Berdasarkan hasil wawancara yang disampaikan oleh kepala puskesmas, secara domain dapat diketahui bahwa saranaprasarana yang tersedia di puskesmas
tergolong cukup meskipun ada dua puskesmas yang mengalami tidak adanya alat mikroskop di puskesmas Karang Anyar dan di puskesmas Pantai Labu tidak
tersedianya tenaga analis karena telah pindah tugas, dan belum mendapat solusi dari dinkes Kab. Deli Serdang. Adanya bantuan dana internasional dalam program malaria
menjadi pendukung yang mencukupkan saranaprasarana di puskesmas selama ini, dimana semestinya pemerintah daerah harus mampu mencukupi saranaprasarana
bagi puskesmas karena bantuan dana internasional bersifat sementara. Proses teriangulasi sumber dilakukan langsung kepada petugas malaria dan
diperoleh hasil bahwa sepuluh petugas malaria di puskesmas menyatakan bahwa sarana yang dimiliki oleh puskesmas dalam penemuan dan pengobatan kasus malaria
tergolong cukup tersedia di puskesmas. Berdasarkan hasil wawancara diatas, maka dapat disimpulkan bahwa saranaprasarana yang tersedia di puskesmas tergolong
cukup untuk kegiatan penemuan dan pengobatan kasus malaria di puskesmas endemis malaria.
4.3. Kinerja Petugas Malaria
Berdasarkan hasil wawancara dari keseluruhan puskesmas yang menjadi lokus penelitian dapat disimpulkan bahwa Persentase Unit Pelayanan Kesehatan UPK
yang melaporkan tidak pernah kehabisan stock OAM lebih dari 7 hari selama 3 bulan terakhir menunjukkan keberhasilan 100. Artinya dari semua puskesmas dapat
Universitas Sumatera Utara
merealisasikan rencana puskesmas yang berkaitan dengan kegiatan penemuan dan pengobatan kasus malaria di puskesmas.
Akan tetapi untuk aspek yang lainnya, realisasi yang dilakukan puskesmas belum menunjukkan keberhasilan, untuk lebih lengkap dapat dilihat pada tabel
berikut ini :
Tabel 4.9. Rata- Rata Pencapaian Kinerja Petugas Malaria Berdasarkan Puskesmas
Puskesmas Konfirmasi Lab
Kasus Positif Laporan kasus
Ra Ri
P Ra Ri P
Ra Ri P
Biru-Biru 1363
444 32.58
1 0.00
12 5
41.67 Galang
1484 534
35.98 1
0.00 12
9 75.00
Aras Kabu 807
313 38.79
1 0.00
12 6
50.00 Bandar Kalipah
6952 981
14.11 6
0.00 12
6 50.00
Tanjung Rejo 4273
411 9.62
4 1
25.00 12
7 58.33
Kota Datar 2151
398 18.50
2 0.00
12 5
41.67 Hamparan Perak
3854 1132 29.37
3 2
66.67 12
4 33.33
Pematang Johar 878
483 55.01
1 0.00
12 9
75.00 Pantai Labu
1726 555
32.16 1
2 200.00 12
7 58.33
Dalu Sepuluh 3302
608 18.41
2 0.00
12 6
50.00 Karang Anyar
1293 463
35.81 1
4 400.00 12 10
83.33 Talun Kenas
1225 795
64.90 1
0.00 12
8 66.67
Rata-Rata 32.10
57.64 56.94
Ket : Ra = Rencana
Ri = Realisasi P
= Pencapaian
Berdasarkan tabel di atas bahwa rata-rata pencapaian kasus yang diperiksa
dengan menggunakan mikroskopRDT konfirmasi Laboratorium mencapai 32, rata-rata pencapaian kasus malaria positif mencapai 58 dan rata-rata pencapaian
laporan bulanan kasus hanya mencapai 57. Maka dapat disimpulkan bahwa kinerja
Universitas Sumatera Utara
yang diperoleh petugas malaria tergolong kurang baik, karena persentase pencapaian masih rendah dari rencana atau target yang sudah ditentukan.
Berdasarkan kesimpulan hasil wawancara perihal pengetahuan dan tabel rata- rata pencapaian kinerja petugas malaria di puskesmas yang diperoleh diketahui
bahwa pengetahuan petugas malaria tergolong baik, akan tetapi kinerja yang diperoleh kurang baik. Ini menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh dari pengetahuan
terhadap kinerja petugas malaria karena pengetahuan petugas malaria berbanding terbalik dengan kinerjanya.
