BAB III BIOGRAFI UMAR BIN KHATTAB
A. Riwayat Hidup Umar bin Khattab
Umar bin Khattab dilahirkan sesudah tahun gajah. Ini berarti Umar bin Khattab lebih muda dari Nabi Muhammad SAW selisih tiga belas tahun.
Tatkala Nabi Muhammad SAW diutus, usia Umar bin Khattab mencapai dua puluh tujuh tahun.
44
Selain mempunyai budi pekerti yang luhur, fasih dan adil, dia seorang pemberani dan pribadi yang dikenal keras.
45
Umar bin Khattab adalah putra dari Ibunya Hantamah binti Hasyim bin al-Mughirah bin Abdullah bin Umar bin Makhzum dengan ayahnya Khattab
bin Nufail bin Abdul Uzza bin Ribah bin Abdullah bin Qurat bin Zurah bin bin ’Adi bin Ka’ab bin Luway bin Fihr bin Malik. Nasabnya bertemu dengan
nasab Nabi Muhammad SAW pada Ka’ab bin Luway. Umar bin Khattab adalah orang Quraisy dari bani ’Adi. ’Adi ini saudara Murrah, kakek Nabi
yang kedelapan.
46
Umar bin Khattab termasuk di lingkungan keluarga yang dipanggil Bani
’Adi di dalam suku besar Quraisy di kota Mekkah. Suku Bani ’Adi ini terkenal sebagai suku yang terpandang mulia, dan berkedudukan tinggi.
47
Semasa anak-anak Umar bin Khattab dibesarkan seperti layaknya anak- anak Quraisy. Tetapi yang membedakannya dengan anak lain, Umar bin
44
Amru Khalid, Jejak Para Khalifah: Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali, Penerjemah: Farur Mu’is, Solo: PT. Aqwam Media Profetika, 2007, h. 70.
45
Taufiqurrahman, Sejarah Sosial Politik Masyarakat Islam: Daras Sejarah Peradaban Islam,
Surabaya: Pustaka Islamika, 2003, h. 67.
46
Muhammad Husain Haekal, Umar bin Khattab, diterjemahkan: Ali Audah, Jakarta: PT. Pustaka Litera AntarNusa, 2001, h. 8.
47
Joesoef Sou’yb, Sejarah Daulat Khulafa’ur Rasyidin, Jakarta: Bulan Bintang, 1979, h. 315.
29
Khattab sempat belajar baca-tulis, hal yang jarang sekali terjadi di kalangan mereka. Dari semua suku Quraisy ketika Nabi Muhammad SAW diutus hanya
17 tujuh belas orang yang pandai baca-tulis, itulah yang istimewa di antara teman-teman sebayanya. Orang-orang Arab masa itu tidak menganggap
pandai baca-tulis itu suatu keistimewaan, bahkan mereka malah menghindarinya dan menghindarkan anak-anaknya dari belajar.
Sesudah beliau beranjak remaja, beliau bekerja sebagai gembala unta ayahnya di Dajnan atau di tempat lain di pinggiran kota Mekkah. Ayahnya
sangat keras dan kasar, tidak segan-segan memukul Umar apabila ia lengah mengawasi gembalaannya.
48
Beranjak dari masa remaja ke masa pemuda. Sosok tubuh Umar tampak berkembang lebih cepat dibandingkan teman-teman sebayanya, lebih tinggi
dan lebih besar. Bila melihatnya berjalan, seolah-olah sedang naik kendaraan. Ketika Auf bin Malik melihat orang banyak berdiri sama tinggi, hanya ada
seorang yang tingginya jauh melebihi yang lain sehingga sangat mencolok. Bilamana ia menanyakan siapa orang itu, dijawab: dia Umar bin Khattab.
Umar bin Khattab wajahnya putih agak kemerahan, tangannya kidal dengan kaki yang lebar sehingga jalannya cepat sekali, seakan-akan berjalan
di tempat yang menurun. Apabila berbicara, semua barisan akan mendengar lantaran suaranya lantang.
49
Lengannya berotot dan keras, badannya gemuk dan kepalanya botak. Berbeda dengan Abu Bakar Ash-Shiddiq yang lebat
rambutnya.
50
48
Muhammad Husain Haekal, Op. Cit., h. 12 dan h. 9.
49
Amru Khalid, Op. Cit., h. 74.
50
Amru Khalid, Ibid., h. 73.
