Peranan BP4 kemayoran jakarta pusat terhadap pembentukan keluarga sakinah

(1)

1

PEMBENTUKAN KELUARGA SAKINAH

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk memenuhi salah satu persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh:

ZULFA ZIDNIYAH FITRI 206044103794

PROGRAM STUDI PERADILAN AGAMA JURUSAN AL-AHWAL AS-SYAKHSIYAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

PERANAN BP4 KEMAYORAN JAKARTA PUSAT TERHADAP PEMBENTUKKAN KELUARGA SAKINAH

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syari’ah dan Hukum untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syari’ah

Oleh

Zulfa Zidniyah Fitri 206044103794

Di bawah Bimbingan

Dr. Djawahir Hejazziey, SH., MA NIP: 195510151979031002

PROGRAM STUDI PERADILAN AGAMA JURUSAN AL-AHWAL AS-SYAKHSIYAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(3)

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi yang berjudul "Peranan BP4 Kemayoran Jakarta Pusat Terhadap Pembentukan Keluarga Sakinah" telah diujikan dalam sidang Munaqasah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, pada tanggal 09 Desember 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Syari'ah pada jurusan Peradilan Agama.

Jakarta, 09 Desember 2010 Mengesahkan,

DEKAN

Prof. Dr. H M. Amin Suma. SH., MA., MM NIP. 195505051982031012

Ketua : Dr. Djawahir Hejazziey, SH., MA (...) NIP.195510151979031002

Sekretaris : Drs. H. Ahmad Yani, M.Ag. (...) NIP.196404121994031004

Pembimbing : Dr. Djawahir Hejazziey, SH., MA. (...) NIP.195510151979031002

Penguji I : Prof. Dr. Hj. Zaitunah Subhan, MA. (...) NIP.150185438

Penguji II : Dr. Ahmad Sudirman Abbas, MA. (...) NIP. 150294051


(4)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa hasil karya ini bukan hasil asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta,


(5)

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah serta kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Peranan BP4 Kemayoran Jakarta Pusat Terhadap Pembentukan Keluraga Sakinah”.

Terwujudnya skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak yang telah mendorong dan membimbing penulis, baik tenaga, ide-ide, maupun pemikiran. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Allah SWT yang mana telah memberikan kasih sayang-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan lancer.

2. Bapak Dr. Djawahir Hejazziey, SH., MA, selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu dan memberikan bimbingan yang terbaik kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

3. Bapak Akhmad Aziz, S. Ag, selaku Kepala KUA Kecamatan Kemayoran yang telah mengizinkan penulis untuk mengadakan penelitian dan telah memberikan data-data yang diperlukan demi menunjang penyelesaiannya skripsi ini.


(6)

ii

wawancara dan penelitian serta memberikan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

5. Penasehat-penasehat BP4, yang telah memberikan penjelasan tentang materi yang berkaitan dengan skripsi penulis.

6. Staf- staf KUA Kecamatan Kemayoran yang dengan sukarela membantu memberikan data-data yang diperlukan oleh penulis.

7. Ayah dan Umi tersayang, selaku orang tua penulis yang sangat penulis cintai, yang telah memberikan kasih sayang yang luar biasa besarnya dan semangat yang besar kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan penuh semangat.

8. Abang dan Adik-adik yang tercinta, yang telah mendukung penuh penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

9. My beloved of sweet heart (Gunadi Prabowo), yang telah memberikan kasih sayang dan cintanya serta dukungan yang besar kepada penulis selama ini. 10.Teman-teman seperjuangan penulis, Afni Desiana Dalimunthe, Siti Sunnatil

Mahmudah, Dodi Darwin, Zulkifli, Ulul Azmi, M. Haikal Jamal, Ridwan Darmansyah, Vita Rahmi Setiani, dan lain-lain yang tidak dapat di sebutkan satu persatu, yang telah memberikan semangat kepada penuulis.

11.Dan pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan oleh penulis satu persatu, terima kasih atas bantuan dan doanya.


(7)

iii di sisi Allah SWT sebagai amal ibadah, Amin.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik saran yang membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi perbaikan-perbaikan ke depan. Amin Yaa Rabbal „Alamiin.

Jakarta, 26 November 2010 Penulis,


(8)

iv

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ... 7

D. Review Studi Terdahulu ... 8

E. Metode Penelitian ... 9

F. Sistematika Penulisan ... 12

BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Dan Dasar Hukum Tentang Perkawinan ... 14

B. Rukun Dan Syarat Perkawinan ... 20

C. Tujuan Dan Hikmah Perkawinan ... 25

D. Keluarga sakinah... 28

E. Pembentukan Keluarga Sakinah ... 33


(9)

v

PELESTARIAN PERKAWINAN (BP4)

A. Gambaran Umum tentang BP4 ... 38 B. Profil BP4 Kecamatan Kemayoran ... 51 C. Dasar Hukum Pembentukan BP4 Kecamatan Kemayoran ... 58

BAB IV PEMBENTUKAN KELUARGA SAKINAH DI KECAMATAN KEMAYORAN JAKARTA PUSAT

A. Kondisi Umum Kecamatan Kemayoran ... 63 B. Mekanisme Pembentukan Keluarga Sakinah Di Kecamatan

Kemayoran Jakarta Pusat ... 65 C. Analisa ... 72

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 75 B. Saran-saran... 77

DAFTAR PUSTAKA ... 80 LAMPIRAN


(10)

1 A. Latar Belakang Masalah

Suatu kenyataan dalam keberadaan makhluk hidup di muka bumi adalah mereka terdiri dari dua jenis, yakni laki-laki dan perempuan. Kedua jenis makhluk hidup ini baik dari segi fisik maupun segi psikis mempunyai sifat-sifat yang berbeda. Namun secara biologis kedua jenis makhluk hidup tersebut adalah saling membutuhkan, karena manusia adalah makhluk hidup sosial yang tidak mampu hidup tanpa bantuan orang lain. Sehingga mereka menjadi berpasang-pasangan atau berjodoh-jodohan, yang secara harfiah disebut perkawinan.

Menurut hukum perdata perkawinan adalah pertalian yang sah antara seorang lelaki dan seorang perempuan untuk waktu yang lama1.Sedangkan menurut hukum Islam perkawinan adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau Mitsaqan Ghalididzan, untuk menaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah2.

