39
BAB III EKSISTENSI BADAN PENASEHATAN PEMBINAAN
DAN PELESTARIAN PERKAWINAN BP4
A. Gambaran Umum tentang BP4
1. Pengertian dan Sejarah Singkat Berdirinya BP4
Badan  Penasihatan  Pembinaan  dan  Pelestarian  Perkawinan  atau  yang biasa  disingkat  dengan  sebutan  BP4  adalah  merupakan  organisasi  semi  resmi
yang  bernaung  di  bawah  Departemen  Agama  yang  bergerak  dalam  bidang konsultasi  hukum  atau  pemberian  nasihat  perkawinan,  perselisihan  dan
perceraian
1
.  Atau  dapat  juga  diartikan  sebagai  badan  yang  bertindak  sebagai konsultan perkawinan dan perceraian mengenai nikah, talak, dan rujuk.
BP4 sebagai  badan  yang memusatkan perhatian  dan kegiatannya pada pembinaan  keluarga  mempunyai  kedudukan  yang  sangat  penting  terutama
dalam situasi masyarakat kita, di mana pergeseran nilai daripada norma-norma yang  ada  semakin  merata.  Sebab  pergeseran  nilai  daripada  norma-norma  itu
lebih  terlihat  dalam  kehidupan  masyarakat  pada  umumnya  dan  dalam kehidupan para remaja atau generasi muda pada khususnya. Apabila orang tua
kurang  menyadari  gejala  ini  dan  tidak  berusaha  menyelami  kehidupan  para remaja atau anak-anaknya, maka pergeseran nilai ini akan menjadi perbenturan
1
Lembaga  Pengkajian  Kebudayaan  Nusantara  LPKN,  Kamus  Besar  Ilmu  Pengetahuan, Jakarta: Golo Riwu, 1997, h. 88.
40
nilai  yang  mewujudkan  apa  yang  disebut  dengan  generation  gap.  Dan  dalam keadaan  yang  seperti  ini,  secara  eksistensi  keluarga  menghadapi  sebuah
bencana yang suatu saat bisa mengancam kerukunan rumah tangga
2
. Kelahiran  BP4  dalam  bidang  konsultasi  perkawinan  dan  keluarga
adalah  sebagai  perwujudan  daripada  rasa  tanggung  jawab  untuk  mengatasi konflik  atau  perselisihan  dan  perceraian  dalam  upaya  mewujudkan  keluarga
sakinah, mawaddah warahmah. Beranjak  dari  sebuah  rasa  keprihatinan  yang  timbul  karena  tingginya
angka  perceraian  di  Indonesia,  yang  pada  tahun  1950  sampai  dengan  tahun 1954  dari  data  statistik  perkawinan  di  seluruh  Indonesia  mencapai  60-80
rata-rata  1300-1400  kasus  perceraian  perhari,  bahkan  angka  tersebut  lebih besar  dibandingkan  dengan  angka  pernikahan  yang  terjadi  pada  waktu  itu.
Maka,  almarhum  Bpk.  H.  M.  Nasaruddin  Latif  mencetuskan  dan memasyarakatkan  keberadaan  BP4  pada  tanggal  4  April  1954  di  Jakarta
bersama  dengan  Seksi  Penasihatan  Perkawinan  SPP  pada  Kantor  Urusan Agama se-Kotapraja Jakarta Raya.
Kemudian,  pada  tanggal  3  Oktober  1954  almarhum  Bpk.  Abdur  Rauf Hamidy atau yang lebih dikenal dengan sebutan Pak Arharta juga membentuk
organisasi  yang bergerak dalam bidang  yang sama  yaitu dengan nama Badan Penasihatan Perkawinan dan Penyelesaian Perkawinan BP4.
2
Departemen Agama RI, Badan Penasehatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan,  Hasil Musyawarah  Nasional  BP4  XII  dan  Pengukuhan  Keluarga  Sakinah,  Jakarta:  Departemen  Agama,
2001, h. 54.
