Latar Belakang Hak Waris Anak Luar Nikah Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi No. 46/Puu-Viii/2010 (Analisis Putusan No. 0156/Pdt.P/2013/Pa.Js)

1 BABI PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Islam merupakan salah satu ajaran agama yang ada di dunia, di mana di dalam agama Islam banyak ajaran-ajaran yang dapat diambil dan bahkan diamalkan. Manusia dan segala alam lainnya yang merupakan ciptaan Allah SWT, merupakan makhluk yang mempunyai nyawa dan terdiri dari dua jenis yang berpasang-pasangan. Bagi alam nabati tumbuh-tumbuhan dan hewani, ada dua jenis bentuk yakni jantan dan betina sedangkan pada makhluk alam insani manusia ada jenis yang sering disebut dengan pria dan wanita 1 . Islam memandang bahwa perkawinan adalah sebuah perjanjian yang agung mitsaqan ghalidzan yang membawa konsekuensi suci atas pasangan laki-laki dan perempuan. Di mana sesuatu yang sebelumnya haram, berubah menjadi halal dengan sarana perkawinan. 2 Dalam pandangan Islam perkawinan itu bukan hanya urusan perdata semata, bukan pula sekedar urusan keluarga dan masalah budaya, tetapi masalah dan peristiwa agama, oleh karena perkawinan itu dilakukan untuk memenuhi sunnah 1 Amir Taat Nasution. Rahasia Perkawinan dalam Islam. Jakarta. Pedoman Ilmu Jaya, 1994,. Hal. 14 2 Sayyid sabiq. Fiqh sunnah. Terjemahan: Drs. Moh Tholib, Bandung: PT. Al- Ma‟arif, 1990, jilid 6, hal. 7 2 Allah dan sunnah Nabi dan dilaksanakan sesuai dengan petunjuk Allah dan petunjuk Nabi. 3 Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 4 Pada umumnya, setiap orang yang akan melangsungkan kehidupan berumah tangga mereka sama-sama mengimpikan dan mendambakan kebahagiaan seperti yang digambarkan oleh Nabi Muhammad SAW. Namun, sering terjadi kebalikannya, timbul penyesalan dan penderitaan di dalam diri. 5 Kematian adalah suatu peristiwa hukum yang dapat menimbulkan akibat hukum berupa kewarisan yang melahirkan hak dan kewajiban antara pewaris dan ahli waris. Di dalam Kompilasi Hukum Islam dituliskan bahwa ahli waris adalah orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama Islam dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris. Dengan kata lain seorang anak yang lahir di luar pernikahan dianggap bukan merupakan ahli waris. Oleh sebab itu perlu adanya penetapan asal usul anak sehingga status anak tersebut jelas dan anak tersebut mendapatkan hak yang semestinya diterimanya. 3 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia Antara Fiqh Munakahat dan Undan-Undang Perkawinan, Jakarta: Kencana, 2006, h. 48. 4 Undang-Undang No.1 tahun 1974 Tentang Perkawinan. 5 Sidi Nazar Bakry. Kunci Keutuhan Rumah Tangga Keluarga yang Sakinah. Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, 1993, hal. 1 3 Seorang anak dapat dikatakan sah memiliki hubungan nasab dengan ayahnya jika terlahir dari perkawinan yang sah. Sebaliknya anak yang lahir di luar perkawinan yang sah, tidak dapat disebut dengan anak yang sah, biasa disebut dengan anak zina atau anak di luar perkawinan yang sah dan ia hanya memilki hubungan nasab dengan ibunya. Apabila terjadi perkawinan antara suami dan istri secara sah, kemudian istri mengandung dan melahirkan anaknya, maka suami dapat mengingkari kesahan anak itu apabila: 6 a. Istri melahirkan anak sebelum masa kehamilan. b. Melahirkan anak setelah lewat batas maksimal masa kehamilan dari masa perceraian. Menurut Kompilasi Hukum Islam KHI juga memberikan aturan-aturan yang mirip untuk tidak mengatakan persis sama dengan aturan-aturan yang terdapat di dalam Undang-Undang Perkawinan. 