Persyaratan dan Analisis Mutu Keseragaman Bobot dan Kadar Air pada Sediaan Obat vTradisional Jamu di Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Medan

(1)

PERSYARATAN DAN ANALISIS MUTU KESERAGAMAN BOBOT DAN KADAR AIR PADA SEDIAAN OBAT TRADISIONAL

JAMU DIBALAI PENGAWASAN OBAT DAN MAKANAN (BPOM) MEDAN

TUGAS AKHIR

HANIFAH MARITO HUTASUHUT 102401055

PROGRAM STUDI D-3 KIMIA DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(2)

MAKANAN (BPOM) MEDAN

TUGAS AKHIR

HANIFAH MARITO HUTASUHUT 102401055

PROGRAM STUDI D-3 KIMIA DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(3)

PERSETUJUAN

Judul : Persyaratan dan Analisis Mutu Keseragaman Bobot

dan Kadar Air pada Sediaan Obat Tradisional Jamu di Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Medan

Kategori : Tugas Akhir

Nama : Hanifah Marito Hutasuhut

Nomor Induk Mahasiswa : 102401055

Program Studi : Diploma (D3) Kimia Analis

Departemen : Kimia

Fakultas : Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Sumatera Utara

Disetujui di Medan, Juli 2013

Program Studi D3 Kimia Analis Pembimbing,

FMIPA USU Ketua,

Dra. Emma Zaidar Nst, M.Si Drs. Chairuddin, M.Sc

NIP. 195512181987012001 NIP. 195909171987011001

Disetujui Oleh

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

Dr. Rumondang Bulan, MS NIP.195408301985032001


(4)

PERSYARATAN DAN ANALISIS MUTU KESERAGAMAN BOBOT DAN KADAR AIR PADA SEDIAAN OBAT TRADISIONAL

JAMU DIBALAI PENGAWASAN OBAT DAN MAKANAN (BPOM) MEDAN

TUGAS AKHIR

Saya mengakui bahwa tugas akhir ini adalah hasil karya sendiri. Kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juli 2013

HANIFAH MARITO HUTASUHUT 102401055


(5)

PENGHARGAAN

Tiada kata yang pertama-tama penulis ucapkan, selain puji syukur Alhamdulillah kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya serta segala nikmat-Nya terutama nikmat kesehatan dan kesempatan untuk berkarya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini sesuai dengan yang diharapkan dengan judul Persyaratan dan Analisis Mutu Keseragaman Bobot dan Kadar Air pada Sediaan Obat Tradisional Jamu di Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Medan, dapat penulis selesaikan.

Dalam kesempatan ini perkenankanlah penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang telah ikut serta membantu penulis baik secara lansung maupun tidak langsung, secara moril maupun materil selama penulis belajar sampai terselesaikannya Tugas Akhir ini. Untuk selanjutnya penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan pengghargaan yang setinggi-tingginya atas pengarahan, bimbingan, dorongan serta bantuan yang telah diberikan selama penulis menyelesaikan Tugas Akhir di Kimia Analis Departemen Kimia Universitas Sumatera Utara, terutama yang terhormat:

1. Bapak Drs. Chairuddin, M.Sc, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan saran bimbingan sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini.

2. Ibu Dr. Rumondang Bulan, selaku ketua Departemen Kimia FMIPA USU. 3. Ibu Dr. Emma Zaidar, M.Si, selaku ketua program studi Diploma III Kimia. 4. Bapak Sutarman selaku Dekan FMIPA USU.

5. Orangtua penulis, Ayahanda tercinta Ardi Hutasuhut, S.Pd dan Ibunda tercinta Nur’aida Nasution, S.Pd serta kakak dan adik-adik tersayang (Shofiah Wartika Hutasuhut, Dini Juwairiyah Hutasuhut dan Fatma Sri Agustina Hutasuhut) yang telah memberikan perhatian dan kasih sayangnya baik secara moril maupun materil yang tiada pernah henti sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini.

6. Ibu Lambok Oktavia SR, M.Kes, Apt, selaku Manejer Mutu Balai Besar POM di Medan.

7. Seluruh staf dan para pegawai Balai Besar POM yang telah membimbing dan menyediakan fasilitas selama penulis melaksanakan kerja praktek.

8. Teman-teman dekat penulis, Julianti Tarihoran, Rafika Tri Windari, Ayu Shilvya Yona dan Dian Pratiwi.

9. Teman-teman stambuk 2010 di Kimia Analis FMIPA USU yang telah memberikan suasana kuliah yang menyenangkan.


(6)

karena keterbatasan pengetahuan, kemampuan serta waktu yang penulis miliki. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca demi kesempurnaan penulisan Tugas Akhir ini.

Akhir kata, semoga Tugas Akhir ini bermanfaat bagi semua pihak dan penulis khususnya. Terimakasih.

Medan, Juli 2013

Penulis


(7)

Persyaratan dan Analisis Mutu Keseragaman Bobot dan Kadar Air Pada Sediaan Obat Tradisional

Jamu di Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Medan

ABSTRAK

Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran bahan tersebut yang secara turun-temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. Pada awalnya, bahan tumbuh-tumbuhan tersebut dikonsumsi langsung dalam bentuk segar, rebusan, atau racikan namun pada perkembangannya, obat tradisional di konsumsi lebih praktis dalam bentuk pil, kapsul, sirup, tablet, sehingga memudahkan konsumen dalam penggunaanya. Untuk menjamin keseragaman dosis penalaran untuk masing – masing sediaan dan untuk menilai kandungan simplisia sediaan dan serbuk, pil, tablet dan kapsul maka digunakan uji keseragaman bobot dan untuk menjamin ekstrak jamu terhindar dari jamur dilakukan uji kadar air. Pada percobaan yang telah dilakukan didapat hasil uji keseragaman bobot pada sampel jamu sepet wangi, jamu batuk pilek dan jamu napsu makan memenuhi syarat sesuai dengan KepMen.Kes.No.661/Men.Kes/SK/VII/1994 dan pada uji kadar air pada sampel jamu sepet wangi, jamu batuk pilek dan jamu napsu makan, hanya jamu batuk pilek yang memenuhi syarat yaitu tidak lebih dari 10% sedangkan jamu sepet wangi dan jamu napsu makan tidak memenuhi syarat yaitu kadar airnya diatas 10% sesuai dengan Materia Medika Indonesia Jilid VI 1995, yaitu kadar air pada sediaan obat tradisional jamu yang berbentuk ekstrak kering sangat menentukan stabilitas ekstrak dan bentuk sediaan selanjutnya.


(8)

ABSTRACT

Traditional medicine is the ingredient or ingredients in the form of plant material, mineral materials, sarian (galenic) or a mixture of these materials which for generations has been used for treatment based on experience. At first, the plant material is consumed indirectly in the form of fresh, boiled, or blend but in its development, traditional medicine is more practical in consumption in the form of pills, capsules, syrups, tablets, making it easier for consumers to use. To ensure uniformity of dosage reasoning for each - their preparation and to assess the content of crude drugs preparations and powders, pills, tablets and capsules are then tested to guarantee uniformity of weight and avoid medicinal mushroom extracts tested water content. In the experiments that have been carried weight uniformity test results obtained on the sample sepet fragrant herbs, herbal cough and cold medicine appetite qualified in accordance with the test KepMen.Kes.No.661/Men.Kes/SK/VII/1994 and water content on sample sepet fragrant herbs, herbal cough and cold medicine appetite, cough and cold medicine is only eligible ie not more than 10% while sepet fragrant herbs and herbal appetite does not qualify the water level is above 10% according to the Materia Medika Indonesia Volume VI 1995, the water content in the preparation of traditional herbal medicine in the form of dry extract and determine the stability of the dosage form further extracts.


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

PERSETUJUAN i

PERNYATAAN ii

PENGHARGAAN iii

ABSTRAK v

ABSTRACT vi

DAFTAR ISI vii

DAFTRA TABEL ix

BAB 1 PENDAHULUAN 1

1.1Latar Belakang 1

1.2Permasalahan 4

1.3Tujuan Penelitian 5

1.4Manfaat Penelitian 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 6

2.1.Obat 6

2.2.Sejarah Obat Tradisional 8

2.3.Standarisasi Obat Tradisional 11

2.3.1 Manfaat Standarisasi Obat Tradisional 12 2.3.2 Penetapan Standarisasi Obat Tradisional 13 2.3.3. Acuan Standarisasi Obat Tradisional 16

2.4 Penggunaan Air 17

2.4.1 Kimia Air 17

2.4.2 Ikatan Kovalen dan Ikatan Antarmolekul Air 18

2.5 Metode Destilasi Toluena 20

2.6 Jamu sebagai Obat Tradisional 22

2.6.1 Definisi Jamu 23

2.6.2 Penggolongan Jamu 24

2.6.3 Kelebihan dan Kekurangan Jamu 25

2.6.4 Manfaat Jamu 27

2.6.5 Bahaya Jamu 28

2.6.6 Tips Mengkonsumsi Jamu 28

BAB 3 METODE PENELITIAN 30

3.1 Alat 30

3.2 Bahan 30

3.3 Prosedur Percobaan 31

3.3.1 Uji Keseragaman Bobot dalam Sediaan Obat Tradisional 31 3.3.2. Uji Kadar Air dalam Sediaan Obat Tradisional 31


(10)

4.1.2 Perhitungan 36

4.2. Pembahasan 40

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 46

5.1 Kesimpulan 46

5.2 Saran 47


(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 4.1 Data Percobaan Sampel Jamu Sepet Wangi 33 Tabel 4.2 Data Percobaan Sampel Jamu Batuk Pilek 34 Tabel 4.3 Data Percobaan Sampel Jamu Napsu Makan 35 Tabel 4.4 Data Percobaan Sampel Jamu Sepet Wangi 36 Tabel 4.5 Data Percobaan Sampel Jamu Batuk Pilek 36 Tabel 4.6 Data Percobaan Sampel Jamu Napsu Makan 36 Tabel 4.7 Hasil Uji Keseragaman Bobot Sampel Jamu Sepet Wangi 40 Tabel 4.9 Hasil Uji Keseragaman Bobot Sampel Jamu Napsu Makan 41

Tabel 4.10 Hasil Uji Kadar Air 41

Tabel 4.11 Persyaratan Keserangaman Bobot untuk Produk Obat 42 Tradisional Bentuk Serbuk

Tabel 4.12 Persyaratan Keserangaman Bobot untuk Produk Obat 43 Tradisional Bentuk Serbuk

