Deskripsi Teoretis Korelasi Antara Kebiasaan Menonton Drama Ftv Dengan Kemampuan Menulis Cerpen Pada Siswa Kelas Xi Ma Nurul Huda Depok Tahun Pelajaran 2013/2014

demikian, yang dimaksud menulis adalah segenap rangkaian kegiatan seseorang dalam rangka mengungkapkan gagasan dan menyampaikannya melalui bahasa tulis kepada orang lain. 5 Menurut Henry Guntur Tarigan, bahwa menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung, tidak secara tatap muka dengan orang lain. Menulis merupakan kegiatan yang produktif dan ekspresif. Dalam kegiatan menulis ini maka sang penulis haruslah terampil memanfaatkan grafologi, struktur bahasa, dan kosa kata. Keterampilan menulis ini tidak akan datang secara otomatis, melainkan harus melalui latihan dan praktek yang banyak dan teratur. 6

b. Fungsi dan Tujuan Menulis

Menurut Henry Guntur Tarigan pada prinsipnya fungsi utama dari tulisan adalah sebagai alat komunikasi yang tidak langsung. Menulis sangat penting bagi pendidikan karena memudahkan para berpikir. Juga dapat menolong kita berpikir secara kritis. Juga dapat memudahkan kita merasakan dan menikmati hubungan-hubungan, memperdalam daya tanggap atau persepsi kita, memecahkan masalah-masalah yang kita hadapi, menyusun urutan bagi pengalaman masalah-masalah yang kita hadapi, menyusun urutan bagi pengalaman. Tulisan dapat membantu kita menjelaskan pikiran-pikiran kita. Tidak jarang, kita menemui apa yang sebenarnya kita pikirkan dan rasakan mengenai orang-orang gagasan-gagasan, masalah-masalah dan kejadian- kejadian hanya dalam proses menulis yang aktual. Sehubung an dengan “tujuan” penulisan sesuatu tulisan, Henry Guntur Tarigan merangkumnya sebagai berikut. 5 Nurudin, Dasar-dasar Penulisan, Malang: UMM Press, 2010, h. 4. 6 Henry Guntur Tarigan, Menulis; Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa, Bandung: Angkasa, 1994, h. 3. 1. Assigment purpose tujuan penugasan Tujuan penugasan ini sebenarnya tidak mempunyai tujuan sama sekali. penulis menulis sesuatu karena ditugaskan, bukan atas kemauan sendiri misalnya para siswa yang diberi tugas merangkumkan buku; sekretaris yang ditugaskan membuat laporan atau notulen rapat. 2. Altruistic purpose tujuan altruistik Penulis bertujuan menyenangkan para pembaca, menghindarkan kedukaan para pembaca, ingin menolong para pembaca memahami, menghargai perasaan, dan penalarannya, ingin membuat hidup para pembaca lebih mudah dan lebih menyenangkan dengan karyanya itu. Tujuan altrulistik adalah kunci keterbacaan sesuatu tulisan. 3. Persuasive purpose tujuan persuasif Tulisan yang bertujuan meyakinkan para pembaca akan kebenaran gagasan yang diutarakan. 4. Informational purpose tujuan informasional, tujuan penerangan Tulisan yang bertujuan memberi informasi atau keterangan penerangan kepada para pembaca. 5. Self-expressive purpose Tulisan yang bertujuan memperkenalkan atau menyatakan diri sang pengarang kepada para pembaca. 6. Creative purpose Tulisan ini erat berhubungan dengan tujuan pernyataan diri. Tetapi “keinginan kreatif” di sini melebihi pernyataan diri, dan melibatkan dirinya dengan keinginan mencapai norma artistik, atau seni yang ideal, seni idaman. Tulisan yang bertujuan mencapai nilai-nilai artistik, nilai- nilai kesenian. 7. Problem-solfing purpose Penulis ingin memecahkan masalah yang dihadapi. Penulis ingin menjelaskan, menjernihkan, menjelajahi serta meneliti secara cermat pikiran-pikiranan gagasan-gagasannya sendiri agar dapat dimengerti dan diterima oleh para pembaca. 7