41
Permasalahan  yang dominan dan urgen penyelesaiannya adalah  angka talak  perceraian  yang  luar  biasa  tingginya  dalam  kompulasi  kasus  lokal
maupun  secara  statistika  nasional.  Kondisi  yang  rawan  bagi  masa  depan bangsa  itu  berulang-ulang  kali  digubris  oleh  Bapak  Nasaruddin  Latif  dalam
pidato-pidato  dan  tulisan-tulisannya,  yang  menurutnya  apabila  diadakan pemilihan juara mengenai tentang tingginya angka perceraian di seluruh dunia,
Indonesia  kalau  tidak “menggondol”  juara  satu,  sekurang-kurangnya  akan
mendapat  nomor  dua.  Akibat  labilnya  perkawinan  dan  perceraian  yang sewenang-wenang, maka kaum wanita atau janda yang banyak menderita dan
banyak  anak-anak  yang  akan  terlantar.  Sehingga  tidak  hanya  merusak  sendi- sendi  kehidupan  kemasyarakatan,  bahkan  juga  akan  meruntuhkan  akhlak  dan
kepribadian serta
meluasnya kemaksiatan.
Adanya Undang-Undang
Perkawinan  sekalipun,  belum  cukup  menjamin  100  keteguhan  perkawinan dan keharmonisan keluarga.
Pada  tahun  1956  atas  prakarsa  dari  H.  S.  M.  Nasaruddin  Latif diselenggarakan musyawarah yang diikuti oleh wakil-wakil dari 21 organisasi
wanita yang sebagian besar tergabung dalam KOWANI, di mana secara bulat menyepakati  Seksi  Penasihatan  Perkawinan  dikembangkan  menjadi
“Panitia Penasi
hatan Perkawinan dan Penyelesaian Perkawinan” atau yang disingkat dengan  P5  yang  diketuai  oleh  Ny.  SR  Poedjotomo  dan  H.S.  M.  Nasaruddin
Latif  sebagai  penasihat.  Wadah  baru  ini  berstatus  sebagai  organisasi kemasyarakatan  yang  bergerak  di  bidang  usaha  mengurangi  perceraian  dan
42
mempertinggi  nilai  perkawinan.  Gerak  langkah  P5  kemudian  meluas  sampai ke  daerah-daerah  di  luar  Jakarta,  seperti  Malang,  Surabaya  Kediri,  Lampung,
dan Kalimantan. Daerah-daerah tersebut dikunjungi oleh H. S. M. Nasaruddin Latif dalam rangka memasyarakatkan P5 dan membentuk cabang setempat.
Sedangkan pada tahun 1958 bersama Ibu Hj. Alfiyah Muhadi, Ibu KH. Anwar  Musaddad  dan  Ibu  Hj.  Samawi  di  Yogyakarta,  Jawa  Timur  dan  Jawa
Tengah  berdiri  Badan  Kesejahteraan  Rumah  Tangga  BKRT.  Kemudian, dikukuhkanlah  kepengurusan  yang  permanen  yang  diketuai  oleh  Kepala
Kantor Urusan Agama KUA Daerah Istimewa Yogyakarta, Bapak KH. Farid Ma’ruf.  Sedangkan  di  kabupaten  dibentuk  juga  Balai  BKRT  yang  langsung
diketuai  oleh  kepala  KUA  kabupaten.  Bagi  aparat  Departemen  Agama  pada waktu  itu,  pembentukan  lembaga  tersebut  memang  merupakan  kebutuhan
mendesak  dalam  upaya  mengatasi  banyaknya  problematika  perkawinan  dan rumah  tangga  yang  terjadi  di  daerah-daerah  di  Indonesia.  Sedangkan  dalam
skala  luas,  lembaga  ini  cukup  menunjang  misi  Departemen  Agama  dalam upaya pembinaan keluarga dan kehidupan beragama.