Perkawinan menjadi peristiwa yang didambakan oleh setiap orang, karena dengan perkawinan seseorang dapat memperoleh keturunan yang sah, baik dalam pandangan agama maupun dalam pandangan hukum yang berlaku di Indonesia.

1

http://intanghina.wordpress.com/2009/03/23/pelayanan-badan-penasehat-pembinaan-pembinaan-pelestarian-perkawinan-BP4/#_ftn2.

2


(11)

Dalam pasal 1 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan : “ Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”3

.

Intinya dari pasal tersebut dapat ditarik sebuah pemahaman bahwa tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga (rumah tangga) yang sakinah mawaddah warahmah.

Perkawinan merupakan akad ijab kabul antara calon suami dan calon istri untuk hidup bersama dalam suatu pertalian suci (sakral), untuk menghalalkan hubungan kelamin antara pria dan wanita dengan tujuan membentuk keluarga dalam memakmurkan bumi Allah SWT yang luas ini. Dengan perkawinan terpeliharalah kehormatan, kesehatan, keturunan, jasmani dan rohani, serta jelasnya nasab seseorang.

Perkawinan adalah perilaku ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, agar kehidupan di alam dunia berkembang biak. Perkawinan bukan saja terjadi di kalangan manusia tetapi juga pada hewan dan tumbuhan. Oleh karena itu manusia sebagai makhluk yang berakal, perkawinan merupakan salah satu budaya beraturan yang mengikuti perkembangan budaya manusia dalam kehidupan masyarakat. Dalam masyarakat sederhana budaya perkawinannya tertutup, sedangkan dalam masyarakat yang maju (modern) budaya perkawinannya maju, luas dan lebih terbuka.

3

R. Subekti, dan R. Djitosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW) dengan tambahan UU Pokok Agraria dan UU Perkawinan, (Jakarta: Pradnya Paramita 1994), h 449.


(12)

Budaya perkawinan dan aturannya yang berlaku pada suatu masyarakat atau pada suatu bangsa, tidak terlepas dari pengaruh budaya dan lingkungan di mana masyarakat itu berada serta pengetahuan, pengalaman, kepercayaan dan keagamaan yang dianut masyarakat bersangkutan. Seperti halnya aturan perkawinan bangsa Indonesia, bukan saja dipengaruhi adat budaya masyarakat setempat tetapi juga dipengaruhi ajaran agama, bahkan juga dipengaruhi budaya barat. Jadi, walaupun Bangsa Indonesia kini telah memiliki hukum positif sebagai landasan dasar melakukan suatu perkawinan, yaitu berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, namun pada kenyataannya bahwa di kalangan masyarakat Indonesia masih tetap berlaku ketentuan adat dan upacara-upacara adat dalam melangsungkan perkawinan yang berbeda-beda, antara satu lingkungan masyarakat dengan masyarakat lainnya. Sebagai contoh masyarakat Minangkabau dengan suatu tata tertib perkawinan yang bersendikan keibuan, masyarakat Batak yang tata tertib perkawinannya bersendikan kebapaan, dan masyarakat Jawa yang tata tertib perkawinannya bersendikan kebapak-ibuan, yang di dalamnya tata tertib perkawinan tersebut menggunakan suatu upacara adat perkawinan yang berbeda antara satu dengan lainnya, selain itu juga menurut kepercayaan agama masing-masing.

Suatu cita-cita setiap orang untuk melaksanakan perkawinan dan menginginkan perkawinan itu berlangsung selama akhir hayat, karena perkawinan dalam Islam bertujuan yaitu :


(13)

1. Supaya umat manusia itu hidup dalam masyarakat yang teratur dan tentram, baik lahir maupun batin.

2. Supaya kehidupan dalam suatu rumah tangga teratur dan tertib menuju kerukunan anak-anak yang saleh, yang berjasa dan berguna kepada kedua orang tua, agama, masyarakat, bangsa dan negara.

3. Supaya terjalin hubungan yang harmonis antara suami istri, seterusnya hubungan famili, sehingga akan terbentuk ukhuwah yang mendalam yang diridhoi Allah SWT.

Bertolak dari rumusan tersebut bahwa Indonesia ialah negara yang berdasarkan atas hukum (Rechtsstaat) dengan anggapan bahwa pola yang diambil tidak menyimpang dari pengertian negara hukum pada umumnya yang disesuaikan dengan keadaan Indonesia, artinya dengan ukuran pandangan hidup maupun pandangan bernegara kita4.

Dalam prakteknya sering terjadi pelanggaran-pelanggaran terhadap aturan-aturan yang sudah ditentukan, seperti terjadinya perkawinan di bawah umur, kawin siri, kawin kontrak, hal ini berdampak terhadap perlindungan hak-hak dari keturunan hasil pernikahan tersebut. Perintah Nabi SAW untuk melaksanakan pernikahan dan melarang membujang terus-menerus juga sangat beralasan. Hal ini karena libido seksualitas merupakan fitrah kemanusiaan dan juga makhluk hidup lainnya yang melekat dalam diri setiap makhluk hidup yang suatu saat akan

4

http://intanghina.wordpress.com/2009/03/23/pelayanan-badan-penasehat-pembinaan-pembinaan-pelestarian-perkawinan-BP4/#_ftn2.


(14)

mendesak penyalurannya. Bagi manusia penyaluran itu hanya ada satu jalan, yaitu perkawinan.

Tetapi terkadang di dalam perkawinan terjadi beda pendapat antara keduanya. Yang mana perbedaan itu akan berujung kepada perceraian. Meningkatnya angka perceraian di tanah air dari beberapa tahun terakhir mendapat perhatian Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam, Prof. Nasaruddin Umar MA, karena selain fenomenanya cenderung terus meningkat juga yang melakukan gugatan justru lebih banyak pihak istri5.

Dewasa ini, posisi suami tak selalu dominan dalam rumah tangga. Jika sedikit saja tak ada kecocokan, pihak istri biasa lebih cepat mengajukan perceraian. Bercerai, yang dibenarkan menurut agama Islam dan di benci oleh Allah, itu kini dapat diperoleh seperti orang kebanyakan membeli kacang goreng di warung. Belum lagi tayangan infotainment, ikut memberi peranan mendorong peningkatan angka perceraian di tanah air lantaran pasangan suami istri usia muda meniru perilaku selebriti.

