48
Kedua, pelaku tindak pidana ini layak dihukum dengan ancaman hukuman
yang berlaku dan kemudian dikucilkan. Mereka harus diberikan pelajaran agar tidak lagi melakukan kejahatan yang sama. Intinya adalah hukuman yang
memberikan efek jera, paparnya.
Ketiga, menerima dan memanfaatkan uang yang berasal dari pencucian
uang haram hukumnya.
Keempat, penerima uang yang berasal dari tindak pidana pencucian uang
wajib mengembalikannya kepada negara. Uang tersebut kemudian dimanfaatkan untuk kemaslahatan umum.
Kelima, penerima hasil pencucian uang tidak perlu dihukum jika sudah
mengembalikan hasil itu kepada negara. Hal ini dinilai wajar, karena penerima belum tentu berperan sebagai pelaku kejahatan asal yang kemudian hasilnya
diputar dalam proses pencucian uang.
47
B. Sanksi Pidana Pencucian Uang Pasif Menurut Undang-Undang Nomor 8
Tahun 2010.
Pengaturan hukum tindak pidana pencucian uang di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang pencegahan dan
pemberantasan tindak pidana pencucian uang. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 diundangkan pada 22 oktober 2010 menggantikan Undang-Undang Nomor
15 Tahun 2002 tentang tindak pidana pencucian uang yang sebelumnya juga telah
47
http:www.voa-islam.comnewsindonesiana2012070419758menerima-uang-dari- tindak-pidana-pencucian-hukumnya-haram
artikel diambil 10 juli 2013
49
diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang tindak pidana pencucian uang, yang dinilai tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan
penegakkan hukum, praktik, dan standar Internasional. Adapun sanksi hukum yang dapat dikenakan kepada pelaku tindak pidana
pencucian uang berupa pidana penjara dan pidana denda diatur dalam ketentuan Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5 ayat 1, Pasal 6 ayat 1, dan 2, Pasal 7 ayat 1 dan
2, Pasal 8, Pasal 9 ayat 1 dan 2, dan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010.
Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 berbunyi: “Setiap orang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan,
membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau
perbuatan lainnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1
dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan dipidana karena tindak pidana pencucin uang dengan pidana penjara paling lama
20 dua puluh tahun dan denda paling banyak Rp. 10.000.000.000.00., sepuluh miliar rupiah.
Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 berbunyi: “Setiap orang yang menyembunyikan atau menyamarkan asal usul
sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang sebenarnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya
merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1 dipidana karena tindak pidana pencucian uang dengan pidana penjara paling lama
20 dua puluh tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000.00., lima miliar rupiah.
Dari kedua pasal diatas menjelaskan hukuman yang diterima oleh pelaku
aktif dari tindak pidana pencucian uang. Menurut pandangan penulis disini, seseorang bisa dikatakan sebagai pelaku aktif karena dia orang pertama yang
50
melakukan tindak pidana pencucian uang tersebut, dia adalah pelaku utama tindak pindana pencucian uang ini.
Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 berbunyi: “Setiap orang yang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan,
pembayaran, hibah, sumbangan. Penitipan, penukaran, atau menggunakan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana
pencucian uang dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 lima tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000., satu
m
iliar rupiah.” Menurut penulis dalam pasal 5 ayat 1 ini sudah sangat jelas, siapa yang
bisa dikatakan sebagai pelaku pasif , dan sanksi pidana apa yang akan diterima oleh pelaku pasif tersebut. Di mana seorang pelaku pasif tidak bisa dibiarkan saja
tanpa adanya sanksi yang tegas. Penulis sangat setuju dengan isi dari Pasal 5 ini, di mana efek jera yang diberikan sangat kuat.
Pasal 6 ayat 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 berbunyi: “Dalam hal tindak pidana pencucian uang sebagaimana diaksud dalam
pasal 3, pasal 4, dan pasal 5 dilakukan oleh korporasi pidana dijatuhkan terhadap korporasi danatau Personil pengendal
i Korporasi.” Pasal 6 ayat 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 berbunyi:
“Pidana dijatuhkan terhadap korporasi apabila tindak pidana pencucian uang .
a Dilakukan atau diperintahkan oleh personil pengendali korporasi.
b Dilakukan dalam rangka pemenuhan maksud dan tujuan korporasi.
c Dilakukan sesuai dengan tugas dan fungsi pelaku atau pemberi perintah,
dan. d
Dilakukan dengan maksud memberikan manfaat bagi korporasi.” Dalam Pasal 6 ayat 1 dan 2 ini berisi tentang tindak pidana pencucian
uang yang dilakukan oleh korporasi. Korporasi itu sendiri adalah kelompok yang
51
terorganisasi yaitu kelompok terstruktur yang terdiri dari 3 tiga orang atau lebih, yang eksistensinya untuk waktu tertentu, dan bertindak dengan tujuan melakukan satu
atau lebih tindak pidana yang diatur dalam Undang-Undang ini dengan tujuan memperoleh keuntungan finansial atau non-finansial baik secara langsung maupun
tidak langsung. Pasal 7 ayat 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 berbunyi:
“Pidana pokok yang dijatuhkan terhadap koorporasi adalah pidana denda paling banyak Rp 100.000.000.000.00,. seratus miliar rupiah.”
Pasal 7 ayat 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 berbunyi: “Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat 1, terhadap
korporasi juga dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa: a.
Pengumuman putusan hakim; b.
Pembekuan sebagian atau seluruh kegiatan usaha korporasi; c.
Pencabutan izin usaha; d.
Pembubaran danatau pelarangan korporasi; e.
Perampasan aset korporasi untuk negara; danatau f.
Pengambilalihan korporasi oleh negara.” Pasal 7 ayat 1 dan 2 ini berisi tentang sanksi pidana yang diterima oleh
korporasi apabila terbukti telah melakukan tindak pidana pencucian uang. Penulis melihat sanksi yang dijelaskan dalam Pasal 7 ayat 1 dan 2 ini sangat jelas dan
tegas. Pasal 8 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 berbunyi.
“Dalam hal harta terpidana tidak cukup untuk membayar pidana denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5, pidana denda
tersebut dapat diganti dengan pidana kurungan paling lama 1 satu tahun 4 em
pat bulan.” Pasal 9 ayat 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 berbunyi:
“Dalam hal penjualan harta kekayaan milik korporasi yang dirampas sebagaimana dimaksud pada ayat 1 tidak mencukupi, pidana kurungan