Latar Belakang Kebijakan Hukum Pidana Dalam Menanggulangi Terjadinya Tindakan Pelecehan Terhadap Pengadilan (Contempt Of Court) ( Studi Kasus REG. NO. 1444/ PID.B / 2001/P.N. Medan)

Agus Saleh Saputra Daulay : Kebijakan Hukum Pidana Dalam Menanggulangi Terjadinya Tindakan Pelecehan Terhadap Pengadilan Contempt Of Court Studi Kasus REG. NO. 1444 PID.B 2001P.N. Medan, 2008. USU Repository © 2009 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kemajuan dewasa ini telah melahirkan banyak perubahan. Segi-segi sosial kemasyarakatan yang semula dianggap tabu, akibat modernisasi tabu-tabu itu telah dilewati. Bahkan sesuatu yang sebelumnya dianggap wilayah yang tidak mungkin berubah telah mudah berubah dengan sendirinya. Ambil contoh misalnya soal tradisi keagamaan, hubungan sosial masyarakat, praktis politis dan hukum. Apabila kita melihat dunia peradilan dan penegakan hukum di Indonesia. Maka, hampir setiap hari kita disuguhi dengan berbagai cerita atau berita mengenai praktek peradilan yang tidak memuaskan. Berita-berita mengenai mafia peradilan , suap-menyuap pada setiap langkah peradilan, hakim-hakim yang tidak menjalankan tata cara pemeriksaan dengan benar, dan suasana sidang yang tak ubahnya seperti sebuah tempat tanpa aturan. Padahal peradilan merupakan tempat untuk mencari keadilan yang didasarkan pada aturan hukum yang berlaku. Agus Saleh Saputra Daulay : Kebijakan Hukum Pidana Dalam Menanggulangi Terjadinya Tindakan Pelecehan Terhadap Pengadilan Contempt Of Court Studi Kasus REG. NO. 1444 PID.B 2001P.N. Medan, 2008. USU Repository © 2009 Penegakan hukum telah menjadi ungkapan sehari-hari dikalangan masyarakat, pejabat, pengamat, mahasiswa, pelaku, dan anggota masyarakat biasa. Demikian pula kalangan pers, sangat bersahabat dengan ungkapan ini. Begitu juga ungkapan keadilan, berkeadilan atau lain-lain dengan maksud yang sama pula. Terdapat kesamaan dari berbagai kalangan tersebut mengenai masalah dan peristiwa penegakan hukum yang selama ini terjadi. Hampir semua ungkapan mengatakan hingga saat ini penegakan hukum masih jauh dari rasa keadilan. Mengapa? Karena didapati berbagai putusan penegakan hukum yang ternyata tidak mampu memberi kepuasan atau memenuhi rasa keadilan para pencari keadilan atau masyarakat pada umumnya 1 Sehingga bukanlah hal yang baru, apabila kita melihat pengunjung sidang berteriak-teriak, melempar telur, bertepuk tangan, memakai topeng, dan melempar kursi kearah majelis hakim. Tak jarang terlihat pula pemandangan terjadinya “caci maki” seorang penasihat hukum dengan ketua majelis hakim yang diakhiri dengan pengusiran penasihat hukum tersebut dari ruang persidangan . 2 . Adapun kasus yang paling mencoreng wajah dan wibawa peradilan di Indonesia adalah pembunuhan yang terjadi di ruang sidang pengadilan agama sidoarjo jawa timur, hingga terbunuhnya seorang hakim. Selain itu, pada tahun 1986 Advokat Senior Adnan Buyung Nasution juga pernah terjerat tuduhan pelecehan terhadap lembaga peradilan pada perkara Dharsono dikarenakan komentar-komentarnya di majalah Tempo yang dinilai telah menggiring opini masa pada pengadilan yang berpihak 3 1 Bagir Manan 2004.Sistem Peradilan Berwibawa Suatu Pencarian . Yogyakarta: FH UII Press Yogyakarta, hal.1. 2 Artikel dari Hukumonline tentang Mematikan Peradilan yang Berwibawa, tanggal 1 Februari 2008 3 Artikel dari Hukumonline tentang Menangkal Pelecehan di Meja Hijau tanggal 1 Februari 2008 . Agus Saleh Saputra Daulay : Kebijakan Hukum Pidana Dalam Menanggulangi Terjadinya Tindakan Pelecehan Terhadap Pengadilan Contempt Of Court Studi Kasus REG. NO. 1444 PID.B 2001P.N. Medan, 2008. USU Repository © 2009 Kurangnya kepercayaan publik public trust terhadap dunia peradilan merupakan akar dari persmasalahan timbulnya tindakan pelecehan terhadap peradilan contempt of court . Krisis kepercayaan publik ini sangat berpengaruh terhadap integritas dan kewibawaan peradilan sebagai benteng terakhir untuk mendapatkan keadilan 4 Demikian pula terhadap proses peradilan. Akan lebih baik dan sempurna kalau pengamatan proses peradilan tidak hanya sekedar di tujukan pada pengadilan.Proses di pengadilan sebagai perjalanan akhir memang penting, tetapi harus dilihat secara integral bersama-sama komponen penegak hukum lainnya atau unsur peradilan lainnya. Seperti halnya kepolisian. Kejaksaan, advokat, bahkan masyarakat atau individu pencari atau yang mewakili pencari keadilan . Secara keseluruhan, semestinya wajah penegakan hukum tidak hanya diukur dari wajah peradilan. Tetapi, pada seluruh fungsi dan lembaga penegakan hukum selain pengadilan yang dianggap paling penting dan menentukan. Sangatlah perlu untuk juga mangamati lembaga-lembaga penegak hukum di dalam dan di luar proses peradilan. Di luar proses peradilan seperti keimigrasian, bea cukai, perpajakan, lembaga pemasyarakatan dan lain sebagainya. 