Hak Waris Anak Luar Nikah Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi No.

61

C. Hak Waris Anak Luar Nikah Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi No.

46PUU-VIII2010 pada perkara No. 0156Pdt.P 2013PA.JS Dalam putusan dijelaskan bahwa telah lahir seorang anak yang bernama Ayu Kahim pada tanggal 2 Maret 2013 berdasarkan Surat Keterangan Lahir Rumah Sakit tertanggal 4 Maret 2013. Anak tersebut merupakan hasil hubungan Ibrahim selaku ayah disebut sebagai pemohon I dan Yuka Togawa selaku ibu sebagai pemohon II yang mana keduanya telah melangsungkan pernikahan menurut agama Islam pada tanggal 31 Maret 2013 Para Pemohon pada dasarnya menyatakan telah mengakui bahwa Ayu Kahim adalah benar anak kandung atau anak biologis dari para pemohon dan berjanji akan melaksanakan kewajiban sebagai orang tua untuk memelihara, merawat, memberikan kasih sayang dan membesarkan serta memenuhi hak-hak anak lahir dan batin berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selanjutnya para pemohon ingin memperoleh kepastian hukum terhadap anak kandung tersebut diatas sebagai anak dari para pemohon dan karenanya memiliki hubungan keperdataan dengan para pemohon sebagai orang tua kandung atau biologis dari anak Dengan melakukan banyak pertimbangan yang dilakukan oleh para majelis hakim maka ditetapkan bahwa dikabulkannya sebagian dari permohonan para pemohon yakni menyatakan Ayu Kahim sebagai anak hasil hubungan diluar nikah pemohon I dengan Pemohon II, menetapkan Ayu Kahim memiliki hubungan keperdataan yang sempurna dengan pemohon II yakni ibunya dan memiliki hubungan 62 keperdataan dengan pemohon I yakni ayahnya sebatas kewajiban mencukupi kebutuhan hidup anak tersebut sampai dewasa atau berdiri sendiri dan memberikan wasiat wajibah kepada anak maksimal 13 bagian. Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan salah seorang hakim di Pengadilan Agama menyatakan mengenai hasil putusan yakni hukum merupakan suatu aturan yang mengatur dan bersifat mengatur dan berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi mengenai hubungan keperdataan jangan di pahami seluas- luasnya, yakni hubungan keperdataan disini sepanjang tidak melanggar hukum islam bukan berarti hubungan keperdataan langsung memiliki hubungan nasab dan berhak memiliki warisan karena dalam pembuatan Undang-Undang putusan Mahakamah Konstitusi harus dipahami dengan hukum Islam tidak boleh bertentangan dengan ajaran agama terlebih lagi agama Islam. 2 Oleh sebab itu maka putusan Mahkamah Konstitusi ini jangan disalah artikan terlebih lagi tentang mendapat waris. Karena sesorang berhak mendapat waris apabila adanya perkawinan dan hubungan nasab jadi hubungan keperdataan bukan berarti hubungan nasab. Maka penulis dapat menyimpulkan bahwa apa yang telah di putus majelis hakim pada perkara No.0156Pdt.P 2013PA.JS telah sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku dan tidak bertentangan dengan ajaran agama Islam. Selain itu dalam putusan No. 0156Pdt.P 2013PA.JS majelis hakim menggunakan putusan Mahkamah Konstitusi atau disebut dengan yurisprudensi dan yang harus dipentingkan yakni rasa keadilan. 2 Hasil wawancara dengan hakim, bapak Azhar Mayang pada tanggal 11 bulan April 2014 pada jam 10.34 – 11.10 WIB 63

D. Analisis Penulis