44
Mengenai kejahatan asal, dalam kajian tersebut dikatakan bahwa kejahatan asal itu sangat penting dibuktikan, artinya harus didapati dulu adanya
kejahatan asal yang hasilnya di cuci. Tetapi menurut Pasal 69 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 untuk dapat dilakukan penyidikan, penuntutan, dan
pemeriksaan, di sidang pengadilan terhadap tindak pidana pencucian uang tidak wajib dibuktikan terlebih dahulu tindak pidana asalnya. Oleh karena itu kejahatan
asal akan diselidiki kepada seseorang yang sudah menjadi terpidana.
45
BAB IV ANALISA SANKSI PIDANA PELAKU PENCUCIAN UANG PASIF
A. Analisa Sanksi Tindak Pidana Pencucian Uang Pasif menurut Pidana Islam
Apabila perbuatan pencucian uang pasif ini kita samakan dengan pencurian maka sanksi bagi para pelaku tindak pidana pencucian uang pasif dapat
dikenakan hukuman ta‟zir. Ta‟zir adalah bentuk sangsi yang bersifat terbuka dan
dinamis yang memungkinkan para qadhi hakim atau penguasa memiliki wewenang untuk bertindak dalam rangka mengatasi berbagai dekadensi moral
dan sosial. Hanya saja, bentuk sangsi ini tidak boleh menyamai sangsi hudud, kecuali pada hal-hal yang sangat darurat.
46
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dikatakan bahwa perbuatan yang masuk ke dalam jarimah hudud dan qishosh diyat bersifat limitatif, yaitu pada
delik-delik tertentu saja yang sudah ditentukan oleh nash. Delik-delik yang masuk dalam dua jarimah tersebut juga terikat oleh syarat-syarat tertentu. Oleh karena
itu, kejahatan Money Laundering sebagai suatu kejahatan yang berakibat pada kemudhorotan yang besar dapat dimasukan ke dalam
jarimah ta‟zir, yaitu jarimah yang di ancam dengan hukuman
ta‟zir selain hudud dan qishash diyat di mana pelaksanaanya baik yang jenis larangannya ditentukan oleh nash atau tidak, baik
perbuatan itu menyangkut hak Allah atau hak perorangan, hukumannya diserahkan sepenuhnya kepada penguasa.
46
Abdul Halim Uways, Fiqih statis Fiqih dinamis,penerjemah: A. Zarkasyi Chumaidy, Bandung: Pustaka Hidayah, 1998, h. 126.
46
Untuk hukuman bagi terpidana tindak pidana pencucian uang pasif ini sepenuhnya diserahkan kepada hakim sesuai dengan berat ringannya jarimah dan
keadaan terpidana, karena hukuman ta‟zir banyak jumlahnya, yang dimulai dari
hukuman paling ringan sampai hukuman yang terberat. Khusus terhadap penerapan mati dalam
jarimah ta‟zir, pada dasarnya menurut syari‟ah Islam, hukuman
ta‟zir adalah untuk memberikan pengajaran ta‟dib dan tidak sampai membinasakan. Oleh karena itu, dalam hukuman
ta‟zir tidak boleh ada pemotongan anggota badan atau penghilangan nyawa. Akan tetapi beberapa
fuqoha‟ memberikan pengecualian dari aturan umum tersebut, yaitu kebolehan dijatuhkan hukuman mati jika kepentingan umum menghendaki demikian, atau
kalau pemeberantasan tidak bisa terlaksana kecuali dengan jalan membunuhnya, seperti mata-mata, pembuat fitnah, residivis yang membahayakan. Namun
menurut sebagian fuqoha yang lain, di dalam jarimah ta‟zir tidak ada hukuman
mati. Penulis memang tidak menemukan mengenai Money Laundering di dalam
khazanah fiqh jinayat, akan tetapi kejahatan tersebut dapat dimasukkan ke dalam perbuatan fasad. Allah SWT membenci perbuatan fasad dan derivasinya diulang
selama 47 kali dalam al- Qur‟an, dan 83 kali dalam hadits yang terdapat dalam
kitab-kitab hadits. Fasad mengandung makna yang luas, yaitu: eksploitasi, salah arus, anarki, ketidakadilan dengan berbagai bentuknya, penyia-nyiaan,
penyimpangan moral, keburukan, kebejatan, ketidak jujuran, penyuapan, dan segala bentuk yang menyimpang dari kebenaran.