7 Di mana dijelaskan tentang anak sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau akibat perkawinan yang sah dan hasil pembuahan suami istri yang sah di luar rahim dan dilahirkan oleh istri tersebut. Selain itu, dengan keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46UUP- VIII2010; pada pokoknya merubah bunyi pasal 43 ayai 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 yang menyatakan: “Anak yang dilahirkan diluar perkawinan hanya 6 Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan. Hukum Perdata Islam di Indonesia. Jakarta. Prenada Media. 2004, Hal. 276,277 7 Kompilasi Hukum Islam pasal 99. 4 mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya” dirubah sehingga anak tersebut juga memiliki hubungan perdata dengan bapak biologisnya. Tapi, putusan Mahkamah Konstitusi nomor 46 PUU-VIII2010; menyatakan di mana anak luar perkawinan juga memiliki hubungan perdata dengan bapak biologisnya. Di mana maksud dari putusan itu memberikan hak anak sama seperti anak yang lainnya yakni memberikan warisan sebagaimana semestinya karena anak tersebut merupakan darah daging ayahnya dan semua itu dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga dapat dijadikan bukti autentik di depan meja pengadilan. Dalam KUHPerdata dituliskan bahwa pada pasal 832 “Menurut undang- undang yang berhak untuk menjadi ahli waris ialah, para keluarga sedarah, baik sah maupun luar kawin dan si suami atau istri yang hidup terlama”. Namun, pada penetapan perkara volountair permohonan Nomor 0156Pdt.P2013PA JS tentang asal usul anak. Di mana hakim menetapkan anak tersebut memiliki hubungan perdata dengan ayah biologisnya sama seperti ibunya dan dapat dibuktikan dengan ilmu pengetahuan sebagaimana dengan putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia No.46PUU-VIII2010. Dan ini berarti anak tersebut merupkan anak biologis yang sah dari ayahnya dan secara langsung mempunyai hubungan nasab. Dengan keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi tersebut setidaknya dapat menolong anak-anak yang ada di Indonesia ini dengan mendapatkan status yang jelas dan mendapatkan pertanggung jawaban dari ayahnya. 5 Tetapi, Pengadilan Agama Jakarta Selatan menetapkan anak tersebut hanya mendapatkan hubungan perdata dengan ayahnya tetapi dalam pembagian harta, anak tersebut hanya mendapatkan wasiat wajibah yakni 13 bukan hak waris. Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk mengangkatnya dalam karya tulis yang berjudul “HAK WARIS ANAK LUAR NIKAH PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO. 46PUU-VIII2010 Analisis Putusan Nomor. 0156Pdt.P2013PA JS” B. Perumusan dan Pembatasan Masalah 1. Pembatasan Masalah Agar penelitian ini lebih akurat dan terarah sehingga tidak menimbulkan masalah baru serta peleberan secara meluas, penulis akan membatasi permasalahan ini pada “Hak Waris Anak Luar Nikah Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi No. 46PUU-VIII2010 Analisis Putusan Nomor. 0156Pdt.P2013PA JS ”.

2. Perumusan Masalah

Menurut peraturan KUHPerdata pada pasal 832 dimana dikatakan anak luar nikah berhak untuk menjadi ahli waris. Kenyataannya dalam putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan anak luar nikah justru tidak mendapatkan warisan dan diganti dengan wasiat wajibah. Rumusan masalah tersebut, penulis rinci dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut: 1. Bagamana majelis hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan dalam memutuskan perkara No. 0156Pdt. P2013PA JS ? 6 2. Faktor apa saja yang mempengaruhi putusan hakim pada perkara No. 0156Pdt. P2013PA JS ? 3. Bagaimana hak waris anak luar nikah pasca putusan Mahkamah Konstitusi No. 46PPU-VIII2010 pada perkara No. 0156Pdt.P2013PA.JS ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian