artinya, daun teh mengalami perubahan kimiawi sempurna sehingga hampir semua kandungan katekin terfermentasi menjadi tea flavin dan tearubugin. Warna hijau bakal berubah menjadi kecoklatan dan selama proses pengeringan menjadi hitam. Teh hitam paling dikenal luas dan banyak dikonsumsi. Dadan, periset di pusat Penelitian Teh dan Kina Gambung, menamakan reaksi itu oksidasi enzimatis. Tea flavin menurunkan warna merah kekuning-kuningan dalam setiap seduhan, tearubigin memberi kombinasi warna coklat kemerahan dan kuning. Soal rasa seperti katekin, tea flavin memberi kesegaran (Sujayanto, 2008).

Sebelum menjadi teh hitam yang kering daun-daun teh tersebut telah melewati berbagai proses yaitu:


(18)

1. Proses Pemetikan

Proses ini dilakukan dengan tangan agar lebih selektif. Kalau dengan alat pemotong misalnya ani-ani yang digunakan untuk memanen padi, batang keras pun kemungkinan besar akan ikut terpotong.

2. Proses Pelayuan

Proses selanjutnya adalah pelayuan. Proses ini bertujuan untuk mengurangi kadar air sehingga kandungan enzim dalam pucuk teh lebih kental. Proses ini dilakukan pada tempat pelayuan (withering trough) berupa kotak persegi panjang beralaskan kawat kasa. Di bawah kawat kasa ini terdapat blower penghembus udara kearah kasa. Pucuk daun teh dibeberkan di atas withering trough dengan ketebalan 30 cm, bagian permukaannya harus rata agar pelayuan merata. Hembusan udara tadi dapat menerbangkan air dalam daun teh. Proses pelayuan berlangsung 7-24 jam. Untuk mencapai kadar air yang diinginkan maka dilakukan proes pembalikan. Langkah ini juga supaya pucuk teh tidak terbang tertiup

blower. Kemudian hamparan pucuk teh dibongkar untuk dimasukkan ke

dalam conveyor (semacam corong yang dihubungkan dengan alat penggiling). Lalu teh dimasukkan ke dalam tong plastik lantas diletakkan ke ban berjalan untuk masuk ke ruang giling.


(19)

Setelah itu daun masuk ke mesin penggilingan. Yaitu Green Leaf Shifter, pada proses ini pucuk teh masuk ke mesin getar. Dengan demikian pucuk teh terpisahkan dari ulat, kerikil, pasir dan serpihan lain melalui perbedaan berat jenisnya. Pucuk teh tersebut masuk ke conveyor untuk mengalami proses penggilingan awal dengan mesin BLC (Barbora Leaf Conditioner), dimana pucuk teh dipotong menjadi serpihan kecil-kecil sebagai prakondisi untuk proses penggilingan selanjutnya menggunakan mesin

Crush Tear & Curl (CTC) dan agar fermentasi dapat berlangsung dengan

lancar. Out put yang dihasilkan adalah berupa bubuk teh basah berwarna hijau.

4. Proses Fermentasi

Proses ini lebih tepat disebut oksidasi enzimatik. Mesin bekerja membeber bubuk daun teh basah hingga terpapar oksigen sehingga terjadi perubahan warna. Pada ujung fermentasi teh akan berwarna kecoklatan. Selain perubahan warna juga terjadi perubahan aroma, dari bau daun menjadi harum teh. Proses ini berlangsung selama 1-5 jam dengan suhu optimal 26 - 27oC .

5. Proses Pengeringan

Tujuan dari proses ini adalah untuk menghentikan reaksi oksidasi enzimatik pada daun teh. Selain itu juga untuk membunuh mikroorganisme yang beresiko terhadap kesehatan. Pengeringan ini juga dapat membuat teh tahan lama disimpan karena kadar air yang rendah dapat menghambat pertumbuhan mikroba. Pengeringan dilakukan dengan


(20)

menggunakan oven besar Fluid Bed Dryer (FBD), dengan suhu masuk 100 - 120oC dan suhu keluarnya 80 - 105oC selama 15 - 20 menit. Sehingga kadar airnya hanya 2,5 - 3 % saja di dalam teh, selanjutnya proses sortasi dan pengemasan (Sujayanto, 2008).

