Pengelolaan Pajak Hiburan Pada Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan.

(1)

PEN PR NGELOLAA Untuk Studi P FAKU RAKTIK KE AN PAJAK DAE

NAMA : NIM : k Memenuh Pada Studi D

ULTAS ILM UNIVERSI TUGAS A ERJA LAPA HIBURAN ERAH KOT DI SUSU O L E H MAHESA 082600016 hi Salah Satu

Diploma III MU SOSIAL ITAS SUM MEDA 2011 AKHIR ANGAN M N PADA DI TA MEDAN

UN

PRADITA 6

u Syarat Me Administra

L DAN ILM MATERA UT AN MANDIRI NAS PEND N DANA enyelesaikan asi Perpajak MU POLITIK TARA DAPATAN an kan K N


(2)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayahya, penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktek Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) yang berjudul “Pengelolaan Pajak Hiburan Pada

Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan”.

Adapun tujuan penulisan laporan ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan studi pada Program Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan ini, penulis sangat banyak menerima bantuan baik moril maupun materil dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof.Dr.Badaruddin, M.Si selaku Dekan FISIP USU.

2. Bapak Drs. Alwi Hashim Batubara, M.Si selaku Ketua Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan FISIP USU.

3. Bapak Drs. H. M. Husni Thamrin M.Si, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan banyak bantuan berupa bimbingan dan motivasi yang berharga dalam menyelesaikan penulisan Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri ini.

4. Kapada seluruh Dosen, Staf pengajar serta pegawai Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.


(3)

5. Bapak Drs. Sahrul Harahap selaku Kepala Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan yang telah member izin penulis untuk melakukan penelitian di DIPENDA Kota Medan.

6. Bapak Drs. Ishaq Harahap selaku kepala sub bagian penagihan Dinas Pendapatan Kota Medan.

7. Bapak Drs. Nawawi selaku supervisor penulis di Dinas Pendapatan Daerah (DIPENDA) Kota Medan yang telah banyak membantu penulis dalam penyediaan dan pengumpulan data-data serta memberikan masukan yang diperlukan penulis dalam penulisan laporan PKLM ini.

8. Ibu Delita Ketaren dan seluruh staf dan pegawai pada Dinas Pendapatan Daerah (DIPENDA) Kota Medan.

9. Terutama sekali saya ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada keluarga tersayang, ibunda Asnah Widayati yang telah berjuang dan terus mendoakan kebaelah member azin hagiaan anak-anaknya, adek-adek Ganessa Pradana dan Sashy Kirana Aurelia, bu’le yanti dan om birin, eyang bachun tersayang, bu’de2, pa’de2, om2, bu’le2, dan seluruh keluarga besar saya tercinta yang terus memberikan dukungan dan doa yang tiada hentinya kepada saya sehingga dapat menyelesaikan studi dan Laporan Tugas Akhir saya ini.

10. Specially thanx for my beloved Ramon Zamora, makasi atas do’a, semangat dan dukungannya.

11. Buat sahabat saya RANGERS (didceku, opyku, ziyaku, gadisku), juga buat sepupu-sepupu saya mb’ci, mb’eny, nanda, oja eby. Semua


(4)

kawan-kawan Adm.Perpajakan 08, semua kawan-kawan-kawan-kawan SMP SMA, dan semua anak-anak kos 44 teta vani, ka’etek, terutama ka’anun yang baek hati, makasi atas dukungan dan doanya.

Penulis menyadari laporan ini masih jauh dari sempurna hal ini dikarenakan pengetahuan dan pengalaman serta kemampuan yang penulis miliki, oleh karena itu penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya serta mengharapkan kritik dan saran yang akan membawa kesempurnaan bagi penulis dimasa yang akan datang.

Akhirnya penulis mengharapkan semoga laporan PKLM ini dapat memberikan manfaat bagi setiap pembacanya.

Medan, Juni 2011

Mahesa Pradita Dana


(5)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI ... i

BAB I :PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) ... 1

B. Tujuan dan Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) ... 4

C. Uraian Teoritis ... 6

D. Ruang Lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) ... 8

E. Metode Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) ... 9

F. Metode Pengumpulan Data ... 10

G. Sistematika Penulisan Laporan PKLM ... 11

BAB II :GAMBARAN UMUM DINAS PENDAPATAN DAERAH KOTA MEDAN (DIPENDA) A. Sejarah Singkat DIPENDA Kota Medan ... 13

B. Struktur Organisasi DIPENDA Kota Medan ... 16

C. Uraian Tugas Pokok dan Fungsi DIPENDA Kota Medan ... 17

D. Tata Kerja DIPENDA Kota Medan ... 18


(6)

BAB III :GAMBARAN DATA PAJAK HIBURAN

A. Defenisi Pajak Hiburan ... 29

B. Objek Pajak Hiburan ... 30

C. Subjek Pajak Hiburan ... 32

D. Dasar Pengenaan, Tarif Pajak, Cara Penghitungan Pajak Hiburan 32 E. Masa Pajak, Tahun Pajak, Saat Terhutang Pajak, dan Wilayah Pemungutan Pajak Hiburan ... 36

F. Pendaftaran dan Pendataan ... 37

G. Penetapan ... 41

H. Kegiatan Penyetoran ... 46

I. Tata Cara Pembayaran Pajak Hiburan ... 49

J. Tata Cara Penagihan Pajak Hiburan ... 51

BAB IV :ANALISA DAN EVALUASI A. Pengelolaan Pemungutan Pajak Hiburan ... 53

B. Target dan Realisasi Pengenaan Pajak Hiburan ... 55

C. Pengalokasian Pajak Hiburan ... 56

D. Masalah yang Dihadapi dalam Meningkatkan Pajak Hiburan ... 57

E. Upaya yang Dilakukan dalam Meningkatkan Pajak Hiburan ... 58

BAB V :KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 60


(7)

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(8)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

Konsep otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab dapat diterjemahkan dengan pemerintah daerah diberikan kebebasan untuk mengatur rumah tangganya sendiri berdasarkan prakarsa dan aspirasi masyarakat di daerah masing-masing. Hal ini dapat diartikan dalam pelaksanaannya pemerintah daerah harus memiliki kemampuan untuk menangkap aspirasi dan kebutuhan masyarakat di daerahnya, selanjutnya pemerintah daerah berprakarsa untuk mengakomodasikan kebutuhan tersebut dalam pembangunan daerah. Proses itu dilaksanakan secara transparan dengan melibatkan peranan rakyat tanpa menghapus prinsip-prinsip efisiensi dan efektifitas, sehingga pemerintah daerah dapat bertanggung jawab atas kewenangan tersebut pada masyarakat. Dalam otonomi tersebut, daerah memiliki keleluasaan penuh dalam penyelenggaraan pemerintahan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian, dan evaluasi. Kewenangan yang penuh tersebut harus dapat dipertanggungjawabkan secara utuh pada masyarakat.

Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, disebutkan bahwa Pemerintah Daerah memiliki Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang berasal dari Hasil Pajak Daerah, Hasil Retribusi Daerah, Hasil Perusahaan Milik Daerah (BUMD), Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan, dan lain-lain Pendapatan Daerah yang sah.


(9)

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 juga menjelaskan tentang perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah bersumber dari Pendapatan Asli Daerah dan Penerimaan berupa Dana Perimbangan yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Pendapatan Daerah, yang berupa Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, diharapkan menjadi salah satu sumber pembiayaan penyelenggaraan pemerinahan dan pembangunan daerah, untuk meningkatkan dan memeratakan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian, daerah mampu melaksanakan otonomi, yaitu mampu mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.

Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat diketahui bahwa salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) berasal dari pajak daerah. Pajak daerah adalah pungutan daerah menurut peraturan yang ditetapkan guna pembiayaan pengeluaran daerah sebagai badan hukum public yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 sebagai perubahan atas Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Dimana pajak daerah terbagi menjadi 2 (dua) jenis, yaitu pajak provinsi dan pajak kabupaten/kota terdiri dari:

1. Pajak Provinsi:

a. Pajak Kendaraan Bermotor

b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor d. Pajak Air Permukaan


(10)

2. Pajak Kabupaten/Kota a. Pajak Hotel

b. Pajak Restoran c. Pajak Hiburan d. Pajak Reklame

e. Pajak Penerangan Jalan

f. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan g. Pajak Parkir

h. Pajak Air Tanah

i. Pajak Sarang Burung Walet

j. Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pedesaan dan Perkotaan k. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan

Berdasarkan jenis Pajak Daerah di atas, yang menjadi pembahasan adalah Pajak Hiburan, dimana pajak hiburan sangat potensial dalam meningkatan penerimaan darah, maka dalam menyelenggarakan Pajak Hiburan tersebut Pemerintah Daerah melalui Dinas Pendapatan Daerah harus mengawasi proses pelaksanaan Pajak Hiburan ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah daerah yang telah ditetapkan.

Dinas Pendapatan Daerah suatu kabupaten/kota mempunyai peranan yang sangat besar dalam menyelanggarakan Pajak Hiburan. Pajak Dinas Pendapatan Daerah dituntut untuk dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Dalam melaksanakan Pajak Hiburan tersebut Pemerintah tentunya


(11)

mendapat permasalahan. Oleh karena itu, petugas yang berwenang dalam pelaksanaan Pajak Hiburan ini harus meningkatkan kinerjanya, sehingga dapat mengtasi permasalahan yang timbul. Apabila permasalahan tersebut dapat diatasi, tentunya akan meningkatkan penerimaan daerah, sehingga dapat membiayai pembangunan daerah.

Banyaknya tugas yang dilakukan oleh Dinas Pendapatan Derah khususnya kota Medan dalam mengelola Pajak Hiburan ini tentunya bukanlah merupakan pekerjaan yang mudah, karena itu mahasiswa merasa perlu untuk mengetahui lebih dalam apa saja yang harus dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan dalam mengelola Pajak Hiburan di Kota Medan.

Hal inilah yang menjadikan penulis memilih Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan sebagai tempat praktik, dan ”Pengelolaan Pajak Hiburan Pada

Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan” sebagai objek yang menarik untuk

dijadikan wadah PKLM.

B. Tujuan dan Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

Kegiatan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) ini memiliki beberapa tujuan dan manfaat baik untuk mahasiswa itu sendiri, pihak universitas, atau pihak instansi pemerintah yang dalam hal ini Dinas Pendapatan Daerah (DISPENDA) Kota Medan dijadikan sebagai objek dalam pelaksanaan Kegiatan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM).