Usia perkawinan 5 tahun, sebanyak 80 % bercerai karena pengaruh tayangan tersebut6. Selain itu, perceraian juga dapat terjadi karena disebabkan beberapa faktor, antara lain disebabkan adanya poligami, nikah di bawah umur, jarak usia suami istri terlalu jauh, perbedaan agama, kekerasan dalam rumah tangga. Termasuk pula disebabkan faktor tingkat atau jarak intelektual antara

5

http//www.antaranews.com/.../mencari-keluarga-sakinah-di-tengah-maraknya-perceraian

6


(15)

pasangan terlalu jauh, perbedaan sosial, faktor ekonomi, politik, ketidaksesuaian akibat keras kepala, perselingkuhan akibat orang ketiga, salah satu pidana, cacat fisik permanen7. Tetapi yang paling perceraian akibat faktor ekonomi dan ketidakcocokan pasangan dalam menjalankan kehidupan rumah tangga.

Untuk menekan angka perceraian itu, kini sedangkan dilakukan berbagai upaya antara lain reaktualisasi Badan Penasihat Perkawinan, Perselisihan dan Perceraian (BP4).dan memperpanjang waktu bimbingan pranikah. Upaya ini memang perlu dapat dukungan dari semua pihak, termasuk dari kalangan akademisi. Yang mana BP4 ini bekerja sama dengan KUA selaku badan pemerintahan yang menangani segala sesuatu hal yang berkaitan dengan pernikahan. Maka secara tidak langsung KUA pun sangat berperan dalam upaya pembentukan keluarga sakinah.

Atas dasar itulah, penulis merasa tertarik untuk meneliti hal tersebut menjadi sebuah informasi yang bersumber dari penemuan-penemuan ilmiah melalui metode empirik. Untuk lebih khususnya persoalan ini, maka penulis lebih memfokuskan penelitian yang berkisar pada “Peranan BP4 Kemayoran Jakarta Pusat Terhadap Pembentukan Keluarga Sakinah”.

B. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah

Agar lingkup pembahasannya tidak terlalu luas, maka penulis membatasi penelitian ini hanya pada seputar masalah peranan BP4 Kemayoran Jakarta Pusat

7


(16)

terhadap pembentukan keluarga sakinah. Yang mana lebih di tekankan kepada upaya-upaya BP4 dalam pembentukan keluarga sakinah.

Adapun perumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana Peranan BP4 dalam melaksanakan pembentukan keluarga

sakinah?

2. Apa yang dimaksud dengan keluarga sakinah menurut Undang-undang? 3. Bagaimana strategi pembentukan keluarga sakinah yang dilakukan oleh BP4

Kecamatan Kemayoran?

C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui peranan BP4 Kemayoran Jakarta Pusat dalam upaya pembentukan keluarga sakinah.

2. Mengetahui pengertian keluarga sakinah menurut Undang-undang.

3. Mengetahui strategi pembentukan keluarga sakinah yang dilakukan oleh BP4 Kecamatan Kemayoran.

Sedangkan manfaat penelitian yang ingin dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah:

1. Bagi Ilmu Pengetahuan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan kejelasan bagaimana upaya BP4 sebagai suatu lembaga pemerintahan terhadap pembentukan keluarga sakinah.


(17)

2. Bagi Masyarakat

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pembekalan dan masukan kepada masyarakat dalam menjalani perkawinan yang sakinah mawadah warahmah . 3. Bagi Instansi Terkait Yaitu BP4

Dengan adanya penulisan ini, penulis ingin mengetahui bagaimana upaya BP4 dalam pembentukan keluarga sakinah khususnya BP4 Kecamatan Kemayoran Jakarta Pusat.

D. Review Studi Terdahulu

JUDUL TAHUN PENULIS PERBEDAAN

Pernikahan Usia Muda Terhadap Pembentukan Keluarga Sakinah

2008 Ahmad

Hidayat

Lebih menekankan terhadap pernikahan usia muda

Pengaruh Perkawinan Di Bawah Umur Terhadap Pembentukan Keluarga Sakinah ( Studi Pada Kecamatan Cakung Jakarta Timur)

2009 Riana Maruti Lebih menekankan terhadap pernikahan yang dilakukan di bawah umur dan pengaruhnya

Sedangkan Skripsi ini menjelaskan tentang bagaimana peranan BP4 Kemayoran Jakarta Pusat dalam upaya pembentukan keluarga sakinah.


(18)

E. Metode Penelitian

Untuk memperoleh data dan penjelasan segala sesuatu yang berhubungan dengan pokok permasalahan diperlukan suatu pedoman penelitian yang disebut metodologi penelitian. Yang dimaksud dengan metodologi penelitian adalah cara meluluskan suatu dengan menggunakan pikiran secara seksama untuk mencapai suatu tujuan8. Sedangkan penelitian adalah suatu kegiatan untuk mencari, mencatat, merumuskan, dan menganalisis pada penyusunan laporan9.

Suatu metode merupakan cara kerja atau tata kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran dari ilmu pengetahuan yang bersangkutan. Metode adalah pedoman cara seseorang ilmuwan mempelajari dan memahami langkah-langkah yang dihadapi10.

Adapun metode yang dipakai penulis dalam penelitian ini adalah: 1. Metode Pendekatan

Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah memakai pendekatan kualitatif, berlandaskan pada prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif, yang berupa kata-kata tertulis.

8

Cholid Narboko dan Abu Achmadi, Metodologi Penelitian, (Jakarta:Bumi Pustaka, 1997), h. 1.

9

Cholid Narboko dan Abu Achmadi, Metodologi Penelitian, h. 1.

10

Soejono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1986), h. 6.


(19)

2. Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian yang bersifat deskriptif analisis yaitu jenis penelitian yang menggambarkan dan memberikan analisa terhadap kenyataan di lapangan.

3. Sumber Data

Untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penulisan ini, maka sumber data yang penulis gunakan, yaitu data primer dan data sekunder.

a. Data Primer, merupakan data yang diperoleh langsung dari lapangan dengan mengadakan tinjauan langsung pada obyek yang diteliti. Dalam hal ini adalah pihak Kantor Urusan Agama Kecamatan Kemayoran Jakarta Pusat.

b. Data Sekunder, merupakan semua bahan yang memberikan penjelasan mengenai sumber data primer, seperti Peraturan Perundang-undangan, buku-buku, karya dari kalangan hukum, dan literatur lain yang ada hubungannya dengan skripsi ini.

4. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

a. Metode Librarary Research (pengumpulan data melalui studi kepustakaan), yaitu suatu metode pengumpulan data dari berbagai macam literatur yang relevan dengan pokok masalah yang dijadikan sumber penulisan skripsi ini.


(20)

b. Metode Field Research (penelitian lapangan), yaitu menggunakan penelitian dengan cara langsung datang ke lokasi yang ada hubungannya dengan tulisan ini, yaitu Kantor Urusan Agama Kecamatan Kemayoran Jakarta Pusat.

Cara yang dilakukan antara lain: a. Observasi

Mengadakan pengamatan secara sistematis dan mencatat segala kejadian-kejadian yang terjadi terhadap obyek penelitian baik secara langsung maupun tidak langsung.

b. Interview

Yaitu metode pengumpulan data dengan cara Tanya jawab dengan pihak yang bersangkutan yaitu Kepala BP4 Kantor Urusan Agama Kecamatan Kemayoran Jakarta Pusat dan staf-staf yang berwenang.

c. Studi Dokumentasi

Metode pengumpulan data dengan cara mengambil informasi dari arsip-arsip yang berasal dari BP4 Kantor Urusan Agama Kecamatan Kemayoran Jakarta Pusat, yang kesemuanya berhubungan erat dengan persoalan yang dibahas.

5. Analisis Data

Proses analisa data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, baik primer maupun sekunder. Setelah dipelajari dan ditelaah, maka langkah penulis berikutnya adalah mereduksi


(21)

data, dengan jalan merangkum masalah yang penulis teliti. Dalam menganalisa data penulis menggunakan pendekatan deskriptif analisis. Di analisis secara kualitatif dan dicari pemecahannya, kemudian disimpulkan dan digunakan untuk menjawab permasalahan yang ada.

F. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan dalam penulisan ini, penulis membagi pembahasan dalam lima bab, yaitu:

Bab I merupakan bab pendahuluan yang memuat latar belakang masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, review terdahulu, metode penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II merupakan landasan teori yang mencakup pengertian dan dasar hukum perkawinan, rukun dan syarat perkawinan, tujuan dan hikmah perkawinan, keluarga sakinah, dan pembentukan keluarga sakinah, strategi pembentukan keluarga sakinah.

Bab II I Merupakan Eksistensi Badan Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan yang memuat gambaran umum tentang BP4, profil BP4 Kemayoran Jakarta Pusat,dan dasar hukum pembentukan BP4 Kecamatan Kemayoran Jakarta Pusat.

Bab IV merupakan penjelasan hasil penelitian pembahasan tentang pembentukan keluarga sakinah di kecamatan Kemayoran Jakarta pusat


(22)

yang meliputi kondisi umum kecamatan Kemayoran, mekanisme pembentukan keluarga sakinah di kecamatan Kemayoran Jakarta pusat, dan analisa.

Bab V merupakan bab penutup yang mencakup, lampiran-lampiran, kesimpulan dan saran.


(23)

14

TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN

A. Pengertian dan Dasar Hukum Tentang Perkawinan

Dalam bahasa Indonesia, perkawinan berasal dari kata “kawin” yang menurut bahasa artinya membentuk keluarga dengan lawan jenis, melakukan hubungan kelamin atau bersetubuh. Perkawinan disebut juga “pernikahan”, berasal dari kata nikah (

حكن

) yang menurut bahasa artinya mengumpulkan, saling memasukkan, dan digunakan untuk arti bersetubuh (wathi). Kata “nikah” sendiri sering dipergunakan untuk arti persetubuhan (coitus), juga untuk arti akad nikah1.

Menurut istilah hukum Islam, terdapat beberapa definisi, di antaranya adalah2:

Perkawinan menurut syara‟ yaitu akad yang ditetapkan syara‟ untuk

memperbolehkan bersenang-senang antara laki-laki dengan perempuan untuk menghalalkan bersenang-senangnya perempuan dengan laki-laki”.

Abu Yahya Zakaria Al-Anshary mendefinisikan: 3

1

Abd. Rahman Ghazaly, Fiqih Munakahat, (Jakarta: Prenada Media, 2003), cet-1, h. 7.

2

Ibid. h. 8

3


(24)

Nikah menurut istilah syara‟ ialah akad yang mengandung ketentuan hukum

kebolehan hubungan seksual dengan lafaz nikah atau dengan kata-kata yang semakna dengannya”.

Definisi yang dikutip Zakiah Daradjat: 4

akad yang mengandung ketentuan hukum kebolehan hubungan seksual dengan lafaz nikah atau tazwij atau semakna dengan keduanya”.

Muhammad Abu Ishrah memberikan definisi yang luas, yang juga dikutip oleh Zakiah Daradjat:

5

Akad yang memberikan faedah hukum kebolehan mengadakan hubungan keluarga (suami istri) antara pria dan wanita dan mengadakan tolong menolong dan memberi batas hak bagi pemiliknya serta pemenuhan kewajiban bagi masing-masing”.

Dari pengertian ini perkawinan mengandung aspek akibat hukum, melangsungkan perkawinan adalah saling mendapat hak dan kewajiban serta bertujuan mengadakan hubungan pergaulan yang dilandasi tolong-menolong.

Dalam Kompilasi Hukum Islam, pengertian perkawinan dinyatakan dalam pasal 2 sebagai berikut:

Pasal 2 : “perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mitsaqan ghalizan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.

4

Ibid.

5


(25)

Sayyid Sabiq, lebih lanjut mengomentari : perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku pada semua makhluk Tuhan, baik pada manusia, hewan maupun tumbuhan. Perkawinan merupakan cara yang dipilih Allah sebagai jalan bagi manusia untuk beranak-pinak, berkembang biak, dan melestarikan hidupnya setelah masing-masing pasangan siap melakukan perannya yang positif dalam mewujudkan tujuan perkawinan. Allah tidak menjadikan manusia seperti makhluk lainnya yang hidup bebas mengikuti nalurinya dan berhubungan secara anarki tanpa aturan. Demi menjaga kehormatan dan martabat kemuliaan manusia, Allah mengadakan hukum sesuai dengan martabatnya, sehingga hubungan antar laki-laki dengan perempuan diatur secara terhormat dan berdasarkan rasa saling meridhoi, dengan upacara ijab kabul sebagai lambang adanya rasa ridho-meridhoi, dan dengan dihadiri para saksi yang menyaksikan bahwa pasangan laki-laki dan perempuan itu telah saling terikat. Bentuk perkawinan ini telah memberikan jalan yang aman pada naluri seks, memelihara keturunan dengan baik, dan menjaga kaum perempuan agar tidak laksana rumput yang biasa dimakan oleh binatang ternak dengan seenaknya. Pergaulan suami istri menurut ajaran Islam diletakkan di bawah naluri keibuan dan kebapaan sebagaimana ladang yang baik yang nantinya menumbuhkan tumbuh-tumbuhan yang baik dan menghasilkan buah yang baik pula.

Adapun tentang makna pernikahan itu secara definitif, masing-masing Ulama Fikih berbeda dalam mengemukakan pendapatnya, antara lain sebagai berikut:


(26)

1. Ulama Hanafiyah, mendefinisikan pernikahan sebagai suatu akad yang berguna untuk memiliki mut’ah dengan sengaja. Artinya seorang laki-laki dapat menguasai perempuan dengan seluruh anggota badannya untuk mendapatkan kesenangan atau kepuasan.

2. Ulama Syafi’iyah, menyebutkan bahwa pernikahan adalah suatu akad dengan menggunakan lafal nikah atau zauj ٌجْوَز .ٌحاَكِن yang menyimpan arti memiliki wathi. Artinya dengan pernikahan seseorang dapat memiliki atau mendapatkan kesenangan dari pasangannya.

3. Ulama Malikyah, menyebutkan bahwa pernikahan adalah suatu akad yang mengandung arti mut’ah untuk mencapai kepuasan, dengan tidak mewajibkan adanya harga.

4. Ulama Hanabilah, menyebutkan bahwa pernikahan adalah akad dengan menggunakan lafal inkah ٌحاَكْنِإ atau ٌجْيِوْزَت untuk mendapatkan kepuasan, artinya seorang laki-laki dapat memperoleh kepuasan dari seorang perempuan dan sebaliknya.

Dari beberapa pengertian nikah tersebut di atas maka dapat di kemukakan bahwa pernikahan adalah suatu akad antara seorang pria dengan seorang wanita atas dasar kerelaan dan kesukaan kedua belah pihak, yang dilakukan oleh pihak lain (wali) menurut sifat dan syarat yang telah ditetapkan syara’ untuk menghalalkan pencampuran antara keduanya, sehingga satu sama lain saling membutuhkan menjadi sekutu sebagai teman hidup dalam rumah tangga.6

6

Slamet Abidin, dan aminuddin, Fiqih Munakahat 1 Untuk Fakultas Syari‟ah Komponen


(27)

Dalam Al-Qur’an dinyatakan bahwa hidup berpasang-pasangan, hidup berjodoh-jodoh adalah naluri segala makhluk Allah, termasuk manusia, sebagaimana firman-Nya dalam surat Az-Zariyat ayat 49:



























51

49

Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat akan kebesaran Allah SWT”. (QS. Az-Zariyat/51: 49)

Dalam Yasin ayat 36 dinyatakan:















































36

36

Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik apa yang ditumbuhkan dari bumi dan dari diri mereka maupun apa yang tidak mereka ketahui”. (QS. Yasin/36: 36)

Dari makhluk yang diciptakan Allah SWT berpasang-pasangan inilah Allah SWT menciptakan manusia menjadi berkembang biak dan berlangsung dari generasi ke generasi berikutnya, sebagaimana tercantum dalam surat An-Nisa’ ayat 1:



























































...

4

1

Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan istrinya, dan dari keduanya Allah mengembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak….”


(28)

Hal ini pun disebutkan dalam surat An-Nahl ayat 72:









































...

16

72

Allah menjadikan bagi kamu istri-istri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari istri-istri kamu itu anak-anak dan cucu….” (QS. An-Nahl/16 :72).

Dalam Al-Qur’an dinyatakan bahwa berkeluarga itu termasuk sunnah rasul-rasul sejak dahulu sampai rasul terakhir Nabi Muhammad SAW, sebagaimana tercantum dalam surat Ar-Ra’d ayat 38:







































...

13

38

Dan sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum kamu dan Kami memberikan kepada mereka istri-istri dan keturunan….” (QS. Ar-Ra’d/13: 38)

Berkeluarga yang baik menurut Islam sangat menunjang untuk menuju kepada kesejahteraan, termasuk dalam mencari rezeki Tuhan. Firman Allah dalam surat An-Nur ayat 32 perlu mendapat perhatian bagi orang yang akan berkeluarga:



















































...

24

32

Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba sahaya mu yang laki-laki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin niscaya Allah SWT akan memampukan mereka dengan karunia-Nya…” (QS. An-Nur/24 :32)


(29)

Islam menganjurkan orang berkeluarga karena dari segi batin orang dapat mencapainya melalui berkeluarga yang baik, seperti dinyatakan dalam satu sabda Nabi SAW. riwayat Iman Bukhari dan Imam Muslim dari Ibnu Abbas:

Hai para pemuda, barangsiapa yang telah sanggup diantara kamu untuk kawin, maka kawinlah, karena sesungguhnya kawin itu dapat mengurangi pandangan (yang liar) dan lebih menjaga kehormatan.”

B. Rukun dan Syarat Perkawinan

Jumhur Ulama sepakat bahwa rukun perkawinan itu terdiri atas7: 1. Adanya Calon Suami dan Istri yang Akan Melakukan Pernikahan

Sudah menjadi sunnatullah bahwa semua makhluk dijadikan oleh Allah SWT di muka bumi dengan berpasang-pasangan termasuk manusia. Sebagaimana firman Allah SWT :



























51

49

Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat akan kebesaran Allah”. (Q.S. Al-Az-Zariyat/51 : 49)

2. Adanya Wali dari Pihak Calon Pengantin Wanita

Akad nikah akan dianggap sah apabila ada seorang wali atau wakilnya yang akan menikahkannya. Keterangan ini dapat dilihat dalam sebuah hadis Nabi SAW. yang berbunyi sebagai berikut:

7


(30)

Barang siapa di antara perempuan menikah tanpa seizin wanitanya, maka pernikahannya batal.” (H.R. Empat ahli hadis,kecuali Nasa’i)

Dalam hadis lain Nabi SAW juga bersabda:

Janganlah seorang perempuan menikahkan perempuan lainnya, dan janganlah seorang perempuan menikahkan dirinya sendiri.” (H.R. Ibnu Majah

dan Darutqutni)

3. Adanya Dua Orang Saksi

Pelaksanaan akad nikah akan sah apabila ada dua orang menyaksikan akad nikah tersebut. Nabi Muhammad Saw bersabda:

Nikah itu tidak sah, melainkan dengan wali dan dua orang saksi.” (H.R.

Ahmad)

4. Sighat Akad Nikah

Yaitu ijab Kabul yang diucapkan oleh wali atau wakilnya dari pihak wanita, dan dijawab oleh calon pengantin.

Tentang jumlah rukun nikah ini, para ulama berbeda pendapat8:

Imam Malik mengatakan bahwa rukun nikah itu ada lima macam, yaitu: - Wali dari pihak perempuan,

- Mahar (mas kawin), - Calon pengantin laki-laki,

8


(31)

- Calon pengantin perempuan, - Sighat akad nikah.

Imam Syafi’i berkata bahwa rukun nikah itu ada lima macam, yaitu: a. Calon pengantin laki-laki,

b. Calon pengantin perempuan, c. Wali,

d. Dua orang saksi, e. Sighat akad nikah.

Menurut Ulama Hanafiyah, rukun nikah hanya ijab dan qabul saja yaitu akad yang dilakukan oleh pihak wali perempuan dan calon pengantin laki-laki). Sedangkan menurut segolongan yang lain rukun nikah itu ada empat, yaitu:

a. Sighat (ijab dan qabul) b. Calon pengantin perempuan, c. Calon pengantin laki-laki,

d. Wali dari pihak calon pengantin perempuan.

Pendapat yang mengatakan bahwa rukun nikah itu ada empat, karena calon pengantin laki-laki dan calon pengantin perempuan digabung menjadi satu rukun, seperti terlihat di bawah ini.

Rukun perkawinan:

1. Dua orang yang melakukan akad perkawinan, yakni mempelai laki-laki dan mempelai perempuan.


(32)

3. Adanya dua orang saksi.

4. Dilakukan dengan sighat tertentu.

Selain rukun-rukun di atas, suatu perkawinan juga harus memenuhi persyaratan tertentu. Syarat-syarat perkawinan merupakan dasar bagi sahnya pernikahan. Apabila syarat-syarat tersebut terpenuhi, maka sahlah perkawinan dan menimbulkan kewajiban dan hak sebagai suami istri.

Pada garis besarnya, syarat sah perkawinan itu ada dua, yaitu9:

1. Laki-laki dan perempuannya sah untuk di kawini. Artinya kedua calon pengantin adalah orang yang bukan haram dikawini,baik karena haram untuk sementara atau selamanya.

2. Akad nikahnya dihadiri oleh para saksi.

Dalam masalah syarat pernikahan ini terdapat beberapa pendapat di antara para mazhab fikih, yaitu sebagai berikut:

a. Ulama Hanafiyah, mengatakan bahwa sebagian syarat-syarat pernikahan berhubungan dengan sighat, dan sebagian lagi berhubungan dengan akad, serta sebagian lainnya berkaitan dengan saksi.

1) Sighat, yaitu ibarat dari ijab dan Kabul, dengan syarat sebagai berikut: a) Menggunakan lafal tertentu, baik dengan lafal sarih maupun

dengan lafal kinayah.

b) Ijab dan Kabul, dengan syarat yang dilakukan dalam satu majelis. c) Sighat didengar oleh orang-orang yang menyaksikannya.

9


(33)

d) Antara ijab dan Kabul tidak berbeda maksud dan tujuannya. e) Lafal sighat tidak disebutkan untuk waktu tertentu.

2) Akad, dapat dilaksanakan dengan syarat apabila kedua calon pengantin berakal, baligh dan merdeka.

3) Saksi, harus terdiri dari dua orang. Maka tidak sah apabila akad nikahnya hanya disaksikan oleh satu orang. Dan tidak disyaratkan keduanya harus laki-laki dan dua orang perempuan. Namun demikian apabila saksi terdiri dari dua orang perempuan, maka nikahnya tidak sah.

Adapun syarat-syarat saksi sebagai berikut: a. Berakal, bukan orang gila.

b. Baligh, bukan anak-anak. c. Merdeka, bukan budak. d. Islam.

e. Kedua orang saksi itu mendengar.

b. As-syafi’i berpendapat bahwa, syarat-syarat perkawinan itu ada yang berhubungan dengan sighat, ada juga yang berhubungan dengan wali, serta ada yang berhubungan dengan kedua calon pengantin, dan ada lagi yang berhubungan dengan saksi.


(34)

C. Tujuan Dan Hikmah Perkawinan

Tujuan nikah pada umumnya tergantung pada masing-masing individu yang akan melakukannya, karena lebih bersifat subyektif10. Tetapi tujuan perkawinan menurut agama Islam ialah untuk memenuhi petunjuk agama dalam rangka mendirikan keluarga yang harmonis, sejahtera dan bahagia11. Harmonis dalam menggunakan hak dan kewajiban anggota keluarga. Sejahtera artinya terciptanya ketenangan lahir dan batin disebabkan terpenuhinya keperluan hidup lahir dan batinnya, sehingga timbullah kebahagiaan, yakni kasih sayang antar anggota keluarga. Selain itu, dalam KHI pasal 3 tentang perkawinan, perkawinan juga bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah warrahmah12.

Adapun tujuan perkawinan secara rinci dapat dikembangkan menjadi lima yaitu13:

1. Mendapatkan dan melangsungkan keturunan.

2. Memenuhi hajat manusia untuk menyalurkan syahwatnya dan menumpahkan kasih sayangnya.

3. Memenuhi panggilan agama, memelihara diri dari kejahatan dan kerusakan.

10

Slamet Abidin, Aminuddin, Op-cit, h. 12.

11

Abd. Rahman Ghazaly, Op-Cit, h. 22.

12

Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam Di indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), h. 8.

13


(35)

4. Menumbuhkan kesungguhan untuk bertanggung jawab menerima hak serta kewajiban, juga bersungguh-sungguh untuk memperoleh harta kekayaan yang halal.