Strategi yang diperoleh dari kesimpulan hasil wawancara juga menunjukkan hal yang serupa bahwa dapat diketahui strategi petugas malaria tergolong baik, akan
tetapi kinerja yang diperoleh kurang baik dilihat dari tabel rata-rata pencapaian kinerja petugas malaria di puskesmas. Ini menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh
dari strategi terhadap kinerja karena strategi petugas malaria berbanding terbalik dengan kinerjanya.
Berdasarkan kesimpulan hasil wawancara dan tabel rata-rata persentase pencapaian kinerja petugas malaria di puskesmas perihal sarana dan prasrana yang
diperoleh juga diketahui bahwa sarana dan prasarana petugas malaria tergolong cukup, akan tetapi kinerja yang diperoleh kurang baik. Ini menunjukkan bahwa tidak
ada pengaruh dari sarana dan prasarana terhadap kinerja karena sarana dan prasarana petugas malaria berbanding terbalik dengan kinerjanya.
Universitas Sumatera Utara
BAB 5 PEMBAHASAN
Kegiatan pengamatan dan penyelidikan epidemiologi penyakit malaria atau
yang dikenal dengan surveilans epidemiologi penyakit malaria di tingkat Kabupaten merupakan tugas dari bidang P2P pada seksi program malaria di Dinas Kesehatan
Kabupaten, sedang di tingkat puskesmas dilaksanakan oleh petugas malaria yang ditunjuk oleh Kepala Puskesmas setempat melalui SK Surat Keterangan yang diberi
kepada petugas malaria puskesmas untuk dapat dijalankan dengan baik. Analisis Kinerja Petugas Malaria dalam Penemuan dan Pengobatan Kasus Malaria di
Puskesmas Kabupaten
Deli Serdang berdasarkan faktor-faktor yang
mempengaruhinya.
5.1. Analisa Data tentang Pengetahuan Petugas Malaria Puskesmas dalam Penemuan dan Pengobatan Kasus Malaria di Puskesmas
Dari kesimpulan hasil wawancara yang dilakukan dengan kepala puskesmas diketahui bahwa pelatihan malaria sudah dilaksanakan oleh Dinkes Kab. Deli
Serdang dan menambah pengetahuan petugas malaria, akan tetapi pelatihan malaria yang dilaksanakan oleh Dinkes Kab. Deli Serdang tidak berkesinambungan,
semestinya rutin dilakukan kegiatan pelatihan dan sosialisasi tentang malaria di puskesmas maupun di desa agar dokter, petugas malaria dan staf puskesmas serta
masyarakat mendapat informasi yang kountiniu dan mendapat bimbingan yang benar tentang pelaksanaan tatalaksana kasus malaria yang terus berkembang sehingga
74
Universitas Sumatera Utara
petugas malaria puskesmas mendapat protap-protap atau langkah-langkah baru dalam menjalankan program malaria di puskesmas. Sebab melalui pelatihan malaria rutin
dapat merangsang kinerja dari petugas malaria puskesmas dalam menjalakan program yang diberikan, dan sekaligus dapat mendata keaktifan dari petugas malaria
puskesmas itu sendiri yang mana seringnya terjadi rotasi atau pergantian petugas di puskesmas tanpa pemberitahuan ke dinas kesehatan kabupaten. Sehingga dengan
pelatihan malaria rutin petugas yang baru menduduki jabatan sebagai petugas malaria puskesmas cepat mendapat bimbingan dan arahan tentang program malaria yang akan
dijalani di puskesmas tanpa hambatan. Seharusnya Dinkes Kab. Deli Serdang membuat perencanaan dan menjadikan
kegiatan rutin pelatihan malaria bagi petugas malaria, dokter dan kader yang diselenggarakan di dinkes Kab. Deli Serdang dalam rangka menunjang kegiatan
penemuan dan pengobatan kasus malaria di puskesmas. Serta sebaiknya petugas malaria puskesmas mampu membuat perencanaan kerja POA tentang malaria di