Sejak mudanya Umar bin Khattab memang mahir dalam berbagai olahraga, diantaranya adalah gulat dan menunggang kuda. Dari berbagai
macam olahraga, naik kuda itulah yang paling disukainya sepanjang hidupnya.
51
Di samping kemahirannya dalam olahraga berkuda, gulat dan berbagai olahraga lain, apresiasinya terhadap puisi juga tinggi dan suka mengutipnya.
Ia suka mendengarkan para penyair membaca puisi di pasar Ukaz
52
dan di tempat-tempat lain. Banyak syair yang sudah dihafal dan dibaca kembali
mana-mana yang disenanginya, di samping kemampuannya berbicara panjang mengenai penyair-penyair al-Hutai’ah, Hassan bin Sabit, az-Zibriqan
53
dan yang lain.
Pengetahuannya yang cukup menonjol mengenai silsilah genealogi orang-orang Arab yang dipelajari dari ayahnya, sehingga Umar bin Khattab
menjadi orang paling terkemuka dalam bidang ini. Retorikanya baik sekali dan pandai berbicara. Karena semua itu beliau sering pergi menjadi utusan Quraisy
kepada kabilah-kabilah lain.
54
Umar bin Khattab dikenal di kalangan kaumnya sebagai utusan yang mampu berdiskusi, berdialog dan memecahkan berbagai urusan. Dia juga
pedagang yang mahir dan tekun dalam perdagangannya. Ia dikenal sebagai
51
Muhammad Husain Haekal, Op.Cit., h. 12.
52
Nama daerah di Mekkah yang digunakan sebagai tempat berdagang pasar yang digelar setiap bulan Zulhijjah, yang sering disebut Pasar Ukaz.
53
Mereka termasuk di antara penyair-penyair mukhadram masa transisi Jahiliyah- Islam.
54
Muhammad Husain Haekal, Ibid., h. 13.
orang yang mempunyai temperamen kasar, kokoh dalam memegang prinsip dan berkedudukan tinggi.
55
Dalam berdagang, beliau tidak hanya melakukan perjalanan ke Yaman dan ke Syam saja, tetapi pergi sampai ke Persia dan Romawi. Dalam
perjalanan itu beliau tidak mengutamakan berdagang, tetapi lebih mengutamakan untuk mencerdaskan pikirannya daripada untuk
mengembangkan perdagangannya. Dalam perjalanan itu Umar bin Khattab banyak menemui pemuka-pemuka Arab dan bertukar pikiran dengan mereka.
Usaha Umar bin Khattab dalam memburu pengetahuan membuatnya sejak muda hanya memikirkan nasib masyarakatnya dan usaha apa yang akan
dapat memperbaiki keadaan mereka. Sebelum dan sesudah masuk Islam, Umar bin Khattab terkenal sebagai seorang yang pemberani, tidak mengenal
takut dan gentar, serta mempunyai ketabahan dan kemauan yang keras. Hal inilah yang membuatnya bangga, bersikeras dan menjadi fanatik dengan
pendapatnya sendiri tentang tujuan yang ingin dicapainya itu. Sesudah masa mudanya mencapai kematangan, Umar terdorong ingin
menikah. Kecenderungan banyak kawin ini sudah diwarisi dari masyarakatnya dengan harapan mendapat banyak anak. Umar bin Khattab menikah dengan
empat perempuan di Mekkah, dan yang perempuan kelima setelah hijrah ke Madinah.
56
Istri yang pertama adalah Zainab saudara perempuan Utsman bin Maz’un. Istri kedua adalah Qaribah, putri Umait al-Makhzumi, saudara
perempuan Ummu Salamah Istri Nabi Muhammad SAW, karena tidak mau memeluk Islam, dicerai oleh Umar pada tahun ke-6 H setelah tercapainya
Perjanjian Hudaibiyah. Istri ketiga adalah Malaikah, putri Jarul al-Khuza’i,
55
Abdullatif Ahmad ’Aasyur, 10 Orang Dijamin ke Surga, Jakarta: Gema Insani Press, 1991, h. 44.
56
Muhammad Husain Haekal, Op.Cit., h. 14.
karena tidak mau memeluk Islam, dicerai oleh Umar pada tahun ke-6 H. Istri keempat adalah Jamilah, putri Tsabit bin Abi al-Aflah, kemudian diceraikan.