Tabel 4.13 Persyaratan Keserangaman Bobot untuk Produk Obat Tradisional Bentuk Tablet


(12)

(13)

Persyaratan dan Analisis Mutu Keseragaman Bobot dan Kadar Air Pada Sediaan Obat Tradisional

Jamu di Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Medan

ABSTRAK

Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran bahan tersebut yang secara turun-temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. Pada awalnya, bahan tumbuh-tumbuhan tersebut dikonsumsi langsung dalam bentuk segar, rebusan, atau racikan namun pada perkembangannya, obat tradisional di konsumsi lebih praktis dalam bentuk pil, kapsul, sirup, tablet, sehingga memudahkan konsumen dalam penggunaanya. Untuk menjamin keseragaman dosis penalaran untuk masing – masing sediaan dan untuk menilai kandungan simplisia sediaan dan serbuk, pil, tablet dan kapsul maka digunakan uji keseragaman bobot dan untuk menjamin ekstrak jamu terhindar dari jamur dilakukan uji kadar air. Pada percobaan yang telah dilakukan didapat hasil uji keseragaman bobot pada sampel jamu sepet wangi, jamu batuk pilek dan jamu napsu makan memenuhi syarat sesuai dengan KepMen.Kes.No.661/Men.Kes/SK/VII/1994 dan pada uji kadar air pada sampel jamu sepet wangi, jamu batuk pilek dan jamu napsu makan, hanya jamu batuk pilek yang memenuhi syarat yaitu tidak lebih dari 10% sedangkan jamu sepet wangi dan jamu napsu makan tidak memenuhi syarat yaitu kadar airnya diatas 10% sesuai dengan Materia Medika Indonesia Jilid VI 1995, yaitu kadar air pada sediaan obat tradisional jamu yang berbentuk ekstrak kering sangat menentukan stabilitas ekstrak dan bentuk sediaan selanjutnya.


(14)

ABSTRACT

Traditional medicine is the ingredient or ingredients in the form of plant material, mineral materials, sarian (galenic) or a mixture of these materials which for generations has been used for treatment based on experience. At first, the plant material is consumed indirectly in the form of fresh, boiled, or blend but in its development, traditional medicine is more practical in consumption in the form of pills, capsules, syrups, tablets, making it easier for consumers to use. To ensure uniformity of dosage reasoning for each - their preparation and to assess the content of crude drugs preparations and powders, pills, tablets and capsules are then tested to guarantee uniformity of weight and avoid medicinal mushroom extracts tested water content. In the experiments that have been carried weight uniformity test results obtained on the sample sepet fragrant herbs, herbal cough and cold medicine appetite qualified in accordance with the test KepMen.Kes.No.661/Men.Kes/SK/VII/1994 and water content on sample sepet fragrant herbs, herbal cough and cold medicine appetite, cough and cold medicine is only eligible ie not more than 10% while sepet fragrant herbs and herbal appetite does not qualify the water level is above 10% according to the Materia Medika Indonesia Volume VI 1995, the water content in the preparation of traditional herbal medicine in the form of dry extract and determine the stability of the dosage form further extracts.


(15)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Jamu adalah ramuan warisan nenek moyang yang perlu dilestarikan dan dikembangkan. Selain harganya relatif murah di bandingkan dengan obat-obatan apotik, jamu juga memiliki banyak manfaat mulai dari mencegah penyakit, menyembuhkan penyakit bahkan mempertahankan kecantikan. Sayang sekali citra jamu akhir-akhir ini banyak tercoreng oleh ulah sebagian orang yang tidak bertanggung jawab sehingga banyak orang yang awalnya senang mengonsumsi jamu berubah menjadi takut mengonsumsi jamu.

Dibalik segudang khasiatnya ternyata jamu memiliki beberapa kelemahan misalnya perhatian terhadap jamu belum sebesar perhatian pada obat-obatan kimia karena itu dosis tepat untuk mengonsumsi jamu belum dapat ditentukan. Perlu diketahui, meskipun jamu lebih aman dikonsumsi jika dibandingkan dengan obat-obatan kimia namun bukan berarti jamu boleh dikonsumsi secara sembarangan mengingat dalam bahan alami yang digunakan untuk meramu jamu pun juga ditemukan racun, hanya saja kadarnya lebih ringan jika dibandingkan dengan obat alami. Kecilnya jumlah penelitian tentang jamu mengakibatkan standar keamanan jamu belum dapat ditentukan karena itu perlu tipis dan trik sendiri dalam mengonsumsi jamu agar tetap aman untuk kita konsumsi dan manfaat yang maksimal dari mengonsumsi jamu bisa maksimal.

Mayoritas penggunaan bahan obat berbasis nerbal di Indonesia masih bersifat tidak terukur baik kepastian tanaman, takaran, cara penyepian sehingga


(16)

tidak menjamin konsistensi khasiat. Salah satu tujuan standardisasi adalah menjaga konsistensi dan keseragaman khasiat dari obat herbal. Standardisasi melibatkan pemastian kadar senyawa aktif farmakologis melalui analisis kuantitatif metabolit sekunder yang akan menjamin keseragaman khasiat. Tercatat sekitar 997 industri obat tradisional di Indonesia dan 98 diantaranya adalah produsen dengan skala besar dan sedang. Produsen dengan skala besar dan sedang telah mampu mengekspor produknya ke Negara lain seperti Malaysia, Singapura, India, Pakistan, Negara-negara di Timur Tengah bahkan beberapa Negara Eropa dan Amerika Serikat. Selain itu pula banyak sekali bahan mentah rempah dan obat herbal diekspor ke luar negeri tanpa mengalami pengolahan.

Problem yang seringkali dihadapi adalah belum terstandarnya bahan baku yang diperdagangkan bahkan dijumpainya kontaminan mikrobiologis pada produk obat herbal. Ini merupakan masalah besar dan berisiko terkena dendan di Negara tujuan. Uji klinik adalah uji senyawa kimia obat, obat herbal, ekstrak dan berbagai sediaan pada dosis tertentu dengan target biologis manusia (atau veteriner jika targetnya memang binatang), agar memberikan respon biologis berupa parameter-parameter klinik perbaikan dari kondisi patalogis yang terkait dengan penyakit tertentu. Untuk itu, semua aspek dituntut terdesain dan dikontrol dengan baik. Respon untuk klinik sangat ditentukan oleh keajegan (konsistensi) dosis jika jumlah zat aktif yang diberikan tidak konsisten dari waktu ke waktu apalagi antarpenyiapan suatu batch ekstrak dengan batch ekstrak lainnya, maka interpretasinya menjadi bias dan justru merugikan. Di sinilah peran besar standardisasi untuk menjaga senyawa-senyawa aktif selalu konsisten terukur


(17)

antarperlakuan. Jadi, penentuan dosis senyawa marker untuk uji klinik ekstrak atau obat herbal sangatlah fundamental. Tempat tumbuh tanaman, penanganan pasca panen, proses ekstraksi, penyempinan simplisia tanaman dan ekstrak juga mempengaruhi elemen keamanan terhadap pemakai missal keberadaan logam berat (Pb, Cd dan As), pestisida dalam tanah, udara dan air, jenis dan jumlah mikroorganisme dan metabolit pencemar berbahaya Aspergillus dan aflatoksin,

Staphylococcus aureus dan Coliform.

Keseragaman bobot untuk produk obat tradisional diperlukan untuk menjamin keseragaman dosis penalaran untuk masing – masing sediaan. Serbuk tidak lebih dari dua bungkus serbuk yang masing-masing bobot isinya menyimpang dari bobot isi rata-ratanya lebih besar dari harga yang ditetapkan dalam kolom A dan tidak satu kapsul pun yang bobot isinya menyimpang dari bobot isi rata-rata lebih besar dari harga yang ditetapkan dalam kolom B. Kapsul tidak lebih dari dua kapsul yang masing-masing bobot isinya menyimpang dari bobot isi rata-ratanya lebih besar dari harga yang ditetapkan dalam kolom A dan tidak satu kapsul pun yang bobot isinya menyimpang dari bobot isi rata-rata lebih besar dari harga yang ditetapkan dalam kolom B. Sedangkan dari 20 tablet, tidak lebih dari dua tablet yang masing-masing bobotnya menyimpang dari bobot rata-rata lebih besar dari harga yang ditetapkan dalam kolom A dan tidak satu tablet-pun yang bobotnya menyimpang dari bobot rata-rata lebih besar dari harga yang ditetapkan dalam kolom

Keberadaan air di dalam suatu ekstrak juga mempengaruhi stabilitas bahan baku bahkan bentuk sediaan yang nantinya dihasilkan. Untuk itu dilakukan


(18)

beberapa analisis untuk menentukan batas minimal kadar air, zat dan jumlah mikroba pencemar. Upaya ini disebut dengan penentuan parameter non spesifik. Bagi pemerintah, produk yang bermutu dan aman mendukung upaya promosi kesehatan dan mencegah bahaya terhadap rakyaknya. Untuk itu proses standardisasi yang meliputi aspek kimiawi metabolit sekunder, jumlah cemaran mikroba minimal, cemaran logam berat, sisa pelarut dan lain-lain sangatlah penting karena terkait dengan efikasi dan keamanan pada konsumen. Penentuan kualitatif dan kuantitatif senyawa yang terkait dengan aktivitas farmakologi disebut dengan penentuan parameter spesifik. Keberadaan residu air yang cukup tinggi menyebabkan tumbuhnya mikroba yang akan memperpendek stabilitas ekstrak atau bentuk sediaan yang dibuat.

Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk membuat karya ilmiah yang berjudul “Persyaratan dan Analisis Mutu Keseragaman Bobot dan Kadar Air pada Sediaan Obat Tradisional Jamu di Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Medan”.