c. Ciri-ciri sebuah tulisan

Agar maksud dan tujuan penulisan tercapai, yaitu agar pembaca memberikan responsi yang diinginkan oleh penulis terhadap tulisannya, mau tidak mau dia harus menyajikan tulisan yang baik. Ciri-ciri tulisan yang baik itu, antara lain: 1. Tulisan yang baik mencerminkan kemampuan penulis mempergunakan nada yang serasi. 2. Tulisan yang baik mencerminkan kemampuan penulis menyusun bahan- bahan yang tersedia menjadi suatu keseluruhan yang utuh. 3. Tulisan yang baik mencerminkan kemampuan penulis untuk menulis dengan jelas dan tidak samar-samar: memanfaatkan struktur kalimat, bahasa dan contoh-contoh sehingga maknanya sesuai dengan yang diinginkan oleh penulis. Jadi para pembaca tidak susah payah untuk memahami makna yang tersirat. 4. Tulisan yang baik mencerminkan kemampuan penulis untuk menulis secara meyakinkan: menarik minat para pembaca terhadap pokok pembicaraan serta mendemonstrasikan suatu pengertian yang masuk akal cermat-teliti mengenai hal itu. Dalam hal ini haruslah dihindari penggunaan kata-kata dan pengulangan frase-frase yang tidak perlu. Setiap kata haruslah menunjang pengertian yang serasi, sesuai dengan yang diinginkan oleh penulis. 5. Tulisan yang baik mencerminkan kemampuan penulis untuk mengkritik naskah tulisannya yang pertama serta memperbaikinya. Mau dan mampu merevisi naskah pertama merupakan kunci bagi penulisan yang tepat guna atau penulisan efektif. 6. Tulisan yang baik mencerminkan kebanggaan penulis dalam naskah atau manuskrip: kesudian mempergunakan ejaan dan tanda baca secara 7 Ibid., h. 25. saksama, memeriksa makna kata hubungan ketatabahasaan dalam kalimat- kalimat sebelum menyajikannya kepada para pembaca. Penulis yang baik menyadari benar-benar bahwa hal-hal seperti itu dapat memberi akibat yang kurang baik terhadap karyanya. 8

d. Hubungan antara Menulis dan Menyimak

HG Tarigan mengklasifikasikan kemampuan bahasa pokok atau keterampilan berbahasa dalam kurikulum di sekolah mencakup empat segi, yaitu 1 keterampilan menyimak atau listening skills, 2 keterampilan berbicara atau speaking skills, 3 keterampilan membaca atau reading skills, dan 4 keterampilan menulis atau writing skills. 9 Empat keterampilan berbahasa tersebut, satu sama lainnya saling berkorelasi, sehingga sangat sulit untuk memisahkan satu dari yang lainnya. Sebagai perbandingan, ketika seseorang itu bayi, maka pada tahap awal yang ia lakukan ialah menyimak listening skills, yaitu menyimak apa yang dikatakan oleh orang-orang yang berada di sekelilingnya. Pada tahap berikutnya, karena ia sering mendengar atau menyimak kata-kata yang diucapkan itu, maka dari situ ia mulai menirukan bunyi-bunyian, atau kata-kata yang didengarnya itu dengan belajar berbicara speaking skills. Baru setelah dia masuk usia sekolah, secara formal ia mulai dikenalkan pada lambang-lambang bunyi bahasa mulai dari huruf A sampai Z dan cara pengucapannya untuk kemudian di sini dia belajar membaca reading skills. Setelah dikenalkan pada huruf-huruf itu, seorang anak kemudian berproses untuk meniru apa yang sudah dicerapnya dengan belajar menulis writing skills, mulai dari huruf, suku kata, dan kalimat. Dari beberapa teori tersebut, sudah jelas ada hubungan antara menulis dan menyimak. Sewaktu menulis seseorang membutuhkan inspirasi, ide, atau informasi untuk tulisannya. Hal itu dapat diperoleh dari berbagai sumber: sumber tercetak seperti buku, majalah, surat kabar, jurnal atau laporan, dan juga sumber tak tercetak seperti radio, televisi, 8 Ibid., h.6. 9 Henry Guntur Tarigan, Membaca Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa Bandung: Angkasa, 1979, h. 1. ceramah, pidato, wawancara, diskusi, dan obrolan. Jika dari sumber tercetak perolehan informasi itu diperoleh dengan membaca, maka dari sumber tak tercetak perolehan informasi itu diperoleh dengan menyimak. Melalui menyimak ini, seseorang tidak hanya memperoleh ide atau informasi untuk suatu tulisan, tetapi juga menginspirasi tata saji dan struktur penyampaiannya agar menarik bagi pembaca. Dalam hal ini, posisi drama FTV dapat berpengaruh secara tidak langsung terhadap kualitas tulisan sebuah cerpen.

