19
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Perbankan dalam kehidupan suatu negara adalah salah satu agen pembangunan agent of development. Fungsi utama dari perbankan adalah
sebagai lembaga yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kembali ke masyarakat dalam bentuk kredit atau
pembiayaan. Fungsi inilah yang lazim disebut sebagai intermediasi keuangan financial intermediary function. Dana yang terkumpul di bank dalam
kehidupan suatu negara akan dijadikan sebagai sumber dana dari keberlangsungan pembangunan. Mengingat fungsi perbankan yang sangat
penting, tidak heran jika lembaga keuangan berupa bank sebagai lembaga yang sarat akan pengaturan baik ditingkat undang-undang maupun pada
peraturan teknis pelaksanaan yang tertuang dalam berbagai Peraturan Bank Indonesia PBI.
Secara historis perbankan di Indonesia sudah dimulai sejak zaman kolonialis Belanda. Pada waktu itu operasional bank mendasarkan pada sistem
bunga. Dalam hal bank memberikan jasa kepada nasabah, maka imbalan yang diminta bank berupa fee. Hal tersebut terus berlangsung pada era kemerdekaan
dengan dilakukan nasionalisasi terhadap bank-bank milik Belanda, antara lain De Javasche Bank
dinasionalisasi menjadi Bank Indonesia dengan Undang- Undang Nomor 14 Tahun 1951, Bank Escompto yang semula bernama
20 Nederlansche Indische Handlesbank
NIH dinasionalisasi menjadi Bank Dagang Negara dengan Undang-Undang Nomor 13Prp1960, dan sebagainya.
Periode 1959-1966 atau yang dikenal masa Orde Lama menunjukkan bahwa perkembangan sektor perbankan di Indonesia banyak dintervensi oleh
kepentingan politik, karena pada waktu itu pemerintahan yang berkuasa sedang melakukan berbagai perjuangan politik, seperti konfrontasi
pengembalian wilayah Irian Barat, konfrontasi dengan Malaysia, pembentukan sistem Ekonomi Terpimpin dengan Rencana Pembangunan Semesta, sejumlah
proyek mandataris, dan lain-lain yang semuanya dibiayai dengan defisit spending
defisit anggaran dan APBN Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Pada masa ini juga tingkat inflasi yang terjadi mencapai 650 ,
sehingga terjadi pelarian modal keluar negeri secara besar-besaran capital flight
yang mengakibatkan terganggunya proses pembangunan. Pada masa Orde Baru kondisi kehidupan perbankan yang memprihatinkan
mulai dibenahi, antara lain dengan mengeluarkan regulasi baru berupa Undang-Undang Pokok Perbankan Nomor 14 tahun 1967, yang didalamnya
memuat pokok-pokok penting dalam Perbankan, antara lain : 1. Tata perbankan harus merupakan suatu kesatuan sistem yang menjamin
adanya kesatuan pimpinan dalam mengatur seluruh perbankan di Indonesia serta mengawasi pelaksanaan kebijakan moneter pemerintah di
bidang perbankan. 2. Memobilisasi dan mengembangkan seluruh potensi nasional yang
bergerak di bidang perbankan berdasarkan asas-asas demokrasi ekonomi.
21 3. Membimbing dan memanfaatkan segala potensi tersebut di atas bagi
kepentingan ekonomi rakyat. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan merupakan dasar hukum bagi dual banking system di Indonesia, yang berarti adalah umum kovensional
juga diperkenankan memberikan layanan secara syariah melalui mekanisme islamic window
. Untuk melakukan hal itu terlebih dahulu perlu dibentuk Unit Usaha Syariah berupa unit kerja di kantor pusat bank umum konvensional
yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang syariah dan atau unit syariah.