1.2. Permasalahan

Adapun permasalahan yang ditemukan dalam melakukan analisa ini adalah:

1. Bagaimana cara mengetahui jamu yang layak dan berkualitas untuk dipasarkan dan dikonsumsi oleh masyarakat.

2. Bagaimana cara menganalisa keseragaman bobot dan kadar air secara gravimetri dan destilasi.


(19)

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari analisa ini adalah:

1. Untuk menentukan persyaratan keseragaman bobot dan kadar air pada jamu sebagai obat tradisional.

2. Untuk mengetahui cara analisa keseragaman bobot dan kadar air pada sampel jamu sepet wangi, jamu batuk pilek dan jamu napsu makan secara laboratorium dalam penentuan kualitas jamu.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat melakukan analisa ini adalah:

1. Dapat mengetahui persyaratan keseragaman bobot dan kadar air pada jamu sebagai obat tradisional.

2. Dapat mengetahui jamu yang berkualitas untuk dikonsumsi.

3. Dapat mengetahui cara menganalisa kadar air dan keseragaman bobot pada jamu.


(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Obat

Obat merupakan komponen pelayanan kesehatan yang sangat mempengaruhi kesembuhan penyakit, serta pencegahan dari keparahan penyakit dan komplikasi yang mungkin timbul. Di sisi lain, kesalahan pemberian obat sering berujung pada kondisi serius hingga menyebabkan kematian. Apabila ditinjau dari sudut pandang manajemen, pemakaian obat meliputi 30% hingga 60% biaya pelayanan kesehatan.

Pengolahan logistik obat membutuhkan akurasi yang tinggi karena harga bebrapa item obat sangat mahal, perputaran obat sangat bervariasi antara satu item obat dengan item yang lain, serta secara umum obat merupakan produk yang mudah rusak (perishable). Ada obat-obat tertentu yang harus selalu tersedia di rumah sakit dan esensial bagi pelayanan kepada pasien. Beberapa kenyataan tersebut menuntut sistem informasi klinis, asuhan kefarmasian, maupun manajerial yang prima.

Dunia medis dan kefarmasian juga berkembang pesat dan kompleks dengan dihasilkannya berbagai penemuan obat dan teknologi kedokteran sampai tingkat molekuler. Pelayanan kefarmasian yang berorientasi kepada pasien juga mendapatkan momentumnya dalam satu dasa warsa terakhir. Farmasi sebagai salah satu tenaga kesehatan yang bergelut di bidang obat dan pengobatan tengah


(21)

berupaya meningkatkan peranannya yang lebih signifikan kepada masyarakat, untuk menjamin ketersedian masyarakat, untuk menjamin ketersediaan obat dan yang berkualitas, memastikan bahwa pasien mendapatkan obat yang dapat, dengan dosis yang sesuai, diminum dengan cara yang benar, memberikan hasil terapi yang maksimal, dan mendapatkan efek samping yang minimal.

Pelaksanaan dispending yang benar, yang mengacu pada siklus dispensing

yang benar, sangat perlu dipahami oleh semua farmasi untuk menjamin efikasi dan keamanan obat bagi pasien. Teknologi informasi dan komunikasi dapat sangat membantu untuk efisiensi dan pencegahan kesalahan akibat human error pada proses dispending dan pengelolaan obat.

Di lain pihak, makin baiknya tingkat pendidikan masyarakat dan mudahnya akses informasi melalui media membuat masyarakat lebih melek informasi dan makin sadar akan hak-haknya sebagai konsumen, termasuk konsumen produk dan jasa bidang kesehatan. Walaupun demikian, masih banyak masyarakat yang menjadi korban malpraktek atau tidak memperoleh hak-haknya secara sebenarnya.

Karena itu, Teknologi Informasi dan Komunikasi dapat sangat berkontribusi dalam memberikan hak atas informasi bagi konsumen obat. Kesehatan merupakan modal utama setiap umat manusia dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Ketika kesehatan mulai terganggu, maka upaya pengobatan merupakan langkah yang harus ditempuh bagi setiap insan. Banyaknya jenis


(22)

penyakit dan banyaknya macam obat yang beredar di pasaran, menyebabkan sulitnya dokter, farmasi maupun masyarakat dalam mencarai informasi obat dengan cepat. Kecepatan akan pemenuhan informasi obat tentunya akan sangat berpengaruh pada cepatnya upaya pengobatan, yang selanjutnya akan berujung pada cepatnya proses penyembuhan. (Kusumadewi, 2011).

2.2. Sejarah Obat Tradisional

Indonesia merupakan salah satu Negara dengan kekayaan hayati terbesar di dunia yang memiliki lebih dari 30.000 spesies tanaman telah diketahui khasiatnya namun kurang dari 300 tanaman yang digunakan sebagai bahan baku industri farmasi secara regular. Sekitar 1000 jenis tanaman telah diidentifikasi dari aspek botani sistematik tumbuhan dengan baik. WHO pada tahun 2008 mencatat bahwa 68% penduduk dunia masih menggantungkan sistem pengobatan tradisional yang mayoritas melibatkan tumbuhan untuk menyembuhkan penyakit dan lebih dari 80% penduduk dunia menggunakan obat herbal untuk mendukung kesehatan mereka. Fakta-fakta tersebut menunjukkan bahwa tumbuhan obat memiliki arti penting yakni secara mendasar mendukung kehidupan maupun potensi perdagangan.

Berbagai tanaman obat dan ribuan tanaman berpotensi obat di Indonesia mengandung beraneka ragam jenis senyawa kimia alami. Berdasarkan penggunaan tradisional dan berbagai penelitian ilmiah, tanaman tersebut memiliki berbagai efek farmakologis dan bioaktivitas penting mulai dari potensi sebagai


(23)

agen anti penyakit infeksi sampai penyakit degeneratif seperti imunodefisiensi, hepatitis, arthritis, stroke, osteoporosis bahkan kanker.

Di sisi lain pengobatan dengan senyawa tungggal (single entity) atau senyawa isolate murni maupun sintesis belum memberikan kesembuhan optimal dan paripurna. Maka masyarakat berupaya untuk mencari obat alternatif, terutama dari herbal.Minum jamu untuk mendukung kesehatan dan penggunaan bahan obat alam terutama tumbuhan telah melekat di dalam kehidupan masyarakat Indonesia dari generasi ke generasi hingga kini. Apresiasi yang lebih tinggi terhadap bahan alami semakin meningkat seiring dengan berbagai fakta bahwa bahan-bahan sintetis termasuk obat sintetis memiliki efek samping yang tidak bisa dianggap remeh.

Gaya hidup masyarakat modern “sadar alami” menjadikan jamu dan obat herbal untuk agen promosi kesehatan dan pencegahan terhadap penyakit serta untuk mendukung vitalitas atau mendukung kinerja harian. Beberapa anggota masyarakat menggunakannya sebagai agen kuratif (penyembuh) namun belum didukung penelitian ilmiah yang memadai misal untuk antikanker, antirematik, anti asam urat atau sebagai penyembuh dengan indikasi masih belum spesifik seperti mengobati pasca kelahiran, mengobati demam, mengobati masuk angin, dan lain-lain. Khususnya di Indonesia, fakta-fakta di atas menunjukkan bahwa obat herbal memiliki peran penting di dalam bidang kesehatan masyarakat dalam hal aspek pengobatan sebagai agen preventif, promotif bahkan kuratif. Untuk itu perlu dilakukan penelitian berkesenimbangun terkait efek farmakologi, toksisitas,


(24)

farmakokinetika zat khasiat, penatapan mutu dan keamanan bahan baku ekstrak yang digunakan di dalam penunjang kesehatan.

Fakta bahwa obat berbasis tumbuhan telah melekat di dalam kehidupan masyarakat, Indonesia Negara terkaya biodiversitasnya, kecendrungan orang kembali ke alam meneguhkan peran penting tumbuhan sebagai sumber obat bahkan berpotensi nilai ekonomi tinngi. Namun isu besar yang menjadi pemikiran pemerintah saat ini adalah bagaimana menjamin obat yang berbasis herbal di atas memiliki mutu yang terukur, mampu mendukung derajat kesehatan dan terjamin keamanan terbebas dari bahan dan mikroba berbahaya serta bagaimana menaikkan nilai ekonomi sehingga menjadi Negara produsen yang bermartabat.

Di kalangan perguruan tinggi bidang farmasi, kedokteran dan kimia, pembelajaran dan fitoterafi dan upaya standardisasi sudah dilakukan puluhan tahun namun output yang dihasilkan berupa dokumen lintas departemen masih belum memadai. Walau demikian semenjak tahun 2000 pemerintah RI melalui depkes-BPOM mulai mengintensifkan pembuatan standar dan acuan standardisasi bahan obat alam. Hingga kini telah diterbitkan monografi ekstrak tumbuhan obat tahun 2004 dan 2006 dan farmakope herbal yang akan diterbitkan tahun mendatang.

Meskipun pembuatan Materia Medika Indonesia sudah dimulai sejak sekitar tahun 1980-an, namun lebih banyak menitik beratkan pada aspek botani dan sangat kurang dalam parameter kimiawi, mikrobiologi dan fisis sebagai hakekat standardisasi sesungguhnya. Sedangkan ekstrak tanaman yang sudah


(25)

dibakukan standardisasinya baru mencapai kurang dari 60 buah (bandingkan dengan ribuan tanaman obat dan berpotensi obat Indonesia yang belum tersentuh secara ilmiah). Lima tahun terakhir perguruan tinggi yang berbasis kimia dan farmasi telah intensif mulai memberikan materi pembelajaran standardisasi bahan obat alam yang awalnya mungkin hanya mata kuliah pilihan kemudian menjadi mata kuliah wajib.

Begitu pula ratusan industri farmasi besar dan menengah mulai memperhatikan parameter spesifik seperti aspek senyawa apa yang bertanggung jawab terhadap khasiat. Dengan demikian prospek dan pekerjaan standardisasi bahan obat alam merupakan isu besar dan tantangan besar hingga 20 tahun mendatang.

2.3. Standarisasi Obat Tradisional

Objek standarisasi adalah ekstrak tumbuhan yakni material yang diperoleh dengan cara mencari bahan tumbuhan dengan pelarut tertentu. Kecuali dinyatakan lain pelarut yang diperbolehkan adalah etanol. Pelarut organik lain selain metanol memiliki potensi toksisitas yang lebih tinggi. Etanol memiliki kemampuan mencari polaritas yang lebar mulai senyawa non polar sampai dengan polar. Sedangkan pencari air cukup sulit diuapkan pada suhu rendah sehingga berpotensi terdegradasinya komponen aktif atau terbentuknya senyawa lain karena pemanasan. Ekstraksi dengan non pelarut seperti superkritikal gas diperkenankan namun yang menjadi masalah adalah aplikasi di Indonesia untuk industri masih sangat terbatas karena peralatan yang cukup mahal.