5. Membangun rumah tangga untuk membentuk masyarakat yang tenteram atas dasar cinta dan kasih sayang.

Selain itu, dari sebuah perkawinan yang dilaksanakan akan ada hikmah yang terkandung di dalamnya. Hikmah perkawinan antara lain:

1. Menyalurkan Naluri Seks

Menikah merupakan jalan yang paling baik menyalurkan naluri seks secara alami dan biologis. Dengan badan menjadi tegar, jiwa menjadi tenang mata dapat terpelihara dari melihat hal-hal yang maksiat, dan memiliki perasaan tenang menikmati hal-hal yang halal. Allah SWT berfirman :

















































































30

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir” (Q.S. Ar-rum/30:21)

2. Jalan Mendapatkan Keturunan yang Sah

Menikah adalah jalan yang terbaik untuk menjadikan anak-anak yang mulia, memperbanyak keturunan, melestarikan hidup manusia, serta memelihara nasab yang sangat diperhatikan oleh Islam. Dalam sebuah hadis dinyatakan oleh Nabi Muhammad SAW, sebagai berikut:


(36)

Menikahlah dengan perempuan yang banyak kasih sayangnya lagi banyak melahirkan anak agar nanti aku dapat membanggakan jumlahmu yang banyak dihadapan para Nabi di hari kiamat”. (H.R. Abu Daud dan Nasa’i)

3. Penyaluran Naluri Kebapaan dan Keibuan

Naluri kebapaan dan keibuan akan tumbuh saling melengkapi dalam suasana hidup dengan anak-anak dan akan tumbuh perasaan-perasaan ramah, cinta dan sayang yang merupakan sifat-sifat baik yang menyempurnakan kemanusiaan seseorang.

4. Dorongan Untuk Bekerja Keras

Menyadari tanggung jawab beristri dan menanggung anak-anak akan menimbulkan sikap rajin dan sungguh-sungguh dalam memperkuat bakat dan pembawaan seseorang. Ia akan cekatan bekerja karena dorongan tanggung jawab dan memikul kewajibannya, sehingga ia akan banyak bekerja dan mencari penghasilan yang dapat memperbesar jumlah kekayaan dan memperbanyak produksi.

5. Pengaturan Hak dan Kewajiban Dalam Rumah Tangga

Adanya pembagian tugas, di mana yang satu mengurusi dan mengatur rumah tangga, sedangkan yang lain bekerja di luar, sesuai dengan batas-batas tanggung jawab antara suami istri dalam menangani tugas-tugasnya.


(37)

6. Menjalin Silaturahmi Antara Dua Keluarga

Dengan perkawinan, di antaranya dapat menumbuhkan tali kekeluargaan, memperteguh kelanggengan rasa cinta antara keluarga, dan memperkuat hubungan kemasyarakatan yang oleh Islam direstui, ditopang dan ditunjang.

D. Keluarga Sakinah

Keluarga sakinah terdiri dari dua kata, yaitu kata keluarga dan sakinah. Keluarga dalam istilah fiqih disebut usrah atau qirabah yang telah menjadi bahasa Indonesia yakni kerabat14. Dalam kamus bahasa Indonesia keluarga adalah sanak saudara15. Sementara dalam buku membina keluarga sakinah, keluarga adalah masyarakat terkecil sekurang-kurangnya terdiri dari pasangan suami istri sebagai sumber intinya berikut anak-anak yang lahir dari mereka. Jadi, setidak-tidaknya keluarga adalah pasangan suami istri, baik mempunyai anak atau tidak mempunyai anak16. Dalam kamus besar bahasa Indonesia Sakinah adalah damai, tempat yang aman dan damai17.

14

Direktorat jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Ilmu Fiqh, (Jakarta: Departemen Agama, 1984/1985), Jilid II, Cet Ke-2, h. 156.

15

Muhammad Ali, Kamus Lengkap Bahasa Modern, (Jakarta: Pustaka Amani, 1996), h. 73.

16

Badan Penasehat Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) Propinsi DKI Jakarta 2005,

Membina Keluarga Sakinah, (Jakarta: 1991), h. 4.

17


(38)

Sakinah secara etimologi adalah ketenangan, kedamaian, dari akar kata akan menjadi tenang, damai, merdeka, hening, tinggal. Dalam Islam kata sakinah menandakan ketenangan dan kedamaian secara khusus, yakni kedamaian dari Allah, yang berada dalam Qalbu. Sakinah adalah kedamaian, ketentraman, ketenangan dan kebahagiaan.

Secara terminologi, keluarga sakinah adalah keluarga yang tenang dan tenteram, rukun, damai. Dalam keluarga itu terjalin hubungan mesra dan harmonis, di antara semua anggota keluarga dengan penuh kelembutan dan kasih sayang18.

Keluarga sakinah menurut Islam adalah keluarga yang mendapatkan limpahan rahmat dan berkat dari Allah, menjadi dambaan dan idaman setiap insan sejak merencanakan pernikahan serta merupakan tujuan utama dari pernikahan itu sendiri19.

Keluarga sakinah adalah keluarga yang di bina atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi hajat hidup spiritual dan material secara layak dan seimbang, diliputi suasana kasih sayang antara anggota keluarga dan lingkungannya dengan selaras, serasi, serta mampu mengamalkan, menghayati dan memperdalam nilai-nilai keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia20.

18

Hasan Basri, Keluarga Sakinah “membina Keluarga Sakinah”, (Jakarta: Pustaka Antara, 1996), cet Ke-4, h. 16.

19

Ibid.

20

Departemen Agama RI, Modul Pelatihan Motivator Keluarga Sakinah, (Jakarta: Departemen Agama RI Dirjen Bimas Islam Direktorat Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah, 2005), h. 49.


(39)

Keluarga Sakinah Menurut Undang-Undang yaitu Bab I Pasal 1 Ayat 11 dari Undang Undang No 10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera, maka kita akan mengetahui bahwa keluarga yang sejahtera (keluarga sakinah) itu adalah keluarga yang tidak hanya tercukupi kebutuhan materiilnya, tetapi juga harus didasarkan pada perkawinan yang sah, tercukupi kebutuhan spirituilnya, memiliki hubungan yang harmonis antar anggota keluarga, antara keluarga dengan masyarakat sekitarnya, dengan lingkungannya dan sebagainya21.