puskesmas sebagai suatu kegiatan tahunan dalam rangka peningkatan penemuan dan pengobatan kasus malaria agar tidak terhambat pelaksanaannya di puskesmas. Karena
penyakit malaria adalah salah satu tujuan dari pencapaian target MDG’s dimana puskesmas mendapat dukungan dana melalui dana BOK dan seharusnya malaria juga
mendapat perhatian dari kepala puskesmas sebelum terjadinya KLB. Membentuk koordinasi yang baik antar lintas program melalui pengumpulan
data di lapangan yang diperoleh dari kader, bidan desa dan tenaga kesehatan yang ada di wilayah kerja puskesmas melalui Minilok, melakukan kegiatan MFS melalui
Universitas Sumatera Utara
pemeriksaan sediaan darah dan melakukan PE, pengamatan vektor serta pemberantasan vektor dan pengobatan dalam menunjang kegiatan penemuan dan
pengobatan kasus malaria di puskesmas agar target yang telah disepakati dapat tercapai melalui kinerja yang baik dari petugas malaria di puskesmas. Bentuk
koordinas lintas sektoral melalui Jumat bersih, PSN dan pemantauan jentik berkala dimana dengan lingkungan yang bersih maka terhindar dari perindukan nyamuk
Anopheles, memberikan sosialisasi tentang pencegahan dan pengobatan penyakit malaria dengan pemakaian kelambu dan pemakaian autan bila bepergian keluar
rumah pada malam hari serta bila positif malaria dapat minum obat anti malaria OAM ACT yang benar. Melakukan penyemprotan dinding rumah bagi yang positif
penderita malaria atau terjadinya KLB malaria, namun di Kabupaten Deli Serdang penyemprotan belum pernah dilakukan.
Kesimpulan hasil wawancara yang dilakukan kepada petugas malaria puskesmas menunjukkan bahwa petugas malaria memiliki pengetahun yang baik
tentang malaria dan prosedur penemuan dan pengobatan kasus malaria. Akan tetapi bila dilihat dari tabel rata-rata pencapaian kinerja petugas malaria puskesmas tidak
menunjukkan indikasi yang baik. Ini mengindikasikan bahwa pengetahuan yang dimiliki oleh informan tidak memiliki pengaruh terhadap kinerja petugas.
Menurut Ilyas dalam Khayati, dkk 2012 pengetahuan merupakan faktor dominan yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Jika
pengetahuan baik, maka akan menghasilkan tingkat kinerja yang baik. Namun hal ini bertentangan dengan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti, walaupun
Universitas Sumatera Utara
pelatihan dan sosialisasi telah diberikan kepada dokter puskesmas dan petugas malaria dan telah melakukan sosialisasi kepada masyarakat tetapi jumlah kasus
malaria yang diperiksa dengan menggunakan mikroskopRDT di puskesmas endemis malaria di Kabupaten Deli Serdang belum mencapai target yang ditentukan. Ini sesuai
dengan penelitian Rye 2009 yang menyatakan tidak ada hubungan yang bermakna secara statistik antara pengetahuan dengan kinerja petugas. Pengetahuan yang baik
tersebut ternyata tidak diikuti dengan mental kerja yang baik oleh petugas malaria. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi antara pengetahuan dengan kinerja
petugas, salah satunya adalah sebagian besar petugas melakukan kegiatan surveilans hanya berdasarkan pengalaman kerja mereka bukan berdasarkan pedoman kerja yang
telah ditetapkan maupun standar operasional prosedur yang ada. Pengetahuan yang baik seharusnya dapat ditransformasikan secara baik pula oleh petugas kepada
masyarakat, sehingga pengetahuannya juga berdampak pada masyarakat dan mendukung kinerja petugas. Beberapa hal yang memungkinkan terjadi dalam proses
transformasi petugas malaria ke masyarakat berkaitan dengan pemanfaatan media dan intensitas informasi.
