Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
yang imajinatif, maka pesan dakwah yang ingin disampaikan oleh penulis dapat diterima dan dipahami oleh pembacanya.
4
Dalam sebuah karya sastra, nilai-nilai dakwah selalu bisa dikemas oleh sang penulis. Karena menyangkut tulisan, dakwah melalui karya sastra termasuk
di dalamnya cerpen, cerbung, dan novel adalah bagian dari dakwah Bil Qolam. Maka, jadilah dakwah Bil Qolam
sebagai konsep “dakwah melalui pena”, yaitu dengan membuat tulisan di media.
Perkembangan teknologi komunikasi dewasa ini telah jauh dan semakin beragam, namun teknologi penulisan merupakan tahapan yang tidak pernah
lekang, malahan terus berkembang. Apalagi saat ini, ketika “kran” kebebasan membuka penerbitan dibuka lebar setelah reformasi. Kini semakin banyak media
surat kabar dan majalah. Masyarakatpun dengan leluasa bisa memilah dan memilih media yang dikuasainya.
5
Novel memberikan peranan penting bagi kehidupan masyarakat. Boleh jadi keberadaannya turut membantu perubahan sosial, karena novel tidak hanya
ajaran serta tingkah laku dan pola-pola kehidupan masyarakat. Novel sebagai sebuah media komunikasi yang di dalamnya terdapat proses komunikasi, banyak
mengandung pesan, baik itu pesan sosial, pesan moral, ataupun pesan keagamaan. Salah satu sifat yang sangat dominan dari sebuah novel ialah mampu
merubah pandangan hidup ataupun cara berfikir pembacanya. Oleh karena itu,
4
Ariswendo Atmowiholo, Mengarang Itu Gampang, Jakarta: PT Suberta Citra Pusaka, 1995, h.69-70
5
Asep Kusnawan. Berdakwah Lewat Tulisan Bandung: Mujahid Press, 2004, h.24.
novel merupakan salah satu bentuk sarana yang efektif dalam proses mengubah perilaku seseorang untuk menjadi lebih baik. Tatkala seorang pembaca menikmati
isi novel tersebut, kemudian ia menangis maka tangisannya itu adalah hasil dari pemikirannya yang panjang, dan inilah salah satu bentuk novel yang berkualitas.
6
Dari sudut pandang sastra, karya novel juga sudah menjamah dan memuat pesan-pesan keagamaan. Sedangkan dari sudut pandang dakwah, perlu diadakan
kajian-kajian yang mendalam terhadap novel tersebut, baik kajian mengenai media ataupun mengenai pesan-pesan yang terkandung di dalamnya.
Berdakwah melalui sastra membutuhkan setidaknya idealisme yang jelas serta kekayaan bahasa, agar karya kita mampu menggerakkan seseorang. Novel
sangat berpotensi sebagai media dakwah untuk mengenalkan keindahan Islam yang dikemas melalui bahasa yang khas, halus, indah, komunikatif, dengan
menggunakan metode dakwah yang khas dari seorang pengarang atau penulisnya untuk disampaikan kepada para pembaca dan pecinta novel.
Karya tulisnya bukan bermaksud untuk menggurui para pembaca tetapi hanya sekedar memberitahu tentang ajaran Islam dan perjuangan hidup secara
sederhana tapi amat sangat mengena di hati mereka yang membacanya. Salah satu contohnya adalah novel Penakluk Badai karya Aguk Irawan MN yang menjadikan
karya tulisnya menjadi pelajaran yang patut dicontoh oleh pembacanya. Novel Penakluk Badai ini mengisahkan tentang kisah dan perjalanan hidup
dari seorang ulama besar, KH . Hasyim Asy’ari. Aguk Irawan selaku penulis novel
6
Taringan, Henry Guntur. Prinsip-prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa. 1993 hlm. 54
ini, mencoba menyingkap detail kharisma dan keagungan KH. Hasyim Asy’ari yang selama ini hanya direduksi sebagai tokoh besar di kalangan Ormas
Nahdhatul Ulama NU yang perannya sering hanya diketahui sekedar membela Aswaja dan menolak keras paham wahabi.
Lebih dari itu, dengan mengangkat perjuangan dan sumbangsihnya di bidang pendidikan , KH. Hasyim ditampilkan sebagai Bapak Revolusi Pendidikan
Islam. Dimulai dari Tebuireng, KH. Hasyim mendirikan pondok pesantren di tengah-tengah kalangan masyarakat yang akhlaknya buruk, seperti perampok,
pemabuk, penjudi, dan prostitusi asusila. Tindakan beliau ini membuat cengang para Kiai Sepuh karena hal demikian dianggap tidaklah lazim.
Novel Penakluk Badai yang tak lain merupakan biografi dari KH. Hasyim asy’ari sengaja disusun dengan kemasan fiksi, agar pembaca dapat menikmati alur
cerita serta mudah untuk dapahami. Bahasa yang lugas serta ringan turut menjadi salah satu keunggulan dari novel ini sehingga sosok KH.
Hasyim Asy’ari seolah- olah hidup dan berada di tengah-tengah pembaca.
Melalui novel ini, sang pengarang novel juga menggambarkan semangat serta penjabaran sejarah lain dari proses Indonesia merdeka yang belum diketahui
banyak oleh pembaca. Salah satunya adalah Piagam Jakarta yang dikenal oleh bangsa Indonesia sebagai rumusan dari penitia sembilan. Di balik itu, ternyata
sosok Kiai Hasyim Asy’ari lah yang telah memberikan rumusan tersebut kepada anaknya yang termasuk dalam panitia sembilan, yakni Kiai Wahid Hasyim.
Novel ini juga sarat akan pesan moral dan etika yang sangat menggugah para pembaca untuk mengambil banyak hikmah yang terkandung dalam
tulisannya. Dari sinilah penulis termotivasi untuk menulis skripsi yang dilatar belakangi dari permasalahan di atas dengan mengangkat sebuah judul
“Analisis Isi Pesan Dakwah Dalam Novel Penakluk Badai Karya Aguk Irawan MN
”.