Latar Belakang Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970)

Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan 1900-1970, 2010. BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembentukan suatu kota tidak akan terlepas dari tindakan ataupun aktivitas yang dilakukan oleh manusia, karena pembentukan dan perkembangan suatu kota merupakan cerminan dari kreasi penduduk kota yang bersangkutan. Ciri suatu kota pada umumnya berawal dari suatu pemukiman penduduk yang kecil, akan tetapi mempunyai lokasi yang strategis, baik itu sebagai pusat kegiatan pemerintahan, perdagangan, pertanian, maupun pusat industri, mengakibatkan kota tersebut mengalami perkembangan yang pesat. Selain itu ciri lain yang dapat dilihat dari perkembangan suatu kota adalah perkembangan populasi penduduk yang cepat, bertambah banyaknya bagunan-bangunan seperti gedung pemerintahan, pemukiman penduduk, bangunan perkantoran, serta pembangunan fasilitas kota seperti sarana dan prasarana kota. Pada umumnya pembangunan prasarana kota-kota yang ada di Indonesia dimulai pada masa pemerintahan kolonial Belanda, di mana pembangunannya lebih banyak ditujukan pada bagian kota yang didiami oleh bangsa Eropa dan daerah perdagangan. Kota-kota di Indonesia pada awalnya terbentuk dari usaha-usaha kolonialisasi yang dilakukan oleh Belanda, yang kemudian memberikan warna dan ciri yang baru bagi daerah-daerah yang dikuasai oleh Belanda. Salah satunya terlihat dari kebiasaan orang-orang Belanda atau bangsa Eropa pada Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan 1900-1970, 2010. umumnya dalam melakukan politik kolonialisasinya. Sebelum memasuki dan melakukan ekspansi kesuatu daerah Belanda biasanya terlebih dahulu berusaha menaklukkan kerajaan-kerajaan yang ada ataupun yang sedang berkuasa di wilayah tersebut, karena akan lebih mudah menguasai suatu wilayah apabila penguasa yang ada telah ditaklukkan. Oleh karena itu dalam melakukan penjajahan di Nusantara, Belanda memang mempunyai kebiasan untuk mulai mengembangkan kekuasaannya di suatu kawasan dengan terlebih dahulu membangun loji atau benteng sebagai basis kekuatan dan pusat pertahannya 1 Dilihat dari perkembangannya, sebelum datangnya pemerintah kolonial Belanda ke wilayah Sumatera Timur, khususnya ke Tanah Deli, Medan hanyalah sebuah perkampungan kecil yang lokasinya terletak disekitar dan sering sekali di sekitar benteng kemudian muncul dan berkembang sebagai pusat kota. Sebagai contoh, perkembangan kota Batavia yang pada awalnya merupakan usaha dari Jan Piterszoon Coon untuk menguasai Sunda Kelapa dengan terlebih dahulu membagun sebuah benteng sebagai pusat kekuatan dan pertahanannya. Akan tetapi hal yang berbeda dilakukan oleh Belanda di Sumatera Timur, dimana penguasaan wilayah dilakukan secara tidak sengaja yaitu diawali oleh pedagang-pedagang Belanda yang membuka perkebunan dan mengalami keberhasilan dan kesuksesan diwilayah tersebut. 1 Tim Pengumpul, Penelitian dan Penulisan Sejarah Perkembangan Pemerintahan Kotamadya Daerah tingkat II Medan, dalam Sejarah Perkembangan Pemerintahan Kotamadya Daerah Tingkat II Medan, Medan 1992, Hal. 58. Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan 1900-1970, 2010. pertemuan Sungai Babura dengan Sungai Deli dan merupakan salah satu wilayah kekuasaan Kesultanan Deli. Masuknya pengaruh pemerintah kolonial ke Sumatera Timur diawali oleh kedatangan Jacobus Nienhuys ke Tanah Deli pada awal tahun 1860-an, kedatangan Nienhuys membawa perubahan yang sangat besar di wilayah Sumatera Timur. Dengan perkebunan tembakau yang semakin luas dan berkembang perlahan Medan berubah menjadi sebuah kota yang penting dan besar di bidang perdagangan. Ada beberapa faktor pendukung berkembangnya Medan menjadi sebuah kota yaitu : 1. Dibukanya perkebunan tembakau di Deli oleh Jacobus Nienshuys pada tahun 1863, yang kemudian di ikuti oleh banyaknya pemodal asing yang masuk ke Sumatera Timur untuk membuka perkebunan. 2. Adanya pembangunan bangunan penting yang dilakukan oleh pemerintah kolonial di sekitar kampung Medan, seperti bangunan benteng Belanda di dekat pertemuan Sungai Babura dengan Sungai Deli tahun 1864, pembangunan gedung Deli Maatschappij pada tahun 1870, serta pembangunan sarana perniagaan seperti bangunan pertokoan dan kedai-kedai, pusat perbelanjan, perumahan, fasilitas hiburan dan lain sebagainya. 