Media yang digunakan juga akan mempengaruhi proses penyampaian informasi yang dilakukan. Media informasi akan di desain agar informasi sampai
kepada masyarakat luas sehingga masyarakat yang mengetahui tentang program pemberantasan malaria lebih banyak. Media informasi yang dapat digunakan seperti
televise, radio, koran dan majalah. Dari hasil wawancara yang dilakukan dapat diketahui bahwa puskesmas endemis yang ada di wilayah Kabupaten Deli Serdang
Universitas Sumatera Utara
belum maksimal untuk melakukan sosialisasi, karena tidak diikuti dengan acara ceremonial, tidak diberitakan melalui media massa koran, radio ataupun televisi dan
tidak ada upaya untuk memastikan undangan sampai ke tangan pihak-pihak yang diundang untuk kegiatan advokasi dan sosialisasi program pemberantasan malaria
tersebut. Selain pemanfaatan media pemberian informasi pertama sekali didapatkan
oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang dari Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara serta Kementerian Kesehatan. Setelah mendapatkan sosialisasi dari
Kementrian Kesehatan dan Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, maka seharusnya Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang melakukan sosialisasi kepada
seluruh Puskesmas dan masyarakat di Kabupaten Deli Serdang. Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang memang sudah melakukan sosialisasi informasi kepada
kepala puskesmas dan petugas malaria di puskesmas dan disosialisasikan melalui mini lokakarya yang dilakukan di Puskesmas. Selain itu, pihak puskesmas bersama
bidan desa dan kader kesehatan juga telah mensosialisasikan program pemberantasan malaria kepada kepala desa dan masyarakat setempat. Hanya saja sosialisasi perdana
ini tidak dilanjutkan dengan sosialisasi-sosialisasi berikutnya baik kepada pelaksana program yang ada di puskesmas maupun kepada masyarakat di Kabupaten Deli
Serdang. Ini menunjukkan bahwa intensitas transmisi dalam bentuk sosialisasi informasi sangat kurang dilakukan. Ini terbukti dari hasil wawancara kepada
informan yang ada di puskesmas menyatakan bahwa Dinas Kesehatan Kabupaten
Universitas Sumatera Utara
Deli Serdang terakhir memberikan pelatihan maupun sosialisasi kepada petugas malaria yaitu pada tahun 2009.
Demikian juga dengan intensitas sosialisasi yang disampaikan kepada masyarakat Kabupaten Deli Serdang kurang dilakukan. Ini terbukti dari hasil
wawancara kepada informan dari berbagai elemen masyarakat, hampir semuanya menyatakan bahwa dinas kesehatan maupun puskesmas belum pernah mengadakan
sosialisasi tentang Pemberantasan Penyakit Malaria. Permasalahan malaria merupakan permasalahan kompleks yang dipengaruhi
oleh banyak faktor dan saling berkaitan, sehingga pengetahuan petugas juga harus meliputi banyak aspek, tidak hanya pengetahuan teknis yang sudah terdapat dalam
pedoman penanganan malaria. Salah satu faktor yang berhubungan dengan kejadian malaria adalah faktor lingkungan. Sehingga pengetahuan yang baik tentang
lingkungan akan dapat mendukung peningkatan kinerja petugas malaria. Ini sejalan dengan penelitian Kambulawang, dkk 2010 yang menyimpulkan bahwa kinerja
petugas malaria puskesmas di Dinas Kesehatan, Manggarai Timur, NTT masih rendah. Kurangnya pengetahuan petugas dalam bidang kesehatan lingkungan,
sehingga, kemampuan dan keaktifan mereka dalam pemberantasan malaria masih kurang.
5.2. Analisa Data tentang Strategi yang dipakai Petugas Malaria Puskesmas dalam Penemuan dan Pengobatan Kasus Malaria di Puskesmas
Berdasarkan kesimpulan hasil wawancara yang didapatkan bahwa koordinasi lintas program dan lintas sektoral merupakan upaya strategis yang dilakukan oleh
Universitas Sumatera Utara
semua puskesmas dalam mengeliminasi malaria melalui peningkatan kegiatan penemuan dan pengobatan kasus malaria di puskesmas. Langkah ini merupakan
bagian yang terintegrasi dari strategi lainnya yang dijalankan oleh puskesmas. Strategi lintas sektor ini berkontribusi besar dalam meningkatkan kinerja
petugas malaria di puskesmas melalui beberapa kegiatan yaitu kegiatan PSN, pemantauan jentik dan pengalangan masyarakat dalam pengaktifan Posmaldes, Jumat
bersih, penyemprotan serta abatesasi di masing-masing wilayah kerja puskesmas endemis malaria. Ini sejalan dengan penelitian Roosihermiatie 2012 yang
menemukan bahwa penerapan kebijakan eliminasi malaria oleh Dinas Kesehatan Provinsi Bali dan Kabupaten Karangasem sudah cukup sesuai dengan strategi pusat.