5 Proses peradilan adalah sebuah sistem integrated system . Hakim bukanlah komponen tunggal dalam proses peradilan. Dala perkara perdata, tersangkut pihak-pihak parties dan penasihat hukum. Dalam perkara pidana tersangkut penyelidik, penyidik, . 4 Binsar Gultom 2006 . Pandangan Seorang Hakim Penegakan Hukum di Indonesia.Medan: Pustaka Bangsa Press , hal.30. 5 Bagir Manan,Op.Cit., hal.75. Agus Saleh Saputra Daulay : Kebijakan Hukum Pidana Dalam Menanggulangi Terjadinya Tindakan Pelecehan Terhadap Pengadilan Contempt Of Court Studi Kasus REG. NO. 1444 PID.B 2001P.N. Medan, 2008. USU Repository © 2009 penuntut, hakim, advokat, dan terdakwa. Segala bentuk hubungan kolusif atau penyuapan dapat terjadi dalam semua tahap atau tingkat hubungan sistem tersebut. Namun, ketika ada putusan hakim berdasarkan penilaian publik tidak mencerminkan rasa keadilan, maka timbullah reaksi publik. Reaksi yang diakibatkan tidak jarang telah merendahkan wibawakeluhuran peradilan. Padahal di negeri kita telah jelas diatur tentang kebebasan independensi hakim dalam membuat suatu putusan. Hal ini secara eksplisit diatur dalam pasal 24 ayat 1 UUD 1945, pasal 1 Undang-undang No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, pasal 32 ayat 5 Undang-undang No. 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial. Tindakan-tindakan pelecehan terhadap peradilan ini sebenarnya bukanlah hal baru. Namun berbagai tindakan tersebut makin sering terjadi semenjak bergulirnya era reformasi yang lebih bebas. Tindakan dan situasi yang terjadi di persidangan seperti yang disebutkan diatas dapat dikatakan sebagai tindakan Contempt Of Court. Istilah Contempt of Court di Indonesia pertama kali ditemukan dalam penjelesan umum UU. No. 14 tahun 1985 tentang MA. Butir 4 alinea ke-4. dalam penjelesan umum UU. No. 14 tahun 1985 diisyaratkan perlunya dibuat suatu Undang-undang yang mengatur tentang ancaman hukum dan penindakan pemidanaan terhadap perbuatan, tingkah laku, sikap atau ucapan yang dapat merendahkan kehormatan peradilan. Apabila kita melihat hukum positif di Indonesia belum ada undang-undang yang secara khusus untuk menjadi payung hukum permasalahan ini. Walaupun hal ini bukanlah merupakan hal yang baru di Indonesia. Sehingga diperlukan suatu langkah yang progresif untuk mengantisipasi hal ini. Usaha penaggulangan kejahatan dnagn menggunakan Agus Saleh Saputra Daulay : Kebijakan Hukum Pidana Dalam Menanggulangi Terjadinya Tindakan Pelecehan Terhadap Pengadilan Contempt Of Court Studi Kasus REG. NO. 1444 PID.B 2001P.N. Medan, 2008. USU Repository © 2009 instrumen hukum pidana pada hakikatnya juga merupakanbagian dari usaha penegakan hukum penegakan hukum pidana . Oleh karena itu sering dikatakan bahwa politik atau kebijkan hukum pidana merupakan bagian dari kebijakan penegakan hukum law enforcement policy . Penegakan hukum pidana yang rasional, terdiri atas tiga tahap, mencakup tahap formulasi oleh pembentuk undang-undang yang terkait dengan perbuatan pidana berikut sanksinya, tahap aplikasi yang merupakan tahap penerapan oleh kepolisian sebagai penyelidik dan penyidik, kejaksaan sebagai penuntut, dan kehakiman sabagai aparat yang mengadili dan memutuskan, serta tahap eksekusi oleh aparat eksekusi. Upaya kriminalisasi dapat dilakukan dengan membuat suatu produk hukum dan konsep penegakan hukum terhadap kasus pelecehan terhadap peradilan contempt of court. Walaupun pada dasarnya bukan hanya produk hukum berupa undang-undang yang dapat dijadikan sebagai suatu solusi untuk permasalah ini. Dimana reformasi birokrasi juga dapat dijadikan sebagai suatu langkah yang baik untuk meningkatkan kepercayaan publik public trust terhadap dunia peradilan di tanah air. Berdasarkan pada latar belakang tersebut diatas penulis tertarik untuk mengadakan penelitian yang berjudul : Kebijakan Hukum Pidana Dalam Menanggulangi Terjadinya Tindakan Pelecehan Terhadap Pengadilan Contempt of Court dengan studi kasus Reg.No. 1444Pid.B2001P.N. Medan.

B. Permasalahan