dari buku-buku hukum, majalah, artikel, internet yang berhubungan dengan masalah penelitian ini.
15
1 Pengolahan data
Pada tahap ini, semua data yang telah terhimpun dianalisa secara kualitatif, dengan menggunakan metode penalaran deduktif dan induktif.
Dan dengan mengkorelasikan antara data yang satu dengan data yang lain untuk melihat titik temu dan hubungannya, sehingga tersusun menjadi
laporan dalam bentuk skripsi.
16
2 Tahap akhir
Untuk mencapai hasil diatas, maka kajian dalam skripsi ini menggunakan deskriptif analisis dengan cara dua pendekatan yaitu
pendekatan yuridis syariah dan fikih, dan pendekatan histori sejarah kebudayaan. Dengan cara ini dapat mempermudah penulis untuk
mendeskripsikan argument brdasarkan premis-premis rangkaian logika. Kemudian merumuskan hasil penelitian dalam bentuk kesimpulan hukum
kajian dengan metode sebagaimana yang telah diuraikan.
15
Muhammad Nazir, Metodologi Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1998, cet. Ke-3, h. 63, lihat Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Jakarta: P.T. Garamedia Pustaka
Utama, 1991, h. 110-112, lihat juga Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum,Jakarta: Pustaka Pelajar, 1992, h. 51.
16
Ipah Farihah, Buku Panduan Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006, h. 50-51.
Adapun sebagai pedoman penulisan dalam skripsi ini, penulis berpedoman pada buku pedoman penulisan skripsi fakultas Syariah dan Hukum
Syarif Hidayatullah Jakarta, yang diterbitkan oleh UIN Jakarta Press.
E. Sistematika Penulisan
Pertama membahas tentang pendahuluan, yang berisi tentang latar
belakang masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, dan metode penelitian.
Kedua membahas tentang masalah pengertian perkawinan dalam hukum Islam, yaitu mulai dari pengertian, dasar hukum perkawinan, rukun dan syarat
perkawinan, mahar, dan larangan-larangan perkawinan. Ketiga membahas kondisi objektif Nagari Jawi-jawit, yang berisikan,
tinjauan umum dan sejarah singkat, Geografis dan Demokratis, Agama, Pendidikan, Sosial Budaya dan adat istiadat.
Keempat membahas tentang perkawinan satu suku dalam masyarakat adat Nagari Jawi-jawi Sumatera Barat, yang berisikan mengenai pengertian
perkawinan satu suku, latar belakang adanya larangan perkawinan satu suku, sanksi adat terhadap larangan perkawinan satu suku, dan analisa hukum Islam
terhadap perkawinan satu suku. Kelima berisi membahas Penutup yang berisikan tentang Kesimpulan dan
Saran. LAMPIRAN-LAMPIRAN
BAB II PERKAWINAN MENURUT HUKUM ISLAM
A. Pengertian Perkawinan
Dalam bahasa Indonesia, perkawinan berasal dari kata “kawin” yang menurut bahasa artinya membentuk keluarga dengan lawan jenis; artinya
melakukan hubungan kelamin atau bersetubuh.
17
Perkawinan disebut juga dengan “pernikahan”, berasal dari kata nikah menurut bahasa artinya mengumpulkan, saling memasukkan, dan digunakan
untuk art i bersetubuh wath‟i.
18
Selain itu ada juga yang mengartikan dengan pencampuran.
Alfara’ mengatakan: “An-Nukh” adalah sebutan untuk kemaluan. Sedangkan Al-
Azhari mengatakan: Akar kata dalam ungkapan bahasa Arab berarti hubungan
badan.
19
Menurut istilah hukum islam, terdapat beberapa definsi, diantaranya adalah:
Perkawinan menurut syara‟ yaitu akad yang ditetapkan syara‟ untuk membolehkan bersenag-senang antara laki-laki dengan perempuan dan
17
Dep. Dikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: balai Pustaka, 1994, cet.ke-3. Edisi kedua, h. 456.
18
Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Muanakahat, Jakarta: Kencana, 2008, cet, ke-3. Edisi Pertama, h, 7.
19
. Syaikh Kamil Muhammad „Uwaidah, Fiqh Wanita, Jakarta:Pustaka Al-Kautsar,1998,
cet ke-1, h.375.
13
menghalalkan bersenang-senang antara laki laki dengan perempuan dan menghalalkan bersenang-senangnya perempuan dnagn laki-laki.
Abu Yahya Zakariya Al-Anshary mendefinisikan: Nikah menurut istilah syara‟ ialah akad yang mengandung ketentuan
hukum kebolehan hubungan seksual denagn lafadz nikah atau denagn kata-kata yang semakna denagnnya. Pengertian-pengertian di atas tampaknya dibuat
hanya melihat dari satu segi saja, yaitu kebolehan hukum dalam hubungan antara seorang laki-laki dan seorang wanita yang semula dilarang menjadi
kebolehan. Padahal setiap perbuatan hukum itu mempunyai tujuan dan akibat ataupun pengaruhnya. Hal-hal inilah yang menjadikan perhatian manusia pada
umumnya dalam kehidupannya sehari-hari, sperti terjadinya perceraian, kurang adanya keseimbangan antara suami istri, sehingga memerlukan penegasan arti
perkawinan, bukan saja dari segi kebolehan hubungan seksual tetapi juga dari segi tujuan dan akibat hukumnya.
Mahmud Abu Ishrah memberikan definisi yang lebih luas, yaitu: akad yang memberikan faedah hukum kebolehan mengadakan hubungan keluarga
suami istri antara pria dan wanita dan mengadakan tolong-menolong dan memberi batas ha bagi pemiliknya serta pemenuhan kewajiban bagi masing-
masing.
20
Adapun pengertian yang dikemukakan dalam Undang-undang:
20
Abdul Rahman Ghozali, Fikh Munakahat, h. 8-9.