(12)

Pada kegiatan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM), yang dilaksanakan oleh mahasiswa Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan diharapkan dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuan PKLM, yaitu:

a. Untuk mengetahui pengelolaan pajak hiburan di Dinas Pendapatan Daerah (DIPENDA) Kota Medan.

b. Kendala-kendala yang dihadapi dalam pengelolaan pajak hiburan di Dinas Pendapatan Daerah (DIPENDA) Kota Medan.

c. Upaya-upaya yang dilakukan pemerintah daerah dalam pengelolaan pajak hiburan melalui Dinas Pendapatan Daerah (DIPENDA) Kota Medan. d. Mengetahui realisasi penerimaan pajak hiburan tahun 2006-2010.

2. Manfaat PKLM

a. Bagi mahasiswa, yaitu:

1) Mengaplikasikan disiplin ilmu yang telah dipelajari ke dalam permasalahan yang timbul selama melaksanakan PKLM pada Kantor Dinas Pendapatan Daerah (DIPENDA) Kota Medan.

2) Mempelajari sistem prosedur dunia kerja di Dinas Pendapatan Daerah (DIPENDA) Kota Medan.

3) Menambah wawasan dan pengetahuan dibidang perpajakan.

4) Menerapkan teori-teori yang diperoleh selama perkuliahan kedalam lingkungan kerja melalui PKLM.

b. Bagi Program Studi Diploma III Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, yaitu:


(13)

1) Membina hubungan baik antara Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan dengan instansi pemerintah khususnya Dinas Pendapatan Daerah (DIPENDA) Kota Medan.

2) Mengupayakan mendapat saran dan masukan untuk perbaikan dan penyempurnaan kurikulum khususnya untuk Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan.

3) Mempromosiksn sumber daya manusia yang ahli dibidang perpajakan di lingkungan Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan.

c. Bagi Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan, yaitu:

1) Membina hubungan kerjasama antara lembaga pendidikan khususnya Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan dengan instansi pemerintah khususnya Dinas Pendapatan Daerah (DIPENDA) Kota Medan.

2) Meningkatkan mutu dan kualitas dengan adanya PKLM jangka pendek. 3) Sebagai sarana bertukar pikiran antara peserta PKLM dengan para

pegawai.

C. Uraian Teoritis

Undang Nomor 28 Tahun 2009 sebagai perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang pajak daerah dan retribusi daerah, yang dimaksud dengan pajak daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.


(14)

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 juga menjelaskan tentang perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah bersumber dari Pendapatan Asli Daerah dan Penerimaan berupa Dana Perimbangan yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Pendapatan Daerah, yang berupa Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, diharapkan menjadi salah satu sumber pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah, untuk meningkatkan dan memeratakan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian, daerah mampu melaksanakan otonomi, yaitu mampu mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.

Pajak Daerah dan Pajak Nasional merupakan suatu sistem perpajakan Indonesia, yang pada dasarnya merupakan beban masyarakat sehingga perlu dijaga agar kebijakan tersebut dapat memberikan beban yang adil, sejalan dengan sistem Perpajakan Nasional, pembinaan ini dilakukan secara terus menerus, terutama mengenai objek dan tarif pajak, sehingga antara Pajak Pusat dan Pajak Daerah saling melengkapi. (Siahaan,2005:33)

Pajak hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan. Selain itu pajak hiburan dapat pula diartikan sebagai pungutan daerah atas penyelenggaraan hiburan. Pajak hiburan tidak mutlak ada pada seluruh daerah kabupaten atau kota yang ada di Indonesia. Hal ini berkaitan dengan kewenangan yang diberikan kepada pemerintah kabupaten atau kota untuk mengenakan atau tidak mengenakan suatu jenis pajak kabupaten/kota. Mengingat kondisi kabupaten dan kota di Indonesia tidak sama, termasuk dalam hal jenis hiburan yang diselenggarakan, maka untuk dapat diterapkan pada suatu daerah kabupaten atau


(15)

kota pemerintah daerah setempat harus mengeluarkan peraturan daerah tentang Pajak Hiburan yang akan menjadi landasan hukum operasional dalam teknis pelaksanaan pengenaan dan pemungutan Pajak Hiburan di daerah kabupaten atau kota yang bersangkutan. (Siahaan,2005:297)

Dasar pengenaan pajak hiburan adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar untuk menonton atau menikmati hiburan sebagaimana ditetapkan dalam Harga Tiket Masuk (HTM).

Besarnya pokok pajak hiburan yang terhutang dihitung dengan cara mengkalikan tarif pajak dengan dasar pengenaan pajak. Secara umum perhitungan pajak hiburan adalah sesuai dengan rumus berikut:

Pajak Terhutang = Tarif Pajak x Dasar Pengenaan Pajak

= Tarif Pajak x Jumlah Pembayaran Untuk Menonton / Menikmati Hiburan

D. Ruang Lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

Adapun yang menjadi ruang lingkup dalam Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) ini adalah:

1. Mekanisme pengelolaan pajak hiburan di Dinas Pendapatan Daerah (DIPENDA) Kota Medan.

2. Kendala-kendala yang dihadapi dalam pemungutan pajak hiburan. 3. Upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kota Medan dalam

meningkatkan pajak hiburan


(16)

Adapun yang menjadi Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) ini adalah:

1. Tahap Persiapan

Pada tahap ini penulis melakukan kegiatan seperti pemilihan objek PKLM, lokasi PKLM, pengajuan PKLM, dan surat pengantar.

2. Studi Literatur

Dalam tahap ini penulis melakukan pencarian data dan informasi dengan membaca landasan teori , mengumpulkan sumber-sumber pustaka seperti, peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan, buku-buku, majalah maupun literatur lain yang berhubungan dengan objek PKLM.

3. Observasi Lapangan

Penulis melakukan studi mencari data dan informasi dengan mengikuti PKLM di Dinas Pendapatan Daerah (DIPENDA) Kota Medan. Serta mempelajari data-data yang berhubungan dengan masalah-masalah yang akan dibahas yang akan dijadikan bukti dalam daftar dokumen penulis.

4. Pengumpulan Data

Dilakukan dengan 2 cara, yaitu: a) Data Primer


(17)

Yaitu data yang diperoleh melalui wawancara terhadap orang-orang yang dianggap mampu memberi masukan dan informasi serta observasi penulis ke lapangan tempat objek PKLM.

b) Data Sekunder

Yaitu data atau informasi yang diperoleh melalui studi literature melalui sumber-sumber pustaka, undang-undang, dokumentasi maupun literatur lain yang berhubungan dengan objek PKLM.

5. Analisis dan Evaluasi

Yaitu kegiatan studi yang dilakukan dengan cara menganalisa permasalahan dan kendala yang dihadapi serta mencari tahu dan menanyakan solusi atau jalan keluar yang terbaik untuk memecahkan masalah tersebut.

F. Metode Pengumpulan Data

Dalam melakukan pengumpulan data digunakan 3 metode, yaitu: 1. Wawancara

Dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang ditujukan kepada pegawai yang dianggap mampu memberikan masukan data primer dan informasi bagi penyusunan laporan ini.


(18)

Melakukan pengamatan langsung atas kegiatan yang dilakukan dalam pencatatan terhadap fenomena yang menjadi objek penelitian, metode ini diharapkan dapat memberikan masukan data primer.

3. Dokumemtasi

Dalam metode ini penulis mempelajari segala sumber pustaka seperti buku dan undang-undang yang berhubungan dengan objek PKLM dan juga meminta berbagai dokumen yang berhubungan dengan objek PKLM, yang dapat berupa struktur organisasi.

G. Sistematika Penulisan Laporan

Sistematika penulisan laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) ini adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini akan diuraikan mengenai latar belakang PKLM tujuan dan manfaat PKLM, ruang lingkup PKLM, metode PKLM, metode pengumpulan data, uraian teoritis, serta sistematika penulisan laporan PKLM.

BAB II GAMBARAN UMUM DINAS PENDAPATAN DAERAH

KOTA MEDAN

Penulis menguraikan tentang sejarah singkat Dinas Penndapatan Daerah (DIPENDA) Kota Medan, struktur organisasi Dinas Pendapatan Daerah (DIPENDA) Kota Medan, serta uraian tugas pokok dan fungsi Dinas Pendapatan Daerah (DIPENDA) Kota Medan, serta tata kerja Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan.


(19)

BAB III GAMBARAN DATA PAJAK HIBURAN

Dalam bab ini penulis menjelaskan dan menguraikan tentang definisi pajak hiburan, dasar hukum pemungutan pajak hiburan, objek pajak dan bukan objek pajak hiburan, subjek pajak hiburan dan wajib pajak hiburan, dasar pengenaan pajak, tarif pajak, cara perhitungan pajak hiburan,kegiatan pendaftaran dan pendataan, penetapan dan penyetoran, serta tata cara pembayaran dan penagihan pajak hiburan.

BAB IV ANALISA DAN EVALUASI

Pada bagian ini penulis akan menganalisa dan mengevaluasi pengelolaan pemungutan pajak hiburan, target dan realisasi penerimaan pajak hiburan, pengalokasian pajak hiburan, kendala-kendala, serta upaya-upaya yang dilakukan pemerintah dalam pengelolaan pajak hiburan.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini penulis akan menyimpulkan berdasarkan gambaran-gambaran pada bab sebelumnya, dan berusaha memberikan saran agar penerimaan pajak daerah khususnya pajak hiburan dapat lebih optimal lagi.


(20)

BAB II

GAMBARAN UMUM OBJEK LOKASI PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI

A. Sejarah Singkat Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan

Pada mulanya Dinas Pendapatan Daerah (DIPENDA) Kota Medan adalah sub bagian pada bagian keuangan yang mengelola bidang penerimaan dan pendapatan daerah. Pada sub bagian ini tidak terdapat lagi sub seksi, karena pada saat itu wajib pajak ataau wajib retribusi yang berdomisili di kota Medan belum begitu banyak.

Mempertimbangkan perkembangan pembangunan dan laju pertumbuhan penduduk di kota Medan melalui peraturan daerah sub bagian keuangan tersebut dirubah menjadi bagian pendapatan. Pada bagian pendapatan dibentuklah beberapa seksi yang mengelola penerimaan pajak dan retribusi daerah yang merupakan kewajiban para wajib pajak atau wajib retribusi dalam daerah kota Medan yang terdiri dari 21 kecamatan, diantaranya : Kecamatan Medan Tuntungan, Medan Johor, Medan Amplas, Medan Denai, Medan Tembung, Medan Kota, Medan Area, Medan Baru, Medan Polonia, Medan Sunggal, Medan Maimun, Medan Selayang, dan lainnya.