2.3.4 White tea

Teh lain yang tak kalah istimewa adalah white tea alias teh putih. Disebut begitu karena saat diseduh warna air hanya sedikit berubah menjadi kekuningan. White tea dipercaya memiliki lebih banyak manfaat daripada teh hijau. Dari teh ini diambil dari pucuk daun yang masih menggulung yang memiliki kandungan katekin dan kafein paling tinggi. Teh beraroma tajam seperti rempah-rempah ini menjadi unggulan di cafe tea Addict di bilangan Gunawarman, Jakarta Selatan. “white tea yang dicampur 20% teh hijau dinamakan pure nirvana,” kata Priyanto, juru racik teh disana. Meneguk secangkir pure nirvana langsung menghangatkan tubuh. Yang menarik sisa daun teh bisa dimakan sambil dicampur madu (Sujayanto, 2008).

Kenikmatan keempat teh itu maksimal jika diseduh dengan benar. Aroma dan rasa seperti kaldu pada teh hijau dari varietas sinensis keluar saat diseduh air bersuhu 70 atau saat dididihkan bergelembung kecil-kecil. Lebih dari itu daun teh pecah dan mengeluarkan lendir sehingga rasanya lebih pahit dan warna hijau kecoklatan (Sujayanto, 2008).

Dari 4 macam teh klasik itu kemudian berkembang berbagai macam variasi dengan penambahan bahan lain seperti bunga melati sebagi penambah aroma dan cita rasa. Selain bertujuan menambah cita rasa dan aroma, biasanya teh buah juga


(21)

diramu untuk kepentingan kesehatan dan pengobatan. Buah umumnya memang kaya vitamin C dan antioksidan. Pembuatan fruit tea menggunakan buah yang dikeringkan. Selain bahan teh klasik, ada juga teh herba yang dibuat bukan dengan bahan Camellia sinensis. Sama seperti teh buah, teh herba juga dibuat untuk keperluan kesehatan dan pengobatan (Sujayanto, 2008).

2.4 Kandungan Teh

Secara umum, daun teh mengandung zat – zat yang berguna bagi tubuh. Di antaranya polifenol, teofilin, teobromin, flavonoid, vitamin C, vitamin E, katekin, kafein, serta beberapa mineral (Yellia, 2003).

Zat flavonoid berfungsi sebagai penangkal radikal bebas yang dapat mengacaukan sistem keseimbangan tubuh dan memicu timbulnya kanker dan tumor. Katekin pada daun teh dapat menurunkan kolesterol darah dan mengurangi kemungkinan terserang kanker (Kartasapoetra, 1992).

Meskipun bermanfaat bagi kesehatan, meminum teh secara berlebihan tidak baik. Hal ini disebabkan di dalam teh terkandung kafein meskipun tidak setinggi yang terkandung dalam kopi. Terlalu tingginya jumlah kafein yang dikonsumsi menyebabkan gangguan, seperti insomnia, dan ketidakteraturan kerja jantung. Minum teh sebaiknya dilakukan 2 cangkir sehari (Yellia, 2003).

Kandungan kafein yang terdapat di dalam teh jumlahnya lebih sedikit dibandingkan pada kopi. Meskipun demikian itu tidak mengurangi manfaat dari kafein tersebut. Kafein bersifat sebagai mild stimulant pada sistem saraf pusat sehingga memperlancar sirkulasi darah ke otak. Dengan minum teh secara teratur


(22)

akan meningkatkan daya ingat, memacu kecerdasan kognitif, dan perasaan senang (Manitto, 1992).

2.4.1 Tanin

Tanin merupakan senyawa organik yang terdiri dari campuran senyawa polifenol kompleks, dibangun dari elemen C, H, dan O serta sering membentuk molekul besar dengan berat molekul lebih besar dari 2000 (Risnasari, 2001).