Lembaga keuangan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: lembaga keuangan depositori depository financial institution yang disebut lembaga
keuangan bank dan lembaga keuangan non depositori non depository financial instituton
yang disebut lembaga keuangan non bank. Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup
kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka
meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang
perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 yaitu tentang Perbankan. Dalam menghadapi perkembangan perekonomian nasional yang
22 senantiasa bergerak cepat, kompetitif, dan terintegrasi dengan tantangan yang
semakin kompleks serta sistem keuangan yang semakin maju, diperlukan penyesuaian kebijakan dibidang ekonomi, termasuk perbankan. Dalam
memasuki era globalisasi dan dengan telah diratifikasinya beberapa perjanjian Internasional dibidang perdagangan dan jasa, diperlukan penyesuaian terhadap
peraturan perundang-undangan di bidang perekonomian, khususnya sektor perbankan.
Kegiatan menghimpun dana dari masyarakat oleh siapa pun pada dasarnya merupakan kegiatan yang perlu diawasi, mengingat dalam kegiatan itu terkait
kepentingan masyarakat yang dananya disimpan pada pihak yang menghimpun dana tersebut. Secara umum, perbankan merupakan suatu jenis
bisnis yang sangat unik adalah mengenai peraturan yang sedemikian banyak memagari seluruh transaksinya. Hal ini sebenarnya merupakan tindakan
preventif untuk mengamankan dana masyarakat yang dihimpun oleh bank, sehingga bank akan tetap eksis sebagai lembaga kepercayaan masyarakat. Dari
pihak internal bank, peraturan dibuat sedemikian rupa untuk menghindari resiko yang akan membawa kerugian material ataupun nonmaterial. Selain
menjalankan fungsinya sebagai intermediaries penghubung antara pihak yang membutuhkan dana deficit unit dengan pihak yang berkelebihan dana
surplus unit, bank konvensional dan bank syariah dapat pula melakukan berbagai jenis pelayanan jasa perbankan kepada nasabah dengan mendapat
imbalan berupa sewa atau keuntungan. Pada dasarnya lembaga keuangan bank
23 sebagai lembaga intermediasi memiliki peran yang sangat strategis, antara
lain: 1. Pengalihan aset Asset Transmutation bank dan lembaga keuangan bukan
bank akan memberikan pinjaman kepada pihak yang membutuhkan dana dalam jangka panjang tertentu yang telah disepakati. Pengalihan aset dapat
juga terjadi jika bank dan lembaga keuangan bukan bank menerbitkan sekuritas sekunder yang diterbikan oleh unit defisit.
2. Likuiditas, berhubungan dengan kemampuan memperoleh uang tunai pada saat dibutuhkan
3. Realokasi pendapatan, banyak individu menyisihkan dan merealokasikan pendapatannya untuk persiapan menghadapi waktu yang akan datang
4. Transaksi, lembaga keuangan memberikan berbagai kemudahan kepada pelaku ekonomi untuk melakukan transaksi barang dan jasa
5. Efisiensi, lembaga keuangan dapat menurunkan biaya transaksi dengan jangkauan pelayanannya dan juga memperlancar serta mempertemukan
pihak-pihak yang saling membutuhkan. Kegiatan usaha Bank Umum meliputi:
a. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, danatau bentuk
lainnya yang dipersamakan dengan itu memberikan kredit b. menerbitkan surat pengakuan hutang membeli dan menjual atau
menjamin atas risiko sendiri maupun untuk kepentingan dan atas perintah nasabahnya
24 c. memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk
kepentingan nasabah d. menempatkan dana pada, meminjam dana dari, atau meminjamkan
dana kepada pihak lain, baik dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dengan wesel unjuk, cek atau sarana lainnya
e. menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan atau antar pihak ketiga
f. menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga g. melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain
berdasarkan suatu kontrak h. melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lainnya
dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek i. membeli melalui pelelangan agunan baik semua maupun sebagian
dalam hak debitur tidak memenuhi kewajiban kepada bank, dengan ketentuan agunan yang dibeli tersebut wajib dicairkan secepatnya
j. melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit dan kegiatan wali amanat
k. menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai dengan ketentuan yang diterapkan dalam Peraturan Pemerintah
l. melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang ini dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
25 Begitu banyak jenis bank yang ada didunia, dan akan makin bertambah
banyak lagi seiring dengan perkembangan zaman. Beberapa jenis bank dan jenis usahanya yang ada sekarang misalnya: dilihat dari segi pelayanannya,
sistem yang dipakai, produk-produk unggul dalam dunia perbankan, instrumen-instrumen surat-surat berharga dan jasa usaha lainnya. Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan setiap bank hanya dapat menjalankan kegiatan usaha secara konvensional atau bagi hasil. Hal ini
dapat kita lihat dalam ketentuan Pasal 6 PP No. 72 Tahun 1992 yang secara tegas dikatakan:
1. Bank umum atau bank perkreditan rakyat yang kegiatan usahanya semata- mata berdasarkan prinsip bagi hasil tidak diperkenankan melakukan
kegiatan usaha yang tidak berdasarkan prinsip bagi hasil. 2. Bank umum atau bank perkreditan rakyat yang kegiatan usahanya tidak
berdasarkan prinsip bagi hasil, tidak diperkenankan melakukan kegiatan usaha yang berdasarkan prinsip bagi hasil.