Berdua  dengan  Arharta  yang  juga  membentuk  cabang  Badan Penasihatan Perkawinan  di  beberapa kota lainnya, H. S. M. Nasaruddin  Latif
membina  dan  mengembangkan  peran  dan  profesi  penasihatan  perkawinan marriage  counseling  di  Indonesia.  Sampai  saatnya,  dalam  pertemuan
pengurus Badan Penasihatan Perkawinan Tingkat 1 se-Jawa yang dilaksanakan pada  tanggal  3  Januari  1960,  disepakati  gagasan  peleburan  organisasi-
43
organisasi  penasihatan  perkawinan  yang  bersifat  lokal  itu  menjadi  badan nasional  yang  diberi  nama  Badan  Penasihatan  Perkawinan  dan  Penyelesaian
Perceraian atau disingkat menjadi BP4. Kesepakatan  tersebut,  setelah  dibahas  dalam  konferensi  Dinas
Departemen  Agama  ke  VII  yang  berlangsung  pada  tanggal  25-30  Januari 1960,  di  Cipayung,  Bogor,  kemudian  dikukuhkan  melalui  Surat  Keputusan
Menteri  Agama  RI  Nomor  85  Tahun  1961,  dengan  demikian  BP4  resmi terbentuk secara nasional dengan berpusat di Jakarta dan mempunyai cabang-
cabang di seluruh Indonesia. Pembentukan  BP4,  menurut  Dra.  Zubaidah  Muchtar,  sedikitnya
didorong  oleh  tiga  hal.  Yakni  tingginya  angka  perceraian,  banyaknya perkawinan di bawah umur, dan praktek poligami yang tidak sehat. Pada tahun
1950-an,  sebagaimana  telah  disebutkan  sebelumnya,  angka  perceraian  pernah mencapai 50-60 persen dan itu didorong oleh adanya perlakuan semena-mena
terhadap wanita. Akibatnya, banyak anak-anak yang menjadi korban, dan tidak sedikit  istri  yang  tidak  menentu  nasibnya  karena  para  suami  sering
meninggalkan istri dan anak-anaknya begitu saja tanpa pesan dan kesan. Kemudian, seiring dengan berjalannya waktu  yang terus berputar, dari
sejak  berdirinya  BP4  telah  terasa  perannya  yang  begitu  sangat  berarti  bagi “dunia”  perkawinan  dan  yang  lebih  penting  lagi  yaitu  salah  satu  usahanya
dalam  memperjuangkan  lahirnya  sebuah  Undang-undang  yang  mengatur tentang  masalah  perkawinan.  Akan  tetapi,  pada  saat  itu  sebagian  besar
44
penduduk Indonesia yang mayoritas memeluk agama Islam belum ada undang- undang  yang  mengatur  tentang  hukum  perkawinan  mereka.  Hal  ini  lah  yang
mendorong diadakannya kongres perempuan Indonesia pada tahun 1968 yang membahas tentang keburukan-keburukan yang terjadi dalam perkawinan umat
Islam, pembahasan tersebut terjadi bukan dikarenakan tidak adanya peraturan dalam  Islam  tentang  masalah  perkawinan,  akan  tetapi  lebih  dikarenakan
banyak  orang  yang  tidak  mentaati  “rambu-rambu”  dalam  perkawinan disebabkan  tidak  adanya  aturan  atau  undang-undang  perkawinan  yang
memberikan sanksi atau hukuman terhadap orang yang melanggar. Maka  setelah  melalui  perjalanan  panjang  sejak  tahun  1962  di  mana
BP4  mendesak  pemerintah  agar  segera  membuat  dan  mengesahkan  undang- undang  tentang  perkawinan,  pada  tanggal  2  Januari  1974  keluarlah  Undang-
undang  Republik  Indonesia  Nomor  1  tahun  1974  tentang  perkawinan. Walaupun  dalam  rancangan  undang-undang  tersebut  yang  diajukan  ke  DPR
ada  beberapa  hal  yang  bertentangan  dengan  agama  Islam,  tetapi  keberadaan undang-undang  ini  sangat  membantu  dan  mendukung  berlakunya  hukum
perkawinan  umat  Islam.  Dengan  keluarnya  Undang-undang  RI  Nomor  1 Tahun  1974  tentang  perkawinan  ini,  maka  tercapailah  cita-cita  BP4.  Terlebih
dengan dicantumkannya pasal 39 ayat 1 yang menetapkan bahwa perceraian hanya  dapat  dilakukan  di  depan  sidang  pengadilan.  Berdasarkan  ketentuan
tersebut,  terbukti  angka  perceraian  menurun  secara  drastis.  Angka  perceraian yang pada tahun 1975 masih sekitar 25 maka tahun 1976 menurun menjadi
45
10,29.  Bertolak  dari  ketentuan  tersebut,  BP4  tidak  lagi  bertugas menyelesaikan perceraian dan hanya tugasnya hanya semata-mata memberikan
penasihatan. Oleh karena itu, maka berdasarkan Keputusan Menteri Nomor 30 tahun  1977,  BP4  berubah  namanya  menjadi  Badan  Penasihat  Perkawinan,
Perselisihan dan Perceraian BP4 dan dinyatakan sebagai satu-satunya badan semi  penunjang  sebagian  tugas  Departemen  Agama  di  bidang  penasihatan
perkawinan, perselisihan rumah tangga dan perceraian.