Senyawa-senyawa tanin termasuk suatu golongan senyawa yang berasal dari tumbuhan yang sejak dahulu kala digunakan untuk merubah kulit hewan menjadi kedap air, dan awet. Istilah tanin diperkenalkan oleh Seguil pada tahun 1796. Pada waktu itu belum diketahui bahwa tanin tersusun dari campuran bermacam-macam senyawa, bukan hanya satu golongan senyawa saja. Senyawa-senyawa tanin dapat diartikan sebagai suatu senyawa-senyawa alami dengan bobot molekul antara 500 dan 3000, serta mempunyai sejumlah gugus hidroksi fenolik dan membentuk ikatan silang yang stabil dengan protein dan biopolimer lain, misalnya selulosa dan pectin (Manitto, 1992).

Tanin disebut juga asam tanat dan asam galotanat. Tanin dapat tidak berwarna sampai berwarna kuning atau coklat. Asam tanat yang dapat dibeli di pasaran mempunyai BM 1701 dan kemungkinan besar terdiri dari sembilan molekul asam galat dan sebuah molekul glukosa. Beberapa ahli pangan berpendapat bahwa tanin

atau


(23)

terdiri dari katekin, leukoantosianin, dan asam hidroksi yang masing-masing dapat menimbulkan warna bila bereaksi dengan ion logam (Winarno, 1992).

Tanin secara umum didefinisikan sebagai senyawa polifenol yang memiliki berat molekul cukup tinggi (lebih dari 1000) dan dapat membentuk kompleks dengan protein. Berdasarkan strukturnya, tanin dibedakan menjadi dua kelas yaitu tanin terkondensasi (condensed tannins) dan tanin-terhidrolisiskan (hydrolysable

tannins) (Manitto, 1992).

Tanin memiliki peranan biologis yang kompleks. Hal ini dikarenakan sifat tanin yang sangat kompleks mulai dai pengendap protein hingga pengkhelat logam. Maka dari itu efek yang disebabkan tanin tidak dapat diprediksi. Tanin juga dapat berfungsi sebagai antioksidan biologis. Maka dari itu semua penelitian tentang berbagai jenis senyawa tanin mulai dilirik para peneliti sekarang. Dalam makalah ini akan dibahas berbagai hal tentang tanin yaitu klasifikasinya dan contoh senyawanya, sifat umumnya, cara identifikasi serta contoh pemurnian senyawa tanin (Shorgum Tanin) (Manitto, 1995).

2.4.1.1 Klasifikasi tanin

Senyawa tanin dibagi menjadi dua yaitu tanin yang terhidrolisis dan tanin yang terkondensasi.


(24)

1. Tanin Terhidrolisis (hydrolysable tannins).

Tanin ini biasanya berikatan dengan karbohidrat dengan membentuk jembatan oksigen, maka dari itu tanin ini dapat dihidrolisis dengan menggunakan asam sulfat atau asam klorida. Salah satu contoh jenis tanin ini adalah gallotanin yang merupakan senyawa gabungan dari karbohidrat dengan asam galat. Selain membentuk gallotanin, dua asam galat akan membentuk tanin terhidrolisis yang bisa disebut ellagitanin. Ellagitanin sederhana disebut juga ester asam hexahydroxydiphenic (HHDP). Senyawa ini dapat terpecah menjadi asam galik jika dilarutkan dalam air.


(25)

2. Tanin terkondensasi (condensed tannins).

Tanin jenis ini biasanya tidak dapat dihidrolisis, tetapi dapat terkondensasi menghasilkan asam klorida. Tanin jenis ini kebanyakan terdiri dari polimer flavonoid yang merupakan senyawa fenol. Nama lain dari tanin ini adalah Proantosianidin. Proantosianidin merupakan polimer dari flavonoid yang dihubungkan melalui C8 dengan C4. Salah satu contohnya adalah Sorghum prosianidin, senyawa ini merupakan trimer yang tersusun dari epikatekin dan katekin. Senyawa ini jika dikondensasi maka akan menghasilkan flavonoid jenis flavan dengan bantuan nukleofil berupa floroglusinol (Manitto, 1995).

Sumber : Mamitto, 1995


(26)

Sifat fisika dari tanin adalah sebagai berikut :

a. Jika dilarutkan kedalam air akan membentuk koloid dan memiliki rasa asam dan sepat.

b. Jika dicampur dengan alkaloid dan glatin akan terjadi endapan . c. Tidak dapat mengkristal.

d. Mengendapkan protein dari larutannya dan bersenyawa dengan

protein tersebut sehingga tidak dipengaruhi oleh enzim protiolitik. 2. Sifat kimia

a. Merupakan senyawa kompleks dalam bentuk campuran polifenol

yang sukar dipisahkan sehingga sukar mengkristal. b. Tanin dapat diidentifikasikan dengan kromotografi.

c. Senyawa fenol dari tanin mempunyai aksi astringensia, antiseptik dan pemberi warna (Manitto, 1995).