(21)

Sehubungan dengan Instruksi Menteri Dalam Negeri KUPD Nomor 7/12/41-10 tentang penyeragaman struktur organisasi Dinas Pendapatan Daerah di seluruh Indonesia, maka pemerintah daerah kota Medan berdasarkan PERDA Nomor 12 Tahun 1978 menyesuaikan dan membentuk struktur organisasi Dinas Pendapaatan Daerah yang baru. Didalam struktur organisasi Dinas Pendapatan Daerah yang baru ini dibentuklah seksi-seksi administrasi Dinas Pendapatan Daerah, juga dibentuk bagian tata usaha yang membawahi 3 (tiga) Kepala sub bagian yang merupakan sub sektor perpajakan, retribusi daerah, pendapatan daerah lainnya yang merupakan kontribusi yang cukup penting bagi pemerintah daerah dalam mendukung serta memelihara hasil-hasil pembangunan dari peningkatan pendapatan daerah.

Meningkatnya pendapatan daerah hendaknya tidak harus ditempuh dengan cara kebijaksanaannya menaikkan tarif saja, tetapi lebih penting dengan memperbaiki atau menyempurnakan administrasi, sistem dan prosedur serta organisasi dari Dinas Pendapatan Daerah yang ada sekarang. Namun, kondisi saat ini dirasakan tuntutan untuk perlunya meninjau kembali dam penyempurnaan Manual Pendapatan Daerah (MAPATDA) dimaksud. Seiring dengan tuntutan gerak pembangunan yang sedang berjalan terutama dari pola pendekatan yang selama ini dilakukan secara sektoral perlu durubah secara fungsional dan disesuaikan dengan kebijaksanaan pemerintah yang paling akhir dibidang perpajakan, maka penyempurnaan telah dilaksanakan secara


(22)

sungguh-sungguh sehingga berhasil disusun Manual Pendapatan Daerah (MAPATDA).

Adapun penyempurnaan dimaksud dituangkan dalam :

1. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 973-442 Tahun 1988 pada tanggal 26 Mei 1988, tentang sistem prosedur perpajakan, retribusi daerah, dan pendapatan daerah lainnya serta pemungutan pajak bumi dan bangunan.

2. Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 10 tanggal 26 Mei 1988, tentang pelaksanaan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 973-442 Tahun 1988.

3. Surat Menteri Dalam Negeri Nomor 23 Tahun 1989 tanggal 26 Mei 1988, tentang organisasi dan tata kerja Dinas Pendapatan Daerah.

Pendapatan Daerah Kota Medan atau Manual Pendapatan Daerah (MAPATDA) yang dilaksanakan bertahap dan penyempurnaannya sebagai tahap awal untuk Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan secara efektif. Berdasarkan surat edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 061/1861/PUOD, tanggal 2 Mei 1988 Instruksi Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sumatera Utara Nomor 188.342.20/1991, tanggal 11 Maret 1991 yang terakhir dirubah dengan Keputusan Walikota Medan Nomor 188.342/790/SK/1991, tentang pelaksanaan PERDA Nomor 16 Tahun 1991 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan.


(23)

B. Srtuktur Organisasi Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan

Struktur Organisasi Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan terdiri dari :

1. Dinas 2. Sekretariat :

a) Sub Bagian Umum; b) Sub Bagian Keuangan;

c) Sub Bagian Penyusunan Program. 3. Bidang Pendataan dan Penetapan :

a) Seksi Pendataan dan Pendaftaran : b) Seksi Pemeriksaan;

c) Seksi Penetapan;

d) Seksi Pengolahan Data dan Informasi. 4. Bidang Penagihan :

a) Seksi Pembukuan dan Verifikasi ; b) Seksi Penagihan dan Perhitungan ; c) Seksi Pertimbangan dan Restitusi . 5. Bidang Bagi Hasil Pendapatan :

a) Seksi Bagi Hasil Pajak ;

b) Seksi Bagi Hasil Bukan Pajak ; c) Seksi Penatausahaan Bagi Hasil ;

d) Seksi Peraturan Perundang-Undangan dan Pengkajian Pendapatan. 6. Bidang Pengembangan Pendapatan Daerah :


(24)

b) Seksi Pengembangan Retribusi ;

c) Seksi Pengembangan Pendapatan Lain-lain. 7. Unit Pelaksanaan Teknis (UPT).

8. Kelompok Jabatan Fungsional.

C. Uraian Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan

Sesuai dengan Keputusan Walikota Medan Nomor 1 Tahun 2010 tentang tugas pokok dan fungsi Dinas Pendapatan Daerah (DISPENDA) Kota Medan, maka :

1. Daerah adalah Kota Medan ;

2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kota Medan ; 3. Walikota adalah Walikota Medan ;

4. Sekretaris Daerah adalah Sekretaris Daerah Kota Medan ; 5. Dinas adalah Dinas Pendapatan Kota Medan ;

6. Kepala Dinas adalah Kepala Dinas Pendapatan Kota Medan ;

7. Unit Pelaksanaan Teknis (UPT) adalah unsur pelaksana teknis pada dinas yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas ;

8. Kelompok Jabatan Fungsional adalah pemegang jabatan fungsional yang tugasnya didasarkan pada keahlian dan atau keterampilan tertentu sesuai kebutuhan daerah.


(25)

1. Dinas

Dinas merupakan unsurpelaksana pemerintah daerah, yang dipimpin oleh Kepala Dinas yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Walikota melalui Sekretaris Daerah. Dan mempunyai tugas melaksanakan sebagian urusan pemeritah daerah di bidang pendapatan daerah berdasarkan atas otonomi dan tugas pembantuan.

Dinas mempunyai fungsi :

a. Merumuskan kebijakan teknis di bidang pendapatan;

b. Menyelenggarakan urusan pemerintah dan pelayanan umum di bidang pendapatan;

c. Membina dan melaksanakan tugas di bidang pendapatan;dan

d. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Walikota sesuai dengan tugas dan fungsinya.

2. Sekretariat

Bagian sekretariat dipimpin oleh sekretaris, yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas. Sekretariat mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas Dinas lingkup kesekretariatan meliputi pengelolaan administrasi umum, keuangan dan penyusunan program.

Sekretariat mempunyai fungsi :


(26)

b. Melaksanakan dan menyelenggarakan pelayanan administrasi kesekretariatan Dinas yang meliputi administrasi umum, kepegawaian, keuangan dan kerumahtanggaan Dinas;

c. Mengelola sumber daya manusia, pengembangan organisasi, dan ketatalaksanaan;

d. Melaksanakan koordinasi penyelenggaraan tugas-tugas Dinas; e. Menyiapkan bahan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian; f. Melaksanakan monitoring, evaluasi, dan pelaporan kesekretariatan; g. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai

dengan tugas dan fungsinya.

Sekretariat terdiri dari :

1. Sub Bagian Umum mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Sekretariat lingkup administrasi umum.

2. Sub Bagian Keuangan mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Sekretariat lingkup pengelolaan administrasi keuangan.

3. Sub Bagian Penyusunan Program mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Sekretariat lingkup penyusunan program dan pelaporan.

3. Bidang Pendataan dan Penetapan

Bidang Pendataan dan Penetapan dipimpin oleh Kepala Bidang, yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas. Bidang Pendataan dan Penetapan mempunyai tugas melaksanaan sebagian tugas


(27)

Dinas lingkup pendataan, pendaftaran, pemeriksaan penetapan, dan pengolahan data dan informasi.

Bidang Pendataan dan Penetapan mempunyai fungsi :

a. Menyusun rencana, program, dan kegiatan Bidan Pendataan dan Penetapan;

b. Menyusun petunjuk teknis lingkup pendataan, pendaftaran, pemeriksaan penetapan, dan pengolahan data dan informasi;

c. Melaksanakan pendaftaran dan pendataan seluruh wajib pajak, wajib retribusi, dan pendaftaran daerah lainnya;

d. Melaksanakan pengolahan dan informasi baik dari Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD), Surat Pemberitahuan Retribusi Daerah (SPTRD), hasil pemeriksaan dan informasi dari instansi yang terkait;

e. Melaksanakan proses penetapan pajak daerah, retribusi daerah, dan pendapatan daerah lainnya;

f. Perencanaan hasil pemeriksaan terhadap Wajib Pajak dan Wajib Retribusi;

g. Melaksanakan monitoring, evaluasi, dan pelaporan lingkup bidang pendataan dan penetapan;

h. Melaksanakan tugas laian yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai dengan tugas dan fungsinya.


(28)

1. Seksi pendataan dan pendaftaran mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Bidang Pendataan dan Penetapan lingkup pendataan dan pendaftaran.

2. Seksi Pemeriksaan mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Bidang Pendataan dan Penetapan lingkup pemerikksaan.

3. Seksi Penetapan mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Bidang Pendataan dan penetapan lingkup penetapan pokok pajak daerah / pokok retribusi daerah.

4. Seksi Pengolahan Data dan Informasi mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Bidang Pendataan dan Penetapan lingkup data dan informasi.

4. Bidang Penagihan

Bidang penagihan dipimpin oleh Kepala Bidang, yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas. Mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Dinas lingkup pembukuan, verifikasi, penagihan, perhitungan, pertimbangan dan restitusi.

Bidang penagihan mempunya fungsi :

a. Menyusun rencana, program, dan kegiatan bidang penagihan;

b. Petunjuk teknis lingkup pembukuan, verifikasi, penagihan, perhitungan, pertimbangan, dan restitusi;

c. Melaksanakan pembukuan dan verifikasi atas pajak daerah, retribusi daerah, dan pendapatan daerah lainnya;


(29)

d. Melaksanakan penagihan atas tunggakan pajak daerah, retribusi daerah, dan pendapatan daerah lainnya;

e. Melajsanakan perhitungan restitusi dan atau pemindahbukuan atas pajak daerah, retribusi daerah, dan pendapatan daerah lainnya;

f. Melaksanakan telaahan dan saran pertimbangan terhadap keberatan WP atas permohonan WP;

g. Melaksanakan monitoring, evaluasi, dan pelaporan lingkup bidang penagihan;

h. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai tugas dan fungsinya.

Bidang penagihan terdiri dari :

1. Seksi pembukuan dan verifikasi mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Bidang penagihanlingkup pembukuan dan verifikasi. 2. Seksi penagihan dan perhitungan mempunyai tugas melaksanakan

sebagian tugas Bidang Penagihan lingkup penagihan dan perhitungan; 3. Seksi pertimbangan dan restitusi mempunyai tugas melaksanakan

sebagian tugas Bidang Penagihan lingkup pertimbangan dan restitusi;

5. Bidang Bagi Hsil Pendapatan

Bidang bagi hasil pendapatan dipimpin oleh Kepala Bidang. Dan mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Dinas lingkup bagi hasil pajak dan bukan pajak, penatausahaan bagi hasil perundang-undangan dan pengkajian pendapatan.