3. Pesatnya perkembangan populasi penduduk di Medan sebagai dampak dari pembukaan perkebunan di Sumatera Timur, yaitu dari buruh-buruh asing yang sengaja didatangkan oleh Belanda maupun Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan 1900-1970, 2010. dari migrasi penduduk pribumi yang datang mengadu nasib ke Sumatera timur. Pada waktu Belanda mulai melakukan penjajahan, dalam hal ini adalah pengeksploitasian tanah menjadi lahan perkebunan di Sumatera Timur, di sekitar kawasan Medan sudah lebih dahulu terdapat beberapa perkampungan penduduk yang ditempati oleh penduduk suku Bangsa Melayu dan Karo, yaitu Kampung Aei hilir, Kampung Tengah, Kampung Besar, Rantau Belimbing, Martubung, Kota Bangun, Cikupan Mabar, Rengas Kupan, Pulau Brayan, Gelugur, Medan Puteri, Kesawan, Tebing Tinggi, Kampung Sungai Mati, Kampung Baru, Kota Maksun, dan Kampung Sungai Kerah. 2 Sebagai kota perkebunan, di Medan banyak dibangun sarana dan prasarana untuk mendukung politik pemerintahan kolonial terutama untuk Kota Medan adalah pusat pemerintahan kolonial di wilayah Sumatera Timur, letaknya yang strategis kemudian membuatnya tumbuh menjadi salah satu kota baru dan menjadi sentral dari wilayah di Sumatera Timur. Selain sebagai pusat pemerintahan kolonial Belanda, Medan juga menjadi pusat administrasi perkebunan yang ada di Sumatera Timur. Hal ini semakin jelas setelah Sumatera Timur menjadi Residensi tersendiri yang tunduk kepada wewenang Residen yang ada di Bengkalis pada tahun 1873 dan pada tahun 1887 Medan yang ada di wilayah Kesultanan Deli dijadikan sebagai tempat kedudukan residen di Sumatera Timur. 2 Ibid. hal. 48. Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan 1900-1970, 2010. mendukung perkembangan di sektor perkebunan. Selain pembangunan gedung- gedung pemerintahan, perumahan, dan kantor-kantor administrasi perkebunan, salah satu pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial adalah pembangunan prasarana seperti jaringan jalan raya. Karena fasilitas jalan raya, baik yang menghubungkan suatu kota dengan kota lain atau daerah sekitarnya maupun jaringan jalan yang menghubungkan antar bagian kota, memegang peranan yang sangat penting bagi kelancaran aktivitas penduduk dan perkembangan kota itu sendiri sekaligus sebagai kerangka dasar yang membentuk struktur kota. 3 Pembangunan jalan dipusat kota yang meliputi daerah kesulatanan dibuat untuk memudahkan hubungan pemerintah kolonial dengan kaum bangsawan pribumi di kesultanan tersebut, yaitu dalam melakukan konsesi tanah dan memudahkan mereka mengontrol kehidupan para sultan-sultan melayu. Selain jalan-jalan yang telah ada jauh sebelum kedatangan Belanda ke Sumatera Timur, banyak pula di bangun jaringan-jaringan jalan yang baru di kota Medan. Secara umum pembangunan jalan di Kota Medan dapat dibagi menjadi tiga yaitu, pertama pembangunan jalan di pusat kota yang meliputi daerah kesultanan, perumahan-perumahan orang-orang Blenda dan ropa, serta daerah perkantoran. Kedua, jalan yang menghubungkan daerah perkebunan dengan pusat kota, dan yang ketiga adalah jalan yang menghubungkan Kota Medan dengan daerah luar. 3 R. Bintarto, Pengantar Geografi Kota, U.P Spring Yogyakarta, Hal. 61. Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan 1900-1970, 2010. Demikian halnya juga dengan jalan yang dibangun di daerah perumahan pegawai-pegawai Belanda dan orang Eropa lainnya. Pembangunan jalan yang menghubungkan daerah perkebunan dengan pusat kota dilakukan untuk mempermudah pihak perkebunan dalam melakukan kegiatan administrasi dan penyetoran pajak perkebunan. Disisi lain jalan yang dibangun untuk menghubungkan kota Medan dengan daerah luar dilakukan untuk mempermudah pihak perkebunan dalam melakukan pengangkutan barang yang akan dibawa ke pelabuhan untuk dijual. Selain itu pembangunan jalan ini ditujukan juga untuk menghubungkan pusat kota dengan daerah perkebunan yang berada jauh dari Kota Medan karena banyak perkebunan yang terletak di luar Kota Medan. Penamaan jalan pada masa Belanda dibuat berdasarkan nama-nama Belanda seperti cremerweg, Coenstraat, Boloweg, dan lain sebagainya. Disamping itu, ada juga beberapa nama jalan yang menggunakan nama lokal, di antaranya adalah Djalan Rakyat atau sering disebut dengan Djalan Radja, Djalan Mahkomah, Mangga Laan, Baboera Weg, Kartini Laan, Padang Boelan Weg, Serdang Weg, Djalan Kenanga, Sultan Weg, Djalan Antara, dan beberapa jalan lokal lainnya. Di samping itu ada juga nama jalan yang menggunakan nama Timur asing dan biasanya nama jalan ini terdapat di daerah pemukiman orang Cina dan Tamil. Di antara nama jalan yang berbahasa Cina, adalah Canton Straat, Hakka Straat, Hongkong Straat, dan lain sebagainya, dan nama jalan yang menggunakan nama asing lainnya seperti Calcuta Straat. Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan 1900-1970, 2010. Pada masa pendudukan Jepang hampir tidak ada pembangunan jaringan jalan yang baru, demikian pula dengan penamaan jalan. Jepang tidak begitu mempersoalkan jalan yang menggunakan nama-nama Belanda sekalipun pemerintahan Jepang berusaha untuk menghapuskan semua hal-hal yang berhubungan dengan Belanda. Hanya terdapat beberapa nama jalan yang diberi nama Jepang, salah satunya adalah jalan Fuzi Dori atau jalan Imam Bonjol sekarang. karena Jika di lihat pada masa pendudukan Jepang mereka lebih fokus untuk memobilisasi massa untuk membantu dalam perang menghadapi Sekutu. Pada masa Indonesia merdeka baru terjadi pergantian nama-nama jalan yang berbahasa Belanda dan beberapa nama yang berhubungan dengan pemerintah kolonial Belanda, dengan kata lain nama jalan yang dibuat pada masa pemerintahan kolonial Belanda serta Pendudukan Jepang. Pergantian nama jalan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam perjalanan sejarah Kota Medan, karena pergantian nama jalan mempunyai arti dan makna bagi masyarkat Medan. Nama-nama jalan menjadi semacam kenyataan sosial kolektif karena nama jalan di perkotaan memadukan ruang dan waktu. Nama jalan adalah waktu yang membeku di dalam kota, ia adalah bayangan dan etos kota serta melambangkan hakekatnya 4 4 Peter J. M Nas, “ Tatanan Simbolik Jakarta: dari Kosmos ke Kondomonium “ dalam JHS Nomor 4, Tahun 1993. Hal. 64. . Nama-nama jalan berbahasa Belanda dianggap akan mengingatkan kita kembali kepada masa penjajahan dan penghinaan yang Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan 1900-1970, 2010. dilakukan oleh pemerintah kolonial. Jalan yang menggunakan nama Belanda diganti dengan nama-nama Indonesia. Biasanya nama jalan yang dianggap memiliki kenangan-kenangan kolektif tersebut diganti dengan nama-nama pejuang baik dalam skala nasional maupun lokal, nama daerah dan nama-nama Indonesia lainnya. Benteng Weg misalnya yang kemudian diganti menjadi Jalan Kapten Maulana Lubis, Serdang Weg menjadi Jalan Prof. h. M Yamin S.H, Canton Straat menjadi Jalan Cirebon, dan lain sebagainya. Nama jalan yang menjadi fokus permasalahan dalam penelitian ini adalah nama-nama jalan besar pada waktu itu atau jalan vital, yang merupakan dalah satu faktor dalam perkembangan perkebunan asing. Beberapa nama jalan yang mengalami perubahan diantaranya adalah Jalan Cremer Weg yang berubah menjadi Jalan Balai Kota, Jalan Bolweg berubah menjadi Jalan komodor Laut Yos Sudarso, dan Jalan Javaris yang berubah nama menjadi Jalan Rachmadsjah. Ruang lingkup yang digunakan dalam penelitian ini adalah kota Medan sebagai salah satu wilayah pemerintahan kolonial Belanda di Keresidenan Sumatera Timur. Penelitian ini ingin melihat bagaimana pergantian nama jalan yaitu pergantian dari nama jalan pada masa pemerintahan kolonial Belanda, masa pendudukan Jepang menjadi nama jalan pada saat Indonesia merdeka. Selain itu penulisan tentang perubahan nama jalan di Indonesia khususnya di Kota Medan masih sangat sedikit dan bahkan belum pernah diungkapkan ke dalam sebuah tulisan. Penulisan tentang perubahan nama jalan merupakan Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan 1900-1970, 2010. bagian dari proses sejarah kota yang penting untuk diungkapkan. Dari penelitian ini diharapkan dapat diketahui bagaimana keterikatan perubahan nama jalan dengan masyarakat sekitar. Hal ini dikarenakan masyarakat Sumatera Utara, khususnya Kota Medan, merupakan pusat pembauran sosiokultur sjak masa pemerintahan kolonial Belanda. Sebagaimana diketahui bahwa kekuatan ekonomi perkebunan yang tumbuh di Sumatera Timur dengan produksi tembakau yang bernilai jual tinggi menjadikan Kota Medan sebagai pusat kegiatan ekonomi baru sehingga memberikan daya tarik yang luar biasa bagi kaum pendatang untuk mengadu nasib. Selain itu karena pesatnya perkembangan perkebunan tembakau di Deli sejak awal tahun 1860-an maka banyak didatangkan buruh dari luar Sumatera untuk bekerja diperkebunan- perkebunan tersebut, akibatnya berbagai macam kelompok etnik yang datang berbaur di kota Medan.

1.2 Rumusan Masalah