3. Sifat tanin sebagai pengkhelat logam.

Senyawa fenol yang secara biologis dapat berperan sebagai khelat logam. Proses pengkhelatan akan terjadi sesuai pola subtitusi dan pH senyawa fenolik itu sendiri. Karena itulah tanin terhidrolisis memiliki potensial untuk menjadi pengkhelat logam. Hasil khelat dari tanin ini memiliki keuntungan yaitu kuatnya daya khelat dari senyawa tanin ini membuat khelat logam menjadi stabil dan aman dalam tubuh. Tetapi jika tubuh mengkonsumsi tanin berlebih maka akan mengalami anemia karena zat besi dalam darah akan dikhelat oleh senyawa tanin tersebut (Manitto, 1995).


(27)

2.4.1.3 Cara Identifikasi Senyawa Tanin

Berdasarkan sifat-sifat diatas maka untuk menganalisis tanin dapat dilakukan berbagai cara sesusai tujuannya. Untuk analisis secara kualitatif dapat dilakukan dengan menggunakan metode :

a. Diberikan larutan FeCl3 berwarna biru tua / hitam kehijauan. b. Ditambahkan Kalium Ferrisianida + amoniak berwarna coklat.

c. Diendapkan dengan garam Cu, Pb, Sn, dan larutan Kalium Bikromat berwarna coklat (Manitto, 1995).

Sedangkan untuk menganalisis secara kuantitatif dapat dilakukan dengan mengunakan metode :

a. Metode analisis umum fenolik, karena tanin merupakan senyawa fenolik (Metode blue prussian dan Metode Folin).

b. Metode analisis berdasarkan gugus fungsinya c. Dengan menggunakan HPLC, dan UV-Vis

d. Metode presipitasi menggunakan protein (Manitto, 1995).

BAB III METODOLOGI


(28)

3.1 Alat

- Beaker glass 2000 ml, botol sampel, hot plate, magnetic stirrer, bola hisap, mat pipet 25 ml, termometer, pipet volum 10 ml, pipet volum 5 ml, spatula, timbangan analitik, corong, erlenmeyer 300 ml, buret, gelas ukur 100 ml.

3.2 Bahan

- Serbuk teh

- Air Buffer III ( air dengan kesadahan nol)

3.3 Pereaksi

- Aquades

- KMnO4 0,05 N

- Serbuk Kaolin

- Indigo Carmin

- NaCl asam

- Gelatin

3.4 Prosedur

3.4.1 Larutan uji

1. Teh Cair Pahit (TCP) dibuat, dengan mencampurkan 6,5

gram serbuk teh ( black tea ) dengan 1 liter air buffer III.

2. Dimasukkan ke dalam beker glass 2000 ml.

3. Ke dalamnya dimasukkan magnetic stirrer sebagai pengaduk.


(29)

5. Diukur suhu secara berkala mulai dari 65 ºC, 70 ºC, 80 ºC, dan 90 ºC dengan menggunakan termometer.

6. Diambil 25 ml masing – masing pada 4 (empat) kondisi

temperatur yang berbeda.

7. Dimasukkan ke dalam wadah botol secara terpisah antara 25

ml dari temperatur 65 ºC, 70 ºC, 80 ºC, dan 90 ºC.

8. Didiamkan hingga dingin.

9. Dipipet masing – masing 5 ml.

10. Dimasukkan masing – masing ke dalam erlenmeyer.

11. Ditambahkan 5 ml indigo carmin.

12. Ditambah 75 ml aquades.

13. Digoyang – goyang hingga terhomogenkan.

14. Dititrasi dengan KmnO4 0,05 N hingga warna kuning emas.

15. Dicatat volume KmnO4 yang terpakai untuk masing –masing

percobaan.