(30)

Bidang bagi hasil pendapatan mempunyai fungsi :

a. Menyusun rencana, program dan kegiatan Bidang Bagi Hasil Pendapatan;

b. Menyusun bahan petunjuk teknis lingkup bagi hasil pajak dan bukan pajak, penatausahaan bagi hasil dan perundang-undangan dan pengkajian pendapatan;

c. Melaksanakan penatausahaan bagi hasil pendapatan pajak dan bukan pajak; DAU, DAK,dan lain-lain pendapatan yang sah;

d. Melaksanakan koordinasi dengan instansi pemberi bagi hasil pajak dan bukan pajak; DAU, DAK,dan lain-lain pendapatan yang sah;

e. Melaksanakan perhitungan dan penerimaan dari dana bagi hasil pajak/bbukan pajak provinsi dan dana bagi hasil pajak/bukan pajak pusat DAU, DAK,dan lain-lain pendapatan yang sah;

f. Melaksanakan pengkajian pelaksanaan peraturan perundang-undangan dan pengkajian hasil pendapatan daerah di bidang dana perimbangan, dan lain-lain pendapatan yang sah;

g. Menyiapkan bahan monitoring, evaluasi, dan pelaporan lingkup bidang bagi hasil pendapatan;

h. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Bidang sesuai dengan tugas dan fungsinya.


(31)

1. Seksi Bagi Hasil Pajak mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Bidang Bagi Hasil Pendapatan lingkup bagi hasil pajak;

2. Seksi Bagi Hasil Bukan Pajak mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Bidang Bagi Hasil Pendapatan lingkup bagi hasil bukan pajak;

3. Seksi Penatausahaan Bagi Hasil mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Bidang Bagi Hasil Pendapatan lingkup penatausahaan bagi hasil;

4. Seksi Peraturan Perundang-undangan dan Pengkajian Pendapatan mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Bidang Bagi Hasil Pendapatan lingkup peraturan perundang-undangan dan kajian pendapatan.

6. Bidang Pengembangan Pendapatan Daerah

Dipimpin oleh kepala bidang, dan mempinyai tugas melaksanakan sebagian tugas Dinas Lingkup pengembangan pajak, retribusi dan pendapatan lain-lain.

Bidang Pengembangan Pendapatan Daerah mempunyai fungsi :

a. Menyusun rencana, program, dan kegiatan Bidang Pengembangan Pendapatan Daerah;

b. Menyusun bahan petunjuk teknis lingkup pengembangan pajak, retribusi dan pendapatan lain-lain;


(32)

c. Melaksanakan pengkajian potensi pajak daerah, retribusi daerah dan pendapatan lain-lain;

d. Menghitung potensi pajak dan retribusi daerah;

e. Melaksanakan monitoring, evaluasi dan pelaporan lingkup bidang pengembangan pendapatan daerah;

f. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Bidang sesuai dangan tugas dan fungsinya.

Bidang Pengembangan Pendapatan Daerah terdiri dari :

1. Seksi Pengembangan Pajak mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Bidang Pengembangan Pendapatan Daerah lingkup pengembangan pajak;

2. Seksi Pengembangan Retribusi mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Bidang Pengembangan Pendapatan Daerah lingkup pengembangan retribusi;

3. Seksi Pengembangan Pendapatan Lain-Lain mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Bidang Pengembangan Pendapatan Daerah lingkup pengembangan pendapatan lain-lain.

7. Unit Pelaksanaan Teknis

Pembentukan, nomenklatur, tugas pokok dan fungsi Unit Pelaksanaan Teknis ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan Walikota.


(33)

Kelompok Jabatan Fungsionsl mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Dinas sesuai dengan keahlian dan kebutuhan

E. Gambaran Umum Pegawai Pada Dinas Pendapatan Kota Medan

Sabagai gambaran umum mengenai pegawai yang ada pada Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :

Tabel 1

Gambaran Jumlah Pegawai Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan

Tahun 2011

No Bagian/ Subdis/ Bendahara/ UPT/ Security Jumlah

1 Kepala Dinas 1 orang

2 Bagian Umum/Keuangan/Penyusunan Program 38 orang 3 Bendahara Penerimaan / Pengeluaran 19 orang 4 Penyimpan Barang Berharga, Penyimpan Barang &

Pengurus Barang

16 orang

5 Bidang Pengembangan Pendapatan Daerah 18 orang


(34)

7 Bidang Pendataan & Penetapan9 (DATAP) 76 orang 8 Bidang Bagi Hasil Pendapatan (BHP) 82 orang 9 Unit Pelaksana Teknis (UPT) 245 orang

10 Security 15 orang

Jumlah PNS / Pegawai Honor 551 orang

Member : Dinas Pendapatan Kota Medan 2011

Keterangan :

Pegawai Negeri Sipil : 264 orang

TNI yang Dikaryakan : 1 orang(Bidang Penagihan)

Pegawai Honor : 56 orang

Pegawai Outsourcing : 230 orang

Jumlah Pegawai Dinas Pendapatan Kota Medan : 551 orang

KETERANGAN :

Golongan IIa = 34 orang

Golongan IIb = 3 orang


(35)

Golongan IId = 9 orang

Golongan III a = 59 orang

Golongan IIIb = 64 orang

Golongan IIIc = 38 orang

Golongan IIId = 38 orang


(36)

(37)

                                   

DINAS

SEKRETARIAT SUB BAGIAN KEUANGAN SUB BAGIAN PENYUSUNAN PROGRAM SUB BAGIAN UMUM

BIDANG BAGI HASIL PENDAPATAN

BIDANG PENGEMBANGAN PENDAPATAN DAERAH

SEKSI BAGI HASIL PAJAK

SEKSI PEMGEMBANGAN PAJAK

SEKSI BAGI HASIL BUKAN PAJAK SEKSI PENATAUSAHAAN BAGI HASIL SEKSI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DAN 

PENGKAJIAN  SEKSI PENGEMBANGAN RETRIBUSI SEKSI PENGEMBANGAN PENDAPATAN LAIN-LAIN

UPT

BIDANG PENDATAAN

DAN PENETAPAN 

BIDANG PENAGIHAN SEKSI PENDATAAN DAN PENDAFTARAN SEKSI PEMBUKUAN DAN VERIFIKASI  SEKSI PEMERIKSAAN SEKSI PENETAPAN SEKSI PENGOLAHAN DATA DAN INFORMASI SEKSI PENAGIHAN DAN  PERHITUNGAN SEKSI PERTIMBANGA N DAN RESTITUSI KELOMPOK JABATAN DAN FUNGSIONAL

ORGANISASI DINAS PENDAPATAN  


(38)

(39)

BAB III

GAMBARAN DATA PAJAK HIBURAN

A. Defenisi Pajak Hiburan

Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 dijelaskan bahwa pajak daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Di Indonesia penagihan pajak yang dilakukan oleh pemerintah daerah bersumber hukum pada Undang-Undang Nomor 18 tahun 1997 yang sebagaimana telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 yang membahas tentang pajak daerah dan retribusi daerah. Demikian pula dengan sistem pemungutan pajak daerah yang diterapkan oleh pemerintah daerah belum juga mempertegas pajak-pajak daerah mana yang dipungut dengan cara self assestment system, official assessment system, atau with holding system.

Menurut Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 12 Tahun 2003 tentang pajak daerah kota Medan pada bab IV pajak hiburan pasal 16 dijelaskan bahwa pajak hiburan adalah pajak yang dipungut atas penyelenggaraan setiap hiburan. Pengengenaan pajak hiburan tidak mutlak ada pada seluruh daerah kabupaten/kota yang ada di Indonesia. Hal ini berkaitan dengan kewenangan


(40)

yang diberikan kepada pemerintah kabupaten/kota untuk mengenakan atau tidak mengenakan suatu jenis pajak kabupaten/kota. Mengingat kondisi kabupaten/kota di Indonesia tidak akan sama termasuk dalam hal jenis hiburan yang diselenggarakan, maka untuk dapat diterapkan pada suatu kabupaten/kota, pemerintah daerah setempat harus mengeluarkan peraturan daerah tentang pajak hiburan yang akan menjadi landasan hukum operasional dalam teknis pelaksanaan pengenaan dan pemungutan pajak hiburan di dareah kabupaten/kotayang bersangkutan.

Pemungutan pajak hiburan didasarkan pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Keputusan Walikota Medan Nomor 9 tahun 2004, tentang pelaksanaan Peraturan Daerah kota Medan Nomor 12 Tahun 2003tentang pajak daerah kota Medan.

B. Objek Pajak Hiburan 1. Objek Pajak Hiburan

Objek pajak hiburan adalah penyelenggaraan pajak hiburan dengan dipungut bayaran. Yang dimaksud objek pajak hiburan antara lain: tontonan film, kesenian, pagelaran musik dan tari, diskotik, karaoke, klab malam, permainan biliar, permainan ketangkasan, panti pijat, mandi uap, dan pertandingan olah raga. Dengan demikian objek pajak hiburan adalah setiap penyelenggaraan hiburan berupa:


(41)

b) Pertunjukan kesenian, sirkus, pameran seni, busana, kontes kecantikan, dan sejenisnya ;

c) Pertunjukan musik dan tari ; d) Diskotik ;

e) Karaoke ; f) Klab malam ; g) Permainan biliar ;

h) Permainan ketangkasan, taman hiburan keluarga, permainan anak-anak, video game, play station, dan sejenisnya ;

i) Panti pijat, salon kecantikan, wisma pangkas ; j) Mandi uap dan sejenisnya ;

k) Pertandingan olah raga ;

l) Taman rekreasi, kolam renang, kolam pancing, dan sejenisnya ; m) Persewaan permainan internet.

2. Bukan Objek Pajak Hiburan

Tidak semua penyelenggaraan hiburan dikenakan pajak. Ada beberapa pengecualian yang tidak termasuk objek pajak, yatu: penyelenggaraan hiburan yang tidak dipungut bayaran, seperti hiburan yang diselenggarakan dalam rangka pernikahan, upacara adat, dan kegiatan keagamaan.

C. Subjek Pajak dan Pajak Hiburan

Yang dimaksud subjek pajak hiburan adalah orang pribadi atau badan yang menonton dan atau manikmati pajak hiburan, sedangkan wajib pajak


(42)

hiburan adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan hiburan. Dengan demikian subjek pajak dan wajib pajak hiburan tidaklah sama, hal ini dikarenakan konsumen yang menikmati pelayanan tempat hiburan merupakan subjek pajak yang membayar (menanggung) pajak, sementara penyelenggara hiburan bertindak sebagai wajib pajak yang diberi kewenangan untuk memungut pajak dari konsumen (subjek pajak).

D. Dasar Pengenaan, Tarif, Cara Penghitungan Pajak Hiburan 1. Dasar Pengenaan Pajak Hiburan

Dasar pengenaan pajak hiburan adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar untuk menonton atau menikmati hiburan sebagaimana ditetapkan dalam Harga Tiket Masuk (HTM).