2. Tujuan Berdirinya BP4
Secara  formil  tujuan  daripada  dibentuknya  BP4  dirumuskan  untuk mempertinggi  nilai  perkawinan  dan  terwujudnya  tatanan  rumah  tangga  yang
sejahtera dan bahagia menurut tuntunan Islam. Sebagaimana tercantum dalam anggaran  dasar  BP4  pasal  5,  yang  menyebutkan  bahwa  tujuan  BP4  adalah
mempertinggi mutu perkawinan guna terwujudnya rumah tangga atau keluarga yang  sakinah  menurut  ajaran  Islam  untuk  mencapai  masyarakat  dan  bangsa
Indonesia yang maju, mandiri, dan sejahtera baik material maupun spiritual. Adapun untuk mencapai tujuan tersebut di atas, maka BP4 melakukan
beberapa usaha-usaha sebagaimana tersebut dalam Anggaran Dasar BP4 pada pasal  4  dan  5,  BP4  mempunyai  pokok-pokok  upaya  dan  usaha  sebagai
berikut
3
:
3
BP4  Pusat,  Hasil  Musyawarah  Nasional  BP4  XII  dan  Pengukuhan  Nasional  Keluarga Sakinah, Jakarta: BP4 Pusat, 2001, h. 94-95.
46
a. Memberikan bimbingan dan penasihatan dan penerangan mengenai nikah,
talak  cerai  dan  rujuk  kepada  masyarakat  baik  perorangan  maupun kelompok.
b. Memberikan bimbingan dan penyuluhan Agama, UU Perkawinan, Hukum
Munakahat,  UU  Peradilan  Agama,  Kompilasi  Hukum  Islam  KHI,  dan hal-hal  lain  yang  berkaitan  dengan  hukum  keluarga  dan  adat  istiadat
Ahwal Syakhsiyah. c.
Memberikan bantuan dalam mengatasi masalah perkawinan, keluarga dan perselisihan rumah tangga.
d. Bekerja  sama  dengan  instansi,  lembaga  dan  organisasi  yang  memiliki
kesamaan tujuan baik di dalam maupun di luar negeri. e.
Menerbitkan  dan  menyebarluaskan  majalah  perkawinan  dan  keluarga, buku, brosur, dan media elektronik yang dianggap perlu.
f. Menyelenggarakan  kursus  calon  pengantin,  penataran  atau  pelatihan,
diskusi,  seminar  dan  kegiatan-kegiatan  sejenis  lainnya  yang  berkaitan dengan perkawinan dan keluarga.
g. Menyelenggarakan  pendidikan  keluarga  untuk  peningkatan,  penghayatan
dan  pengalaman  nilai-nilai  keimanan,  ketakwaan  dan  akhlaqul  karimah dalam rangka membina Keluarga Sakinah.
h. Berperan  serta  aktif  dalam  kegiatan  lintas  sektoral  yang  bertujuan  untuk
membina Keluarga Sakinah. i.
Meningkatkan upaya pemberdayaan ekonomi keluarga.
47
j. Upaya  dan  usaha  lain  yang  dipandang  perlu  dan  bermanfaat  untuk
kepentingan organisasi serta bagi kebahagiaan dan kesejahteraan keluarga. Kemudian dari usaha-usaha tersebut di atas, BP4 telah menjabarkannya
dalam beberapa kegiatan, di antaranya adalah sebagai berikut
4
: a.
Membentuk  Korps  Penasihatan  Perkawinan  BP4  di  semua  tingkatan Pusat, Propinsi, KabupatenKota dan Kecamatan
b. Menyelenggarakan penataran bagi anggota korps penasihatan perkawinan
BP4 c.
Memberikan penasihatan perkawinan bagi calon pengantin d.
Memberikan buku-buku tentang membina  keluarga bahagia sejahtera e.
Memberikan penasihatan bagi pasangan yang mengajukan gugatan cerai ke Pengadilan Agama
f. Memberikan  majalah  nasihat  perkawinan  dan  keluarga  sekarang  diubah
menjadi perkawinan dan keluarga yang disebarkan di seluruh Indonesia g.