3.4.2 Larutan blanko

1. Ditimbang serbuk kaolin sebanyak 2,0 gram.

2. Dimasukkan ke dalam wadah gelas.

3. Diambil 20 ml larutan sampel dari larutan sampel yang

memiliki temperatur 90 ºC.

4. Dicampurkan ke dalam wadah gelas yang berisi serbuk

kaolin tadi.


(30)

6. Ditambah 20 ml NaCl asam. 7. Diaduk hingga rata

8. Disaring

9. Diambil filtratnya sebanyak 5 ml.

10. Dimasukkan ke dalam Erlenmeyer.

11. Ditambah 5 ml indigo carmin

12. Ditambah 75 ml aquades.

13. Dititrasi dengan KMnO4 0,05 N sampai kuning emas.

14. Dicatat volume KMnO4 yang terpakai.

BAB IV


(31)

4.1 Hasil

4.1.1 KMnO4 yang terpakai pada percobaan larutan uji

Keterangan :

Volume KMnO4 yang terpakai = A ml

4.1.2 KMnO4 yang terpakai pada percobaan larutan blanko

KMnO4 yang terpakai = 4,95 ml ( B ml )

4.1.3 Perhitungan

Rumus : Kadar tanin = A – B x Normalitas KMnO4

Normalitas KMnO4 = 415,468

1. Untuk temperatur 65 ºC :

Rumus Kadar tanin: A – B x Normalitas KMnO4 A = 6,45 ml

B = 4,95 ml

Kadar tanin = A – B x Normalitas KMnO4 Temperatur Volume KMnO4 yang terpakai (ml)

65 ºC 6,45 ml

70 ºC 6,5 ml

80 ºC 7,25 ml


(32)

= 1,5 x 415, 468

= 623, 202 ppm

2. Untuk temperatur 70 ºC :

Rumus kadar tanin: A – B x Normalitas KMnO4

A = 6,5 ml

B = 4,95 ml

Kadar tanin = A – B x Normalitas KMnO4

= ( 6,5 – 4,95 ) x 415,468

= 1,55 x 415,468

= 643, 9754 ppm

3. Untuk temperatur 80 ºC :

Rumus kadar tanin: A – B x Normalitas KMnO4

A = 7,25 ml

B = 4,95 ml

kadar tanin = A – B x Normalitas KMnO4

= ( 7,25 – 4,95 ) x 415,468


(33)

= 955, 1232 ppm

4. Untuk temperatur 90 ºC :

Rumus kadar tanin: A – B x Normalitas KMnO4 A = 7,35 ml

B = 4,95 ml

Kadar tanin = A – B x Normalitas KMnO4

= ( 7,35 – 4,95 ) x 415,468 = 2,4 x 415,468

= 997, 1232 ppm

4.2 Pembahasan

Percobaan dilakukan dengan menggunakan metode titrasi permanganometri.

Yaitu menggunakan KMnO4 sebagai pentiter. Dari hasil percobaan kandungan

tanin yang paling tinggi diperoleh pada penyeduhan untuk temperatur 90 ºC. Diperoleh kadar tanin sebesar 997,1232 ppm. Temperatur 90 ºC adalah temperatur yang baik yang digunakan untuk menyeduh teh pada pembuatan minuman teh. Dimana dketahui bahwa semakin tinggi suhu maka semakin baik untuk tanin terlarut. Kelarutan tanin akan mempengaruhi warna tampilan dari produk minuman teh dan juga temperatur yang digunakan juga mempengaruhi kandungan zat – zat lain dalam teh. Maka standar yang telah ditentukan PT Sinar Sosro untuk kadar tanin adalah 900 ppm – 1150 ppm. Standar ini adalah standar dengan pemeriksaan bahwa pada temperatur ini baik dalam menghasilkan warna minuman teh dan menjaga kandungan zat dari teh (Hasibuan, 2005).


(34)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

- Ada pengaruh perbedaan temperatur terhadap kadar tannin pada

penyeduhan teh.

- Temperatur yang baik yang dipakai pada penyeduhan teh guna

mempertahankan kandungan zat dalam teh adalah 90 ºC, dan ini yang dijadikan Standart Operational Procedure ( SOP ) pada pembuatan teh botol di PT Sinar Sosro KPB Deli Serdang.

