Sanksi adat perkawinan satu suku

tanpa didampingi oleh teman wanita atau orang yang ditunjuk untuk itu sekurang-kurangnya 2 orang. 102 Bertolak dari penemuan ini terlihat bahwa dalam satu nagari masih mempertahankan ketentuan-ketentuan pidana adat yang masih melaksanakan sanksi tersebut. 103

D. Analisa hukum Islam terhadap perkawinan satu suku

Sumber dasar adat Minangkabau adalah Alam Takambang jadi guru. Pepatah dan petitih maupun gurindam dan mamang, bidal yang merupakan pokok-pokok dalam ajaran adat seperti kata mufakat yang menjadi tempat bertolak belakang setiap usaha untuk mencapai suatu yang baik dalam terlaksananya aturan adat demi tercapainya kebahagiaan dalam masyarakat. 104 Falsafah hidup orang Minangkabau adalah Adat Basandi Syarak, Syarak basandi Kitabullah. Artinya, hukum-hukum yang ditetapkan oleh syara dan adat harus sejalan. Seandainya hukum Islam bertentangan dengan hukum adat, maka hukum agama harus didahulukan, artinya hukum agamalah yang akhirnya harus dijadikan titik tolak. 102 Azmi Djamarin dan Yardi Gond, Perbuatan dan Sanksi Adat yang masih hidup dalam Hukum Adat Minangkabau, h. 48. 103 Azmi Djamarin dan Yardi Gond, Perbuatan dan Sanksi Adat yang masih hidup dalam Hukum Adat Minangkabau, h. 48. 104 Idrus Hakim Dt. Rajo Penghulu, Rangkaian Mustika Adat Basandi Syarak di Minangkabau, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1994, h. 5. Jadi, mengenai perkawinan satu suku di Minangkabau ternyata sama sekali adat dan agama tidak ada pertentangan, bahkan adat dan agama sejalan memberikan larangan terhadap perkawinan satu suku. Orang Minang sangat memperhatikan asal usul keturunannya. Dalam pemilihan jodoh misalnya orang Minang akan selalu menanyakan nama suku seseorang, dimana kampuang halamannya, siapa mamaknya, apa gelar pusakanya, atau nama penghulunya. Hal ini dianggap penting karena dihubungkan pula dengan martabat dirinya sementara dalam islam, kemuliaan seseorang itu, atau martabat seseorang itu dinilai dari ketaqwaannya, inna akramakum indallahi atqaakum. Adanya ketentuan perkawinan adat Minang yang bersifat Eksogami, maka peranan asal usul ini terutama ketentuan tentang suku sangat penting. Dalam system perkawinan eksogami, perkawinan antara pria dan wanita dalam satu nagari hanya boleh dilakukan antara suku yang berbeda. Perkawinan dalam suku yang serumpun dilarang atau tabu, karena dianggap perkawinan endogami yang tidak lazim di Minangkabau. Pelanggaran terhadap ketentuan ini, dapat dianggap perbuatan sumbang.Perbuatan sumbang akan dikenakan hukum adat, yakni dibuang sepanjang adat. Dikucilkan dari kehidupan masyarakat sehari-hari, bahkan bias diusir dari kampung halamannya. 105 105 http:yisriakbar.blogspot.com201003hukum-adat-minag-kabau.html, di ambil dari Majlis Study Islam Dan kemahasiswaan MSIK, diakses pada Tanggal 2 maret 2011. Dari pendapat yang peneliti wawancarai di atas tentang latar belakang, maka penulis menyimpulkan alasan utama adat yang tidak membolehkan melangsungkan perkwinan satu suku adalah: 1. Karena yang satu suku di anggap masih terikat persaudaraan. Dengan demikian maka perkawinan satu suku itu adalah suatu hal yang tabu. 2. Akibat dari perkawinan satu suku itu bisa menyebabkan lemahnya keturunan suami istri karena masih ada hubungan kekerabatan. 3. Alasan adat melarang perkawinan satu suku ini adalah karena faktor kultur yang turun temurun dari zaman dahulu sampai sekarang, sehingga masyarakat berpandangan, apabila ada orang tua-tua melarang, maka hal itu di anggap tabu dan tidak boleh dikerjakan. Alasan yang digunakan oleh adat, pada dasarnya sama dengan yang dikemukakan oleh hukum Islam, antara lain: Menurut atsar, salah satu rujukan mengajukan melangsungkan perkawinan dengan kerabat jauh adalah apa yang telah diriwayatkan oleh Ibrahim al-Harbi dalam kitab Gharibul Hadist bahwa Umar bin Khatab berkata kepada As-Sabi: kawinlah kamu dengan orang lain bukan kerabat yang dekat jangan kamu lemahkan keturunanmu. 106 106 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Beirut: Dar al-Kurtubi al-Arabi, Jilid III, cet. Ke-8, h. 81.