Antikolinergik Metilaksantin TINJAUAN PUSTAKA

aksi pendek. Pengobatan dengan obat antikolinergik hirup aksi panjang, mengurangi frekuensi eksaserbasi dan meningkatkan rehabilitasi pulmonari.

a. Antikolinergik

Di dalam sel-sel otot polos terdapat keseimbangan antara sistim adrenergik dan sistim kolinergik. Bila karena sesuatu sebab reseptor 2 dari sistim adrenergik terhambat, maka sistim kolinergik akan berkuasa dengan akibat bronkokonstriksi. Antikolinergik memblok reseptor muskarin dari saraf-saraf kolinergik di otot polos bronki, hingga aktivitas dari saraf adrenergik menjadi dominan dengan efek bronkodilatasi. Efek samping yang tidak dikehendaki adalah sifatnya yang mengentalkan dahak dan takikardia yang dapat menganggu terapi. Contoh : ipratropium, deptropin.

b. Metilaksantin

Daya bronkorelaksasinya diperkirakan berdasarkan blokade reseptor adenosin. Theopilin efektif pada PPOK, tetapi karena toksisitasnya, bronkodilator hirup lebih diutamakan. Contohnya aminopilin, theopillin. Aminopillin dan theopilin saat ini dianggap sebagai terapi intravena lini kedua dan digunakan jika respon tidak memuasakan terhadap bronkodilator aksi pendek.

2. Kortikosteroid

Kortikosteroid bersifat meniadakan efek mediator, seperti peradangan dan gatal-gatal. Daya anti radang berdasarkan blokade enzim fosfolipase-A 2 ,sehingga pembentukkan mediator peradangan prostaglandin dan leukotrien dari asam arakidonat tidak terjadi, juga dapat meningkatkan kepekaan reseptor 2 sehingga Rika Afrisanti Sianipar : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Rumah Sakit di RSUP. Dr.Hasan Sadikin Bandung, 2008 USU Repository © 2008 efek beta mimetika diperkuat. Penggunaan oral untuk jangka lama hendaknya dihindari, karena menekan fungsi anak ginjal. Pengobatan secara reguler dengan kortikosteroid hirup tidak memodifikasi penurunan FEV1 jangka panjang pada penderita PPOK. Pengobatan dengan kortikosteroid hirup dapat menurunkan frekuensi eksaserbasi dan meningkatkan kualitas hidup. Penghentian pengobatan dapat menyebabkan eksaserbasi pada beberapa pasien. Keuntungan penggunaan kortikosteroid hirup dibandingkan dengan oral adalah efek lokalnya yang langsung tanpa diserap ke dalam darah sehingga tidak menimbulkan efek samping sistemis seperti osteoporosis, tukak dan perdarahan lambung, hipertensi, diabetes dan lain-lain. Apabila dikombinasi dengan -2 agonis aksi panjang akan lebih efektif dibandingkan terapi tunggal.

3. Antibiotika

Ada tiga gejala yang dapat menentukan beratnya eksaserbasi yang dialami pasien yaitu peningkatan dispnea, peningkatan sputum dan peningkatan purulensi sputum. Jika ketiga gejala ini ada, pasien masuk pada tipe 1. Jika ada dua dari tiga gejala, masuk tipe 2, sedangkan jika yang tampak hanya ada salah satu gejala maka pasien masuk tipe 3. Indikasinya kalau pasien masuk tipe 3, mungkin pasien perlu antibiotik. Kalau tipe 1, maka pasien harus diberi antibiotik. Pemberian antibiotik sangat berpengaruh pada kesembuhan pasien. Pasien tipe 1 yang diberi antibiotik memiliki kesembuhan lebih baik dibanding yang tidak diberi antibiotik. Sedangkan pasien tipe 3 yang diberi antibiotik dan tidak diberi antibiotik, hasilnya tidak berbeda bermakna. Karena ini tidak ada anjuran untuk memberi antibiotik Rika Afrisanti Sianipar : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Rumah Sakit di RSUP. Dr.Hasan Sadikin Bandung, 2008 USU Repository © 2008 pada pasien tipe 3. Menurut GOLD 2006, pengobatan eksaserbasi PPOK dengan antibiotika dapat dilihat pada lampiran 1.

4. Terapi Oksigen

Terapi oksigen adalah dasar pengobatan eksaserbasi PPOK di rumah sakit. Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernafasan karena hiperkapnia dan berkurangnya sesitivitas terhadap CO2.

5. Rehabilitasi

Pasien cenderung menemui kesulitan bekerja, merasa sendiri dan terisolasi, untuk itu perlu kegiatan sosialisasi agar terhindar dari depresi. Rehabilitasi untuk pasien PPOK adalah : fisioterapi, rehabilitasi psikis dan rehabilitasi pekerjaan

2.7. Tinjauan Obat a.