5.2 Saran

- Hendaknya pemeriksaan dilakukan dengan metode lain yang

menghasilkan data yang akurat serta juga mudah dilakukan demi perkembangan dalam pengujian – pengujian senyawa dalam tumbuhan dalam hal ini senyawa tanin.

- Hendaknya pengujian terhadap senyawa tanin dilakukan berdasarkan

variabel yang lain, agar semakin berkembang pengetahuan mengenai faktor – faktor apa saja yang mempengaruhi kadar tanin.


(35)

DAFTAR PUSTAKA

Alaerts, G., dan Santika, S, S. (1984). Metode Penelitian Air. Surabaya: Penerbit Usaha Nasional.

Belitz, H.D dan W. Grosch. (1987). Food Chemistry. New York : Library of Congress Cataloging in Publication Data.

Coultate, T.P. (1989). Food The Chemistry of Its Components. Second edition. London : Departement of Biotechnology South Bank Polytechnic.

Depkes RI. (2000). Penelitian Tanaman Obat di Beberapa Perguruan Tinggi di

Indonesia. Jakarta : Departemen Kesehatan RI.

Dewick, Paul M. (2001). Medicinal Natural Products A Biosynthetic Approach. Second edition. UK : School of Pharmaceutical Sciences University of Nottingham.

Fitri, N, S. 2009. Pengaruh Berat dan Waktu Perendaman Terhadap Kadar Kafein

dari Bubuk Teh di Medan. Skripsi. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Hasibuan, D, B. 2005. Pengaruh Suhu Dan Lama Pengadukan Dalam Penentuan

Kadar Tanin Dari Biji Buah Pinang. Skripsi. Medan: Universitas Sumatera

Utara.

Kartasapoetra, G. 1992. Budidaya Tanaman Berkhasiat Obat. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.

Mangan, Yellia. (2003). Cara Bijak Menaklukkan Kanker. Cetakan Pertama. Depok : Penerbit PT Agromedia Pustaka.

Manitto, P. 1992. Biosintesis Produk Alami. Cetakan Pertama. Tejemahan Koensoemardiyah dan Sudarto. New York: Ellis Horwood Limited.

Mulja, M. 1995. Analisis Instrumenta. Bandung: Penerbit ITB.

Oktavia. R, W. 2009. Pengaruh Seduhan Teh Hijau (Camellia sinensis) Terhadap

Farmakokenetika Parasetamol yang Diberikan Bersama Secara Oral Kepada Kelinci Jantan. Skripsi. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Potter, N, N. 1986. Food Science. Fourth Edition. New York: Van Nostrand Reinhold.

Risnasari, I. 2001. Pemanfaatan Tanin Sebagai Bahan Pengawet Kayu. Skripsi. Medan: Universitas Sumatera Utara.


(36)

Spillane, J, J. 1992. Komoditi Teh: Peranannya Dalam Perekonomian Indonesia. Cetakan I. Yogyakarta : Penerbit Kanisius.

Sujayanto, G. 2008. Khasiat Teh Untuk Kesehatan dan Kecantikan. Flona Serial hal. 34-38. Jakarta : ITB.

Winarno, F, G. 1992. Kimia Pangan Dan Gizi. Cetakan VI. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

http://www.Pusat Penelitian Teh dan Kina.com.


(37)

(38)

(1)

= 955, 1232 ppm

4. Untuk temperatur 90 ºC :

Rumus kadar tanin: A – B x Normalitas KMnO4 A = 7,35 ml

B = 4,95 ml

Kadar tanin = A – B x Normalitas KMnO4 = ( 7,35 – 4,95 ) x 415,468 = 2,4 x 415,468

= 997, 1232 ppm 4.2 Pembahasan

Percobaan dilakukan dengan menggunakan metode titrasi permanganometri. Yaitu menggunakan KMnO4 sebagai pentiter. Dari hasil percobaan kandungan tanin yang paling tinggi diperoleh pada penyeduhan untuk temperatur 90 ºC. Diperoleh kadar tanin sebesar 997,1232 ppm. Temperatur 90 ºC adalah temperatur yang baik yang digunakan untuk menyeduh teh pada pembuatan minuman teh. Dimana dketahui bahwa semakin tinggi suhu maka semakin baik untuk tanin terlarut. Kelarutan tanin akan mempengaruhi warna tampilan dari produk minuman teh dan juga temperatur yang digunakan juga mempengaruhi kandungan zat – zat lain dalam teh. Maka standar yang telah ditentukan PT Sinar Sosro untuk kadar tanin adalah 900 ppm – 1150 ppm. Standar ini adalah standar dengan pemeriksaan bahwa pada temperatur ini baik dalam menghasilkan warna minuman teh dan menjaga kandungan zat dari teh (Hasibuan, 2005).


