Strategi dalam Pemberantasan Malaria Kegiatan Program Malaria Pengawasan Penyakit Malaria

2.4. Kebijakan dalam Program Malaria 2.4.1. Komitmen International Pencegahan malaria akan diintensifkan melalui pendekatan Roll Back Malarie RBM, suatu komitmen internasional dengan strategi sebagai berikut : deteksi dini dan pengobatan yang tepat; peran serta aktif masyarakat dalam pencegahan malaria; dan perbaikan kualitas dari pencegahan dan pengobatan malaria melalui perbaikan kapasitas personel kesehatan yang terlibat. Yang juga penting adalah pendekatan terintegrasi dari pembasmian malaria dengan kegiatan-kegiatan kesehatan lainnya, seperti Manajemen Terpadu Balita Sakit dan Promosi Kesehatan Kemenkes RI, 2012.

2.4.2. Strategi dalam Pemberantasan Malaria

Antara lain adalah dengan sistem kewaspadaan dini dan upaya penanggulangan epidemi agar tidak semakin menyebar, intensifikasi pengawasan, diagnosis awal dan pengobatan yang tepat, dan kontrol vektor secara selektif. Kebijakan-kebijakan yang diambil dalam pemberantasan malaria antara lain penekanan pada desentralisasi, keterlibatan masyarakat dalam pemberantasan malaria, dan membangun kerja sama antar sektor, NGO, dan lembaga donor. Gerakan Berantas Kembali Malaria GEBRAK Malaria yang dimulai pada tahun 2000 adalah bentuk operasional dari Roll Back Malarie RBM. GEBRAK Malaria memprioritaskan kemitraan antara pemerintah, swastasektor bisnis, dan masyarakat untuk mencegah penyebaran penyakit malaria Kemenkes RI, 2012. Universitas Sumatera Utara

2.4.3. Kegiatan Program Malaria

Program pemberantasan malaria di Indonesia saat ini terdiri atas delapan kegiatan, yaitu : diagnosis awal dan pengobatan yang tepat; program kelambu dengan insektisida; penyemprotan rumah; pengawasan deteksi aktif dan pasif; survei demam dan pengawasan migran; deteksi dan kontrol epidemik; langkah-langkah lain seperti larvaciding; dan peningkatan kemampuan capacity building. Untuk menanggulangi galur yang resisten terhadap klorokuin, pemerintah pusat dan daerah akan menggunakan kombinasi baru obat-obatan malaria untuk memperbaiki kesuksesan pengobatan. Karena kombinasi obat-obatan itu sangat mahal, penggunaannya akan ditargetkan di daerah dengan prevalensi resistensi yang tinggi.

2.4.4. Pengawasan Penyakit Malaria

Memastikan pelaporan data yang tepat waktu dari fasilitas kesehatan di lapangan, termasuk rumah sakit, untuk memonitor insiden malaria, untuk mendeteksi dan membatasi wabah ledakan malaria, serta melaksanakan survei untuk menghitung prevalensi malaria yang diperlukan merupakan bagian yang esensial dari pengawasan malaria. Dalam pemilihan intervensi yang akurat seperti penyemprotan insektisida diperlukan penelitian lebih dulu untuk menentukan jenis populasi nyamuk dan habitatnya. Idealnya, tiap provinsi perlu melakukan survei secara teratur untuk memonitor daerah-daerah dengan parasit yang resisten terhadap obat-obatan malaria. Universitas Sumatera Utara 2.5 . Sejarah Perkembangan Upaya Penanggulangan Malaria di Indonesia 2.5.1. Periode 1959-1968 Periode Pembasmian Malaria Upaya pengendalian penyakit malaria dimulai sejak tahun 1959 dengan adanya Komando Pembasmian Malaria KOPEM di pusat dan di daerah didirikan Dinas Pembasmian Malaria yang merupakan integrasi institut Malaria, serta untuk pelatihan didirikan Pusat Latihan Malaria di Ciloto dan 4 pusat latihan lapangan di luar Jawa. Pada periode ini pengendalian malaria disebut sebagai periode pembasmian, dimana fokus pembasmian dilaksanakan di pulau Jawa, Bali dan Lampung. Kegiatan utama yang dilaksanakan adalah dengan penyemprotan insektisida, pengobatan dengan klorokuin dan profilaksis. Pada tahun 1961-1964 penyemprotan insektisida dilakukan juga di luar wilayah Jawa dan Bali. Upaya ini cukup berhasil di daerah Jawa dan Bali dengan adanya penurunan parasite rate. Tahun 1966, upaya pemberantasan malaria menghadapi berbagai kendala, yang disebabkan karena pembiayaan menurun baik dari pemerintah maupun dari bantuan luar, meluasnya resistensi Anopheles aconitus terhadap Dichloro-Diphenyl- Trichloroethana DDT dan Dieldrin di Jawa Tengah dan Jawa Timur, adanya resistensi Plasmodium falciparum dan Plasmodium malarie terhadap Pirimetamin dan Proguanil serta meningkatnya toleransi Plasmodium falciparum terhadap Primakuin di Irian Jaya. Selanjutnya tahun 1968, KOPEM diintegrasikan ke dalam Ditjen P4M Pencegahan Pemberantasan dan Pembasmian Penyakit Menular, sehingga tidak lagi menggunakan istilah pembasmian melainkan pemberantasan. Universitas Sumatera Utara

2.5.2. Periode 1969-2000 Pemberantasan Malaria