Latar Belakang Masalah Peranan KH.Umay M.Dja'far Siddiq, MA dalam mengembangkan Islam di Jampangkulon, Sukabumi
Dalam pada itu, melalui organisasi masyarakat ormas keagamaan, mereka juga berperan dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia
Indonesia. Organisasi-organisasi seperti Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, Persatuan Islam, Al-Wasliyah, Persatuan Tarbiyah Islamiyah, dan sebagainya, di
bawah kepemimpinan mereka yang punya perhatian besar terhadap masalah sosial telah membantu pemerintah dalam mengangkat tingkat pendidikan dan
kesejahteraan rakyat Indonesia melalui lembaga-lembaga pendidikan, panti asuhan, dan kegiatan sosial lainnya.
Di samping berbagai fungsi dan peran di atas, para ulama sebagai tokoh Islam telah mewariskan sejumlah khazanah keagamaan monumental, misalnya
berupa kitab-kitab keagamaan yang bernilai tinggi. Karya tulis tersebut merupakan media penting untuk mengkomunikasikan pemikiran mereka sekaligus
mencerminkan kualitas keilmuan di bidang yang digeluti. Di antara para ulama yang produktif pada masa lalu seperti Abdul Shamad Al-Falimbani dari
Palembang, Daud Al-Fattani dari Pattani Thailand Selatan, Muhammad Arsyad Al-Banjari dari Kalimantan Selatan, Muhammad Yusuf Al-Makasari dari
Sulawesi Selatan,
2
Syekh Abdullah Ahmad dan Syekh M Jamil Jambek dari Sumatera Barat.
3
Atas dasar data-data sejarah tersebut, dapat ditegaskan di sini bahwa ulama telah berperan dalam menggerakkan pembangunan bangsa dan
negara Indonesia.
2
Azyumardi Azra dan Saiful Umam, Tokoh dan Pemimpin Agama, Jakarta: Badan Litbang Agama Departemen Agama RI dan PPIM, 1998, h. 212.
3
Gusnawirta Taib, Tantangan Sumatra Barat, Citra Pendidikan, Jakarta: 2001, h. 100.
Menurut Al-Munawar bahwa ulama adalah orang-orang yang memiliki pengetahuan luas tentang ayat-ayat Allah, baik yang bersifat kawniyah fenomena
alam maupun yang bersifat Qur’aniyah yang mengantarkan manusia kepada pengetahuan tentang kebenaran Allah, takwa, tunduk, dan takut. Sebagai pewaris
nabi, ulama mengemban beberapa fungsi, antara lain sebagai berikut: 1.
Tabligh, yaitu menyampaikan pesan-pesan agama, yang menyentuh hati dan merangsang pengalaman.
2. Tibyan, yaitu menjelaskan masalah-masalah agama berdasarkan kitab suci
secara transparan. 3.
Tahkim, yaitu menjadikan al-Qur’an sebagain sumber utama dalam memutuskan perkara dengan bijaksana dan adil.
4. Uswatun Hasanah, yaitu menjadi teladan yang baik dalam pengalaman
agama.
4
A. Malik Fadjar mengemukakan bahwa fungsi ulama dilihat dari segi pendidikan dapat digolongkan menjadi dua: pertama, mempersiapkan sarana dan
melaksanakan pendidikan dan pengkaderan dalam bidang ilmu pengetahuan dan keulamaan, kedua, mempersiapkan sarana dan melaksanakan penelitian dalam
bidang keilmuan dan keulamaan.
5
Akan tetapi, penting ditegaskan di sini bahwa ulama yang dimaksud dalam penelitian ini adalah orang yang memiliki
4
Mimbar Ulama, Para Ulama Adalah Pewaris Nabi Jakarta: Suara Majelis Ulama Indonesia, 1999, h. 34.
5
A. Malik Fajar, Reorientasi Pendidikan Islam, Jakarta: Pajar Dunia, 1999, h. 153.
pengetahuan agama Islam yang luas dan berfungsi sebagai pengayom, panutan, dan pembimbing di tengah umat atau masyarakat.
Sukabumi dikenal sebagai salah satu daerah yang berpegang teguh dengan ajaran Islam. Sebab itu banyak pesantren atau madrasah yang didirikan di sana
oleh kaum Muslimin. Ini adalah pada era tahun 1980-an di mana masyarakat Sukabumi khususnya kaum hawa sangat sulit untuk dijumpai di luar rumah,
karena kalaupun ada itu dianggap wanita yang tidak baik dan tidak berakhlak kecuali mengikuti pengajian di rumah seorang guru dan shalat lima waktu
berjama’ah di mesjid, surau, maupun langgar yang tidak jauh dari tempat tinggalnya. Realitas sekarang justru pengaruh globalisasi di mana budaya-budaya
lokal sudah bercampur baur dengan budaya luar budaya Barat, misalnya dalam berbusana, bertutur kata, dan sebagainya.
Ulama adalah orang yang bertaqwa kepada Allah yang sanggup mengamalkan ilmunya, mengerti ilmu tafsir, ilmu hadits, dan tanggap terhadap masalah yang
dihadapi umat pada zamannya. Orang yang pintar yang tidak mengamalkan ilmunya tidak bisa disebut ulama.
Ulama yang memimpin pesantren disebut kiai, namun di zaman sekarang banyak juga ulama yang cukup berpengaruh di masyarakat juga mendapat gelar
kiai, walaupun mereka tidak mendirikan atau memimpin pesantren. Misalnya KH. Abdurrahman Wahid yang kita kenal dengan sebutan Gus Dur, KH. Zainudin MZ.
Gelar Kiai biasanya dipakai untuk menunjukkan para ulama dari kelompok Islam tradisional. Namun dari Islam modernpun disebut dengan kiai seperti: KH. Imam
Zarkasyi pimpinan Pondok Pesantren Gontor, dan KH. Ahmad Rifa’i pimpinan Pondok Pesantren Daarul Qalam.
KH. Umay M. Dja’far Siddiq adalah termasuk salah satu ulama yang terkenal di Wilayah VI Jampangkulon, Sukabumi. Dengan lembaga yang didirikannya dia
telah berpartisipasi dalam membantu pemerintah dalam mencerdaskan anak bangsa.
Keterkaitan saya menulis tentang ulama Jampangkulon, khususnya KH. Umay M Dja’far Siddiq, karena beliau adalah salah satu tokoh yang terkenal di
wilayah VI Jampangkulon, Sukabumi, di samping itu beliau juga mempunyai pemikiran-pemikiran yang ingin memajukan generasi muda agar tidak ketinggalan
zaman, di antaranya dengan mendirikan lembaga pendidikan yaitu Pondok Pesantren Terpadu Darul Amal yang sampai saat ini masih berjalan di bidang
pendidikan dan pengajarannya. Selain di Jampangkulon, Sukabumi, beliau juga mempunyai lembaga yang sama di daerah Cianjur dan Jawa Tengah.
Hal-hal di ataslah yang mendorong penulis untuk meneliti dalam kajian ilmiah yang berbentuk skripsi yang berjudul “ Peranan KH. Umay M. Dja’far
Siddiq dalam Mengembangkan Pendidikan di Jampangkulon, Sukabumi”.