(26)

Ada beberapa jenis ekstrak yakni: ekstrak cair, ekstrak kental dan ekstrak kering. Ekstrak cair jika hasil ekstraksi masih bisa dituang, biasanaya kadar air lebih dari 30%. Ekstrak kental jika memiliki kadar air antara 5-30%. Ekstrak kering memungkinkan langsung dilakukan penyerbukan dan lebih mudah memperhitungkan kadar serta melakukan formulasi. Untuk industri yang tidak mampu membuat serbuk sebaiknya kadar air dibuat antara 10-30% dan tidak terlalu kental. Dengan konsistensi terlalu kental justru sangat sulit diserbukkan.

2.3.1. Manfaat Standarisasi Obat Tradisional

Tanaman obat dan rempah Indonesia mempunyai potensi besar sebagai produk unggulan. Belum tingginya upaya lintas sektoral dan terpadu antara swasta-pemerintah-perguruan tinggi untuk mengangkat secara sistematis natural product Indonesia mengakibatkan banyak produk ekspor herbal yang berdaya tawar rendah. Hingga kini Cina dan India adalah raja produk herbal di dunia, bahkan Singapura yang merupakan Negara mungil adalah salah satu pengolah dan penjual produk alam yang cukup besar dan Negara inilah yang menerapkan standar bagi eksportir sehingga banyak sekali bahan mentah Indonesia yang diekspor dengan harga cukup murah namun melalui pabrikasi dan proses di Negara bersangkutan tersebut dijual dengan nilai yang jauh lebih tinggi.

Standardisasi adalah upaya penting untuk menaikkan nilai ekonomi produk alam Indonesia. Dampak positif standardisasi sebenarnya menguntungkan semua pihak yakni konsumen, pemerintah bahkan produsen sendiri. Agar bisa diaplikasikan secara klinik, menjaga konsistensi khasiat atau menaikkan efikasi


(27)

produk dan jika digunakan sebagai bahan baku industri maka ekstrak tanaman harus memiliki zat aktif atau senyawa marker pada kadar tertentu. Selain itu untuk memastikan keamanan, ekstrak tidak boleh mengandung zat-zat yang berbahaya. Bagi produsen akan menguntungkan dari aspek stabilitas produk, karena zat-zat tertentu bisa mempercepat kerusakan produk yang beredar di pasaran, misalnya kadar air yang terlalu tinggi (>10%) akan menurunkan stabilitas ekstrak. Produk yang bermutu dengan khasiat yang konsisten dan aman akan menaikkan kepercayaan konsumen dan klien.

2.3.2. Penetapan Standarisasi Obat Tradisional

Pemerintah adalah pemegang mandat politik untuk menjamin mutu pelayanan dan barang yang beredar di masyarakat serta mencegah bahaya apapun terhadap bahan yang dikonsumsi publik. Pemerintah melalui Departemen Kesehatan dan Badan POM menetapkan standar dan parameter mutu dan keamanan bahan apapun termasuk bahan obat herbal yang dikonsumsi oleh masyarakat.

Standar itu merupakan acuan yang digunakan oleh institusi di luar pemerintah yang memiliki kepentingan dengan obat herbal: produsen, industry, eksportir, lembaga penelitian, dan lain-lain. Mereka harus menepati mutu produk yang telah ditetapkan. Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang bertanggungjawab dalam penyelenggaraan Standardisasi, sedangkan evaluasi dan penilaian produk, baik jamu, Obat Herbal Terstandar (OHT), maupun Fitofarmaka menjadi tugas dan tanggungjawab Direktorat Penilaian Obat Tradisional, Suplemen Makanan dan Kosmetik. Produsen, supplier, agen, pengimpor dan


(28)

pengekspor berbahan baku ekstrak wajib menaati ketentuan pengujian, parameter hasil dan metode yang digunakan termasuk instrumentasi terutama sekali parameter keamanan. Untuk itu mereka harus melakukan proses standardisasi ekstrak jika produk herbal beredar di masyarakat sebagai obat herbal terstandar dan fitofarmaka.

Perlu dikemukakan di sini bahwa ada 3 kategori obat herbal yang beredar di Indonesia yakni: jamu, suatu bahan pengobatan tradisional namun sudah terdaftar di institusi pemerintah yang tanpa dilakukan standardisasi dan belum diteliti khasiat atau farmakologinya, baik secara pra klinik maupun klinik. Obat herbal terstandar, jika bahan baku telah distandardisasi dan khasiatnya telah dibuktikan secara klinik pada pasien manusia. Direktorat penilaian pada Badan POM yang akan memeriksa kesesuaian hasil ajuan dari subjek standardisasi diatas.

Idealnya ekstrak yang ditetapkan parameter mutu dan keamanannya adalah ekstrak yang berasal tanaman yang telah diteliti dan ditetapkan efek farmakologis dan toksisitas kliniknya (baik akut, subkronis, maupun kronis), yakni telah teruji pada pasien sehingga output yang dihasilkan adalah produk dengan nilai ekonomi dan berdaya guna tinggi. Namun untuk mendapatkan ekstrak tanaman yang teruji secara klinik sudah merupakan problem besar tersendiri terkait dengan besarnya dana yang harus diinvestasikan.


(29)

Di sisi lain masyarakat turun temurun atau mengikuti tren atau mengadsorpsi kebiasaan baru mengonsumsi obat herbal tertentu yang notabene banyak diantaranya belum mengalami penelitian farmakologi maupun toksikologinya. Demikian jamu yang beredar di pasaran, hendaknya minimal bahan baku ekstraknya telah ditetapkan aspek parameter non spesifiknya.

Sudah menjadi tugas pemerintah untuk menetapkan parameter mutu dan menjaga keamanan masyarakat pemakai obat herbal sehingga dengan sendirinya bahan obat herbal apapun yang telah dikonsumsi public secara missal tetap pada batas-batas aman meskipun bahan atau produk terkonsumsi belum mengalami uji farmakologi praklinik maupun klinik.

2.3.3. Acuan Standarisasi Obat Tradisional

Parameter terkait ketentuan mutu dan keamanan obat herbal dibuat dalam dokumen resmi pemerintah seperti Materia Medika Indonesia, Monografi Ekstrak, Farmakope Herbal yang merupakan standar resmi pemerintah. Panduan bisa diperluas jika diperlukan yakni dari WHO: Quality Control Methods for Medicinal Plan Materials. Jadi standardisasi bahan obat herbal ditujukan untuk menjamin mutu yang artinya bisa menjamin efikasi efek farmakologinya secara konsisten dan menjamin keamanan pada konsumen. Pemerintah melalui BPOM yang menentukan parameter-parameternya. Sedangkan produsen, distributor, eksportir dan importer memiliki kewajiban memenuhi criteria parameter dan keamanan yang telah digariskan dalam dokumen resmi tersebut, seperti farmakope herbal, monografi ekstrak, parameter mutu dan keamanan ekstrak dan


(30)

lain-lain. Pekerjaan parameter nonspesifik meliputi aspek penetapan sisa air. Berikut ini adalah penjelasan mengenai aspek penetapan sisa air.

Tujuan : Menetapkan residu air setelah proses pengentalan atau pengeringan.

Parameter : Range kadar air tergantung jenis ekstrak yang diinginkan ekstrak kering kadar air <10%, ekstrak kental 5-30%, ekstrak cair >30%. Atau menyesuaikan kebutuhan pengeringan serta perhitungan dosis formulasi tetapi jika tidak dinyatakan lain, maka ekstrak adalah ekstrak kental.

Problem : Untuk menetapkan parameter non spesifik titik krusial terpenting adalah homogenitas sampel. Seringkali keterulang (simpangan deviasi) beberapa pengukuran rendah karena cara Sampling yang tidak representatif. Sebagaimana diungkapkan di depan, bahwa karakteristik ekstrak adalah sering terjadi separasi selama penyimpanan.

Kadar air menetukan stabilitas ekstrak dan bentuk sediaan selanjutnya. Biasanya kadar air yang cukup berisiko adalah lebih dari 10%.

2.4. Penggunaan Air

Air merupakan bahan yang sangat penting bagi kehidupan umat manusia dan fungsinya tidak pernah dapat digantikan oleh senyawa lain. Air juga merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, serta cita rasa makanan kita. Bahkan dalam bahan makanan


(31)

yang kering sekalipun, seperti buah kering, tepung, serta biji-bijian terkandung air dalam jumlah tertentu. Semua bahan makanan mengandung air dalam jumlah yang berbeda-beda, baik itu bahan makanan hewani maupun maupun nabati. Air berperan sebagai pembawa zat-zat makanan dan sisa-sisa metabolisme, sebagai media reaksi yang menstabilkan pembentukan biopolimer dan sebagainya

2.4.1. Kimia Air

Sebuah molekul air terdiri dari sebuah atom oksigen yang berikatan kovalen dengan dua atom hidrogen. Hidrogen dan oksigen mempunyai daya padu yang sangat besar antar keduanya. Keunikan air terjadi berkat ikatan pemadu kedua unsurnya. Perangkaian jarak atom-atomnya mirip kunci yang masuk lubangnya, kecocokannya begitu sempurna, sehingga air tergolong senyawa alam yang paling mantap. Semua atom dalam molekul air terjalin menjadi satu oleh ikatan yang kuat, yang hanya dapat dipecahkan oleh perantara yang paling agresif, misalnya energi listrik atau zat kimia seperti logam kalium.

Sebuah atom oksigen mempunyai sebuah inti dengan delapan proton; kulit elektron bagian dalam berisi dua elektron dan sebuah kulit elektron luar hanya berisi enam elektron, jadi masih belum penuh atau masih kekurangan dua elektron. Sedang sebuah atom hidrogen mempunyai kulit elektron luar hanya berisi enam elektron, jadi masih belum penuh atau masih kekurangan dua elektron. Sedang sebuah atom hidrogen mempunyai kulit elektron tunggal di sekeliling intinya, yang berisi hanya satu elektron, jadi masih belum penuh atau


(32)

kekurangan satu elektron. Kulit yang belum terisi penuh tersebut tidak mantap dan elektron-elektronnya cepat bergabung dengan electron lain untuk memenuhi ruang dalam suatu kulit. Kulit yang terisi penuh merupakan bentuk yang mantap, dan setelah hal itu terjadi, maka akan dilawannya setiap usaha pemisahan.