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

- Ada pengaruh perbedaan temperatur terhadap kadar tannin pada penyeduhan teh.

- Temperatur yang baik yang dipakai pada penyeduhan teh guna mempertahankan kandungan zat dalam teh adalah 90 ºC, dan ini yang dijadikan Standart Operational Procedure ( SOP ) pada pembuatan teh botol di PT Sinar Sosro KPB Deli Serdang.

5.2 Saran

- Hendaknya pemeriksaan dilakukan dengan metode lain yang menghasilkan data yang akurat serta juga mudah dilakukan demi perkembangan dalam pengujian – pengujian senyawa dalam tumbuhan dalam hal ini senyawa tanin.

- Hendaknya pengujian terhadap senyawa tanin dilakukan berdasarkan variabel yang lain, agar semakin berkembang pengetahuan mengenai faktor – faktor apa saja yang mempengaruhi kadar tanin.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Alaerts, G., dan Santika, S, S. (1984). Metode Penelitian Air. Surabaya: Penerbit Usaha Nasional.

Belitz, H.D dan W. Grosch. (1987). Food Chemistry. New York : Library of Congress Cataloging in Publication Data.

Coultate, T.P. (1989). Food The Chemistry of Its Components. Second edition. London : Departement of Biotechnology South Bank Polytechnic.

Depkes RI. (2000). Penelitian Tanaman Obat di Beberapa Perguruan Tinggi di Indonesia. Jakarta : Departemen Kesehatan RI.

Dewick, Paul M. (2001). Medicinal Natural Products A Biosynthetic Approach. Second edition. UK : School of Pharmaceutical Sciences University of Nottingham.

Fitri, N, S. 2009. Pengaruh Berat dan Waktu Perendaman Terhadap Kadar Kafein dari Bubuk Teh di Medan. Skripsi. Medan: Universitas Sumatera Utara. Hasibuan, D, B. 2005. Pengaruh Suhu Dan Lama Pengadukan Dalam Penentuan

Kadar Tanin Dari Biji Buah Pinang. Skripsi. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Kartasapoetra, G. 1992. Budidaya Tanaman Berkhasiat Obat. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.

Mangan, Yellia. (2003). Cara Bijak Menaklukkan Kanker. Cetakan Pertama. Depok : Penerbit PT Agromedia Pustaka.

Manitto, P. 1992. Biosintesis Produk Alami. Cetakan Pertama. Tejemahan Koensoemardiyah dan Sudarto. New York: Ellis Horwood Limited.

Mulja, M. 1995. Analisis Instrumenta. Bandung: Penerbit ITB.

Oktavia. R, W. 2009. Pengaruh Seduhan Teh Hijau (Camellia sinensis) Terhadap Farmakokenetika Parasetamol yang Diberikan Bersama Secara Oral Kepada Kelinci Jantan. Skripsi. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta. Potter, N, N. 1986. Food Science. Fourth Edition. New York: Van Nostrand

Reinhold.

Risnasari, I. 2001. Pemanfaatan Tanin Sebagai Bahan Pengawet Kayu. Skripsi. Medan: Universitas Sumatera Utara.


(4)

Spillane, J, J. 1992. Komoditi Teh: Peranannya Dalam Perekonomian Indonesia. Cetakan I. Yogyakarta : Penerbit Kanisius.

Sujayanto, G. 2008. Khasiat Teh Untuk Kesehatan dan Kecantikan. Flona Serial hal. 34-38. Jakarta : ITB.

Winarno, F, G. 1992. Kimia Pangan Dan Gizi. Cetakan VI. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

http://www.Pusat Penelitian Teh dan Kina.com.


(5)

(6)