Membuka  biro  penasihatan  dan  konsultasi  keluarga  di  tingkat  pusat  dan propinsi
h. Menyelenggarakan pendidikan kerumahtanggaan bagi remaja usia nikah
i. Membuka penasihatan perkawinan melalui hot line telepon
j. Menyelenggarakan pemilihan ibu  teladan tiap tiga bulan sekali pada tiap
tingkatan
4
Zamhari  Hasan,  “Peranan  BP4  Dalam  Menurunkan  Angka  Perceraian”,  Makalah  Loka Karya, Jakarta: BP4 Pusat,1997, h. 3.
48
k. Menyelenggarakan  seminar,  loka  karya,  dan  sebagainya  yang  ada
relevansinya dengan upaya pembinaan keluarga bahagia dan sejahtera l.
Membuka biro konsultasi jodoh. Dr.  H.  Ali  Akbar  mengatakan,  bahwa  usaha  BP4  yang  paling  berat
adalah dalam
hal mencegah
terjadinya perceraian,
menyelesaikan percekcokan, dan pertikaian rumah tangga yang sangat banyak ragamnya, baik
yang  disebabkan  oleh  faktor  kepribadian  yang  ada  dalam  diri  manusia  itu sendiri  atau  faktor-faktor  lain  yang  tentu  saja  akan  sangat  mempengaruhi
keharmonisan dalam rumah tangga
5
. Sedangkan, menurut M. Fuad Nasar, usaha yang harus yang dilakukan
untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan melalui perbaikan dan pembinaan yang  mesti  ditempuh  secara  pragmatis  dan  juga  melalui  tahap-tahap  kerja
keras yang berkonsen, berorientasi dan berkesinambungan
6
.
3. Tugas dan Wewenang BP4
BP4  lahir  sebagai  suatu  gerak  usaha  untuk  mewujudkan  masyarakat yang  adil  dan  makmur,  berdasarkan  Pancasila  dan  Undang-Undang  Dasar
1945 serta yang diridhoi oleh Allah SWT. Masyarakat adil dan makmur berarti masyarakat yang sejahtera lahir dan batin.
5
Ali  Akbar,  “Meningkatkan  Usaha  BP4  Dalam  Penasehatan”,  Problematika  Pelaksanaan Undang-Undang  Perkawinan  dan  Keluarga,  Majalah  Nasehat  Perkawinan  dan  Keluarga,  Jakarta:
BP4 Pusat, 1996, edisi Januari No283, h. 17.
6
M. Fuad Nasar, “Peranan BP4 Dalam Pembinaan Keluarga”, Majalah Nasehat Perkawinan
dan Keluarga , Jakarta: BP4 Pusat, 1996, edisi Januari No. 283, h. 8.
49
Maka  BP4  yang  bertujuan  mempertinggi  nilai  perkawinan  dan terwujudnya  rumah  tangga  yang  bahagia  menurut  ajaran  Islam  adalah  tepat
dan  sesuai  dengan  kebutuhan  masyarakat  serta  sejalan  dengan  rencana pembangunan materiil dan spiritual yang harus kita laksanakan.
Dalam Anggaran Dasar BP4 disebutkan bahwa organisasi ini bertujuan untuk  mempertinggi  mutu  perkawinan  guna  terwujudnya  rumah  tangga  atau
keluarga  yang  sakinah  menurut  ajaran  Islam  untuk  mencapai  masyarakat  dan bangsa Indonesia yang maju, mandiri, dan sejahtera baik materil dan spiritual.
Selanjutnya, di dalam diktum pertimbangan Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 30 tahun 1977 dinyatakan kembali bahwa:
“ Untuk kelancaran pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974  tentang Perkawinan dan Peraturan  Pelaksanaan dipandang  perlu
menegaskan  pengakuan  BP4  dalam  Keputusan  Menteri  Agama  Republik Indonesia  Nomor  85  Tahun  1961,  begitu  pula  pembinaan  badan  tersebut
sebagai  satu-satunya  badan  yang  berusaha  pada  bidang  penasihatan perkawinan  dan  pengurangan  perceraian  dalam  rangka  menunjang  tugas
Departemen Agama di bidang bimbingan Masyarakat Islam serta memberikan penyuluhan agama bagi masyarakat sehingga terbentuk keluarga yang sakinah,
mawaddah warrahmah”
7
.