4. Cerpen

Cerpen cerita pendek merupakan karangan pendek yang berbentuk prosa. Sebuah cerpen mengisahkan sepenggal kehidupan tokoh yang penuh pertikaian, peristiwa, dan pengalaman. Ismail Kusmayadi merangkum pengertian cerpen dari beberapa ahli sebagai berikut. 10 a. Hendy, cerpen adalah kisahan pendek yang mengandung kisahan tunggal. b. J.S. Badudu, cerpen adalah cerita yang menjurus dan konsentrasi berpusat pada satu peristiwa, yaitu peristiwa yang menumbuhkan peristiwa itu sendiri. c. Nugroho Notosusanto mendefinisikan cerpen berdasarkan jumlah kata, yakni panjangnya sekitar 5000 kata atau kira-kira 17 halaman kuarto spasi rangkap, yang berpusat dan lengkap pada dirinya sendiri. Sementara itu, Edgar Allan Poe mendefinisikan cerpen sebagai sebuah cerita yang selesai dibaca dalam sekali duduk, kira-kira berkisar antara setengah sampai dua jam. Sebuah cerpen merupakan prosa fiksi dengan jumlah kata berkisar antara 750-10.000 kata. 11 Dengan demikian, cerpen adalah salah satu karya sastra yang memiliki suatu kisahan tunggal dan dapat selesai dibaca dalam sekali duduk. 10 Ismail Kusmayadi, Think Smart Bahasa Indonesia, Bandung: Grafindo Media Pratama, 2007, h. 81. 11 Anif Sirsaeba el Shirazy, Fenomena Ayat-ayat Cinta, Jakarta: Republika, 2006, h. 275-276. Cerpen dapat terbentuk karena adanya unsur-unsur intrinsik cerpen, unsur intrinsik tersebut ialah: a. Tema Tema merupakan inti atau ide dasar sebuah cerita. Tema merupakan panggil tolak pengarang dalam menceritakan dunia rekaan yang diciptakannya. 12 Dengan kata lain, tema merupakan ide pokok atau basik pengembangan cerita pendek. Misalkan tema tentang pendidikan, kebudayaan, dan pelestarian alam. b. Alur Alur adalah jalan cerita atau rangkaian peristiwa yang sambung- menyambung berdasarkan hubungan sebab-akibat. 13 Dengan demikian, alur merupakan rangkaian momen yang direka serta dijalin dengan saksama hingga mencapai klimaks. Rangkaian peristiwa dalam alur, membentuk sebuah cerita yang utuh dan komprehensif. Bagian-bagian alur yang umum digunakan ialah sebagai berikut. 1 Tahap pengantar atau pengenalan. 2 Tahap pembukaan cerita atau pemberian informasi awal, terutama berfungsi untuk melandasi cerita yang dikisahkan pada tahap berikutnya. 3 Tahap pemunculan konflik. Konflik dapat berkembang pada tahap berikutnya . Peristiwa-peristiwa yang menjadi inti cerita semakin mencengangkan dan menegangan. 4 Tahap klimaks. Konflik-konflik yang terjadi atau ditimpakan kepada para tokoh cerita mencapai titik intensitas puncak yang biasanya di alami oleh tokoh-tokoh utama. 5 Tahap peleraian. Penyelesaian pada klimaks, ketegangan dikendurkan, konflik-konflik tambahan diberi jalan keluar, 12 Agus Supriatna, Bahasa Indonesia untuk Kelas VIII SMA, Bandung: Grafindo Media Pratama, 2007, h. 37. 13 JS Kamdhi, Terampil Berwicara, Jakarta: Grasindo, 2003, h. 184. kemudian cerita di akhiri, disesuaikan dengan tahap akhir di atas. 6 Tahap penyelesaian. Konflik sdah diatasidiselesaikan oleh tokoh. Cerita dapatdi akhiri dengan gembira ata sedih. c. Tokoh dan Penokohan Tokoh ialah pelaku dalam cerita. Dalam cerita terdapat tokoh protagonis tokoh utama, antagonis lawan tokoh protagonis, dan tokoh figuran atau tokoh pendukung cerita. Sementara penokohan atau perwatakan merupakan karakteristik tokoh, atau cara pengarang menggambarkan serta mengembangkan perilaku para tokoh dalam ceritanya. Pemberian sifat pada pelaku-pelaku cerita. Sifat yang diberikan akan tercermin pada pikiran, ucapan, dan pandangan tokoh terhadap sesuatu. Metode yang digunakan biasanya metode analitik dan metode dramatik. Metode analitik merupakan metode penokohan yang memaparkan atau menyebutkan sifat tokoh secara langsung, misal, pemarah, penakut, sombong, pemalu, atau keras kepala. Sementara metode dramatik ialah metode penokohan yang tidak langsung memaparkan atau menggambarkan sifat tokoh melalui: 1 Penggambaran fisik berpakaian, postur tubuh, bentuk rambut, dan warna kulit; 2 Penggambaran melalui cakapan yang dilakukan tokoh lain; dan 3 Teknik reaksi tokoh lain yang berupa pandangan, pendapat, sikap, dan komentar. d. Latar Latar adalah segala keterangan, petunjuk, dan pengacuan yang berkaitan dengan ruang, waktu, dan suasana terjadinya peristiwa. 