2. Tarif Pajak Hiburan

Tarif pajak hiburan adalah untuk setiap jenis hiburan yang ditetapkan sebagai berikut:

a. Pertunjukan film di bioskop

Klasemen Bioskop Besar Pajak

AII UTAMA AII

AI BII BI

30% dari HTM 28% dari HTM 26% dari HTM 24% dari HTM 20% dari HTM


(43)

C D

KELILING

17% dari HTM 13% dari HTM 10% dari HTM

b. Ketentuan klasemen dan besarnya HTM untuk masing-masing bioskop di kota Medan akan ditetapkan lebih lanjut dengan surat keputusan Kepala Daerah.

c. Tata cara pengadaan/perforasi tanda masuk/karcis tontonan dan pembayaran dimuka (PDM) pajak hiburan tetap dan insidentil akan ditetapkan lebih lanjut dengan keputusan Kepala Daerah.

d. Untuk pertunjukan kesenian antara lain kesenian tradisional,pertunjukan sirkus, pameran seni:

1) Diruangan yang memakai AC dipungut pajak sebesar 15% dari HTM

2) Diruangan yang tidak memakai AC dipungut pajak sebesar 10% dari HTM

e. Untuk pameran busana, kontes kecantikan, pertunjukan/pagelaran music dan tari:

1) Diruangan yang memakai AC dipungut biaya sebesar 25% dari HTM

2) Diruangan yang tidakmemakai AC dipungut biaya sebesar 20% dari HTM


(44)

f. Untuk diskotik, Disko, Bar, Karaoke, Klab Malam dan sejenisnya ditetapkan sebesar 30% dari HTM atau jumlah pembayaran untuk menonton dan atau menikmati hiburan diluar makanan/minuman yang telah dikenakan pajak hotel atau pajak restoran.

g. Untuk Diskotik, Disco, Bar, Klab Malam yang tidak menggunakan tanda masuk dan atau tidak membayar untuk menonton dan atau menikmati hiburan dipungut pajak sebesar Rp.2000,- untuk setiap pengunjung,diluar harga makan/minum yang telah dikenakan pajak hotel dan atau pajak restoran.

h. Untuk permainan biliar

1) Di ruangan yang memakai AC dipungut pajak sebesar 20% dari HTM atau harga koin per meja untuk sekali permainan.

2) Diruangan yang tidak memakai AC dipungut pajak sebesar 15% dari HTM atau harga koin per meja untuk sekali permainan.

i. Untuk permainan ketangkasan, taman hiburan keluarga, permainan anak-anak antara lain: video game, play station, mini train, kuda pusing, speed boat, bom-bom car, dan sejenisnya dipungut pajak sebesar 20% dari HTM atau harga koin.

j. Usaha jasa panti pijat, mandi uap dan sejenisnya dipungut pajak20% dari HTM per jam, salon kecantikan dipungut pajak sebesar 20% dari jumlah pembayaran.


(45)

k. Pertunjukan pertandingan olah raga anara klub dalam negeri dipungut pajak sebesar 15% dari HTM, sedangkan perandingan olah raga dengan dukungan antar bangsa dipungut pajak sebesar 20% dari HTM. l. Taman rekreasi, kolam renang, kolam pancing dan sejenisnya dipungut

pajak sebesar 10% dari HTM.

m. Untuk jenis hiburan yang tidak menggunakan tanda masuk dipungut pajak sebesar 20% dari jumlah pembayaran.

n. Untuk persewaam permainan internet dipungut pajak sebesar 10% dari sewa per jam.

3) Perhitungan Pajak Hiburan

Besarnya pokok pajak hiburan yang terhutang dihitung dengan cara mengkalikan tariff pajak dengan dasar pengenaan pajak. Secara umum perhitungan pajak hiburan adalah sesuai dengan rumus sebagai berikut:

Pajak Terhutang =Tarif Pajak x Dasar Pengenaan Pajak

=Tarif Pajak x Jumlah Pembayaran Untuk Menonton / Menikmati Pajak Hiburan

E. Masa Pajak, Tahun Pajak, Saat Terhutang Pajak, dan Wilayah Pemungutan Pajak Hiburan.

Pada pajak hiburan, masa pajak merupakan jangka waktu yang lamanya sama dengan 1 bulan takwim. Dalam pengertian masa pajak bagian dari bilan dihitung satu bulan penuh. Tahun pajak adalah jangka waktu yang lamanya 1 tahun takwim.


(46)

Pajak yang terhutang merupakan pajak hiburan yang harus di bayar oleh wajib pajak pada suatu saat, dalam masa pajak atau dalam tahun pajak menurut keadaan peraturan daerah tentang pajak hiburan yang ditetapkan oleh pemerintah daerah setempat. Saat pajak terutang dalam masa pajak terjadi pada saat penyelenggaraan hiburan, jika pembayaran diterima penyelenggara hiburan sebelum hiburan diselenggarakan, pajak hiburan terhuang dalam masa pajak terjadi pada saat pembayaran.

Pajak hiburan yang terhutang dipungut di wilayah tempat hiburan diselenggarakan. Hal ini terkait dengan kewenangan pemerintah daerah setempat yang hanya terbatas atas setiap tempat hiburan yang berlokasi dan terdaftar dalam lingkup wilayah administrasinya.

F. Pendaftaran dan Pendataan

1. Kegiatan peendaftaran dan pendataan untuk wajaib pajak baru dengan cara Penetapan Kepala Daerah (official assestment) terdiri dari:

a. Pendaftaran terdiri dari:

1) Menyiapkan formulir pendaftaran WP;

2) Mengirimkan formulir pendaftaran kepada WP setelah dicatat dalam formulir pendaftaran;

3) Menerima dan memeriksa kelengkapan formulir pendaftaran WP yang telah di isi oleh WP atau yangdiberi kuasa:

a) Apabila pengisiannya benar dan lampirannya lengkap, dalam daftar formulir pendaftaran diberi tanda dan tanggal penerimaan dan selanjutnya dicatat dalam daftar induk WP,


(47)

daftar WP per golongan, serta dibuatkan kartu Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah (NPWPD).

b) Apabila belum lengkap formulir pendaftaran dan lampirannya dikembalikan kepada WP untuk dilengkapi.

b. Pendataan terdiri dari:

1) Mentiapkan formulir pendataan (SPTPD);

2) Menyampaikan formulir pendataan (SPTPD) kepada WP setelah dicatat dalam daftar (SPTPD);

3) Menerima dan memeriksa kelengkapan formulir pendataan (SPTPD) yang telah diisi WP atau yang diberi kuasa:

a) Apabila pengisiannya benar dan lampirannya lengkap, dalam daftar formulir pendataaan diberi tanda dan tanggal penerimaan;

b) Apabila belum lengkap, formulir pendataan (SPTPD) dan lampirannya dikembalikan kepada WP untuk melengkapinya. 4) Mencatat pajak daerah dalam, kartu data yang selanjutnya

diserahkan kepada unit kerja yang membidangi untuk proses penetapan.

c. Formulir/kartu dan daftar yang dipergunakan adalah: 1) Formulir atau kartu terdiri dari:

a) Formulir pendaftaran (DP -01); b) Formulir SPTPD (DPD-02); c) Kartu Data (DPD-04);


(48)

d) Kartu NPWPD (DPD-05). 2) Daftar terdiri dari:

a) Daftar Formulir Pendaftaran (BK-01); b) Daftar SPTPD (BK-02);

c) Daftar Induk Wajab Pajak (BK-04); d) Daftar WP per Golongan (BK-05);

2. Kegiatan pendaftaran dengan cara dibayar sendiri (self assestment) terdiri dari:

a. Menyiapkan formulir pendaftaran;

b. Menyerahkan formulir pendaftaran kepada WP setelah dicatat dalam daftar formulir pendaftaran;

c. Menerima dan memeriksa kelengkapan formulir pendaftaran yang telah diisi oleh WP dan atau yang diberi kuasa:

1) Apabila pengisiannya benar dan lampirannya lengkap, dalam daftar formulir pendaftaran diberi tanda dan tanggal penerimaan selanjutnya dicatat dalam daftar induk WP, daftar WP per golongan serta dibuatkan kartu NPWPD;

2) Apabila belum lengkap formulir penaftaran dan lampiran dikembalikan kepada WP untuk melengkapinya.

d. Formulir/kartu dan daftar yang dipergunakan adalah: 1) Formulir terdiri dari

a) Formulir pendaftaran (DPD-01); b) Kartu NPWPD (DPD-05).


(49)

2) Daftar terdiri dari:

a) Daftar formulir pendaftaran (BK-01); b) Daftar induk WP (BK-04);

c) Daftar WP per golongan (BK-06).

3. Kegiatan pendataan dengan cara penetapan kepala daerah (official assestment) untuk WP yang sudah memiliki NPWPD yang terdiri dari: a. Menyiapkan formulir pendataan (SPTPD) berdasarkan daftar WP; b. Menyerahkan formulir pendataan (SPTPD) kepada WP, setelah di

dalam daftar SPTPD;

c. Menerima dan memeriksa kelengkapan formulir pendataan yang telah diisi oleh WP atau yang diberi kuasa

1) Apabila pengisiannya benar dan lampirannya lengkap, dalam formulir pendataan diberi tanda dan tanggal penerimaan;

2) Apabila belum lengkap formulir pendataan (SPTPD) dikembalikan kepada WP untuk melengkapinya.

d. Mencatat pajak daerah dalam kartu data yang selanjutnya diserahkan kepada unit kerja yang membidanmgi untuk proses penetapan.

e. Formulir dan daftar yang dipergunakan adalah: 1) Formulir terdiri dari:

a) Formulir SPTPD (DPD-02); b) Kartu data (DPD-04). 2) Kartu SPTPD (BK-02)


(50)

4. Kegiatan pendataan dengan cara dibayar sendiri (self assessment) untuk WP yang sudah memiliki NPPWPD yang terdiri dari:

a. Menyerahkan formulir pendataan (SPTPD)

b. Menerima dan memeriksa kelengkapan formulir pendataan (SPTPD) yang telah diisi oleh WP atau yang diberi kuasa:

1) Apabila pengisiannya dan lampirannya lengkap. Dalam daftar SPTPD diberikan tanda dan tanggal penerimaan;

2) Apabila belum lengkap, SPTPD dikembalikan kepada WP untuk melengkapinya.

c. Mencatat pajak daerah dalam kartu data ke dalam daftar SPTPD WP self assessment;

d. Formulir dan daftar yang dipergunakan adalah: 1) Formulir terdiri dari:

a) Formulir SPTPD (DPD-02); b) Kartu data (DPD-04). 2) Daftar terdiri dari:

a) Daftar SPTPD (BK-02);

b) Daftar SPTPD WP self assessment (BK-03).