7
Ahmad  Abdulgani  Abdullah,  Himpunan  Peraturan  Peradilan  Agama,  Jakarta: Intermasa,1991, h. 519.
50
Jika dilihat dari tugas dan fungsinya, penasihatan yang dilakukan oleh BP4 tersebut telah banyak diadakan baik melalui penasihatan secara langsung
dalam  penataran  terhadap  para  pasangan  calon  pengantin  yang  hendak melangsungkan  akad  nikah  maupun  melalui  media  BP4  lainnya.  Selain  itu,
BP4  bertugas  juga  untuk  memberikan  bimbingan  dan  penyuluhan  tentang Undang-Undang  Republik  Indonesia  Nomor  1  Tahun  1974  tentang
perkawinan  kepada  masyarakat.  Penerangan  agama  yang  dilakukan  oleh  BP4 juga  akan  sangat  berjasa  bila  secara  sederhana  setiap  masyarakat,  setidak-
tidaknya  agar  yang  berkepentingan  mengerti  isi  pokok  daripada  Undang- Undang Perkawinan serta peraturan pelaksanaannya
8
. Dalam kaitannya dengan tugas dan wewenang BP4 ini, Mustoha lebih
lanjut  mengatakan  bahwa  upaya  penurunan  angka  perceraian  dan meningkatkan  mutu  Keluarga  Sakinah  adalah  merupakan  sebagian  tugas  dan
wewenang  BP4.  Secara  historis  tugas  tersebut  setidaknya  telah  melekat  pada BP4  sejak  tahun  1960-an  yaitu  dengan  dikeluarkannya  Surat  Menteri  Agama
Nomor 65 Tahun 1961
9
. Secara  rinci,  tugas  dan  wewenang  daripada  BP4  dapat  dijabarkan
sebagai berikut:
8
Arso sostroatmojo dan A. Wasir Aulawi,  Hukum Perkawinan Di Indonesia, Jakarta: Bulan Bintang, 1975, h. 44.
9
Mustoha, “kerjasama Badan Penasehatan Perkawinan Perselisihan dan Perceraian Dengan
Peradilan Agama”, Makalah Loka Karya, Jakarta: BP4 Pusat,1997, h. 2.
51
a. Memberikan  bimbingan,  nasihat  dan  pelayanan  kepada  masyarakat
mengenai kehidupan keagamaan rumah tangga yang ideal dalam kehidupan bermasyarakat.
b. Memberikan  penataran  kepada  calon  pengantin  yang  hendak
melangsungkan  akad  nikah  dengan  materi-materi  undang-undang perkawinan,  ibadah  dan  muamalah,  munakahat,  hukum  perkawinan,
imunisasi,  konsep  keluarga  berencana,  dan  kesehatan  dan  lain-lain sebagainya.
c. Memberi  nasehat  kepada  suami  istri  yang  datang  untuk  berkonsultasi,
melaporkan  adanya  perselisihan  atau  permasalahan  dalam  rumah tangganya  sehingga  tercipta  keadaan  yang  diinginkan,  yaitu  keluarga
bahagia dan sejahtera terhindar dari perceraian. Dari  apa  yang  penulis  paparkan  di  atas,    penulis  dapat  mengambil
kesimpulan  bahwa  pada  dasarnya  tugas  dan  wewenang  yang  diemban  oleh BP4 ini adalah untuk menyukseskan perkawinan di Indonesia sehingga terjalin
dengan harmonis serta berjalan lestari dengan memberikan penerangan tentang hukum  munakahat  dan  penerangan  tentang  Nikah,  Talak,  Cerai  dan  Rujuk
NTCR  dan  juga  berupaya  untuk  menanamkan  nilai-nilai  keimanan, ketaqwaan dan akhlaqul karimah pada setiap masyarakat.dan itu semua, dalam
upaya mewujudkan tatanan keluarga atau rumah tangga yang bahagia sejahtera bukan hanya menjadi  kewajiban pemerintah dalam  hal  ini BP4 semata.  Akan
tetapi, hal tersebut juga merupakan beban yang harus kita pikul bersama-sama untuk mewujudkannya.
52
B. Profil BP4 Kecamatan Kemayoran