Banyak kegiatan lintas sektor, baik secara langsung bekerja sama dengan Dinas Kesehatan maupun tidak secara langsung, mempunyai dampak pada kebijakan
eliminasi malaria. Akan tetapi dalam penelitian ini strategi yang sudah dibangun baik, tetapi
tidak menunjukkan kinerja yang baik pula bila dilihat dari tabel rata-rata persentase pencapaian kinerja petugas malaria puskesmas dimana saranaprasaran di puskesmas
sangat mendukung untuk pencapaian target konfirmasi laboratorium yang diharapkan. Strategi yang sudah dibangun belum mampu meningkatkan kinerja petugas secara
positif. Strategi yang dikembangkan oleh petugas malaria tergolong strategi yang
merupakan suatu tindakan planning mode. Menurut Robbins, dkk 2007 terdapat dua pendapat yang mengenai bagaimana strategi disusun dan dijalankan dalam
Universitas Sumatera Utara
organisasi. Strategi pertama adalah strategi yang merupakan suatu tindakan planning mode yaitu strategi yang berkaitan dengan model rasional yang dikembangkan para
pemikir perspektif modern. Strategi kedua merupakan evolutionary mode, yaitu strategi yang melihat bahwa strategi tidak mesti berupa suatu perencanaan yang
sistematis dan terperinci. Mereka melihat bahwa dalam praktiknya tidak jarang pengelola organisasi mengambil keputusan strategi secara bertahap atau selangkah
demi selangkah, sejalan dengan perkembangan organisasi itu sendiri, sebelum pada akhirnya menjadi suatu strategi yang utuh dan lengkap.
Strategi yang dijalankan oleh petugas malaria merupakan strategi suatu tindakan planning mode, petugas menjalankan kerja sesuai dengan perencanaan
yang sudah termaktub dalam peraturan kementerian kesehatan. Strategi ini cukup efektif dalam meningkatkan kinerja petugas, khususnya petugas malaria yang berada
pada level low dan middle management yang bekerja sesuai dengan peraturan yang sudah ada. Petugas hanya menjalankan kerja yang sesuai dengan pedoman yang
sudah ditetapkan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pedoman yang baku sebagai sebuah strategi dapat meningkatkan kinerja petugas malaria.
Pengalaman petugas yang sudah sangat lama menangani program Malaria seharusnya bisa menjadi suatu rumusan yang berintegrasi dengan pedoman dari pusat,
sehingga pedoman yang ada akan lebih sesuai dengan karakteristik daerah masing- masing. Meskipun ada panduan secara nasional seharusnya untuk local specific
pedoman yang ada harusnya didukung oleh pengetahuan praktis yang didapatkan dari pengalaman bertahun-tahun menjalankan program malaria serta dinas kesehatan
Universitas Sumatera Utara
dapat membuat suatu strategi menurut situasi daerah wilayah kerja puskesmas masing-masing.
Strategi yang sudah ada seharusnya juga didukung oleh perilaku kerja yang baik dalam menjalankan strategi tersebut, berdasarkan pengamatan dan monitoring
dan evaluasi didapatkan bahwa, pemahaman petugas yang baik tentang pedoman ternyata tidak selamanya bisa konsisten di lapangan. Petugas cenderung tidak utuh
menjalankan pedoman yang ada di lapangan, ini berkaitan erat dengan perilaku kerja petugas. Namun peran aktif dari kepala puskesmas sebagai stakeholder sangatlah
menunjang kinerja dari petugas puskesmas, dimana tugas dari kepala puskesmas harus mampu membimbing, membina, mengevaluasi staf puskesmas serta dapat
memfasilitasi staf puskesmas dalam menjalankan program di puskesmas. Perilaku kerja merupakan faktor internal yang mempengaruhi kinerja
seseorang. Perilaku merupakan tampilan nyata yang dipengaruhi oleh pengetahuan dan pengalaman. Oleh karena itu strategi yang baik seharusnya didukung dengan
perilaku kerja yang baik pula oleh petugas malaria. Sesuai dengan penelitian Dachi, dkk 2010 yang menemukan bahwa pelaksanaan program surveilans malaria oleh
petugas P2PM Pemberantasan dan Pencegahan Penyakit Menular puskesmas di Nias Selatan sangat besar dipengaruhi oleh faktor perilaku kerja.
