akibat PPOK. Pada umumnya, tingkat kematian lebih tinggi terjadi pada pria dibandingkan dengan wanita. Tingkat kematian lebih tinggi pada orang berkulit
putih dibandingkan orang kulit hitam. Merokok merupakan penyebab utama dari Ethical Digest, 2007.
2.4 Patofisiologi
PPOK ditandai dengan perubahan inflamasi kronik yang menuju pada perubahan yang merusak dan perkembangan dari keterbatasan aliran udara kronik.
Pada bronchitis kronik maupuun emfisema terjadi penyempitan saluran nafas. Penyempitan ini dapat mengakibatkan obstruksi jalan nafas dan menimbulkan
sesak. Pada bronchitis kronik, saluran pernafasan kecil yang berdiameter kurang
dari 2 mm menjadi lebih sempit. Penyempitan saluran nafas disebabkan oleh karena sekresi mukus yang mengental. Pada emfisema paru penyempitan saluran
nafas disebabkan oleh berkurangnya elastisitas paru-paru. Pada orang normal sewaktu terjadi ekspirasi maksimal, tekanan yang
menarik jaringan paru akan berkurang ,sehingga saluran-saluran pernafasan bagian bawah paru akan tertutup. Pada penderita bronchitis kronik dan emfisema,
saluran-saluran pernafasan tersebut akan lebih cepat dan lebih banyak tertutup. Akibat cepatnya saluran pernafasan tertutup serta dinding alveoli yang rusak, akan
menyebabkan ventilasi tidak seimbang..
2.5 Diagnosa
Gejala dan tanda PPOK, di antaranya adalah: sesak napas, batuk kronik, produksi sputum, dengan riwayat pajanan gaspartikel berbahaya, disertai dengan
pemeriksaan faal paru. Indikator diagnosis PPOK adalah penderita di atas usia 40
Rika Afrisanti Sianipar : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Rumah Sakit di RSUP. Dr.Hasan Sadikin Bandung, 2008
USU Repository © 2008
tahun, dengan sesak napas yang progresif memburuk dengan aktivitas, batuk kronik, produksi sputum kronik, riwayat pajanan rokok, asap atau gas berbahaya
di dalam lingkungan kerja atau rumah. Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease
GOLD 2006, PPOK dibagi atas 4 derajat: 1. PPOK Ringan: biasanya tanpa gejala, faal paru FEV1FVC 70
Dicirikan dengan keterbatasan aliran udara FEV1FVC 0,70; diperkirakan FEV1
≥ 80. FEV1 Forced Expiratory Volume pada detik pertama merupakan suatu cara penilaian fungsi pulmonari berdasarkan volume
udara yang dipaksa keluar pada satu detik setelah mengambil nafas panjang. Gejala-gejala berupa batuk kronis dan produksi sputum dapat terjadi, tapi tidak
selalu. Pada stadium ini, individu bersangkutan biasanya tidak menyadari abnormalitas fungsi paru-parunya.
2. PPOK Sedang: FEV 1FVC 70, atau 50 ≤ FEV 1 80 prediksi
Dicirikan dengan memburuknya keterbatasan aliran nafas diperkirakan FEV1FVC 0,70; 50
≤ FEV1 80. Ditandai dengan sesak nafas dan batuk, serta produksi sputum kadang-kadang dapat terjadi. Pada stadium ini, pasien
biasanya mencari bantuan medis karena gejala-gejala pernafasan kronis atau terjadi eksaserbasi.
3. PPOK Berat: FEV 1FVC 70, atau 30 ≤ FEV 150 prediksi
Dicirikan dengan dengan semakin buruknya pembatasan aliran udara
Rika Afrisanti Sianipar : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Rumah Sakit di RSUP. Dr.Hasan Sadikin Bandung, 2008
USU Repository © 2008
diperkirakan FEV1FVC 0,70 ; 30 ≤ FEV1 50 , sesak nafas hebat,
menurunnya kapasitas kemampuan olah raga, kelelahan dan eksaserbasi berulang, yang berdampak pada kualitas hidup pasien.
4. PPOK Sangat Parah: FEV 1FVC 70 atau FEV1 30 atau FEV 150 disertai gagal napas kronik.
Dicirikan dengan keterbatasan aliran nafas Gagal pernafasan didefenisikan sebagai tekanan arterial parsial O
2
PaO
2
kurang dari 8,0 kPa 60 mmHg, dengan atau tanpa tekanan parsial CO
2
PaCO
2
lebih besar dari 6,7 kPa 50 mmHg saat bernafas pada ketinggian permukaan laut. Gagal pernafasan dapat berdampak pada jantung seperti cor
pulmonale gagal jantung bagian kanan. Tanda-tanda cor pulmonale termasuk peningkatan tekanan vena jugular.