G. Penetapan

1. Kegiatan penetapan denan cara penetapan Kepala Daerah (official assessment) terdiri dari:


(51)

b) Menyerahkan kembali kartu data pada unit kerja yang membidangi pendataan setelah pembuatan nota perhitungan pajak daerah selesai;

c) Menerbitkan SKPD/SKPDT jika terdapat tambahan objek pajak yang sama sebagai akibat ditemukannya data baru atas dasar nota perhitungan pajak daerah dan membuat daftar SKPD/SKPDT; d) SKPD/SKPDT ditanda tangani oleh Unit Kerja Penetapan atas

nama Kadipenda dan daftar SKPD/SKPDT ditandatangani oleh Unit Kerja yang membidangi penetapan dan disiapkan tanda terimanya;

e) Menyerahkan salinan daftar SKPD/SKPDT kepada Unit Kerja yang membidangi Pembukuan penerimaan. Unit kerja yang membidangi Penagihan, Unit Kerja Perencanaan dan Pengendalian Operasional (P2O);

f) Menyerahkan SKPD/SKPDT kepada WP;

g) Apabila SKPD/SKPDT yang diterbitkan tidak atau kurang dibayar setelah lewat waktu paling lama 30 hari sejak SKPD/SKPDT diterima, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% tiap bulan dengan menerbitkan STPD.

2. Kegiatan penetapan dangan cara dibayar sendiri (self assessment) terdiri dari:

a) Setelah WP membayar pajak terutang berdasarkan SPTPD dicatat dalam kartu data;


(52)

b) Membuat nota perhitungan pajak atas dasar kartu data dan hasil pemeriksaan atau keterangan lain, dengan cara menghitung jumlah pajak terhutang dan jumlah kredit pajak yang diperhitungkan dalam kartu data;

c) Jika pajak terhutang kurang atau tidak dibayar maka akan diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar (SKPDKB);

d) Jika dtidak terdapat selisih antara pajak terhutang dan kredit pajak, maka diterbitkan Surat Ketetpan Pajak Daerah Nihil (SKPDN); e) Jika terdapat tambahan objek pajak yang sama sebagai akibat

ditemukannya data yang baru, maka diterbitkan Suran Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan (SKPDKBT);

f) Jika terdapat kelebihan pembayaran pajak terhutang, maka diterbitkan Surat Ketetapan Lebih Bayar (SKPDLB);

g) Setelah pembuatan nota perhitungan pajak selesai, selanjutnya menyerahkan kembali kartu data kepada unit kerja pendataan; h) Menerbitkan daftar SKPDKB, SKPD, dan SKPND atas dasar surat

ketetapan daerah tersebut diatas;

i) Surat ketetapan ditandatangani oleh Kepala Unit Kerja Penetapan atas nama Kadipenda dan daftar surat ketetapan tersebut diatas ditanda tangani oleh kepala unit kerja penetapan dan masing-masing disiapkan tanda terimanya;


(53)

j) Menyerahkan copy daftar surat ketetapan diatas kepada kepala unit kerja pembukuan penerimaan, unit kerja penagihan, unit kerja perencanaan dan pengendalian operasional;

k) Menyerahkan kepada WP berupa SKPDKB, SKPDKBT, SKPDN, kemudian WP menandatangani masing-masing tanda terima dan mengembalikannya;

l) Jumlah pajak terhutang dalam SKPDKB dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari pokok pajak dan junlah pajak terhutang dalam SKPDKBT dikenaklan sanksi admunustrasi berupa kenaikan sebesar 100% (seratus persen) dari pokok pajak;

m) Apabila SKPDKB, SKPDKBT, SKPDN, yang diterbitkan tidak atau kurang dibayar setelah lewat waktu paling lama 30 hari sejak SKPDKB, SKPDKBT, SKPDN diterima dapat memberikan sanksi administrasi berupa bunga 2% (dua persen) tiap bulan dengan menerbitkan STPD;

3. Kegiatan penetapan secara jabatan terdiri dari :

a) Membuat nota perhitungan pajak atas dasar kartu data dari hasil pemeriksaan dan atau keterangan lain, karena SPTPD tidak disampaaikan dan telah disampaikan surat teguran untuk memasukkan SPTPD;

b) Menyerahkan kembali kartu data kepada unit kerja pendataan setelah membuat nota perhitungan pajak daerah selesai ;


(54)

c) Menerbitkan SKPD/SKPDKB dan membuat daftar SKPD/SKPDKB atas dasar nota perhitungan pajak daerah ;

d) SKPD/SKPDKB ditanda tangani oleh kepala unit kerja penetapan atas nama Kadipenda dan daftar SKPD/SKPDKB ditanda tangani oleh kepala unit kerja penetapan ;

e) Menyerahkan copy daftar SKPD/SKPDKB kepada unit kerja pembukuan penerimaan, unit penagihan, unit kerja perencanaan dan pengendalian operasi (P2O) ;

f) Menyerahkan SKPD/SKPDKB, kepada WP kemudian WP menanda tanganinya ;

g) Apabila SKPD/SKPDKB yang diterbitkan tidak atau kurang dibayar setelah lewat waktu paling lama 30 (tiga puluh ) hari sejak SKPD/SKPDKB diterima, dapat memberikan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) tiap bulan dengan menerbitkan STPD.

4. Formulir dan daftar/buku yang dipergunakan adalah : a) Formulir terdiri dari :

1) Surat teguran untuk memasukkan STPD (DPD-06) ; 2) Kartu data (DPD-04) ;

3) Laporan pemeriksaan (DPD-07) ;

4) Nota perhitungan pajak daerah (DPD-08) ; 5) SKPD (DPD-10A);


(55)

7) SKPDN (DPD-10C) ; 8) SKPDKB (DPD010D) ; 9) SKPDKBT (DPD-10E) ; 10) STPD (DPD-11) ; 11) SKPDLB (DPD-10I). b) Daftar terdiri dari :

1) Daftar surat ketetapan (BK-09) ;

2) Daftar surat teguran untuk memasukkan SPTPD/SPTRD (BK-08).

H. Kegiatan Penyetoran

1. Kegiatan penyetoran melalui bendaharawan khusus penerima (BKP) terdiri dari :

a) BKP menerima setoran disertai surat ketetapan pajak daerah dengan media SSPD ;

b) Selanjutnya setelah SSPD yang telah divalidasi/dicap, aslinya disertai SKPD dikembalikan kepada WPyang berangkutan ;

c) Berdasarkan SSPD yang telah divalidasi dengan register/dicap, dicatat dan dignakan dalam buku pemandu penerima sejenis melalui BKP dan selanjutnya dibukukan dalam buku kas umum ; d) BKP menyetorkan uang kepada daerah secara harian yang disertai


(56)

e) BKP secara periodical (bulanan) menyiapkan laporan realisasi penerimaan dan penyetoran uang yang ditanda tangani oleh kepala DIPENDA ;

f) Mendistribusikan :

1) Lembar SSPD yang telah ditanda tangani/dicap kas daerah kepada unit kerja pembukuan dan pelaporan ;

2) Lembar buku pembantu penerimaan sejenis kepala unit kerja pembukuan dan pelaporan, unit kerja penagihan, serta unit kerja pendataan ;

3) Laporan realisasi penerimaan dan penyetoran uang kepada Kepala Daerah, Kepala DIPENDA, unit kerja perencanaan dan pengendalian operasional ;

g) Formulir dan buku yang dipergunakan adalah : 1) Formulir terdiri dari :

a. SSPD (DPD-12);

b. Laporan realisasi penerimaan dan penyetoran uang (DPD-14).

2) Buku terdiri dari :

a. Buku pembantu penerimaan sejenis (BK-10); b. Buku kas umum (BK-11).

2. Kegiatan penyetoran melalui Kas Daerah terdiri dari :

a) Kas daerah menerima uang dari WP disertai dengan media surat ketetapan dan media penyetoran SSPD dan bukti setoran bank;


(57)

b) Selanjutnya setelah SSPD telah ditanda tangani dan dicap oleh pejabat kas daerah, maka lembar pertama dari SSPD dan bukti setoran bank diserahkan kembali ke WP;

c) 2 lembar tindasan SSPD dikirim oleh kas daerah ke BKP DIPENDA yang dilampiri bukti setoran bank;

d) BKP, setelah menerima media penyetoran yang telah dicap kas daerah dicatat dalam buku pembantu penerimaan sejenis melalui kas daerah selanjutnya dibukukan dalam buku kas umum;

e) BKP secara periodical (bulanan) menyiapkan laporan realisasi penerimaan dan penyetoran uang yang ditanda tangani oleh kepala DIPENDA ;

f) Mendistribusikan :

1) Lembar SSPD yang telah ditanda tangani/dicap kas daerah kepada unit kerja pembukuan dan pelaporan ;

2) Lembar buku pembantu penerimaan sejenis kepala unit kerja pembukuan dan pelaporan, unit kerja penagihan, serta unit kerja pendataan ;

3) Laporan realisasi penerimaan dan penyetoran uang kepada Kepala Daerah, Kepala DIPENDA, unit kerja perencanaan dan pengendalian operasional ;

g) Formulir dan buku yang dipergunakan adalah : 1) Formulir terdiri dari :


(58)

b. Laporan realisasi penerimaan dan penyetoran uang (DPD-14).

2) Buku terdiri dari :

a. Buku pembantu penerimaan sejenis (BK-10); b. Buku kas umum (BK-11).

I. Tata Cara Pembayaran Pajak Hiburan

Pajak hiburan terutang dilunasi dalam jangka waktu yang ditentukan dalam peraturan daerah. Ketentuan tanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoran pajak hiburan ditetapkan oleh Walikota/Bupati. Apabila kepada WP diterbitkan SKPDKB (Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar), SKPDKBT (Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan), STPD (Surat Pemberitahuan Pajak Daerah), Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, dan Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah. Pajak hiburan harus dilunasi paling lambat satu bulan sejak tanggal diterbitkan.

Pembayaran pajak hiburan yang terhutang dilakukan ke kas daerah, bank atau tempat lain yang ditunjuk oleh Walikota/ Bupati sesuai waktu yang ditentukan dalam SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, dan STPD. Apabila pembayaran pajak dilakukan ditempat lain yang ditunjuk, hasil pemeriksaan pajak harus disetor ke kas daerah paling lambat 1 x 24 jam atau dalam waktu yang ditentukan oleh walikota. Apabila tanggal jatuh tempo pembayaran pada hari libur, pembayaran dilakukan pada hari kerja berikutnya.