Selain itu untuk menjaga agar strategi yang dijalankan berjalan efektif dan efesien sesuai dengan perilaku kerja petugas, maka faktor supervisi dan monev
pemimpin harus menjadi faktor yang menjaga semua ini. Berdasarkan kesimpulan hasil wawancara didapatkan bahwa kepala puskesmas sebagai pemimpin di tingkat
Universitas Sumatera Utara
puskesmas tidak dilibatkan secara langsung dalam program malaria ini. Kepala puskesmas dinilai minim berkontribusi secara langsung dalam pelaksanaan program
malaria, dimana kepala puskesmas seharusnya terlibat secara langsung karena kepala puskesmas bertanggung jawab akan keberhasilan semua program yang ada di
puskesmas kepada kepala dinas kesehatan kabupaten untuk mencapai misi dan visi dinas kesehatan. Kepala puskesmas tidak menerima intensif dalam program malaria
sehingga mengurangi keterlibatannya secara proses dan supervise kepala puskesmas minim dibanding dengan program yang lain, namun ini bukanlah menjadi suatu
alasan bagi kepala puskesmas sebab kepala puskesmas telah menerima tunjangan struktural dari pemerintah daerah.
Berdasarkan penelitian Ngadorojatun 2013 menemukan bahwa faktor kepemimpinan merupakan faktor yang mempengaruhi dalam meningkatkan kinerja
petugas di puskesmas. Oleh karena itu agar strategi yang sudah ada dapat berjalan baik maka kepala puskesmas sebagai pemimpin harus bisa terlibatkan secara
langsung dan aktif untuk menjaga agar pelaksanaan strategi berjalan baik yang telah disepakati bersama.
5.3. Analisa Data tentang SaranaPrasarana Petugas Malaria Puskesmas dalam Penemuan dan Pengobatan Kasus Malaria di Puskesmas
Pelaksanaan suatu program juga sangat dipengaruhi oleh ketersediaan dan kelengkapan fasilitas di sarana kesehatan. Oleh karena itu, tercapainya target jumlah
konfimasi laboratorium di puskesmas sebagai indikator kinerja petugas malaria
Universitas Sumatera Utara
puskesmas harusnya baik karena ketersediaan sarana dan prasarana yang tersedia juga baik.
Ketersediaan ini sesuai dengan teori yang dikembangkan L. Green yang menyatakan bahwa ketersediaan saranaprasarana merupakan salah satu faktor yang
memungkinkan untuk terjadinya perilaku tertentu. Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung, atau suatu kondisi yang
memungkinkan, antara lain adalah saranaprasarana. Faktor ini terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya saranaprasarana yang merupakan
sumber daya untuk menunjang perilaku Khayati, dkk, 2012. Akan tetapi berdasarkan kesimpulan hasil wawancara dan tabel rata-rata pencapaian kinerja
petugas malaria puskesmas tidak menimbulkan pengaruh yang positif, ketersediaan sarana dan prasarana yang baik tidak diikuti dengan kinerja yang baik oleh petugas
malaria. Dari kesimpulan hasil wawancara yang dilakukan diketahui bahwa sepuluh
puskesmas di wilayah Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang telah memiliki saranaprasarana yang memadai, namun dikatakan oleh kepala puskesmas Karang
Anyar bahwa mereka tidak memiliki mikroskop dan kepala puskesmas Pantai Labu mengatakan bahwa mereka tidak memiliki petugas analis untuk mendiagnosa malaria
sebab telah pindah tugas. Selain itu, beberapa petugas malaria ada yang mengatakan bahwa ketidaktersediaan mikroskop, fasilitas ruangan laboratorium yang minim
maupun ketidaktersediaan kendaraan roda dua menyebabkan terganggunya pelaksanaan tugas mereka karena semua komponen yang ada baik secara langsung
Universitas Sumatera Utara
maupun tidak langsung menunjang jalannya proses peningkatan penemuan dan pengobatan kasus malaria di puskesmas.
Fasilitas pendukung lainnya yang tidak lengkap adalah peralatan administrasi seperti format pelaporan yang sering berubah-ubah, buku panduan dan poster malaria
yang minim serta komputer dan printer yang tidak tersediaan. Dari kesimpulan hasil wawancara terungkap dua belas puskesmas tidak memiliki buku panduan dan poster
malaria serta computer dan printer. Media promosi untuk penyuluhan maupun kampanye pencegahan malaria juga tidak tersedia.