2.4.2. Ikatan Kovalen dan Ikatan Antarmolekul Air

Dalam sebuah molekul air dua buah atom hidrogen berikatan dengan sebuah atom oksigen melalui dua ikatan kovalen, yang masing-masing mempunyai energi sebesar 110,2 kkal per mol. Ikatan kovalen tersebut merupakan dasar bagi sifat air yang penting, misalnya kebolehan air sebagai pelarut. Bila dua atom hidrogen bersenyawa dengan sebuah atom oksigen, maka molekul tersebut menghasilkan molekul yang berat sebelah, dengan kedua atom hidrogen melekat di satu atom oksigen dengan sudut 104,5o antara keduanya. Posisi tersebut mirip dengan dua dua telinga pada kepala kelinci. Akibat perbedaan elektronegativitas anatar hidrogen dan oksigen, sisi hidrogen molekul air bermuatan positif sedang pada sisi oksigen bermuatan negatif.

Sebuah molekul air dapat digambarkan sebagai menempati pusat dari sebuah tetrahedron, suatu benda ruang dengan 4 sisi yang masing-masing sisinya merupakan segi tiga sama sisi, sebuah molekul air dengan kutub-kutub positif dan negatif secara permanen menjadi dwikutub (dipolar), seperti halnya sebatang magnet yang mempunyai kutub berbeda pad kedua ujungnya. Karena itu molekul air dapat ditarik oleh senyawa lain yang bermuatan positif atau yang bermuatan negatif. Daya tarik-menarik di antara kutub positif sebuah molekul air dengan


(33)

kutub negatif molekul air lainnya menyebabkan terjadinya penggabungan molekul-molekul air melalui ikatan hidrogen.

Ikatan hidrogen jauh lebih lemah dari ikatan kovalen. Ikatan-ikatan hidrogen mengikat molekul-miolekul air lain di sebelahnya dan sifat inilah yang bertanggungjawab terhadap sifat mengalirnya air. Molekul air yang satu dengan molekul air yang lain bergabung dengan suatu ikatan hidrogen antara atom H denagn atom O dari molekul air yang lain.

Kemampuan molekul air membentuk ikatan hidrogen menyebabkan air mempunyai sifat-sifat yang unik. Ikatan hidrogen yang terjadi antara molekul-molekul yang berdampingan mengakibatkan air pada tekanan atmosfer bersifat mengalir (flow) pada suhu 0-100o C. kelompok-kelompok kecil molekul air bergabung dengan suatu pola tertentu, tetapi kelompok-kelompok tersebut bergerak bebas dan menyebabkan terjadinya pertukaran ikatan hidrogen. Ikatan hidrogen ini tidak hanya mengikat molekul-molekul air satu sama lain, tetapi dapat juga menyebabkan pembentukan hidrat antara air dengan senyawa-senyawa lain yang mempunyai kutub O atau N, seperti senyawa metanol atau karbohidrat yang mempunyai gugus OH. (Winarno, 2004)

2.5. Metode Destilasi Toluena

Penetapan kadar air ditetapkan dengan cara destilasi toluena. Toluena yang digunakan dijenuhkan dengan air terlebih dahulu, setelah dikocok didiamkan, kedua lapisan air dan toluena akan memisah, lapisan air dibuang. Sebanyak 2,0 g


(34)

ekstrak yang ditimbang dengan seksama dimasukkan ke dalam labu alas bulat dan ditambahkan toluena yang telah dijenuhkan dengan air.

Alat dipasang dan toluena dituangkan kedalam tabung penerima melalui pendingin. Labu dipanaskan hati-hati selama 15 menit, setelah toluene mulai mendidih, penyulingan diatur 2 tetes/detik, lalu 4 tetes/detik. Setelah semua toluena mendidih, pendingin dicuci dengan toluena sambil dibersihkan dengan sikat kecil dan sulingan dilanjutkan selama 5 menit. Dibiarkan tabung penerima mendingin sampai temperatur kamar. Setelah lapisan air dan toluena memisah sempurna, volume air dibaca dan dihitung kadar air dalam persen terhadap berat ekstrak semula. Pekerjaan diulangi tiga kali.

Sebaiknya deviasi hasil antarpekerjaan tidak lebih dari 25%. Kerugian yang diakibatkan oleh pencemaran mikrobiologi memiliki konsekuensi baik material dan hukum yang berat apalagi jika obat herbal masuk ke wilayah hukum Negara lain. Jadi ibaratkan lebih baik kurang berefek namun tidak membahayakan konsumen daripada terdeteksinya beberapa bakteri atau jamur berbahaya didalam sampel. Untuk itu ekstraksi bahan baku, penyimpanan ekstrak dan packaging produk perlu dilakukan hingga keberadaan bakteri dan jamur minimal.

Proses penyimpanan ekstrak juga menetukan sterilitas. Jangan menyimpan ekstrak di dalam freezer meskipun memiliki suhu sangat rendah namun justru memicu tumbuhnya E.coli karena proses tidak hanya sekali dan harus menutup buka pintu freezer dan kontaminan dari tangan membuat eksrtak mengandung


(35)

titik-titik air yang mengandung bakteri atau jamur. Justru penyimpanan pada tempat kering suhu 250 C di dalam kotak yang dasarnya dilapisi kapur tohon bisa mengurangi masalah ini. (Saifudin, 2011)

2.6. Jamu sebagai Obat Tradisional

Jamu adalah ramuan tradisional yang sudah dikenal luas oleh masyarakat sejak zaman dahulu. Banyak manfaat yang bisa diperoleh dengan mengonsumsi jamu sebagai contoh untuk mencegah berbagai jenis penyakit, mengobati berbagai jenis penyakit, menigkatkan kecantikan wanita disamping juga menjaga kelangsingan tubuh. Dewasa ini jamu makin popular saja dimasyarakat mengingat selain harganya yang terjangkau, jamu juga dipercaya lebih aman dibanding obat-obatan kimia. Namun benarkah demikian?

Meskipun banyak masyarakat mengonsumsi jamu namun tidak banyak masyarakat yang paham cara mengonsumsi jamu. Kebanyakan dari masyarakat masih asal-asalan dalam memanfaatkan jamu sehingga terkesan over dosis. Perlu diketahui bahwa meskipun jamu bahan alami namun di dalamnya juga mengandung bahan kimia walaupun bahan kimia dalam jamu formulasinya tidak sekeras bahan kimia dalam obat.

Kecendrungan masyarakat untuk kembali ke alam dalam memelihara kesehatan tubuh dengan memanfaatkan obat bahan alam yang tersedia melimpah di tanah air ini membuat industri di bidang obat tradisional berusaha meningkatkan kapasitas produksinya. Berkembangnya pasar bagi peredaran obat tradisional ini juga berperan dalam tumbuhnya industri baru di bidang obat


(36)

tradisional yang berasal dari Negara lain. Kecendrungan kembali ke alam ini didasari alasan umum bahwa obat bahan alam merupakan bahan aman digunakan dan mudah didapat.

Badan Pengawasan Obat dan Makanan (Badan POM) selaku badan yang memiliki otoritas di dalam pengawasan obat dan makanan di Indonesia, terus berupaya untuk memenuhi keinginan masyarakat dengan meningkatkan perannya didalam melindungi masyarakat dari peredaran obat tradisional yang tidak memenuhi syarat mutu dan keamanan.

Disamping itu Badan POM juga berperan dalam membina industri maupun importer/distributor secara komprehensif mulai dari pembuatan, peredaran serta distribusi, agar masyarakat terhindar dari penggunaan obat tradisional yang berisiko bagi pemeliharaan kesehatan. Pengawasan yang dilakukan oleh Badan POM dimulai sebelum produk beredar yaitu dengan evaluasi produk pada saat pendaftaran, inspeksi sarana produksi sampai kepada pengawasan produk di peredaran.

2.6.1. Definisi Jamu

Definisi jamu atau obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun-temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. Kurangnya pengetahuan produsen akan bahaya mengkonsumsi bahan kimia obat secara tidak terkontrol baik dosis maupun cara penggunaanya atau bahkan semata-mata demi meningkatkan


(37)

penjualan karena konsumen menyukai produk obat tradisional yang bereaksi cepat pada tubuh.

Konsumen yang tidak menyadari adanya bahaya obat tradisional yang dikonsumsinya, apalagi memperhatikan adanya kontra indikasi penggunaan beberapa bahan kimia bagi penderita penyakit tertentu maupun interaksi bahan obat yang terjadi apabila penggunaan beberapa bahan kimia bagi penderita penyakit tertentu maupun interaksi bahan obat yang terjadi apabila pengguna obat tradisional sedang mengkonsumsi obat lain, tentunya sangat membahayakan.

Untuk itulah Badan POM secara berkesinambungan melakukan pengawasan yang antara lain dilakukan melalui inspeksi pada sarana distribusi serta pengawasan produk di peredaran dengan cara sampling dan pengujian laboratorium terhadap produk yang beredar.

2.6.2. Penggolongan Jamu

Pada dasarnya jamu dapat digolongkan menjadi tiga jenis, yaitu:

1. Jamu

Inilah jamu tradisional yang diwariskan oleh nenek moyang kita. Di pasaran, kita bisa menjumpainya dalam bentuk herbal kering siap seduh atau siap rebus, juga dalam bentuk segar rebusan (jamu godhok) sebagaimana di jajakan para penjual jamu gendong. Demi alasan kepraktisan, kini jamu juga di produksi dalam kapsul dan dalam bentuk pil siap minum. Pada umumnya jamu dalam kelompok ini di racik berdasarkan resep peninggalan leluhur, yang belum diteliti secara ilmiah.


(38)

Khasiat dan keamananya dikenal secara empiris (berdasarkan pengalaman turun-temurun).

2. Herbal terstandar

Sedikit berbeda dari jamu, herbal terstandar umumnya sudah mengalami pemrosesan, misalnya berupa ekstrak atau kapsul. Herbal yang sudah di ekstrak tersebut sudah di teliti khasiat dan keamanannya melalui uji para klinis (terhadap hewan) di laboratorium.

Disebut herbal terstandar, karena dalam proses pengujiannya telah diterapkan standar kandungan bahan, proses pembuatan ekstrak, higenitas serta uji

toksisitas (untuk mengetahui ada atau tidaknya kandungan racun dalam herbal tersebut).

3. Fitofarmaka

Merupakan jamu dengan kasta tertinggi karena khasiat, keamanan serta standar proses pembuatan dan bahannya telah di uji secara klinis, jamu berstatus sebagai fitofarmaka juga di jual di apotek dan sering diresepkan oleh dokter.