(59)

Pembayaran pajak dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP). Pembayaran pajak harus dilakukan sekaligus atau lunas. Kepada WP yang melakukan pembayaran pajak dicatat dalam buku penerimaan. Hal ini dilakukan oleh petugas pembayaran pajak untuk tertib administrasi dan pengawasan penerimaan pakjak. Dengan demikian pembayaran pajak akan mudah terpantau oleh DIPENDA. Disamping itu, bentuk, isi, dan ukuran buku penerimaan, serta bukti pembayaran pajak ditetapkan dangan keputusan Walikota.

Dalam keadaan tertentu, Walikota atau pejabat yang ditunjuk dapat memberikan persetujuan kepada WP untuk mengangsur pembayaran pajak hiburan terhutang dalm kurun waktu tertentu setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan. Pemberian persetujuan untuk mengangsur pembayaran pajak diberikan atas permohonan WP. Oleh karena itu, angsuran pembayaran pajak yang terutang harus dilakukan secara teratur dan berturut-turut dengan bunga 2% sebulan dari jumlah pajak yang belum atau kurang dibayar. Selain memberikan persetujuan mengangsur pembayaran pajak, walikota atau pejabat yang ditunjuk dapat memberikan persetujuan kepada WP untuk menunda pembayaran pajak terutang dalam kurun waktu tertentu setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan. Pemberian persetujuan untuk menunda pembayaran pajak diberikan atas permohonan WP dengan dikenakan bunga sebesar 2% sebulan dari jumlah pajak yang belum atau kurang bayar. Persyaratan untuk dapat mengangsur atau menunda pembayaran pajak serta tata cara pembayaran angsuran ditetapkan dengan keputusan Walikota.


(60)

J. Tata Cara Penagihan Pajak Hiburan

Apabila Wajib Pajak tidak melunasi kewajibannya dalam melakukan pembayaran pajak hiburan terutangnya setelah jatuh tempo pembayaran, Walikota atau pejabat lain yang ditunjuk akan melakukan tindakan penagihan pajak. Penagihan tersebut dilakukan terhadap pajak terhutang SKPD, SKPDKB,SKPDKBT, STPD, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, dan Putussan banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah.penagihan pajak dilakukan dengan terlebih dahulu memberikan surat teguran atau surat peringatan atau surat laii yang sejenis sebagai awal tindakan penagihan pajak.

Apabila jumlah pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi dalam jangka waktu sebagaimana ditentukan dalam surat teguran, surat peringatan, atau surat lain yang sejenisnya, jumlah pajak yang harus dibayar ditagih dengan surat paksa. Pejabat menerbitkan surat paksa segera setelah lewat 21 hari sejak tanggal surat teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenisnya.

Apabila pajak yang harus dibayar tidak dilunasi dalamjangka waktu 2 x 24 jam sesudah tanggal pemberitahuan surat paksa, pejabat segera menerbitkan surat perintah melaksanakan melakukan penyitaan. Setelah dilakukan penyitaan WP belum juga melunasi hutang pajaknya maka pejabat dapat melakukan pengajuan permintaan tanggal pelelangan kepada Kantor


(61)

Lelang Negara, setelah Kantor Lelang Negara menetapkan pelaksanaan lelang, juru sita memberitahukan dengan segera secara tertulis kepada Wajib Pajak.


(62)

BAB IV

ANALISA DAN EVALUASI

A. Pengelolaan Pemungutan Pajak Hiburan

Pemungutan pajak hiburan dibagi melalui tiga kegiatan penyelenggaraan hiburan, yang masing-masing memiliki sistem pemungutan yang berbeda, dimana ada yang menggunakan pembayaran di muka dan ada yang menggunakan self assesment. Selanjutnya pelaksanaan pemungutan dan pembayaran pajak hiburan dapat dirinci sebagai berikut :

1. Penyelenggaraan hiburan rutin yang menggunakan tiket tanda masuk Terhadaap wajib pajak yang menyelenggarakan hiburan rutin dengan menggunakan tiket tanda masuk seperti bioskop, penyelenggaraan tempat-tempat wisata, taman rekreasi, kolam pemancingan dan sejenisnya. Pelaksanaan pemungutan dan pembayaran wajib pajak hiburan ditetapkan dengan sistem official assessment dimana fiscus yang memiliki wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang terhutang dan wajib pajak baru dapat melakukan pembayaran setelah adanya surat ketetapan pajak yang terhutang yang dikeluarkan oleh fiskus yang dalam hal ini Instansi Balai Dispenda Medan.

2. Penyelenggaraan hiburan rutin yang tidak menggunakan tiket tanda masuk seperti penyelenggaraan diskotik, karaoke, klab malam, dan sejenisnya. Sistem pemungutan pajak hiburan berdasarkan self


(63)

assessment, dimana wajib pajak diberikan wewenang kepercayaan dan tanggung jawab untuk menghitung, membayar,dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar. Dengan sistem self assessment tersebut wajib pajak berkewajiban untuk melakukan pembayaran setiap bulannya ke kantor kas daerah dan menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) yang dilampirkan dengan laporan penerimaan harian kepada Dinas Pendapatan Daerah (DIPENDA) Kota Medandalam hal ini seksi penagihan.

3. Penyelenggaraan Hiburan Insidentil

Terhadap kegiatan penyelenggaraan hiburan insidentil sistem pemungutannya dengan menggunakan sistem self assessment, dimana pada saat penyelenggaraan hiburan, wajib pajak diberi kewenangan untuk melakukan pemungutan pajak melalui penjualan tiket dan pada masa penyelenggaraan hiburan fiskus menentukan ketetapan pajak terutang atau menentukan besarnya pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak.

B. Target dan Realisasi Penerimaan Pajak Hiburan

Adapun target dan realisasi penerimaan pajak hiburan pada tahun 2006 – 2010 pada Dinas Pendapatan Daerah (DIPENDA) Kota Medan dapat dilihat pada tabel di bawah ini :


(64)

TABEL 11

REALISASI PENERIMAAN PAJAK HIBURAN

TAHUN 2006 – 2010

TAHUN ANGGARAN

TARGET (Rp)

REALISASI (Rp)

PERSENTASE (%)

2006 7.250.641.000,00 7.988.696.250,60 100,29

2007 8.354.000.000,00 8.382.957.036,24 100,35

2008 8.921.700.000,00 9.337.502.454,10 104,66

2009 9.556.580.000,00 9.995.090.144,30 104,59

2010 15.051.561.000,00 12.944.719.326,63 86,00 Data : Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan

Dari data tersebut diatas dapat digambarkan, untuk penerimaan khususnya pajak hiburan selama 4 ( empat ) tahun terakhir mengalami peningkatan tetapi 1 ( satu ) tahun terakhir mengalami penurunan. Hal ini disebabkan karena adanya tunggakan – tunggakan pajak yang belum dibayar oleh wajib pajak.

Pencapaian realisasi yang telah ditetapkan oleh Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan, tentunya dapat dicapai dengan harapan partisipasi dari wajib pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakannya. Dalam hal ini masyarakat kota Medan pada umumnya atau wajib pajak pada khususnya yang menyelenggarakan hiburan untuk menumbuhkan kesadaran bahwa Pajak


(65)

Hiburan yang mereka bayar sangat diperlukan untuk membangun kota Medan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

C. Pengalokasian Pajak Hiburan

Perimbangan keuangan daerah antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah mencakup pembagian keuangan antara Pemeintah Pusat dan Pemerintah Daerah secara proporsional, demokratis, adil, dan transparan dengan memperhatikan potensi, kondisi dan kebutuhan daerah.

Dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah, penyerahan dan pelimpahan urusan pemerintah kepada daerah secara nyata dan bertanngung jawab harus diikuti dangan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya Nasional secara adil, termasuk perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Dalam hal ini pajak hiburan disetor oleh Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan ke Kas Daerah untuk menampung seluruh penerimaan daerah dan membayar seluruh pengeluaran daerah. Alokasi Pajak Hiburan yang dilaksanakan pada Dinas Pendapan Daerah Kota Medan diarahkan untuk mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dan efektifitas perekonomian.


(66)

Dalam upaya meningkatkan penerimaan daerah melalui pajak hiburan masih ditemui masalah – masalah yang harus dicari solusinya dalam rangka upaya peningkatan penerimaan pajak daerah.

Sebagaimana data penulis peroleh, penulis dapat mengetahui apa yang menjadi masalah dalam upaya yang dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan untuk memperoleh data – data yang benar dari wajib pajak. Adapun masalah tersebut antara lain :

1. Tingkat kesadaran wajib pajak yang masih rendah dalam memenuhi kewajibannya untuk membayar pajak. Rendahnya kesadaran masyarakat umum dalam memenuhi kewajiban perpajakannya dapat disebabkan oleh minimnya pengetahuan mereka arti, manfaat, dan tujuan pembayaran pajak. Apabila mereka memiliki pengetahuan yang cukup untuk itu, maka cara pandang mereka terhadap kewajiban perpajakannya pun akan berubah. sehingga mereka dapat memenuhi kewajiban perpajakannya dengan baik.

2. Masih adanya beberapa wajib pajak yang memiliki tunggakan – tunggakan pajak.

3. Masih ditemui atau masih adanya petugas Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan yang belum bekerja secara efektif khususnya bagi petugas yang berkaitan dengan penyuluhan.

4. Susahnya untuk menjumpai pimpinan yang menyelenggarakan objek hiburan guna untuk dimintai keterangan mengenai data – data penghasilan yang didapat agar Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan dapat


(67)

mengetahui berapa besar penghasilan yang didapat dan menghindari penyimpangan terhadap wajib pajak.

5. Kurang tegasnya peraturan daerah dalam mengatur pajak daerah.

E. Upaya yang Dilakukan DIPENDA dalam Meningkatkan Pajak Hiburan

Berdasarkan Praktik Kerja Lapangan Mandiri ( PKLM ) yang telah penulis lakukan di Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan dan dengan melihat data yang berhasil penulis peroleh dari Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan telah melaksanakan kewajibannya dalam hal upaya peningkatan penerimaan pajak hiburan.

Adapun upaya yang dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan :

1. Melakukan pendataan terhadap wajib pajak sehingga data yang disampaikan dapat lebih mendekati akuratisasi data.

2. Memfungsikan pengawasan dari Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan dan bekerjasama dengan administrasi terkait / Tim Terpadu ( Dinas Pariwisata, Satpol PP, Polisi, Kejaksaan dan Kodim ) dengan tujuan untuk melaksanakan penagihan kepada wajib pajak khususnya wajib pajak yang tidak taat membayar pajak, bagi wajib pajak terutang, menunggak dan sekaligus peninjauan data lapangan yang sebenarnya.

3. Mengadakan peninjauan ulang atau mendata ulang apabila terjadi kesalahan dalam pemeriksaan. Agar tidak terjadi kesalahan dalam pendataan, apabila dilakukan peninjauan kembali atau meneliti data


(68)

dengan benar sehingga tidak adanya lagi kesalahan – kesalahan dalam perhitungan besar pajak yang seharusnya terutang.

