Sumber metode dakwah yang terdapat di dalam al-Quran menunjukkan ragam yang banyak, seperti hikmah, nasihat yang benar dan mujadalah atau
diskusi atau berbantah dengan cara yang paling baik. Allah SWT berfirman dalam surat an-Nahl ayat 125 yang berbunyi:
☺ ☺
☺ ☺
”Serulah manusia kepada jalan Rabb-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.
Sesungguhnya Rabb-mu Dia-lah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia-lah yang lebih mengetahui orang-orang yang
mendapat petunjuk.”Q.S. an-Nahl: 125
Di bawah ini dijelaskan tentang metode-metode dakwah di atas, yaitu:
32
1. Al-Hikmah
Perkataan hikmah biasa diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan bijaksana atau kebijaksanaan. Kata hikmah dalam al-Quran
disebutkan sebanyak 20 kali baik dalam bentuk nakiroh maupun ma’rifat. Bentuk masdarnya adalah hukman yang diartikan secara makna aslinya
adalah mencegah. Jika dikaitkan dengan hukum berarti mencegah dari kezaliman, dan jika dikaitkan dengan dakwah maka berarti menghindari
hal-hal yang kurang relevan dalam melaksanakan tugas dakwah.
Al-Hikmah diartikan pula sebagai al-’Adl keadilan, al-Haq
kebenaran, al-Hilm ketabahan, al-’Ilm pengetahuan terakhir an- Nubuwwah
kenabian. Di samping itu, al-Hikmah juga diartikan sebagai menempatkan sesuatu pada proporsinya.
32
Munzier Suparta, Harjanti Hefni ed, Metode Dakwah, Jakarta: Prenada Media, 2003, h. 9.
Sebagai metode dakwah, al-Hikmah diartikan bijaksana, akal budi yang mulia, dada yang lapang, hati yang bersih, menarik perhatian orang
kepada agama atau Allah SWT. Menurut al-Ashma’i asal mula didirikan hukumah pemerintahan
ialah untuk mencegah manusia dari perbuatan zalim. Maka digunakan istilah hikmatul lijam, karena lijam cambuk atau kekang kuda itu
digunakan untuk mencegah tindakan hewan. Al-Hikmah
juga berarti tali kekang pada binatang sebagaimana dijelaskan dalam kitab Mishbahul Munir. Diartikan demikian karena tali
kekang itu membuat penunggang kudanya dapat mengendalikan kudanya sehingga si penunggang dapat mengaturnya baik untuk perintah lari atau
berhenti. Dari kiasan ini maka orang yang memiliki hikmah berarti orang yang mempunyai kendali diri yang dapat mencegah diri dari hal-hal yang
kurang bernilai atau menurut Ahmad bin Munir al-Muqri’ al-Fayumi berarti dapat mencegah dari perbuatan yang hina.
33
Para ahli dalam mendefinisikan hikmah ini bermacam-macam, antara
lain adalah: Syeikh Muhammad Abduh berpendapat bahwa, hikmah adalah
mengetahui rahasia dan faedah di dalam tiap-tiap hal. Hikmah juga digunakan dalam arti ucapan yang sedikit lafazh akan tetapi banyak
makna.
34
Diartikan pula meletakkan sesuatu pada tempat atau semestinya. Dalam Tafsir al-Manar ia juga mengartikan hikmah adalah sebagai ilmu
yang shahih benar dan sehat yang menggerakkan kemauan untuk melakukan sesuatu perbuatan yang bermanfaat.
35
Prof. DR. Toha Yahya Umar, M.A., mengartikan hikmah adalah meletakkan sesuatu pada tempatnya dengan berpikir, berusaha menyusun
33
Ahmad bin Muhammad al-Muqrib’ al-Fayumi, al-Misbahul Munir, h. 120.
34
Munzier Suparta, Harjanti Hefni ed, Op. Cit., h. 9.
35
M. Rosyad Shaleh, Manajemen Dakwah Islam, Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1993, h. 73.
dan mengatur dengan cara yang sesuai keadaan zaman dengan tidak bertentangan dengan larangan Allah SWT.
36
Ibnu Qoyyim berpendapat bahwa pengertian hikmah yang paling tepat adalah seperti yang dikatakan oleh Mujahid dan Malik yang
mendefinisikan bahwa hikmah adalah pengetahuan tentang kebenaran dan pengalamannya, ketepatan dalam perkataan dan pengalamannya.
37
Dari beberapa pengertian di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa al-Hikmah adalah merupakan kemampuan da’i dalam memilih,
memilah dan menyelaraskan teknik dakwah dengan kondisi objektif mad’u
. Di samping itu juga al-Hikmah merupakan kemampuan da’i dalam
menjelaskan doktrin-doktrin Islam serta realitas yang ada dengan argumentasi logis
dan bahasa yang komunikatif. Oleh karena itu, al- Hikmah
adalah sebagai sebuah sistem yang menyatukan antara kemampuan teoritis dan praktis dalam dakwah.
Dalam dunia dakwah, hikmah adalah penentu sukses tidaknya dakwah. Dalam menghadapi mad’u yang beragam tingkat pendidikan,
strata sosial, dan latar belakang budaya, para da’i memerlukan hikmah, sehingga ajaran Islam mampu memasuki ruang hati para mad’u dengan
tepat. Oleh karena itu, para da’i dituntut untuk mampu mengerti dan memahami sekaligus memanfaatkan latar belakangnya, sehingga ide-ide
yang diterima dirasakan sebagai sesuatu yang menyentuh dan menyejukkan qalbunya.
36
Hasanuddin, Hukum Dakwah, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996, h. 35.
37
Ibnu Qoyyim, At Tafsirul Qoyyim, h. 226.
Tidak semua orang mampu meraih hikmah, sebab Allah SWT hanya memberikannya untuk orang yang layak mendapatkannya. Barangsiapa
mendapatkannya, maka dia telah memperoleh karunia besar dari Allah SWT. Allah SWT berfirman:
☺ ☺
”Allah menganugerahkan al-Hikmah kefahaman yang dalam tentang al Quran dan as Sunnah kepada siapa yang dikehendaki-Nya.
dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. dan hanya orang-orang yang
berakallah yang dapat mengambil pelajaran dari firman Allah.” Q.S. al-Baqarah : 269
Hikmah adalah bekal da’i menuju sukses. Karunia Allah yang
diberikan kepada orang yang mendapatkan hikmah insya Allah juga akan berimbas kepada mad’unya, sehingga mereka termotivasi untuk merubah
diri dan mengamalkan apa yang disarankan da’i kepada mereka. Hikmah
merupakan pokok awal yang harus dimiliki oleh seorang da’i
dalam berdakwah. Karena dari hikmah ini akan lahir kebijaksanaan- kebijaksanaan dalam menerapkan langkah-langkah dakwah baik secara
metodologis maupun praktis. Oleh karena itu, hikmah yang memiliki
multidefinisi mengandung arti dan makna yang berbeda tergantung dari
sisi mana melihatnya.
2. Al-Mau’idzatil al-Hasanah