2.6.3. Kelebihan dan Kekurangan Jamu

Jamu memang memiliki kelebihan dibandingkan dengan obat-obatan kimia atau yang kita kenal dengan obat apotik. Namun demikian jamu juga memiliki kekurangan. Karena itu sebelum mengonsumsi jamu hendaknya kita memahami segala kelebihan dan kekurangan jamu dengan baik. Kelebihan jamu diantaranya adalah relatif murah sehingga bisa terjangkau oleh segenap lapisan masyarakat bahkan sebagian besar bahan-bahanya tersedia di sekitar kita sehingga bagi anda


(39)

yang kreatif bisa memanfaatkannya. Tentu saja harganya akan semakin murah bahkan gratis misalnya berbagai jenis herbal seperti jahe dan kencur dengan mudah dapat kita tanam di halaman rumah demikian juga daun papaya, buah belimbing, tanaman kumis kucing, tanaman ekor kucing ataupun jengger ayam sangat mudah kita budidayakan di pekarangan rumah kita.

Kelebihan lainnya adalah kandungan bahan kimia di dalam jamu formulasinya lebih ringan dibandingkan dengan obat apotik karenanya jamu boleh di konsumsi lebih sering jika dibandingkan obat-obatan kimia namun bukan berarti jamu boleh di konsumsi sesuka hati atau dengan kata lain di konsumsi setiap hari dengan takaran yang tidak di perhitungkan karena walupun dalam kadar yang ringan jamu juga mengandung bahan kimia alami.

Selain berbagai kelebihan di atas jamu juga memiliki kekurangan diantaranya efek yang di dapatkan tidak akan dirasakan seketika sehingga jika kita menginginkan kesembuhan dalam waktu yang cepat bukan jamu solusinya. Kelemahan lainnya adalah belum banyak penelitian tentang jamu termasuk tentang segi keamanan jamu sehingga hal tersebut masih menjadi tanda tanya besar bagi konsumen. Karena itu sebagian besar jamu belum memiliki keamanan dari badan kesehatan Negara dalam hal ini depkes ataupun Badan POM. Selain itu karena penelitian tentang jamu belum banyak dilakukan maka dosis tepat suatu sediaan jamu belum dapat ditentukan secara tepat.


(40)

2.6.4. Manfaat Jamu

Pada awalnya jamu adalah ramuan warisan nenek moyang yang di gunakan secara turun-temurun. Pengguna jamu juga kalangan terbatas dalam arti belum banyak

orang yang percaya dengan manfaat atau khasiat jamu. Namun kini orang makin percaya dengan khasiat dan manfaat jamu sehingga jamu menjadi kian popular di masyarakat karena itu hampir semua lapisan masyarakat mengenal jamu bahkan sebagian besar dari mereka telah mengonsumsi jamu.

Adapun manfaat jamu antaralain adalah sebagai berikut.

1. Menjaga kebugaran tubuh

Berbagai jenis memiliki fungsi untuk menjaga kebugaran tubuh termasuk menjaga vitalitas, menghilangkan rasa tidak enak di badan yang mengganggu kebugaran tubuh misalkan lemah, letih, lesu serta capek-capek.

2. Menjaga kecantikan

Selain menjaga kebugaran tubuh, beberapa jenis jamu juga berfungsi menjaga dan meningkatkan kecaktikan. Beberapa hal yang termasuk disini diantaranya adalah menyuburkan rambut, melembutkan kulit, memutihkan kulit, menghilangkan bau badan serta bau mulut dan lain sebagainya.

3. Mencegah penyakit

Beberapa jenis jamu berfungsi meningkatkan kekebalan tubuh sehingga dapat mencegah gangguan kesehatan ringan misalkan influenza, mabuk perjalanan dan mencegah cacat pada janin.


(41)

4. Mengobati penyakit

Manfaat jamu yang paling di kenal di masyarakat adalah untuk mengobati penyakit. Sehubungan dengan mahalnya biaya pengobatan, jamu mulai dilirik sebagai pengganti obat. Berbagai jenis jamu mulai dipercaya untuk mengobati berbagai jenis penyakit misalnya asam urat, asma, batu ginjal, bronkitis, demam berdarah, diabetes mellitus, disentri, eksem, hipertensi, influenza, kanker, gangguan kolestrol, lepra, lever, luka, malaria, muntaber, peradangan, rematik, TBC, tifus, tumor dan usus buntu.

2.6.5. Bahaya Jamu

Dibalik manfaatnya yang besar seperti halnya obat jamu juga berbahaya jika digunakan secara sembarangan misalnya digunakan secara terus menerus, digunakan dengan jumlah yang berlebihan maupun konsumen salah memilih jamu yang di konsumsi misalnya mengonsumsi jamu-jamu palsu ataupun jamu yang di campur zat-zat berbahaya sehingga tidak bermanfaat bagi tubuh bahkan akan menimbulkan efek negatif pada tubuh kita.

2.6.6. Tips Mengkonsumsi Jamu

Tidak ada salahnya anda mengkonsumsi jamu, namun namun agar jamu yang anda konsumsi bermanfaat bagi tubuh dan tidak mengganggu kesehatan kita. Berikut ini tips yang harus dilakukan:


(42)

2. Membiasakan diri untuk bersikap teliti dan hati-hati seperti cermati kemasannya, perhatikan bentuk, waspadai rayuan iklan dan jangan terlena. 3. Waspadai produsen nakal.

4. Jangan terlalu sering mengonsumsinya. 5. Perhatikan reaksi tubuh anda.

6. Waspadai jamu terlalu manjur. 7. Waspadai jamu dewa.

8. Jangan mencampur jamu dengan obat atau jamu lainnya. 9. Awas wanita hamil.


(43)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Alat

Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Neraca analitik simatzu

2. Seperangkat alat destilasi 3. Pipet tetes

4. Beaker glass 250 mL pyrex

5. Labu alas 250 mL pyrex

6. Kondensor pyrex

7. Gelas ukur 250 mL pyrex

8. Gunting 9. Kertas

3.2. Bahan

Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Jamu sepet wangi

2. Jamu batuk pilek 3. Jamu napsu makan 4. Toluena jenuh air 5. Aquadest


(44)

3.3. Prosedur Percobaan

Prosedur percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

3.3.1. Uji Keseragaman Bobot Dalam Sediaan Obat Tradisional

Adapun uji keseragaman bobot dalam sediaan obat tradisional adalah:

Diambil sampel (jamu) sebanyak 20 bungkus. Ditimbang satu per satu sampel ( bungkus + isi). Dikeluarkan isi lalu timbang bungkusnya selanjutnya kurangkan bobot jamu dengan bobot bungkus. Dihiitung seluruh bobot jamu, kemudian hitung rata-ratanya. Dicari P max dan P min untuk menentukan apakah

sampel memenuhi syarat atau tidak. Diulangi prosedur untuk sampel jamu yang lain.

3.3.2. Uji Kadar Air Dalam Sediaan Obat Tradisional

Adapun uji kadar air dalam sediaan obat tradisional adalah:

Ditimbang ± 15 gram sampel yang diperkirakan mengandung 2- 4 mL air (jika sampel dalam bentuk kapsul pisahkan terlebih dahulu dari cangkangnya). Dimasukkan ke dalam labu alas bulat dan ditambahkan 150 mL toluena jenuh air. Dihubungkan labu dengan alat destilasi untuk menetapkan kadar air. Dilihat skala pipa kondensor sebagai skala awal. Didestilasi selama ± 2 jam. Dinginkan. Dicuci bagian dalam pendingin dengan toluen setelah semua air tersuling sambil dibersihkan dengan sikat tabung yang dihubungkan pada kawat tembaga dan lebih dahulu dibasahi dengan toluene. Dilihat skala yang tertera di pipa kondensor. Hasil pengukuran dikurangi dengan skala awal sebagai volume air pada tabung penerima (V). Dilakukan prosedur yang sama pada sampel dalam bentuk kapsul.


(45)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Adapun hasil yang diperoleh dari analisa uji keseragaman bobot dengan metode gravimetri dan kadar air dengan metode destilasi dalam sediaan obat tradisional adalah sebagai berikut

4.1.1. Data Percobaan

Data yang diperoleh dari uji keseragaman bobot dalam sediaan obat tradisional dengan metode Gravimetri dapat dilihat pada Tabel 4.1, Tabel 4.2 dan Tabel 4.3 berikut ini.

Tabel 4.1 Data Percobaan Sampel Jamu Sepet Wangi

No. Bobot/isi (g)

Cangkang (g)

Netto (g)

1 0,7396 0,0974 0,6422

2 0,7253 0,096 0,6291

3 0,7363 0,0950 0,6413

4 0,7379 0,0973 0,6406

5 0,7606 0,0956 0,665

6 0,7256 0,0963 0,6293

7 0,7282 0,0952 0,6319

8 0,7542 0,0953 0,6589

9 0,7216 0,0982 0,6234

10 0,7445 0,0978 0,6467


(46)

12 0,7097 0,0931 0,6166

13 0,7901 0,0979 0,6922

14 0,7232 0,0971 0,6352

15 0,7098 0,0979 0,6119

16 0,7327 0,0963 0,6364

17 0,7106 0,0941 0,6165

18 0,7104 0,0976 0,6128

19 0,7379 0,0983 0,6396

20 0,7130 0,0943 0,6187

Tabel 4.2 Data Percobaan Sampel Jamu Batuk Pilek

No. Bobot/isi (g)

Cangkang (g)

Netto (g)

1 8,2602 0,8863 7,3739

2 8,3121 0,8868 7,4253

3 8,1638 0,8968 7,267

4 7,9585 0,8798 7,0787

5 8,0604 0,8756 7,1848

6 7,5594 0,8984 6,661

7 7,7614 0,8862 6,8752

8 7,7944 0,8846 6,9098

9 8,4218 0,8824 7,5394

10 7,9729 0,9108 7,0621

11 7,8571 0,8807 6,9762

12 7,8351 0,8846 6,9505

13 7,7835 0,8816 6,9019

14 7,9637 0,8743 7,0894

15 7,8475 0,8930 6,9545

16 7,7319 0,8806 6,8513


(47)

18 8,1412 0,8909 7,2503

19 8,0256 0,8945 7,1311

20 8,2156 0,8843 7,3313

Tabel 4.3 Data Percobaan Sampel Jamu Napsu Makan

No. Bobot/isi (g)

Cangkang (g)

Netto (g)

1 7,8914 0,7169 7,1745

2 7,7944 0,9148 6,8796

3 8,3422 0,9175 7,4249

4 8,1059 0,9180 7,1879

5 7,6398 0,8805 6,7593

6 7,4684 0,8968 6,5721

7 8,0015 0,8874 7,1141

8 7,5443 0,8886 6,6557

9 8,1354 0,8871 7,2483

10 7,9212 0,8880 7,0332

11 7,7023 0,9272 6,7751

12 7,8809 0,9055 6,9754

13 7,7145 0,8947 6,8198

14 8,3061 0,9029 7,3956

15 8,1135 0,9105 7,203

16 7,3953 0,9130 6,4823

17 7,5960 0,8956 6,701

18 8,4977 0,8769 7,6208

19 7,4665 0,9032 6,5633


(48)

Adapun data yang diperoleh dari uji kadar air dalam sediaan obat tradisional dengan metode Destilasi dapat dilihat pada Tabel 4.4, Tabel 4.5 dan Tabel 4.6 berikut ini.