47
Namun perlu diperhatikan bahwa money laundering merupakan kejahatan yang pasti didahului dengan kejahatan lain. Dari kejahatan-kejahatan yang
mendahului money laundering ini ada beberapa yang dikategorikan sebagai jarimah hudud, yaitu perbuatan melanggar hukum yang jenis dan ancaman
hukumannya ditentukan oleh nash yaitu hukuman had hak Allah. Hukuman hudud yang dimaksud tidak mempunyai batas terendah dan tertinggi serta tidak
bisa dihapuskan oleh perorangan si korban atau walinya atau masyarakat yang mewakili ulil amri. Misalnya saja pencurian yang jenis hukumannya sudah
ditentukan oleh nash. Maka pencuriannya merupakan jarimah tersendiri, sementara untuk pencucian uang juga merupakan jarimah tersendiri yaitu
termasuk dalam kategori jarimah ta‟zir yang hukumannya diserahkan sepenuhnya
melalui penetapan ulil amri atau kepala negara. Ijtima Ulama Indonesia menilai kejahatan pencucian sejajar dengan
pencurian dan penipuan. Kejahatan ini mendapat perhatian khusus, karena tindak pidana ini belum pernah dibahas para ulama zaman dulu.
Ketentuan hukum yang disepakati dalam ijtima yang diikuti oleh beberapa
ulama ini memutuskan lima hal. Pertama, pencucian uang merupakan tindak
pidana, karena merupakan bentuk pencurian dan penipuan. Kejahatan ini dinilai terorganisir karena melibatkan sejumlah orang. Pelakunya dipastikan tidak
sendirian. Ada yang berperan sebagai pelaku tindak pidana, seperti korupsi misalkan.
Kemudian hasil korupsi dimanfaatkan untuk membuka usaha konstruksi bangunan misalkan.
48
Kedua, pelaku tindak pidana ini layak dihukum dengan ancaman hukuman
yang berlaku dan kemudian dikucilkan. Mereka harus diberikan pelajaran agar tidak lagi melakukan kejahatan yang sama. Intinya adalah hukuman yang
memberikan efek jera, paparnya.
Ketiga, menerima dan memanfaatkan uang yang berasal dari pencucian
uang haram hukumnya.
Keempat, penerima uang yang berasal dari tindak pidana pencucian uang
wajib mengembalikannya kepada negara. Uang tersebut kemudian dimanfaatkan untuk kemaslahatan umum.
Kelima, penerima hasil pencucian uang tidak perlu dihukum jika sudah
mengembalikan hasil itu kepada negara. Hal ini dinilai wajar, karena penerima belum tentu berperan sebagai pelaku kejahatan asal yang kemudian hasilnya
diputar dalam proses pencucian uang.
47
B. Sanksi Pidana Pencucian Uang Pasif Menurut Undang-Undang Nomor 8
Tahun 2010.
Pengaturan hukum tindak pidana pencucian uang di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang pencegahan dan
pemberantasan tindak pidana pencucian uang. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 diundangkan pada 22 oktober 2010 menggantikan Undang-Undang Nomor
15 Tahun 2002 tentang tindak pidana pencucian uang yang sebelumnya juga telah
47
http:www.voa-islam.comnewsindonesiana2012070419758menerima-uang-dari- tindak-pidana-pencucian-hukumnya-haram
artikel diambil 10 juli 2013