Keberadaan bank syariah di Indonesia semakin kokoh dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Undang- undang ini cakupannya lebih luas, bahwa bank syariah tidak semata-mata
melakukan kegiatan usahanya berdasarkan bagi hasil melainkan bank yang memberikan produk-produknya berdasarkan prinsip syariah. Prinsip-prinsip
syariah diantaranya:
26 1. Akad Tabarru’
Akad Tabarru’ digunakan untuk tujuan saling menolong tanpa mengharapakan balasan kecuali dari Allah SWT. Dengan demikian
masing-masing pihak yang terlibat tidak dapat mengambil keuntungan profit dari jenis transaksi ini. Jenis-jenis transaksi yang tergabung
didalam akad tabarru’ antara lain: a. Qardh adalah pemberian harta benda kepada orang lain yang dapat
ditagih atau diminta kembali atau dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan
b. Rahn adalah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya
c. Hawalah adalah pengalihan hutang dari orang yang berhutang kepada orang lain yang wajib menanggungya artinya ada satu pihak yang
meminjamkan hutang pihak lain d. Wakalah adalah penyerahan, pendelegasian atau pemberian amanat
e. Wadiah adalah titipan murni dari satu pihak ke pihak lain, baik individu maupun badana hukum yang harus dijaga dan dikembalikan
kapan saja si penitip menghendaki f. Kafalah adalah jaminan yang diberikan oleh penanggung kepada pihak
ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung g. Hibah adalah jika salah satu pihak memberikan suatu obyek yang
berbentuk uang ataupun obyek lainnya tanpa disertai kewajiban mengembalikan
27 h. Waqah adalah jika salah satu pihak memberikan suatu obyek kepada
Allah yang tidak dapat diperjualbelikan, dan digunakan untuk kemaslahatan masyarakat.
2. Akad Tijarah Akad tijarah digunakan dalam transaksi dengan tujuan mencari
keuntungan. Dengan demikian, masing-masing pihak yang terlibat dapat mengambil keuntungan profit dari jenis transaksi ini.
Gambar 1.1 Skema Akad Tijarah
Boleh
.
Tidak boleh
Sumber: Zulkifli, Sunarto. 2003. Panduan Transaksi Perbankan Syariah. Jakarta: Zikrul Hakim
a. Natural Certainty Contract NCC Natural Certainty Contract adalah jenis kontrak transaksi dalam bisnis
yang memiliki kepastian keuntungan dan pendapatan, baik dari segi jumlah maupun waktu penyerahannya, yang dimaksud dengan
Akad Tijarah
Akad Tabarru’
x
28 memiliki kepastian adalah masing-masing pihak yang terlibat dapat
melakukan prediksi
terhadap pembayaran
maupun waktu
pembayarannya. b. Natural Uncertanty Contract NUC
Natural Uncertanty Contract NUC adalah suatu jenis kontrak dalam transaksi dalam bisnis yang tidak memiliki kepastian atas keuntungan
dan pendapatan, baik dari segi jumlah maupun waktu penyerahannya.