Istri kelima adalah Ummi Kultsum, putri Ali bin Abi Thalib dengan Fathimah az-Zahra. Istri keenam adalah Ummi Hakim, putri al-Harits binti Hisyam al-
Makhzumi. Istri ketujuh adalah Fukiha Yamania. Istri kedelapan adalah Atikah, putri Zaid bin Amr bin Nafil, dinikahi pada tahun 12 H. Ia menikahi
banyak wanita dan memiliki anak yang banyak pula, dan sebagian besar dari istrinya tersebut meninggal.
57
Di antara para istrinya yang masyhur, yang beliau nikahi setelah diangkat menjadi Khalifah ialah Ummi Kultsum putri Ali bin Abi Thalib dan
Fathimah az-Zahra, yang bersaudara dengan Hasan dan Husein, cucu Nabi Muhammad SAW. Umar ketika itu usianya telah mencapai 52 tahun.
Anak-anaknya adalah Hafshah dari Zainab, Abdullah dari Zainab, Ubaidillah, ’Asyim dari Jamilah, Abu Syahma, Abdurrahman, Zaid dari
Ummi Kultsum, Mujir, Ruqayah dari Ummi Kultsum.
58
Akan tetapi, di antara anak-anaknya yang menonjol adalah Abdullah bin Umar dan Ummul
Mukminin Hafshah.
59
Umar bin Khattab termasuk orang yang paling keras dan kejam serta paling berani menghadapi kaum Sabi’ orang yang meninggalkan kepercayaan
nenek moyang. Sikap kerasnya dan cepat naik darah itulah yang membuatnya sampai berlebihan dalam bertindak keras. Karena waktu itu ia masih muda, hal
itulah yang membuatnya begitu fanatik dengan pandangannya sendiri. Dia memerangi mereka yang meninggalkan penyembahan berhala tanpa kenal
ampun, juga mereka yang menghina berhala-berhala itu. Pada momentum itulah Allah berkenan, lalu mengutus Muhammad
kepada masyarakat agar mengajak mereka ke jalan dan agama yang benar.
57
Rachmat Taufiq Hidayat, 111 Teladan Sang Khalifah: Dari Celah-celah Kehidupan Umar bin Khattab,
Bandung: Mizan, 2000, h. 129-130.
58
Rachmat Taufiq Hidayat, Ibid., h. 130.
59
Muhammad Husain Haekal, Op.Cit., h. 70-71.
Sesudah ajaran Tauhid mulai menyebar, penduduk Mekkah yang begitu fanatik terhadap penyembahan berhala mulai menyiksa kaum dhuafa yang
masuk Islam, dengan tujuan supaya mereka kembali kepada penyembahan berhala. Umar lah yang paling keras menentang dan memerangi ajaran baru
ini, serta berusaha mengancam mereka yang menjadi pengikutnya. Perlawanan Umar bin Khattab terhadap Nabi Muhammad SAW dan
dakwahnya bukan karena fanatik atau karena tidak mengerti. Tetapi Umar bin Khattab beranggapan bahwa dengan adanya agama baru yaitu Islam, dapat
merusak dan menghancurkan tatanan hidup di Mekkah. Umar beranggapan Islam-lah yang ternyata memecah belah persatuan Quraisy dan menginjak-
injak kedudukan tanah suci itu. Membiarkan dakwah ini berarti akan menambah perpecahan di kalangan Quraisy dan kedudukan Mekkah pun akan
semakin hina. Melihat jumlah kaum muslimin semakin bertambah, Umar bin Khattab
berencana hendak membunuh Nabi Muhammad SAW.
60
Pada suatu hari Umar bin Khattab berjalan dengan menyandang pedang menuju tempat
berkumpulnya Rasulullah SAW yang pada saat itu sedang di rumah Darul Arqam di Safa. Di antara mereka terdapat paman Umar bin Khattab sendiri,
yaitu Hamzah bin Abdul Muthalib, Abu Bakar Ash Siddiq, Ali bin Abi Thalib, dan para sahabatnya yang lain sebanyak kira-kira empat puluh orang.
61
Dakwah Islam, pada mulanya adalah lemah dan sangat membutuhkan sokongan dan dukungan yang kuat. Oleh karena itu Rasul sendiri pernah
berdo’a:
60
Muhammad Husain Haekal, Ibid., h. 77.