2. 6 Tinjauan Pengobatan
Tujuan Penatalaksanaan PPOK meliputi: 1. Mencegah progresivitas penyakit,
2. Mengurangi gejala 3. Meningkatkan toleransi latihan
4. Mencegah dan mengobati komplikasi 5. Mencegah dan mengobati eksaserbasi berulang
6. Mencegah atau meminimalkan efek samping obat 7. Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru
8. Meningkatkan kualitas hidup penderita 9. Menurunkan angka kematian
Rika Afrisanti Sianipar : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Rumah Sakit di RSUP. Dr.Hasan Sadikin Bandung, 2008
USU Repository © 2008
Penatalaksanaan PPOK meliputi 4 program tatalaksana: 1. Evaluasi dan monitor penyakit
2. Menurunkan faktor risiko 3. Tatalaksana PPOK stabil
4. Tatalaksana PPOK eksaserbasi Penatalaksanaan menurut derajat PPOK di antaranya adalah:
1. Berhenti merokok atau mencegah pajanan gaspartikel berbahaya 2. Menghindari faktor pencetus
3. Vaksinasi Influenza 4. Rehabilitasi paru
5. Pengobatanmedikamentosa di antaranya penggunaan bronkodilator kerja singkat antikolinergik kerja singkat, penggunaan bronkodilator kerja lama
antikolinergik kerja lama, dan obat simptomatik. Pemberian kortikosteroid dapat digunakan berdasarkan derajat PPOK.
6. Pada PPOK derajat sangat berat diberikan terapi oksigen. 7.Reduksi volume paru secara pembedahan LVRS atau endoskopi
transbronkial BLVR. Terapi farmakologis digunakan untuk mencegah dan mengendalikan
gejala, mengurangi kekerapan dan keparahan eksaserbasi, meningkatkan kesehatan dan toleransi olah raga. Tidak ada dari obat yang ada saat ini untuk
PPOK, yang mampu memodifikasi penurunan jangka panjang fungsi paru yang merupakan tanda penyakit ini. Namun, hal ini tidak mengurangi usaha
menggunakan pengobatan untuk mengendalikan gejala. PPOK biasanya bersifat
Rika Afrisanti Sianipar : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Rumah Sakit di RSUP. Dr.Hasan Sadikin Bandung, 2008
USU Repository © 2008
progresif, oleh karena itu pengobatan farmakologis untuk PPOK direkomendasi berdasarkan GOLD 2006, sebagai berikut :
• Pengobatan cenderung kumulatif dan membutuhkan lebih banyak obat, ketika kondisi penyakit memburuk.
• Pengobatan reguler harus dipertahankan dalam jangka waktu lama, kecuali efek samping terjadi atau penyakit memburuk.
• Individu yang memiliki respon yang berbeda terhadap pengobatan dan terhadap efek samping, dilaporkan selama terapi.
Di bawah ini pengobatan yang diberikan untuk kasus penderita PPOK:
1. Bronkodilator
Obat ini meningkatkan FEV1 biasanya dengan mengubah tonus otot halus saluran nafas. Obat-obat ini memperbaiki pengosongan paru-paru, cenderung
untuk mengurangi hiperinflasi dinamis saat istirahat dan saat olahraga. Penggunaan bronkodilator secara reguler, tidak memodifkasi penurunan fungsi
atau prognosis penyakit. Terapi bronkodilator adalah inti manajemen simptomatik PPOK.
Obat ini diberikan bila diperlukan untuk melegakan gejala atau pemburukkan gejala, atau secara rutin untuk mencegah dan mengurangi gejala.
Efek samping bronkodilator begantung pada dosis pemberian dan jarang terjadi atau hilang segera saat pengobatan dihentikan. Kebutuhan bronkodilator
tergantung beratnya penyakit penderita. Pengobatan reguler bronkodilator aksi panjang lebih efektif dan nyaman dibandingkan pengobatan dengan bronkodilator
Rika Afrisanti Sianipar : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Rumah Sakit di RSUP. Dr.Hasan Sadikin Bandung, 2008
USU Repository © 2008
aksi pendek. Pengobatan dengan obat antikolinergik hirup aksi panjang, mengurangi frekuensi eksaserbasi dan meningkatkan rehabilitasi pulmonari.
a. Antikolinergik