Gambar 1.2
Skema Natural Uncertanty Contract
Gharar
Riba Nasi’ah
Sumber: Zulkifli, Sunarto. 2003. Panduan Transaksi Perbankan Syariah. Jakarta: Zikrul Hakim.
c. Wa’ad dan Akad Wa’ad adalah janji dari suatu satu pihak kepada pihak lainnya yang
tidak mengikat. Sedangkan akad adalah kontrak antara dua pihak atau lebih yang lebih bersifat mengikat masing-masing pihak yang terlibat
termasuk pengenaan sanksi manakala terjadi wanprestasi atas kesepakatan yang disepakati.
Dalam urusan Bank, biasanya pembeli memberi tahu jenis barang yang dikehendakinya serta sifat-sifat barang itu. Kemudian Bank membeli barang
NCC
NUC
29 tersebut. Undang-undang ini pula yang mengadopsi sistem perbankan ganda
dual banking system, sehingga suatu bank umum konvensional juga diberikan hak untuk memberikan layanan syariah kepada nasabah.
Namun seberapa besar Perbedaan sistem pemberian kredit pada Bank Konvensional dengan sistem pembiayaan murabahah pada Bank Syariah,
khususnya pada PT. Bank Mandiri Persero, Tbk dengan PT. Bank DKI Syariah Persero, Tbk, belum diketahui secara pasti, untuk itu penulis
mencoba menelitinya dalam bentuk skripsi yang berjudul “Analisis Perbedaan Sistem Pemberian Kredit Pada Bank Konvensional Dengan
Sistem Pembiayaan Murabahah Pada Bank Syariah Studi kasus pada PT. Bank Mandiri Persero, Tbk dengan PT. Bank DKI Syariah
Persero, Tbk”.
Berdasarkan penelitian sebelumnya Penelitian Wardah Yuspin 2006, dalam menganalisis Penerapan Prinsip Syariah dalam Pelaksanaan Akad
Murabahah, yang tujuannya bahwa pelaksanaan prinsip syariah dalam akad murabahah sudah sesuai dengan fatwa MUI, penelitian Rumiati 2002, dalam
mengenai Evaluasi Penerapan Pembiayaan Murabahah pada PT BNI Persero
Tbk Kantor Cabang Syariah Medan, yang tujuannya untuk mengetahui penerapan pembiayaan murabahah yang diterapkan oleh PT BNI Persero
Tbk Kantor Syariah Cabang Medan dan apakah penerapannya telah sesuai dengan PSAK 59. Dalam hal ini penelitian dimaksudkan untuk
mendeskripsikan bagaimana penerapan sistem pembiayaan murabahah, penelitian yang dilakukan Aries Muftie 2001, dalam mengenai Konsep dan
30 Aplikasi Pembiayaan Syariah, bahwa penjualan dengan margin adalah
perjanjian jual beli suatu barang antara pemilik barang dengan pembeli. Dalam proses penentuan harga barang itu, pemilik yang menetapkan jumlah
keuntungannya. Dari penelitian diatas tidak membahas perbedaan antara pemberian kredit
dengan murabahah hanya aplikasi dan penerapan pembiayaan syariah. Berdasarkan pada fenomena tersebut, maka diperlukan suatu kajian yang
mendalam untuk mengetahui sebab-sebab terjadinya masalah serta untuk mengetahui langkah-langkah pemecahan masalah melalui suatu kegiatan
penelitian dengan mengambil judul, Analisis Perbedaan Sistem Pemberian Kredit Pada Bank Konvensional Dengan Sistem Pembiayaan Murabahah
Pada Bank Syariah Studi kasus pada PT. Bank Mandiri Persero, Tbk dengan PT. Bank DKI Syariah Persero, Tbk”.
B. Perumusan Masalah