61
Abdullatif Ahmad ’Aasyur, 10 Orang Dijamin Ke Surga, Jakarta: Gema Insani Press, 1991, h. 40.
ا ﻢﻬ َ
ا ﺪﻳ
ا ﻻ
ﻻﺎﺳ م
ﺎﺑ ﻰﺑ
ﻜﺤ ا ﻢ
ﻦﺑ ﺎﺸه
م ا
و ﺑ
ﺮﻤ ﻦﺑ
ﺨ ا ﺎﻄ
ب
”Ya Allah, perkuat Islam dengan Abul Hakam bin Hisyam Abu Jahal atau Umar bin al-Khattab.”
62
Kisah keislaman Umar bin Khattab bermula dengan dakwah Rasulullah SAW. Sebenarnya, kedua orang tersebut memiliki sifat positif yang
berpengaruh. Sebab, sesuatu yang paling utama bagi seorang pembela kebenaran adalah memiliki pengaruh yang positif di masyarakatnya. Karena
sesuatu yang paling buruk adalah jika seseorang memiliki sifat negatif, terpengaruh oleh orang di sekitarnya dan ia tidak bisa memberi pengaruh.
Yang menyatukan dua orang ini adalah sifat positif tersebut. Do’a Rasulullah ini diperkenankan Allah SWT, dengan masuk Islamnya
Umar bin Khattab sesudah lima tahun lamanya Nabi menyeru kepada agama Islam. Islamnya Umar ini adalah suatu kemenangan yang nyata bagi Islam.
Begitulah, Allah memuliakan agama-Nya dan menambah kekuatan umatnya melalui masuk Islamnya Umar bin Khattab. Ia mendapat gelar al-
Faruq .
63
Gelar al-Faruq adalah orang yang mampu membedakan antara kebenaran dan kebatilan, diberikan oleh Rasul ketika dia masuk Islam pada
tahun kelima kenabian. Sebelum Umar masuk Islam, kaum Muslimin tidak berani untuk
melaksanakan shalat secara terang-terangan. Tetapi sejak Umar masuk Islam, kaum muslimin terang-terangan melaksanakan shalat di sekitar Ka’bah
meskipun kafir Quraisy melihat mereka.
62
Muhammad Husain Haekal, Op. Cit., h. 31.
63
Said bin Ali Al Qahthani, Al Hikmatu Fid Da’wah Ilallah Ta’ala, Penterjemah: Masykur Hakim dan Ubaidillah, Da’wah Islam Da’wah Bijak, Jakarta: Gema Insani Press,
1994, h. 170.
Abdullah bin Mas’ud r.a. berkata: ”Kami selalu merasa bangga sejak Umar masuk Islam.”
H.R. Bukhari. Selanjutnya ia menyatakan, ”Islamnya Umar adalah suatu kemenangan, hijrahnya adalah pertolongan, dan
kepemimpinannya adalah rahmat. Demi Allah, sebelum Umar masuk Islam kami tidak berani terang-terangan bershalat di sekitar Ka’bah. Namun ketika
masuk Islam, ia perangi mereka sehingga mereka tidak lagi mengganggu kami shalat.”
64
Umar bin Khattab termasuk sahabat dekat Rasulullah SAW. Umar bin
Khattab rela berkorban untuk melindungi Rasulullah SAW dan agama Islam, serta ikut berperang dalam peperangan yang besar di masa Rasulullah SAW.
Umar bin Khattab juga dijadikan sebagai tempat rujukan oleh Rasulullah SAW mengenai hal-hal yang penting.
65
Sewaktu terjadi perselisihan antara Quraisy dan kaum Muslimin, Umar bin Khattab sangat mengharapkan dia yang akan ditunjuk oleh Rasulullah
menjadi penengah, seperti yang biasa dilakukannya sejak nenek moyangnya dulu di zaman jahiliyah jika terjadi perselisihan di antara para kabilah. Tetapi
pilihan Rasulullah jatuh kepada Abu Ubaidah, padahal Umar begitu dekat di hatinya. Hal ini membuktikan bahwa Rasulullah menginginkan Umar tetap
berada di Madinah. Quraisy tidak puas dengan perdamaian yang ditawarkan Rasulullah agar
memberikan kebebasan orang berdakwah demi agama Allah. Mereka bahkan tetap memperlihatkan permusuhan kepada Rasulullah dan sahabat-sahabatnya.