4. Pemeriksaan wajib pajak secara terus dilakukan dengan menggunakan sistem self assesment dan juga official assesment. Pemeriksaan secara sistem self assesment digunakan untuk memeriksa objek pajak hiburan yang tergolong hiburan mewah yang penghasilannya melebihi Rp 300.000.000,- ( tiga ratus juta rupiah ) perbulan, sedangkan pemeriksaan yang menggunakan sistem official assesment digunakan untuk memeriksa objek pajak hiburan yang tergolong hiburan biasa – biasa saja atau tidak tergolong mewah yang penghasilannya kurang atau dibawah Rp 300.000.000, ( tiga ratus juta rupiah ) perbulan.

5. Melakukan pengawasan secara rutin kepada wajib pajak, hal ini dilakukan guna untuk menghindari adanya penyimpangan atau adanya data yang tidak benar disampaikan oleh wajib pajak.


(69)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan gambaran yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya, dapat ditarik beberapa kesimpulan, yaitu :

1. Masyarakat kota Medan khususnya wajib pajak yang menyelenggarakan pajak hiburan pada umumnya telah memiliki tingkat kesadaran yang tinggi dalam hal membayar pajak hiburan.

2. Tercapainya target penerimaan pajak hiburan dari tahun ke tahun menandakan bahwa kinerja Dinas Pendapatan Kota Medan dapat dikatakan berhasil dan terus mengalami peningkatan sesuai dengan perkembangan dan kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK), sehingga pajak hiburan dapat memberikan pemasukan dagi kas daerah untuk membiayai kegiatan pemerintah dan pembangunan Daerah di kota Medan.

3. Tarif pajak hiburan ditetapkan oleh pemerintah daerah berdasarkan kondisi daerahnya sehingga tariff untuk setiap daerah tidak selalu sama.

4. Pendapatan Daerah pada hakikatnya diperoleh melalui mekanisme pajak yang dibebankan pada seluruh masyarakat kota Medan yang menekankan pada persyaratan bahwa masyarakat berperan penting terhadap peningkatan penerimaan pajak daerah untuk pembangunan dan


(70)

kesejahteraan kota Medan. Sehingga kendala-kendala yang dihadapi oleh Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan dapat diselesaikan dengan baik. 5. Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan pendapatan darah yang

bersumber dari hasil pajak daerah, retribusi daerah, pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah, yang bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah dalam menggali pendanaan dalam pelaksanaan otonomi daerah.

B. SARAN

Agar pelaksanaan penerimaan pajak hiburan di kota Medan dapat dilaksanakan dengan baik dan memperoleh hasil yang maksimal, maka ada beberapa saran yang diberikan penulis untuk Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan, yaitu :

1. DIPENDA perlu menciptakan suatu sistem yang baru didalam prosedur pengelolaan pajak daerah pada umumnya dan pajak daerah khususnya, karena prosedur pengadministrasian pajak daerah yang digunakan selama ini sudah kurang efektif lagi sehingga diperlukan adanya sistem baru yang dapat lebih mempermudah para aparat pajak untuk mendata dan memungut pajak hiburan.

2. Perlu diadakan penyuluhan yang lebih inensif kepada masyarakat mengenai perpajakan, khususnya pajak daerah untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya pajak daerah terhadap pembangunan di kota Medan yang metropolitan.


(71)

3. Upaya yang dilakukan oleh pemerintah kota Medan untuk meningkatkan penerimaan pajak hiburan melalui Dinas Pendapatan Daerah Kota Medanadalah dengan melakukan pemeriksaan secara efektif terhadap usaha yang dijalankan WP.

4. Para aparat pajak/fiskus diharapkan meningkatkan kinerjanya agar lebih produktif sehingga pencapaian dalam panerimaan pajak hiburan yang melebihi target dari tahun ke tahun dapat terus meningkat.

5. Dinas Pendapatan Daerah (DIPENDA) Kota Medan harus mengelola pajak hiburan secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan atas kepatutan, keadilan, agar timbulnya rasa kepercayaan para wajib pajak yang mereka bayar digunakan untuk pembangunan Daerah Kota Medan.


(72)

DAFTAR PUSTAKA

Siahaan, Marihot P,2005, Pajak dan Retribusi Daerah, PT.Raja Graf indo Persada. Jakarta.

Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak dan Retribusi Daerah

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

Keputusan Walikota Medan Nomor 12 Tahun 2003, tentang Pajak Daerah Kota Medan.

Peraturan Walikota Medan Nomor 1 Tahun 2010, tentang Rincian Tugas Pokok Dan Fungsi Dinas Pendapatan Kota Medan.


(1)

mengetahui berapa besar penghasilan yang didapat dan menghindari penyimpangan terhadap wajib pajak.

5. Kurang tegasnya peraturan daerah dalam mengatur pajak daerah.

E. Upaya yang Dilakukan DIPENDA dalam Meningkatkan Pajak Hiburan

Berdasarkan Praktik Kerja Lapangan Mandiri ( PKLM ) yang telah penulis lakukan di Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan dan dengan melihat data yang berhasil penulis peroleh dari Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan telah melaksanakan kewajibannya dalam hal upaya peningkatan penerimaan pajak hiburan.

Adapun upaya yang dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan :

1. Melakukan pendataan terhadap wajib pajak sehingga data yang disampaikan dapat lebih mendekati akuratisasi data.

2. Memfungsikan pengawasan dari Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan dan bekerjasama dengan administrasi terkait / Tim Terpadu ( Dinas Pariwisata, Satpol PP, Polisi, Kejaksaan dan Kodim ) dengan tujuan untuk melaksanakan penagihan kepada wajib pajak khususnya wajib pajak yang tidak taat membayar pajak, bagi wajib pajak terutang, menunggak dan sekaligus peninjauan data lapangan yang sebenarnya.

3. Mengadakan peninjauan ulang atau mendata ulang apabila terjadi kesalahan dalam pemeriksaan. Agar tidak terjadi kesalahan dalam pendataan, apabila dilakukan peninjauan kembali atau meneliti data


(2)

dengan benar sehingga tidak adanya lagi kesalahan – kesalahan dalam perhitungan besar pajak yang seharusnya terutang.

4. Pemeriksaan wajib pajak secara terus dilakukan dengan menggunakan sistem self assesment dan juga official assesment. Pemeriksaan secara sistem self assesment digunakan untuk memeriksa objek pajak hiburan yang tergolong hiburan mewah yang penghasilannya melebihi Rp 300.000.000,- ( tiga ratus juta rupiah ) perbulan, sedangkan pemeriksaan yang menggunakan sistem official assesment digunakan untuk memeriksa objek pajak hiburan yang tergolong hiburan biasa – biasa saja atau tidak tergolong mewah yang penghasilannya kurang atau dibawah Rp 300.000.000, ( tiga ratus juta rupiah ) perbulan.

5. Melakukan pengawasan secara rutin kepada wajib pajak, hal ini dilakukan guna untuk menghindari adanya penyimpangan atau adanya data yang tidak benar disampaikan oleh wajib pajak.


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan gambaran yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya, dapat ditarik beberapa kesimpulan, yaitu :

1. Masyarakat kota Medan khususnya wajib pajak yang menyelenggarakan pajak hiburan pada umumnya telah memiliki tingkat kesadaran yang tinggi dalam hal membayar pajak hiburan.

2. Tercapainya target penerimaan pajak hiburan dari tahun ke tahun menandakan bahwa kinerja Dinas Pendapatan Kota Medan dapat dikatakan berhasil dan terus mengalami peningkatan sesuai dengan perkembangan dan kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK), sehingga pajak hiburan dapat memberikan pemasukan dagi kas daerah untuk membiayai kegiatan pemerintah dan pembangunan Daerah di kota Medan.

3. Tarif pajak hiburan ditetapkan oleh pemerintah daerah berdasarkan kondisi daerahnya sehingga tariff untuk setiap daerah tidak selalu sama.

4. Pendapatan Daerah pada hakikatnya diperoleh melalui mekanisme pajak yang dibebankan pada seluruh masyarakat kota Medan yang menekankan pada persyaratan bahwa masyarakat berperan penting terhadap peningkatan penerimaan pajak daerah untuk pembangunan dan


(4)

kesejahteraan kota Medan. Sehingga kendala-kendala yang dihadapi oleh Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan dapat diselesaikan dengan baik. 5. Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan pendapatan darah yang

bersumber dari hasil pajak daerah, retribusi daerah, pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah, yang bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah dalam menggali pendanaan dalam pelaksanaan otonomi daerah.

B. SARAN

Agar pelaksanaan penerimaan pajak hiburan di kota Medan dapat dilaksanakan dengan baik dan memperoleh hasil yang maksimal, maka ada beberapa saran yang diberikan penulis untuk Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan, yaitu :

1. DIPENDA perlu menciptakan suatu sistem yang baru didalam prosedur pengelolaan pajak daerah pada umumnya dan pajak daerah khususnya, karena prosedur pengadministrasian pajak daerah yang digunakan selama ini sudah kurang efektif lagi sehingga diperlukan adanya sistem baru yang dapat lebih mempermudah para aparat pajak untuk mendata dan memungut pajak hiburan.

2. Perlu diadakan penyuluhan yang lebih inensif kepada masyarakat mengenai perpajakan, khususnya pajak daerah untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya pajak daerah terhadap pembangunan di kota


(5)

3. Upaya yang dilakukan oleh pemerintah kota Medan untuk meningkatkan penerimaan pajak hiburan melalui Dinas Pendapatan Daerah Kota Medanadalah dengan melakukan pemeriksaan secara efektif terhadap usaha yang dijalankan WP.

4. Para aparat pajak/fiskus diharapkan meningkatkan kinerjanya agar lebih produktif sehingga pencapaian dalam panerimaan pajak hiburan yang melebihi target dari tahun ke tahun dapat terus meningkat.

5. Dinas Pendapatan Daerah (DIPENDA) Kota Medan harus mengelola pajak hiburan secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan atas kepatutan, keadilan, agar timbulnya rasa kepercayaan para wajib pajak yang mereka bayar digunakan untuk pembangunan Daerah Kota Medan.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Siahaan, Marihot P,2005, Pajak dan Retribusi Daerah, PT.Raja Graf indo Persada. Jakarta.

Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak dan Retribusi Daerah

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan keuangan antara

Pemerintah Pusat dan Daerah

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi

Daerah

Keputusan Walikota Medan Nomor 12 Tahun 2003, tentang Pajak Daerah Kota

Medan.

Peraturan Walikota Medan Nomor 1 Tahun 2010, tentang Rincian Tugas Pokok