Menurut Susanto, dkk 2014, saranaprasarana kesehatan merupakan sarana atau peralatan yang mempengaruhi kinerja petugas Puskesmas Bontang Utara. Untuk
meningkatkan kinerja, maka saranaprasarana harus sesuai baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya, karena keberhasilan suatu pekerjaan juga didukung oleh
saranaprasarana yang memadai. Sementara itu, menurut Tuti, dkk 2010 untuk mendapatkan hasil
pemeriksaan sediaan darah SD malaria yang baik akurat dan reliable kelengkapan alat dan reagensia malaria yang diperlukan seperti mikroskop binokular, kaca benda,
lanset yang suci hama atau autoclick set, rak pengering, buku catatan SD, kotak tempat menyimpan SD, wadah untuk pewarnaan, kapas kering, alkohol 7 , metanol
zat pewarna Giemsa, minyak imersi dan lain-lain harus tersedia. Kwalitas alat dan reagensia malaria sangat mempengaruhi hasil pemeriksaan. Semua alat dan reagensia
malaria harus memenuhi standar nasional atau internasional yang telah ditetapkan. Laboratorium rujukan nasional harus membuat pedoman penyediaan alat dan
Universitas Sumatera Utara
reagensia malaria yang dibutuhkan dalam pemeriksaan mikroskopis malaria yang meliputi daftar alat dan reagensia malaria dengan standar minimum yang harus
tersedia, rekomendasi pemilihan jenis mikroskop yang digunakan, dan pedoman penilaian kualitas mikroskop dilapangan untuk memastikan bahwa alat tersebut
digunakan dengan benar. Sebagai contoh setelah selesai digunakan sisa minyak imersi harus dibersihkan, dan mikroskop ditutup dengan selubungnya. Cara tempat
dan penyimpanan alat maupun reagensia malaria juga perlu mendapat perhatian. Untuk penyimpanan mikroskop, kaca benda yang belum maupun yang sudah dipakai
disimpan pada tempat yang tidak lembab dalam sebuah lemari yang diberi lampu 5 watt untuk menjaga agar lensa tetap kering tidak berjamur. Proses penyediaan alat
dan reagensia malaria secara efektif dan efesien sangatlah penting dalam mendapatkan hasil pemeriksaan yang reliable. Dari hasil pengamatan selama proses
penelitian di dua belas puskesmas endemis, cara dan tempat penyimpanan reagensia malaria dan alat mikroskop cukup baik sesuai dengan teori tempat dan cara
penyimpanan alat dan reagensia malaria. Ketersediaan sarana dan prasarana harusnya juga tidak hanya tersedia tetapi
juga cukup untuk durasi waktu tertentu. Selain itu prosedur penggunaan dan penyimpanan juga harus mendukung pemanfaatan sarana dan prasarana tersebut.
Kondisi ini dimungkinkan terjadi, sehingga ketersediaan sarana dan prasarana berpengaruh terhadap kinerja. Petugas harusnya mampu menentukan kecukupan atau
menghitung kebutuhan reagensia dan obat malaria dalam kurun waktu satu tahun sehingga puskesmas tidak mendapat hambatan dalam menjalankan tugasnya
Universitas Sumatera Utara
meningkatkan penemuan dan pengobatan kasus malaria di puskesmas dan ini sangat bergantung kepada Dinas Kesehatan Kabupaten sebagai pengatur regulasi peredaran
sarana dan prasarana di puskesmas-puskesmas. Untuk dapat memastikan saranaprasarana tersebut maka Dinas Kesehatan
Kabupaten seharusnya mampu menjaga konsistensi pengetahuan petugas dalam menggunakan sarana dan prasarana tersebut salah satu caranya adalah dengan rutin
melakukan pelatihan dalam rangka upgrading dan refreshing pemahaman. Berdasarkan penelitian Suhartono 2002 menemukan bahwa petugas yang menerima
intervensi berupa pelatihan terbukti secara nyata dapat meningkatkan kinerjanya sebagai petugas malaria di Gorontalo. Oleh karena itu petugas malaria seharusnya
tetap menjaga konsistensi pengetahuannya dalam menggunakan sarana dan prasarana, salah satunya adalah dengan rutin melakukan pelatihan malaria sebagai bentuk
intervensinya.
Universitas Sumatera Utara
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan