Instalasi Farmasi melalui Sub Instalasi Perbekalan Farmasi. Kemudian dibuat berita acara, petugas perbekalan farmasi menerima dan mencatat pada buku
penerimaan perbekalan farmasi. Sistem pelayanan perbekalan farmasi RSHS memiliki acuan tertentu.
Berdasarkan hasil pengamatan, acuan pelayanan perbekalan farmasi tersebut berdasarkan status pasien, yakni:
- Pemakaian obat untuk pasien umum mengacu pada Formularium RSHS
- Pemakaian obat untuk pasien Askes Sosial dan Askes PNS mengacu pada
DPHO Daftar Plafon Harga Obat -
Pemakaian obat untuk pasien Askeskin mengacu pada Formularium Jamkesmas Manlak.
4.2.2 Sub Instalasi Pelayanan Farmasi
Berdasarkan hasil pengamatan, Sub Instalasi Pelayanan Farmasi mencakup 32 depo farmasi di unit-unit pelayanan yang berada di daerah rawat inap dan
rawat jalan dengan 21 orang apoteker. Apoteker depo tidak hanya bertanggungjawab terhadap satu depo farmasi. Masing-masing apoteker depo
bertanggungjawab kepada Kepala Sub Instalasi Pelayanan Farmasi. Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Hasan Sadikin Bandung melaksanakan
pelayanan kefarmasiannya dengan menggunakan metode IFRS desentralisasi. Pelaksanaan IFRS desentralisasi dilakukan dengan adanya depo-depo farmasi di
tiap daerahlokasi perawatan pasien. Instalasi Farmasi Rumah Sakit bertanggungjawab untuk keamanan dan
keefektifan penggunaan obat dan sediaan obat dalam rumah sakit. IFRS
Rika Afrisanti Sianipar : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Rumah Sakit di RSUP. Dr.Hasan Sadikin Bandung, 2008
USU Repository © 2008
melakukan fungsi yang berkaitan dengan distribusi obat dan informasi obat untuk mencapai tujuan itu. Dengan meningkatnya besar dan luas rumah sakit serta
jumlah tempat tidur maka terjadi kecenderungan bahwa IFRS semakin jauh dari daerah perawatan pasien rawat inap. Oleh karena itu, pengadaan IFRS
desentralisasi merupakan suatu metode yang efektif untuk membawa pelayanan farmasi lebih dekat pada pasien dan staf professional. Suatu IFRS desentralisasi
adalah IFRS cabang yang berlokasi di daerah perawatan pasien di suatu rumah sakit, tempat personel IFRS bekerja memberikan pelayanan klinik dan pelayanan
non klinik yang lebih dekat pada pasien dan staf professional. Berdasarkan pengamatan, pelayanan kefarmasian IFRS RSHS sudah
berjalan baik dan mengarah pada orientasi pasien. Pelayanan kefarmasian IFRS RSHS meliputi pelayanan farmasi produk dan pelayanan farmasi klinis. Dalam
hal ini, IFRS RSHS melakukan pelayanan farmasi produk dan farmasi klinis melalui depo-depo farmasi di RSHS bagi pasien rawat inap dan pasien rawat
jalan. Hal ini dilakukan untuk membawa pelayanan farmasi lebih dekat pada pasien dan staf professional. Adapun pelayanan di depo-depo farmasi tersebut
berupa penyiapan BMHP Barang Medis Habis Pakai yang diperlukan oleh pasien berdasarkan reseporder yang diberikan dokter yang bersangkutan melalui
depo-depo farmasi, pemantauan terapi obat pasien di ruang perawatan, konseling obat pada pasienkeluarga pasien rawat jalan, pasienkeluarga pasien rawat inap,
pasienkeluarga pasien baru, dan pada pasienkeluarga pasien yang akan pulang, pelayanan informasi obat kepada dokter, perawat, pasienkeluarga pasien, visite
Rika Afrisanti Sianipar : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Rumah Sakit di RSUP. Dr.Hasan Sadikin Bandung, 2008
USU Repository © 2008
ke ruang perawatan pasien bersama dokter atau tanpa dokter dan melayani kebutuhan pasien selama pengobatan di rumah sakit.
Depo farmasi merupakan perpanjangan tangan dari instalasi farmasi rumah
sakit yang bertugas mengkoordinasikan, membina, melaksanakan perencanaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian perbekalan farmasi ke pasien yang
ada di daerah perawatan sehingga menempatkan apoteker dan obat dekat dengan pengguna akhir pasien dan memberi kemudahan dalam penyediaan obat dan
informasi obat. Setiap depo farmasi di RSHS ditanggungjawabi oleh seorang apoteker.