14 Latar ini bermanfaat untuk memperkuat tema, menuntun watak tokoh, serta membangun situasi cerita. Latar terdiri dari latar waktu, ruang, dan suasana. 14 J.S. Khamdi, Terampil Berwicara Pembelajaran Bahasa dan Saatra Indonesia untuk SLTA Kelas 2, Jakarta: Grasindo, h. 206. Latar waktu merupakan keterangan tentang kapan peristiwa itu terjadi, missal: pagi, Selasa, dan 2013. Latar tempat merupakan keterangan tempat peristiwa itu terjadi, missal: di rumah, di sekolah, di gedung, dan di Indonesia. Terakhir latar suasana. Latar suasana merupakan penggambaran peristiwa yang terjadi, missal: gembira, sedih, dan romantis. e. Sudut pandang Menurut Aminudin, sudut pandang adalah cara pengarang menampilkan para pelaku dalam cerita yang dipaparkannya. 15 Dengan kata lain, sudut pandang merupakan posisi pengarang saat membawakan cerita. Berikut ini beberapa sudut pandang yang dapat digunakan pengarang dalam bercerita: a Sudut pandang orang pertama, sudut pandang ini biasanya menggunakan kata ganti aku atau saya. Dalam hal ini pengarang seakan-akan terlibat dalam cerita dan bertindak sebagai tokoh cerita. b Sudut pandang orang ketiga, sudut pandang ini biasanya menggunakan kata ganti orang ketiga seperti dia, ia atau nama orang yang dijadikan sebagai titik berat cerita. c Sudut pandang pengamat serba tahu, Dalam hal ini pengarang bertindak seolah-olah mengetahui segala peristiwa yang dialami tokoh dan tingkah laku tokoh. d Sudut pandang campuran, sudut pandang orang pertama dan pengamat serba tahu. Pengarang mula-mula menggunakan sudut pandang orang pertama. Selanjutnya serba tahu dan bagian akhir kembali ke orang pertama. f. Amanat Amanat adalah pesan yang ingin disampaikan pengarang melewati karyanya pada pembaca atau pendengar. Pesan dapat berbentuk harapan, anjuran, dan kritik. 16 Adapun dalam menuliskan sebuah cerpen ada beberapa teknik yang dapat diterapkan yakni: 15 Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, Jakarta: Grasindo, 2008, h. 152. 16 Adi Abdul Somad, dkk. S. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2008. h.65. a. Paragraf pertama yang mengesankan. Paragraf pertama adalah kunci pembuka. Cerita pendek adalah karangan pendek, paragraf pertama bisa segera masuk pada pokok masalah, serta bukannya melantur pada perihal yang klise terlebih apabila lantas terkesan menggurui. Perihal tersebut pastinya cuma menyebabkan kebosanan serta rasa apatis untuk pembacanya. b. Menggali suasana. Melukiskan satu latar terkadang membutuhkan detil yang agak apik serta kreatif. Penggambaran situasi yang biasa-biasa serta telah dikenal umum tak lagi menarik untuk pembaca. Bila akan melukiskan situasi kota Jakarta dengan gedung-gedung yang tinggi, kesemerawutan jalan raya, serta keramaian kotanya, penggambaran itu tidaklah menarik dikarenakan penggambaran tersebut bukan merupakan perihal yang baru. Walau demikian, apabila melukiskan situasi kota Jakarta kaitkannya pada situasi hati tokoh ceritanya sehingga penggambaran itu lebih menyentuh pembacanya. c. Menggunakan kata-kata efektif. Kata-kata efisien yaitu kata-kata yang segera berikan kesan pada pembacanya. Gunakan kata-kata efisien, pembaca diinginkan bisa lebih mudah menangkap maksud dari tiap- tiap sisi cerita sampai tamat. Tak hanya menggunakan kata-kata efisien pengarang juga dituntut untuk mempunyai kekayaan kosakata serta style bhs supaya cerita yang dibuatnya bisa mengalir dengan lancer serta tidak kering dan menjemukan. d. Menggerakkan tokoh ciri-ciri. Di dalam cerita senantiasa ada tokoh. Tokoh-tokoh yang ada selalu bergerak dengan fisik atau psikis sampai terlukis kehidupan yang sama juga dengan kehidupan sehari-hari. e. Konsentrasi cerita. Di dalam cerita pendek, semua wujud mesti fokus pada satu masalah pokok. f. Sentakan akhir. Cerita mesti diakhiri jika masalah telah dikira selesai. Kecenderungan cerita-cerita mutkhir yaitu sentakan akhir yang bikin pembaca ternganga serta penasaran. Yang jelas, teks cerita pendek telah berakhir sebagaimana dikehendaki pengarangnya.

B. Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian-penelitian yang ada relevansinya dengan kebiasaan menonton drama FTV hubungannya dengan kemampuan menulis cerpen, sejauh pengamatan dan pengetahuan peneliti masih belum banyak dilakukan. Namun demikian, ada beberapa hasil penelitian yang cukup relevan, khususnya mengenai kemampuan menulis, berikut di antaranya. Pertama, penelitian Fransiska Puspita Arum 2009 dengan judul Peningkatan Keterampilan Menulis Cerpen Menggunakan “Teknik Fast writing ” Melalui Media Audio Visual Siswa Kelas X-4 SMA Kesatria Semarang. Mahasiswi Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negri Semarang tersebut menyebutkan bahwa melalui teknik fastwriting dengan menggunakan media audio visual keterampilan menulis cerpen siswa kelas X-4 SMA Kesatrian 1 Semarang mengalami peningkatan 12,33 atau 16,17. Hasil rata- rata tes menulis cerpen siklus I sebesar 63,92 dan pada siklus II meningkat menjadi 76,25 atau meningkat sebesar 16,17 . Perolehan ini menunjukkan bahwa pembelajaran menulis cerpen dengan teknik fastwriting menggunakan media audio visual pada siswa kelas X-4 SMA Kesatrian 1 Semarang dapat meningkat dan berhasil. Sedangkan perilaku siswa kelas X-4 SMA Kesatrian 1 Semarang setelah mengikuti pembelajaran menulis cerpen dengan teknik fastwriting menggunakan media audio visual mengalami perubahan kearah positif. Perubahan tersebut ditunjukkan dengan perilaku siswa yang kelihatan lebih serius dan bersemangat dalam melaksanakan kegiatan menulis cerpen. Kedua, penelitian yang sudah dilakukan oleh Erlin Novita ningrum 2012 dengan judul Peningkatan Keterampilan Menulis Cerpen dengan Teknik Skema Alur menggunakan Media Lagu Siswa Kelas X-2 SMA Negeri 1 Karanganyar-Demak. Berdasarkan observasi yang dilakukan, kemampuan siswa kelas X-2 SMA Negeri 1 Karanganyar-Demak dalam menulis cerpen belum mencapai target yang telah ditentukan. Rendahnya kemampuan siswa dalam menulis cerpen dipengaruhi oleh factor eksternal dan internal. Faktor eksternaldipengaruhi oleh kurang tepatnya cara mengajar yang digunakan guru dalam pembelajaran. Faktor internal disebabkan oleh kurangnya minatbaca, sehingga berpengaruh pada keterbatasan kemampuan dalam menulis. Ketiga, penelitian yang bertajuk Hubungan Kebiasaan Membaca dan Hasil Mengarang Siswa Kelas V SD Pembangunan Jaya Bintaro Jaya Tangerang Banten yang ditulis oleh Ani Hartati. Mahasiswi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Unika Atma Jaya Jakarta tahun 2006 tersebut menyimpulkan adanya hubungan positif yang signifikan antara kebiasaan membaca dan hasil mengarang siswa kelas V SD Pembangunan Jaya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semakin tinggi kebiasaan membaca siswa maka semakin tinggi hasil mengarang siswa. Semakin rendah kebiasaan membaca siswa semakin rendah pula hasil mengarang siswa.

