Karya-Karya Aguk Irawan MN

j. Spirit Al-Qur’an Ar-Arruz Media k. Samudera Hakikat Sajadah Press l. Ashabul Kahfi Arti Bumi Intaran m. Ensiklopedi Sains Al-Qur’an Arti Bumi Intaran n. Menjadi Murid Sejati Lentera Sufi o. Tafsir Al-Jilani Serambi

C. Sinopsis Novel Penakluk Badai

Novel yang diterbitkan oleh Global Media Utama di tahun 2012 ini merupakan novel Islam yang ditulis oleh Aguk Irawan MN yang merupakan penulis buku best seller seri “haji back-packer”. Novel tentang biografi Hadratussyaih Kiai Hasyim Asy’ari ini merupakan salah satu karya besar yang beliau hadirkan bagi pembaca yang merindukan sesosok pejuang Islam Indonesia. Penulis kelahiran Lamongan 33 tahun silam ini sempat mengenyam pendidikan di pondok pesantren Darul Ulum Peterongan Jombang serta beberapa pesantren lainnya. Peran beliau sebagai seorang santri ini terpanggil untuk menuliskan perjalanan hidup jejak perjuangan gurunya yang merupakan salah satu ulama besar sekaligus pendiri organisasi Islam Indonesia yakni „Nahdatul Ulama’. Kebiasaan menulis jurnal sastra selama kuliah di Kairo Mesir, menerjemahkan karya sastra, menggelar berbagai lomba karya tulis, serta pegalaman diranah NU semakin mengasah keahlian dalam menulis novel ini. Terbukti Aguk perah menjadi aktivis PCINU-Mesir, ketua umum senat Fakultas Ushuluddin Al Azhar, dan mengikuti PPMI Al Azhar Mesir. Berkat keahliannya dibidang penulisan, Aguk Irawan tidak terlalu kesulitan dalam menyusun Novel Biografi Hadratussyaih Hasyim Asy’ari sehingga tulisannya begitu mengalir sesuai kisah dan mudah dipahami pembaca. Figur besar dan kharismatik Hadratussyaih Hasyim Asy’ari dalam novel ini seakan-akan hadir dan hidup ditengah-tengah kita. Cerita awal dimulai dari pengembaraan kakeknya dalam mencari ilmu. Dikisahkan beliau sangat santun kepada guru dan tidak kenal lelah mengadapi kebrutalan penduduk sekitar, mulai dari penjudi, pemabuk, dan perampok hingga mereka semua tergerak dan mengikuti ajaran Islam yang rahmatan lil’alamin. Dari pesona kakeknya yang sangat luar biasa hingga mendirikan pesantren di daerah Gedangan ternyata menurun kepada cucunya Hasyim, dari putranya Asy’ari. Hadratussyaih Hasyim Asy’ari pada masa mudanya sangat haus akan ilmu, terlebih ilmu agama. Perantauan beliau mencari ilmu dimulai dari pesantrennya yang dibangun ayahnya di Keras, kemudian pesantren kakeknya di Gedangan dan pesantran lainnya. Semangat mencari ilmunya membawa beliau mencari ilmu hingga ke Makkah berguru dengan Syeikh mahfudz Al-Tarmasy yang memiliki sanad keilmuan langsung dari Rasulullah SAW. Di lain kesempatan, Hadratuss yaih Hasyim Asy’ari di tunjuk sebagai salah satu imam sekaligus guru di Masjidil Haram. Ketertarikannya dalam ilmu Hadis, menjadikan beliau sebagai ahli hadis dan dikenal hingga sekarang. Kesempatan yang luar biasa dari semangat menuntut ilmu Hadratussyaih Hasyim Asy’ari dibuktikan ketika beliau nyantri di Semarang dengan Kiai Haji Sholeh Darat bersama Muhammad Darwis Kh. Ahmad Dahlan. Mereka berdua sangat bersemangat dalam menuntut ilmu dan saling tolong menolang seperti saudara kandung. Mendirikan pondok pesantren di tengah-tengah masyarakat bobrok, perampok, pemabuk, penjudi, prostitusi, dan asusila, itulah keberanian dari seorang KH. Hasyim Asy’ari yang membuat para kiai sepuh tercengang karena dianggap tidak lazim. Inilah salah satu nilai yang diangkat oleh Aguk Irawan MN dalam buku fiksi-biografi Bapak Revolusi Pendidikan Islam. Bagaimana sumbangsihnya di bidang pendidikan dan mengangkat perjuangan Indonesia hingga mencapai kemerdekaannya. Aguk Irawan mencoba mengungkap detail kharisma dan keagun gan KH. Hasyim Asy’ari yang selama ini hanya dikenal sebagai tokoh kalangan Ormas Nahdlatul Ulama NU. Lebih dari itu, beliau adalah pahlawan bangsa Indonesia. Novel ini, kembali menampilkan KH. Hasyim Asy’ari sebagai sosok yang kontroversial dengan gagasannya yang selalu melampaui zamannya. Melalui hasil istikharahnya, KH. Hasyim Asy’ari mau menerima tawaran kerjasama dari Jepang. Sementara, banyak Kiai lain dan rakyat yang sempat menjadi korban kekejaman Jepang mengkhawatirkan langkah politik yang diambil KH. Hasyim As’ari tersebut. Jepang sendiri melunak dan mengambil jalan kooperatif terhadap pribumi lantaran mereka cemas bahwa suatu hari nanti Belanda akan merebut kembali wilayah yang kini diduduki Jepang. Kecemasan itu pun terbukti. Forum Internasional di Wina pada 1942 memutuskan bahwa negara-negara sekutu sepakat akan mengembalikan wilayah-wilayah yang diduduki Jepang kepada koloni masing-masing.