Tabel 4.4 Data Percobaan Sampel Jamu Sepet Wangi

Bobot Volume Destilat (mL) Wadah+Contoh (g) Wadah+Sisa (g)

15,3657 0,282 1,8

Tabel 4.5 Data Percobaan Sampel Jamu Batuk Pilek

Bobot Volume Destilat (mL) Wadah+Contoh (g) Wadah+Sisa (g)

15,2969 0,2733 1,1

Tabel 4.6 Data Percobaan Sampel Jamu Napsu Makan

Bobot Volume Destilat (mL) Wadah+Contoh (g) Wadah+Sisa (g)

15,3665 0,2913 1,6

4.1.2. Perhitungan

Adapun perhitungan yang diperoleh dari analisa data percobaan di atas adalah sebagai berikut.

1. Perhitungan dengan Metode Gravimetri

Uji keseragaman bobot dalam sediaan obat tradisional dengan metode Gravimetri adalah sebagai berikut.


(49)

a. Sampel Jamu Sepet Wangi

Bobot/isi rata-rata

:

12,7513

20

= 0,63758 g

Pmax 1 = 0,6922-0,63758

20 x100%=8,58%

Pmax 2 =0,665-0,63758

20 x100%=4,3

%

Pmin 1 =0,63758-0,6119

20 x100%=4,02%

P.kolom A = 1

P.kolom B = -

b. Sampel Jamu Batuk Pilek

Bobot/isi rata-rata

:

143,235 20

= 7,11175 g

Pmax 1 = 7,5394-7,11175

7,11175 x100%=6,01%

Pmin 1 =7,11175-6,661

7,11175 x100%=6,338%

P.kolom A = -


(50)

c. Sampel Jamu Napsu Makan

Bobot/isi rata-rata

:

1,6208-6,982 20

= 6,982 g

Pmax 1 = 7,6208-6,982

6,982 x100%=9,149%

Pmax 2 =7,4249-6,982

6,982 x100%=6,343

%

Pmin 1 =6,982

6,982x100%=7,156%

P.kolom A = 1

P.kolom B = -

2. Perhitungan dengan Metode Destilasi

Uji kadar air dalam sediaan Obat Tradisional dengan metode destilasi adalah sebagai berikut.

a. Sampel Jamu Sepet Wangi

Berat sampel = 15,0837 g

Kadar air = V

Gx100%

=

1,8


(51)

b. Sampel Jamu Batuk Pilek

Berat sampel = 15,0236 g

Kadar air = V

Gx100%

=

1,1

15,0236x100%=7,32%

c. Sampel Jamu Napsu Makan

Berat sampel = 15,0752 g

Kadar air = V

Gx100%

=

1,6

15,0752x100%=10,61%

4.2. Pembahasan

Adapun hasil pengamatan yang diperoleh pada uji keseragaman bobot dapat dilihat pada Tabel 4.7, Tabel 4.8 dan Tabel 4.9 berikut ini.

Tabel 4.7 Hasil Uji Keseragaman Bobot Sampel Jamu Sepet Wangi

Uji Yang

Dilakukan Hasil Syarat Pustaka

Kes.Bobot Memenuhi Syarat (MS)

KepMen.Kes.No.661/Menke s/SK/VII/1994 Bobot Rata-rata 0,63758 g KepMen.Kes.No.661/Menke

s/SK/VII/1994

P Kolom A 1 ≤ 2

bungkus

KepMen.Kes.No.661/Menke s/SK/VII/1994


(52)

s/SK/VII/1994

Tabel 4.8 Hasil Uji Keseragaman Bobot Sampel Jamu Batuk Pilek

Uji Yang

Dilakukan Hasil Syarat Pustaka

Kes.Bobot Memenuhi Syarat (MS)

KepMen.Kes.No.661/Menke s/SK/VII/1994 Bobot Rata-rata 7,11175 g KepMen.Kes.No.661/Menke

s/SK/VII/1994

P Kolom A - ≤ 2

bungkus

KepMen.Kes.No.661/Menke s/SK/VII/1994

P Kolom B - (-) KepMen.Kes.No.661/Menke

s/SK/VII/1994

Tabel 4.9 Hasil Uji Keseragaman Bobot Sampel Jamu Napsu Makan

Uji Yang

Dilakukan Hasil Syarat Pustaka

Kes.Bobot Memenuhi Syarat (MS)

KepMen.Kes.No.661/Menke s/SsK/VII/1994 Bobot Rata-rata 6,982 g KepMen.Kes.No.661/Menke

s/SK/VII/1994

P Kolom A 1 ≤ 2

bungkus

KepMen.Kes.No.661/Menke s/SK/VII/1994

P Kolom B - (-) KepMen.Kes.No.661/Menke

s/SK/VII/1994

Adapun hasil pengamatan yang diperoleh pada uji kadar air dapat dilihat pada Tabel 4.10 di bawah ini.


(53)

Tabel 4.10 Hasil Uji Kadar Air

Sampel Hasil Syarat Kesimpulan Pustaka Jamu Sepet

Wangi 11,93% ≤ 10%

Tidak Memenuhi Syarat (TMS)

Materia Medika Indonesia Jilid VI

1995

Jamu batuk pilek 7,32% ≤ 10% Memenuhi Syarat (MS)

Materia Medika Indonesia Jilid VI

1995 jamu napsu

makan

10,61

% ≤ 10%

Tidak Memenuhi Syarat (TMS)

Materia Medika Indonesia Jilid VI

1995

Dari hasil pengamatan tersebut dapat dilihat bahwa uji keseragaman bobot pada sampel jamu sepet wangi, jamu batuk pilek dan jamu napsu makan memenuhi syarat sesuai dengan KepMen.Kes.No.661/Menkes/SK/VII/1994, yaitu:

1. Persyaratan Serbuk

Serbuk tidak lebih dari dua bungkus serbuk yang masing-masing bobot isinya menyimpang dari bobot isi rata-ratanya lebih besar dari harga yang ditetapkan dalam kolom A dan tidak satu serbuk pun yang bobot isinya menyimpang dari bobot isi rata-rata lebih besar dari harga yang ditetapkan dalam kolom B, yang tertera pada daftar berikut:

Tabel 4.11 Persyaratan Keserangaman Bobot untuk Produk Obat Tradisional Bentuk Serbuk

Bobot Rata-rata Serbuk

Perbedaan Bobot serbuk

A B


(54)

< 5 g ± 10 % ± 15 %

2. Persyaratan kapsul

Kapsul tidak lebih dari dua kapsul yang masing-masing bobot isinya menyimpang dari bobot isi rata-ratanya lebih besar dari harga yang ditetapkan dalam kolom A dan tidak satu kapsul pun yang bobot isinya menyimpang dari bobot isi rata-rata lebih besar dari harga yang ditetapkan dalam kolom B, yang tertera pada daftar berikut:

Tabel 4.12 Persyaratan Keserangaman Bobot untuk Produk Obat Tradisional Bentuk Kapsul

Bobot Rata-rata Isi Kapsul

Perbedaan Bobot Kapsul

A B

120 mg atau kurang ± 10 % ± 20 %

Lebih dari 120 mg ± 7,5 % ± 15 %

3. Persyaratan tablet

Dari 20 tablet, tidak lebih dari dua tablet yang masing-masing bobotnya menyimpang dari bobot rata-rata lebih besar dari harga yang ditetapkan dalam kolom A dan tidak satu tablet-pun yang bobotnya menyimpang dari bobot rata-rata lebih besar dari harga yang ditetapkan dalam kolom B yang tertera dalam daftar berikut:


(55)

Tabel 4.13 Persyaratan Keserangaman Bobot untuk Produk Obat Tradisional Bentuk Tablet

Bobot Rata-rata Tablet

Perbedaan Bobot Kapsul

A B

25 mg atau kurang 15% 30%

26 mg sampai 150 mg 10% 20%

151 mg sampai 300 mg 7,5% 15%

Lebih dari 300 mg 5% 10%

Adapun dari hasil pengamatan uji kadar air pada sampel jamu sepet wangi, jamu batuk pilek dan jamu napsu makan, hanya jamu batuk pilek yang memenuhi syarat yaitu tidak lebih dari 10% sedangkan jamu sepet wangi dan jamu napsu makan tidak memenuhi syarat yaitu kadar airnya diatas 10% sesuai dengan Materia Medika Indonesia Jilid VI 1995 yaitu kadar air pada sediaan obat tradisional jamu yang berbentuk ekstrak kering sangat menentukan stabilitas ekstrak dan bentuk sediaan selanjutnya.

Apabila kadar airnya lebih dari 10%, maka zat-zat tertentu bisa mempercepat kerusakan produk. Apabila jamu tersebut rusak maka besar kemungkinan bakteri dan jamur akan tumbuh maka akan berbahaya bagi kesehatan. Reaksi tubuh anda sekecil apapun bisa menjadi petunjuk adanya gangguan dalam tubuh anda. Karena itu jika ada gangguan dalam tubuh anda misalnya pusing, mual, mengantuk bahkan gejala lain yang lebih besar setelah anda mengonsumsi jamu, sebaiknya anda mewaspadainya. Secara umum ada beberapa efek atau reaksi negatif yang muncul setelah minum jamu/obat herbal, antara lain:


(56)

1. Mual dan muntah. 2. Diare.

3. Alergi gatal-gatal dan bengkak. 4. Gangguan maag.

5. Pusing dan sakit kepala.

6. Panas dingin dan seluruh badan menjadi sakit. 7. Tekanan darah menjadi tinggi atau justru drop. 8. Gula darah turun dengan cepat.