C. Kerangka Berpikir

Menonton televisi pada dasarnya merupakan aktivitas yang tidak bisa lepas dari kehidupan kita sekarang ini. Hal ini setidaknya dipengaruhi oleh kecanduan seseorang akan suatu tontonan yang menarik dan kebutuhan seseorang akan hiburan yang bersifat audio visual. Di kalangan remaja, menonton televisi sudah menjadi rutinitas yang tidak dapat ditinggalkan begitu saja, terlebih terhadap program-program televisi yang menyiarkan drama FTV percintaan, persahabatan, dan konflik keluarga. Drama FTV yang inspiratif bagi remaja, kadang dijadikan acuan untuk kemudian dipraktikan dalam kehidupan sehar-hari mereka. Namun tidak sedikit pula, remaja yang menduplikasi cerita dalam drama FTV ke dalam karya mereka seperti cerpen. Cerpen remaja yang berkisah tentang percintaan, persahabatan, dan tentang hiruk-pikuk dunia sekolah sangat relevan dengan drama FTV yang berkembang saat ini. Dialog-dialog dalam cerpen remaja itu, juga kebanyakan dipengaruhi oleh dialog-dialog yang terjadi di dalam drama FTV yang sebelumnya mereka tonton. Dari uraian tersebut, dapat diambil simpulan bahwa, diduga terdapat hubungan yang positif antara kebiasaan menonton drama FTV dan kemampuan menulis cerpen. Dengan kata lain, semakin biasa seseorang menonton drama FTV, semakin mudah baginya menulis cerpen.

D. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan deskripsi teoretis dan kerangka berpikir, dapat disusun suatu hipotesis penelitian yang merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan penelitian, yaitu ada hubungan atau korelasi yang signifikan antara kebiasaan menonton drama FTV dengan kemampuan menulis cerpen siswa kelas XI MA Nurul Huda Depok Tahun Pelajaran 20132014. 22

BAB III METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di MA Nurul Huda yang beralamat di Jl. Pesantren RT 06 RW 09, Pasir Gunung Selatan Cimanggis, Depok. Adapun waktu pengambilan data di lapangan berlangsung dari tanggal 9-12 September 2013.

2. Pendekatan Penelitian

Berdasarkan data penelitian, pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini ialah pendekatan kuantitatif. Data penelitian akan diwujudkan dalam bentuk angka-angka dengan statistik. Pengumpulan data sebanyak-banyaknya mengenai faktor yang berhubungan dengan objek penelitian dipergunakan untuk mendeskripsikan bahan kajian. 1 Selain itu digunakan pendekatan korelasional untuk mencari kepastian adakah hubungan antar variabel itu merupakan hubungan yang signifikan atau tidak. Jenis penelitian ini adalah penelitian expostfacto yaitu penelitian yang dilakukan dari apa yang dikerjakan sesudah kejadian. 2 Dalam penjabarannya, metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode ini bertujuan untuk mendeskriptifkan atau menjelaskan data-data yang diperoleh dalam penelitian dan menunjukkan adanya korelasi positif yang signifikan antara kebiasaan menonton drama FTV dengan 1 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Jakarta: Rineka Cipta, 1992, h. 82. 2 Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan: Kompetensi dan Praktiknya Jakarta: Bumi Aksara, 2003, h. 165.