Tatkala Rasulullah dengan kekuatan tiga ratus orang Muslimin keluar menyongsong mereka di Badr, dan Rasulullah tahu bahwa di pihak Quraisy
yang datang dengan kekuatan lebih dari seribu orang, Rasulullah
64
Said bin Ali Al Qahthani, Ibid., h. 170.
65
Ali Mufrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997, h. 52.
bermusyawarah dengan sahabat-sahabatnya. Umar bin Khattab dan Abu Bakar Ash Siddiq menyarankan untuk menghadapi tentara Quraisy.
66
Tentara muslimin menawan tujuh puluh orang Quraisy, kebanyakan pemimpin-pemimpin dan orang-orang berpengaruh di kalangan mereka. Umar
bin Khattab termasuk termasuk orang yang paling keras ingin membunuh para tawanan itu. Tetapi para tawanan itu masih ingin hidup dengan jalan
penebusan. Tetapi Umar bin Khattab menatap mereka penuh curiga. Dalam hal ini Rasulullah bermusyawarah dengan muslimin dan berakhir
dengan menerima tebusan dan Nabi membebaskan mereka. Tetapi tak lama kemudian datang wahyu dengan firman Allah ini:
⌧
”Tidak patut, bagi seorang Nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat melumpuhkan musuhnya di muka bumi. kamu menghendaki harta benda
duniawiyah sedangkan Allah menghendaki pahala akhirat untukmu. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” Q.S. al- Anfaal:67
Dengan demikian Rasulullah dan kaum muslimin sangat menghargai pendapatnya, kedudukannya makin tinggi di samping Nabi dan di kalangan
muslimin umumnya. Ia tidak dapat menyaksikan ketidak-adilan dibiarkan dan ia tidak dapat menyaksikan ketentuan agama dilanggar.
Sewaktu tokoh munafik Abdullah bin Ubay meninggal dunia. Rasulullah bermaksud mensholatkan, Umar bin Khattab segera mengingatkan tipu daya
dan kejahatan orang itu terhadap Islam, dengan membacakan firman Allah:
66
Muhammad Husain Haekal, Op. Cit., h. 46.
⌧
⌧
”Kamu memohonkan ampun bagi mereka atau tidak kamu mohonkan ampun bagi mereka adalah sama saja. kendatipun kamu memohonkan
ampun bagi mereka tujuh puluh kali, namun Allah sekali-kali tidak akan memberi ampunan kepada mereka. yang demikian itu adalah Karena mereka
kafir kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang fasik.” Q.S. at-Taubah: 80
Rasulullah tersenyum melihat semangat Umar bin Khattab demikian rupa menyerang orang yang sudah meninggal seraya katanya: ”Kalau saya
tahu dengan menambah lebih dari tujuh puluh dapat diampuni akan kutambah.” Rasulullah mensholatkan juga dan ikut mengantarkan sampai
selesai penguburan. Setelah itu datang firman Allah:
⌧ ⌧
”Dan janganlah kamu sekali-kali mensholatkan jenazah seorang yang mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri mendoakan di kuburnya.
Sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka mati dalam keadaan fasik.” Q.S. At-Taubah: 84
Pada saat Khalifah Abu Bakar meninggal dan kesedihan meliputi penduduk Madinah, maka hal itu wajar. Pada saat ’Aisyah binti Abu Bakar
beserta wanita-wanita lainnya itu menangis meratap, dan Umar bin Khattab menasihati mereka itu tetapi diacuhkan. Maka ia memerintahkan Hisyam ibn
Walid masuk ke dalam dan membawa ke luar Ummu Farwat binti Abi Kahafah, saudara perempuan dari Khalifah Abu Bakar, lalu mencambuknya
dengan cemeti. Mendengar jeritan di luar itu barulah seluruh ratap tangis itu berhenti.
67
Khalifah Abu Bakar Ash Siddiq wafat hari senin petang setelah matahari terbenam 21 Jumadil Akhir tahun ke-13 sesudah hijrah 22 Agustus 832 M.
Setelah malam tiba jenazahnya dimandikan dan dibawa ke Masjid di tempat pembaringan yang dulu dipakai Rasulullah, disholatkan dan dibawa ke makam
Rasulullah. Pemakaman dilakukan oleh Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, Talhah bin Ubaidillah dan Abdurrahman bin Abu Bakar.
68
B. Umar bin Khattab Menjadi Khalifah