9. Badan lemas keluar keringat dingin. 10.Mengantuk dan sulit tidur.

Efek samping yang ditimbulkan oleh jamu biasanya hanya bersifat sementara karena tubuh sedang menyesuaikan diri. Maka dalam mengkonsumsi obat jamu sebaiknya menggunakan dosis secara bertahap. Mulai dari sehari sekali saja dulu, rasakan dan perhatikan apakah tubuh mengalami reaksi tertentu. Kondisi penyesuaian diri perlu dilakukan hingga 3 hari lalu bila tak ada masalah dosis ditingkatkan menjadi dua kali dan tiga kali sehari sesuai anjuran, maka sebelum memutuskan membeli jamu atau obat tradisional teliti dulu kontra indikasinya atau tanyakan kepeda customer service maupun konsultan produknya. Cara paling aman adalah jika setelah mengkonsumsi jamu atau obat herbal merasakan hal yang negatif, segera hentikan dulu untuk sementara lalu konsultasikan kepada dokter, ahli herbal atau yang menjual produknya. Selain itu bisa dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Minum banyak air putih.


(57)

3. Banyak konsumsi jus buah atau jus sayur. 4. Minum air kelapa hijau bila ada.

5. Minum air teh pahit bila diare.

6. Gunakan herbal daun dewa, pegagan dan ashitaba untuk menetralisir efek negatif.

7. Segera minum air gula atau makan permen bila kadar gula darah tiba-tiba drop.


(58)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Setelah melakukan analisa mutu keseragaman bobot dan kadar air pada sediaan obat tradisional, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut.

1. Persyaratan uji keseragaman bobot pada obat tradisional adalah menurut KepMenkes.No.661/Men.Kes/SK/VII/1994 uji keseragaman bobot pada obat tradisional dalam bentuk serbuk tidak lebih dari dua bungkus serbuk yang masing-masing bobot isinya menyimpang dari bobot isi rata-ratanya lebih besar dari harga yang ditetapkan dalam kolom A dan tidak satu serbuk pun yang bobot isinya menyimpang dari bobot isi rata-rata lebih besar dari harga yang ditetapkan dalam kolom B. Dalam bentuk kapsul tidak lebih dari dua kapsul yang masing-masing bobot isinya menyimpang dari bobot isi rata-ratanya lebih besar dari harga yang ditetapkan dalam kolom A dan tidak satu kapsul pun yang bobot isinya menyimpang dari bobot isi rata-rata lebih besar dari harga yang ditetapkan dalam kolom B sedangkan dalam bentuk tablet dari 20 tablet tidak lebih dari dua tablet yang masing-masing bobotnya menyimpang dari bobot rata-rata lebih besar dari harga yang ditetapkan dalam kolom A dan tidak satu tablet-pun yang bobotnya menyimpang dari bobot rata-rata lebih besar dari harga yang ditetapkan dalam kolom B. Dan persyaratan kadar air pada obat tradisional adalah menurut Materia Medika Indonesia Jilid VI 1995 kadar air pada obat tradisional tidak boleh lebih dari 10%.


(59)

2. Adapun cara analisa keseragaman bobot pada obat tradisionnal adalah dengan metode gravimetri sedangkan cara analisa kadar air pada sedian obat tradisional adalah dengan metode destilasi.

5.2. Saran

Dalam sub bab terakhir ini, penulis ingin memberikan saran dengan harapan dapat memberikan masukan bagi konsumen obat tradisional, yaitu diharapkan kepada seluruh masyarakat untuk lebih berhati-hati dalam memilih dan mengkonsumsi obat herbal khususnya jamu.


(60)

DAFTAR PUSTAKA

Depkes, RI. 1985. Farmakope Indonesia. Jakarta: Ditjen POM.

Depkes, RI. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI

Materia Medika Indonesia. 1995 Jilid VI.

Keputusan Men.Kes.RI.No.661/MENKES/SK/VII/1994

Kusumadewi, S. 2011. Peranan Teknologi Informasi & Komunikasi di Bidang Obat dan Penyebaran dalam Mendukung Perlindungan Pasien. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Saifudin, A.2011. Standardisasi Bahan Obat Alam. Yogyakarta: Graha Ilmu. Winarno. F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi Kuliner. Jakarta: Penerbit

P.T.Gramedia Pustaka Utama.


(1)

Tabel 4.13 Persyaratan Keserangaman Bobot untuk Produk Obat Tradisional Bentuk Tablet

Bobot Rata-rata Tablet

Perbedaan Bobot Kapsul

A B

25 mg atau kurang 15% 30%

26 mg sampai 150 mg 10% 20%

151 mg sampai 300 mg 7,5% 15%

Lebih dari 300 mg 5% 10%

Adapun dari hasil pengamatan uji kadar air pada sampel jamu sepet wangi, jamu batuk pilek dan jamu napsu makan, hanya jamu batuk pilek yang memenuhi syarat yaitu tidak lebih dari 10% sedangkan jamu sepet wangi dan jamu napsu makan tidak memenuhi syarat yaitu kadar airnya diatas 10% sesuai dengan Materia Medika Indonesia Jilid VI 1995 yaitu kadar air pada sediaan obat tradisional jamu yang berbentuk ekstrak kering sangat menentukan stabilitas ekstrak dan bentuk sediaan selanjutnya.

Apabila kadar airnya lebih dari 10%, maka zat-zat tertentu bisa mempercepat kerusakan produk. Apabila jamu tersebut rusak maka besar kemungkinan bakteri dan jamur akan tumbuh maka akan berbahaya bagi kesehatan. Reaksi tubuh anda sekecil apapun bisa menjadi petunjuk adanya gangguan dalam tubuh anda. Karena itu jika ada gangguan dalam tubuh anda misalnya pusing, mual, mengantuk bahkan gejala lain yang lebih besar setelah anda mengonsumsi jamu, sebaiknya anda mewaspadainya. Secara umum ada beberapa efek atau reaksi negatif yang muncul setelah minum jamu/obat herbal, antara lain:


(2)

1. Mual dan muntah. 2. Diare.

3. Alergi gatal-gatal dan bengkak. 4. Gangguan maag.

5. Pusing dan sakit kepala.

6. Panas dingin dan seluruh badan menjadi sakit. 7. Tekanan darah menjadi tinggi atau justru drop. 8. Gula darah turun dengan cepat.

9. Badan lemas keluar keringat dingin. 10.Mengantuk dan sulit tidur.

Efek samping yang ditimbulkan oleh jamu biasanya hanya bersifat sementara karena tubuh sedang menyesuaikan diri. Maka dalam mengkonsumsi obat jamu sebaiknya menggunakan dosis secara bertahap. Mulai dari sehari sekali saja dulu, rasakan dan perhatikan apakah tubuh mengalami reaksi tertentu. Kondisi penyesuaian diri perlu dilakukan hingga 3 hari lalu bila tak ada masalah dosis ditingkatkan menjadi dua kali dan tiga kali sehari sesuai anjuran, maka sebelum memutuskan membeli jamu atau obat tradisional teliti dulu kontra indikasinya atau tanyakan kepeda customer service maupun konsultan produknya. Cara paling aman adalah jika setelah mengkonsumsi jamu atau obat herbal merasakan hal yang negatif, segera hentikan dulu untuk sementara lalu konsultasikan kepada dokter, ahli herbal atau yang menjual produknya. Selain itu bisa dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Minum banyak air putih.

2. Minum susu dan tambahkan jahe.


(3)

3. Banyak konsumsi jus buah atau jus sayur. 4. Minum air kelapa hijau bila ada.

5. Minum air teh pahit bila diare.

6. Gunakan herbal daun dewa, pegagan dan ashitaba untuk menetralisir efek negatif.

7. Segera minum air gula atau makan permen bila kadar gula darah tiba-tiba drop.


(4)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Setelah melakukan analisa mutu keseragaman bobot dan kadar air pada sediaan obat tradisional, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut.

1. Persyaratan uji keseragaman bobot pada obat tradisional adalah menurut KepMenkes.No.661/Men.Kes/SK/VII/1994 uji keseragaman bobot pada obat tradisional dalam bentuk serbuk tidak lebih dari dua bungkus serbuk yang masing-masing bobot isinya menyimpang dari bobot isi rata-ratanya lebih besar dari harga yang ditetapkan dalam kolom A dan tidak satu serbuk pun yang bobot isinya menyimpang dari bobot isi rata-rata lebih besar dari harga yang ditetapkan dalam kolom B. Dalam bentuk kapsul tidak lebih dari dua kapsul yang masing-masing bobot isinya menyimpang dari bobot isi rata-ratanya lebih besar dari harga yang ditetapkan dalam kolom A dan tidak satu kapsul pun yang bobot isinya menyimpang dari bobot isi rata-rata lebih besar dari harga yang ditetapkan dalam kolom B sedangkan dalam bentuk tablet dari 20 tablet tidak lebih dari dua tablet yang masing-masing bobotnya menyimpang dari bobot rata-rata lebih besar dari harga yang ditetapkan dalam kolom A dan tidak satu tablet-pun yang bobotnya menyimpang dari bobot rata-rata lebih besar dari harga yang ditetapkan dalam kolom B. Dan persyaratan kadar air pada obat tradisional adalah menurut Materia Medika Indonesia Jilid VI 1995 kadar air pada obat tradisional tidak boleh lebih dari 10%.


(5)

2. Adapun cara analisa keseragaman bobot pada obat tradisionnal adalah dengan metode gravimetri sedangkan cara analisa kadar air pada sedian obat tradisional adalah dengan metode destilasi.

5.2. Saran

Dalam sub bab terakhir ini, penulis ingin memberikan saran dengan harapan dapat memberikan masukan bagi konsumen obat tradisional, yaitu diharapkan kepada seluruh masyarakat untuk lebih berhati-hati dalam memilih dan mengkonsumsi obat herbal khususnya jamu.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Depkes, RI. 1985. Farmakope Indonesia. Jakarta: Ditjen POM.

Depkes, RI. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI

Materia Medika Indonesia. 1995 Jilid VI.

Keputusan Men.Kes.RI.No.661/MENKES/SK/VII/1994

Kusumadewi, S. 2011. Peranan Teknologi Informasi & Komunikasi di Bidang Obat dan Penyebaran dalam Mendukung Perlindungan Pasien. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Saifudin, A.2011. Standardisasi Bahan Obat Alam. Yogyakarta: Graha Ilmu. Winarno. F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi Kuliner. Jakarta: Penerbit

P.T.Gramedia Pustaka Utama.

Yuliarti, N. 2008. Tips Cerdas Mengonsumsi Jamu. Yogyakarta: Banyu Media