penyakit dan banyaknya macam obat yang beredar di pasaran, menyebabkan sulitnya dokter, farmasi maupun masyarakat dalam mencarai informasi obat
dengan cepat. Kecepatan akan pemenuhan informasi obat tentunya akan sangat berpengaruh pada cepatnya upaya pengobatan, yang selanjutnya akan berujung
pada cepatnya proses penyembuhan. Kusumadewi, 2011.
2.2. Sejarah Obat Tradisional
Indonesia merupakan salah satu Negara dengan kekayaan hayati terbesar di dunia yang memiliki lebih dari 30.000 spesies tanaman telah diketahui khasiatnya
namun kurang dari 300 tanaman yang digunakan sebagai bahan baku industri farmasi secara regular. Sekitar 1000 jenis tanaman telah diidentifikasi dari aspek
botani sistematik tumbuhan dengan baik. WHO pada tahun 2008 mencatat bahwa 68 penduduk dunia masih menggantungkan sistem pengobatan tradisional yang
mayoritas melibatkan tumbuhan untuk menyembuhkan penyakit dan lebih dari 80 penduduk dunia menggunakan obat herbal untuk mendukung kesehatan
mereka. Fakta-fakta tersebut menunjukkan bahwa tumbuhan obat memiliki arti penting yakni secara mendasar mendukung kehidupan maupun potensi
perdagangan.
Berbagai tanaman obat dan ribuan tanaman berpotensi obat di Indonesia mengandung beraneka ragam jenis senyawa kimia alami. Berdasarkan
penggunaan tradisional dan berbagai penelitian ilmiah, tanaman tersebut memiliki berbagai efek farmakologis dan bioaktivitas penting mulai dari potensi sebagai
Universitas Sumatera Utara
agen anti penyakit infeksi sampai penyakit degeneratif seperti imunodefisiensi, hepatitis, arthritis, stroke, osteoporosis bahkan kanker.
Di sisi lain pengobatan dengan senyawa tungggal single entity atau senyawa isolate murni maupun sintesis belum memberikan kesembuhan optimal
dan paripurna. Maka masyarakat berupaya untuk mencari obat alternatif, terutama dari herbal.Minum jamu untuk mendukung kesehatan dan penggunaan bahan obat
alam terutama tumbuhan telah melekat di dalam kehidupan masyarakat Indonesia dari generasi ke generasi hingga kini. Apresiasi yang lebih tinggi terhadap bahan
alami semakin meningkat seiring dengan berbagai fakta bahwa bahan-bahan sintetis termasuk obat sintetis memiliki efek samping yang tidak bisa dianggap
remeh.
Gaya hidup masyarakat modern “sadar alami” menjadikan jamu dan obat herbal untuk agen promosi kesehatan dan pencegahan terhadap penyakit serta
untuk mendukung vitalitas atau mendukung kinerja harian. Beberapa anggota masyarakat menggunakannya sebagai agen kuratif penyembuh namun belum
didukung penelitian ilmiah yang memadai misal untuk antikanker, antirematik, anti asam urat atau sebagai penyembuh dengan indikasi masih belum spesifik
seperti mengobati pasca kelahiran, mengobati demam, mengobati masuk angin, dan lain-lain. Khususnya di Indonesia, fakta-fakta di atas menunjukkan bahwa
obat herbal memiliki peran penting di dalam bidang kesehatan masyarakat dalam hal aspek pengobatan sebagai agen preventif, promotif bahkan kuratif. Untuk itu
perlu dilakukan penelitian berkesenimbangun terkait efek farmakologi, toksisitas,
Universitas Sumatera Utara
farmakokinetika zat khasiat, penatapan mutu dan keamanan bahan baku ekstrak yang digunakan di dalam penunjang kesehatan.
Fakta bahwa obat berbasis tumbuhan telah melekat di dalam kehidupan masyarakat, Indonesia Negara terkaya biodiversitasnya, kecendrungan orang
kembali ke alam meneguhkan peran penting tumbuhan sebagai sumber obat bahkan berpotensi nilai ekonomi tinngi. Namun isu besar yang menjadi pemikiran
pemerintah saat ini adalah bagaimana menjamin obat yang berbasis herbal di atas memiliki mutu yang terukur, mampu mendukung derajat kesehatan dan terjamin
keamanan terbebas dari bahan dan mikroba berbahaya serta bagaimana menaikkan nilai ekonomi sehingga menjadi Negara produsen yang bermartabat.
Di kalangan perguruan tinggi bidang farmasi, kedokteran dan kimia, pembelajaran dan fitoterafi dan upaya standardisasi sudah dilakukan puluhan
tahun namun output yang dihasilkan berupa dokumen lintas departemen masih belum memadai. Walau demikian semenjak tahun 2000 pemerintah RI melalui
depkes-BPOM mulai mengintensifkan pembuatan standar dan acuan standardisasi bahan obat alam. Hingga kini telah diterbitkan monografi ekstrak tumbuhan obat
tahun 2004 dan 2006 dan farmakope herbal yang akan diterbitkan tahun mendatang.
Meskipun pembuatan Materia Medika Indonesia sudah dimulai sejak sekitar tahun 1980-an, namun lebih banyak menitik beratkan pada aspek botani
dan sangat kurang dalam parameter kimiawi, mikrobiologi dan fisis sebagai hakekat standardisasi sesungguhnya. Sedangkan ekstrak tanaman yang sudah
Universitas Sumatera Utara
dibakukan standardisasinya baru mencapai kurang dari 60 buah bandingkan dengan ribuan tanaman obat dan berpotensi obat Indonesia yang belum tersentuh
secara ilmiah. Lima tahun terakhir perguruan tinggi yang berbasis kimia dan farmasi telah intensif mulai memberikan materi pembelajaran standardisasi bahan
obat alam yang awalnya mungkin hanya mata kuliah pilihan kemudian menjadi mata kuliah wajib.
Begitu pula ratusan industri farmasi besar dan menengah mulai memperhatikan parameter spesifik seperti aspek senyawa apa yang bertanggung
jawab terhadap khasiat. Dengan demikian prospek dan pekerjaan standardisasi bahan obat alam merupakan isu besar dan tantangan besar hingga 20 tahun
mendatang.
2.3. Standarisasi Obat Tradisional