Berdasarkan hasil pengamatan, sistem distribusi perbelakan farmasi yang digunakan di depo farmasi ada 3 sistem yaitu Sistem UDD Unit Dose
Dispensing, Sistem Individual Prescription Resep Individual dan Sistem Floor Stock Persediaan Lengkap di Ruangan. Sistem distribusi obat Unit Dose
Dispensing UDD diterapkan hanya untuk pasien rawat inap kelas 1 dan VIP. Depo farmasi yang melaksanakan sistim distribusi Unit Dose Dispensing UDD,
Individual Prescription dan Floor stock adalah depo farmasi Bougenville, depo farmasi EU-2, depo farmasi ruang Anyelir IPD lantai1, depo farmasi ruang
Mawar IPD lantai 3, depo farmasi di paviliun Anggrek, dan depo farmasi di paviliun Parahyangan RIK. Untuk depo farmasi lainnya menggunakan sistim
distribusi Individual Prescription dan Floor stock. Untuk pasien Gakin kelas III menggunakan sistim distribusi Individual Prescription.
Keuntungan sistem distribusi Unit Dose Dispensing UDD adalah meningkatkan pengendalian obat dan pemantauan penggunaan obat; mengurangi
Rika Afrisanti Sianipar : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Rumah Sakit di RSUP. Dr.Hasan Sadikin Bandung, 2008
USU Repository © 2008
kesalahan pemberian obat; obat-obat yang menunjukkan reaksi obat merugikan ROM maka pemberian obat dapat langsung dihentikan dan diganti dengan obat
lain yang sesuai; mencegah terjadinya pemborosan obat oleh pasien. IFRS di RSHS melalui depo-depo farmasinya melakukan pengkajian resep
pasien rawat jalan dan pasien rawat inap dalam pelayanan kefarmasiannya. a.Pengkajian resep pasien rawat jalan
Setiap menerima resep rawat jalan dilakukan pengkajian terhadap: - kelengkapan dan kejelasan resep yang meliputi kelengkapan data pasien, data
dokter penulis resep, tanggal penulisan, asal klinik, nomor rekam medik, diagnosa, nama obat, kekuatan, bentuk sediaan, jumlah, dosis, cara pakai,
lama pemakaian dan informasi tambahan lainnya. - kesesuaian obat yang diminta dengan standar atau formularium berdasarkan
status pasien - terjadinya duplikasi obat atau interaksi obat
- ketersediaan BMHP yang diresepkan - keterjangkauan atau kemampuan pasien membeli obat farmakoekonomi
b.Pengkajian resep pasien rawat inap Setiap menerima orderpermintaan obat yang dituliskan dalam Kartu Obat
Pasien KOP, dilakukan pengkajian terhadap: - kelengkapan dan kejelasan KOP yang meliputi kelengkapan data pasien, data
dokter penulis resep, tanggal penulisan,asal klinik,nomor rekam medik, diagnosa, nama obat, kekuatan, bentuk sediaan, jumlah, dosis, cara pakai,
lama pemakaian dan informasi tambahan lainnya.
Rika Afrisanti Sianipar : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Rumah Sakit di RSUP. Dr.Hasan Sadikin Bandung, 2008
USU Repository © 2008
- kesesuaian obat yang diminta dengan standar atau formularium berdasarkan status pasien
- terjadinya duplikasi obat atau interaksi obat - ketersediaan BMHP yang diresepkan
- keterjangkauan atau kemampuan pasien membeli obat farmakoekonomi - kesesuaian dengan obat yang telah dikonsumsi sebelumnya
Pengadaan Barang Medis Habis Pakai BMHP di depo farmasi dilakukan dengan dua cara yaitu:
1. Defekta Defekta adalah pengadaan BMHP depo farmasi yang terencana dan
diperoleh dari gudang. Ada 2 sumber pengadaan BMHP secara defekta, yaitu : • Gudang Farmasi IFRS: menyediakan BMHP pasien Jamkesmas.
• Gudang Apotik Koperasi Apotik Pelengkap RSHS: menyediakan BMHP pasien Askes dan umum.
Pengadaan BMHP secara defekta umumnya dilakukan satu kali dalam seminggu dengan menggunakan Bon Permintaan BMHP yang ditandatangani apoteker atau
asisten apoteker yang bertanggungjawab. 2. Non Defekta
Non Defekta adalah pengadaan BMHP depo farmasi apabila BMHP yang diminta diresep tidak ada tersedia di depo farmasi yang bersangkutan dan
dibutuhkan segera, sehingga pengadaannya diperoleh dari depo farmasi terdekat lainnya antar depo terlebih dahulu. Apabila BMHP tersebut tidak tersedia di
depo farmasi lainnya maka dapat diminta ke gudang IFRS atau gudang apotik
Rika Afrisanti Sianipar : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Rumah Sakit di RSUP. Dr.Hasan Sadikin Bandung, 2008
USU Repository © 2008
koperasi RSHS dengan menggunakan Bon Permintaan Non Defekta yang ditandatangani apoteker atau asisten apoteker yang bertanggungjawab.
4.2.3 Sub Instalasi Sumber Daya Manusia dan Pengembangan