BAB III GAMBARAN DATA PAJAK HIBURAN
A. Defenisi Pajak Hiburan
Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 dijelaskan bahwa pajak daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang bersifat memaksa berdasarkan
undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Di Indonesia penagihan pajak yang dilakukan oleh pemerintah daerah bersumber hukum pada Undang-Undang Nomor 18 tahun 1997 yang
sebagaimana telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 yang membahas tentang pajak daerah dan retribusi daerah. Demikian pula
dengan sistem pemungutan pajak daerah yang diterapkan oleh pemerintah daerah belum juga mempertegas pajak-pajak daerah mana yang dipungut
dengan cara self assestment system, official assessment system, atau with holding system.
Menurut Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 12 Tahun 2003 tentang pajak daerah kota Medan pada bab IV pajak hiburan pasal 16 dijelaskan
bahwa pajak hiburan adalah pajak yang dipungut atas penyelenggaraan setiap hiburan. Pengengenaan pajak hiburan tidak mutlak ada pada seluruh daerah
kabupatenkota yang ada di Indonesia. Hal ini berkaitan dengan kewenangan
Universitas Sumatera Utara
yang diberikan kepada pemerintah kabupatenkota untuk mengenakan atau tidak mengenakan suatu jenis pajak kabupatenkota. Mengingat kondisi
kabupatenkota di Indonesia tidak akan sama termasuk dalam hal jenis hiburan yang diselenggarakan, maka untuk dapat diterapkan pada suatu
kabupatenkota, pemerintah daerah setempat harus mengeluarkan peraturan daerah tentang pajak hiburan yang akan menjadi landasan hukum operasional
dalam teknis pelaksanaan pengenaan dan pemungutan pajak hiburan di dareah kabupatenkotayang bersangkutan.
Pemungutan pajak hiburan didasarkan pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Keputusan
Walikota Medan Nomor 9 tahun 2004, tentang pelaksanaan Peraturan Daerah kota Medan Nomor 12 Tahun 2003tentang pajak daerah kota Medan.
B. Objek Pajak Hiburan
1. Objek Pajak Hiburan
Objek pajak hiburan adalah penyelenggaraan pajak hiburan dengan dipungut bayaran. Yang dimaksud objek pajak hiburan antara lain: tontonan
film, kesenian, pagelaran musik dan tari, diskotik, karaoke, klab malam, permainan biliar, permainan ketangkasan, panti pijat, mandi uap, dan
pertandingan olah raga. Dengan demikian objek pajak hiburan adalah setiap penyelenggaraan hiburan berupa:
a Pertunjukan film ;
Universitas Sumatera Utara
b Pertunjukan kesenian, sirkus, pameran seni, busana, kontes kecantikan,
dan sejenisnya ; c
Pertunjukan musik dan tari ; d
Diskotik ; e
Karaoke ; f
Klab malam ; g
Permainan biliar ; h
Permainan ketangkasan, taman hiburan keluarga, permainan anak- anak, video game, play station, dan sejenisnya ;
i Panti pijat, salon kecantikan, wisma pangkas ;
j Mandi uap dan sejenisnya ;
k Pertandingan olah raga ;
l Taman rekreasi, kolam renang, kolam pancing, dan sejenisnya ;
m Persewaan permainan internet.
2. Bukan Objek Pajak Hiburan
Tidak semua penyelenggaraan hiburan dikenakan pajak. Ada beberapa pengecualian yang tidak termasuk objek pajak, yatu: penyelenggaraan hiburan
yang tidak dipungut bayaran, seperti hiburan yang diselenggarakan dalam rangka pernikahan, upacara adat, dan kegiatan keagamaan.
C. Subjek Pajak dan Pajak Hiburan
Yang dimaksud subjek pajak hiburan adalah orang pribadi atau badan yang menonton dan atau manikmati pajak hiburan, sedangkan wajib pajak
Universitas Sumatera Utara
hiburan adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan hiburan. Dengan demikian subjek pajak dan wajib pajak hiburan tidaklah sama, hal ini
dikarenakan konsumen yang menikmati pelayanan tempat hiburan merupakan subjek pajak yang membayar menanggung pajak, sementara penyelenggara
hiburan bertindak sebagai wajib pajak yang diberi kewenangan untuk memungut pajak dari konsumen subjek pajak.
D. Dasar Pengenaan, Tarif, Cara Penghitungan Pajak Hiburan