Selain itu, keluarga sakinah tidak akan berjalan mulus tanpa adanya mawaddah warrahmah. Oleh Karena itu, mawaddah adalah cinta mencintai antara suami istri yang mendatanhkan komitmen kedua belah pihak dengan nyaman dan aman tanpa peduli pihak luar22. Criteria “mawaddah” dalam Islam menghendaki adanya kecintaan lahir batin (ruuhan wa jasadan) agar suasana pernikahan hakiki dapat dicapai dengan baik dan benar. Apabila suasana “mawaddah” mampu diwujudkan dan dikondisikan, maka anak yang dihasilkan pun merupakan belahan jiwa mereka berdua dan kelak menjadi pengikat erat nan kuat bagi keduanya.

Sedangkan rahmah adalah kasih sayang antara keduanya sejak ikrar akad nikah hingga ajal menjemput keduanya. Apabila rasa cinta memiliki terminal

21

www.kulonprogokab.go.id/.../MEWUJUDKAN%20KELUARGA_%20SEJAHTERA_DAL AM_PERSPEKTIF_ISLAM_2.pdf.

22

Ahmad Sudirman abbas, Problematika Pernikahan dan Solusinya, (Jakarta: PT Prima Heza Lestari, 2006), Cet ke-1, h. 52.


(40)

pemberhentian, maka kasih sayang sebagai rasa dan karsa cinta tidaklah demikian. “Rahmah” merupakan karunia agung dari kreasi Zat Maha Agung, yang diberikan kepada para makhluk-Nya yang benar-benar mengharapkan.

Berdasarkan pengertian yang dirumuskan oleh BP4, maka dapat diuraikan bahwa ciri-ciri keluarga sakinah itu adalah:

1. Keluarga di bina atas perkawinan yang sah,

2. Keluarga mampu memenuhi hajat hidup baik secara materil maupun spiritual dengan layak,

3. Keluarga mampu menciptakan suasana cinta kasih dan kasih sayang antara sesama anggota,

4. Keluarga mampu menanamkan dan mengamalkan nilai-nilai keimanan, ketakwaan, amal saleh dan akhlaqul karimah,

5. Keluarga mampu mendidik anak dan remaja minimal sampai dengan sekolah menengah umum,

6. Kehidupan sosial ekonomi keluarga mampu mencapai tingkat yang memadai sesuai dengan ukuran masyarakat yang maju dan mandiri.

Di dalam Modul Pelatihan Motivator Keluarga sakinah, ada beberapa kriteria keluarga sakinah23:

1. Keluarga Pra Sakinah yaitu keluarga yang dibentuk bukan melalui perkawinan yang sah, tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar spiritual dan

23


(41)

material (basic need) secara minimal, seperti keimanan, shalat, zakat fitrah, puasa, sandang, papan, dan pangan.

2. Keluarga Sakinah I yaitu keluarga yang dibangun atas perkawinan yang sah dan telah dapat memenuhi kebutuhan spiritual dan material secara minimal tetapi masih belum dapat memenuhi kebutuhan sosial psikologinya seperti kebutuhan akan pendidikan, bimbingan keagamaan dalam keluarga, mengikuti interaksi sosial keagamaan dengan lingkungannya.

3. Keluarga sakinah II yaitu keluarga yang di bangun atas perkawinan yang sah dan di samping telah dapat memenuhi kebutuhan kehidupannya juga telah mampu memahami pentingnya pelaksanaan ajaran agama serta bimbingan keagamaan dalam keluarga, dan telah mampu mengadakan interaksi sosial keagamaan dengan lingkungannya, tetapi belum mampu menghayati serta mengembangkan nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan dan akhlaqul karimah, infaq, wakaf, amal jariyah, menabung dan sebagainya.

4. Keluarga sakinah III yaitu keluarga-keluarga yang dapat memenuhi seluruh kebutuhan keimanan, ketakwaan, sosial, psikologis, dan pengembangan keluarganya, tetapi belum mampu menjadi suri tauladan bagi lingkungannya. 5. Keluarga Sakinah III plus, yaitu keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh

kebutuhan keimanan, ketakwaan, dan akhlaqul karimah secara sempurna, kebutuhan sosial psikologis dan pengembangannya serta dapat menjadi suri tauladan bagi lingkungannya.


(42)

E. Pembentukan Keluarga Sakinah

Dalam pembentukan keluarga sakinah, yang paling berperan adalah orang tua. Karena orang tua adalah suri tauladan bagi keluarga. Orang tua dapat memulainya dari pendidikan agama dalam keluarga. Pendidikan agama dalam keluarga mempunyai posisi yang sangat strategis dalam masyarakat yang sedang membangun, karena keluarga adalah lembaga kecil dalam masyarakat yang pada gilirannya dapat berperan membentuk masyarakat sebagaimana yang diharapkan.

Agama harus dikenalkan sejak dini kepada anak, bahkan sejak dalam kandungan. Pengenalan agama dilaksanakan secara terus-menerus melalui pembiasaan-pembiasaan bacaan dan perilaku baik yang dilaksanakan dalam keluarga.

Beberapa aspek yang sangat penting untuk diperhatikan orang tua sebagai realisasi dari tanggung jawabnya dalam mendidik anak adalah24:

1. Pendidikan ibadah,

2. Pembinaan mengenai pokok-pokok ajaran Islam dan Al-Quran, 3. Pendidikan akhlak,

4. Pendidikan Aqidah Islamiyah.

Keempat aspek inilah yang menjadi tiang utama dalam pendidikan Islam. Selain itu, ada beberapa indikasi yang bisa menghantarkan keluarga menjadi keluarga yang bahagia, di antaranya25:

24

Departemen Agama RI, Op-Cit, h. 66.

25

Rahmawati Dewi Utari, “Membangun Keluarga Sakinah”, (Majalah Nasehat Perkawinan & Keluarga), (Jakarta: BP4, 2010), edisi No. 451, h. 16-18.


(43)

1. Dengan menjadikan keluarga yang ahli sujud, keluarga yang ahli taat, keluarga yang menghiasi dirinya dengan dzikrullah, dan keluarga yang selalu rindu untuk mengutuhkan kemuliaan hidup di dunia, terutama mengutuhkan kemuliaan di hadapan Allah SWT kelak di surga. Jadikan berkumpulnya keluarga di surga sebagai motivasi dalam meningkatkan amal ibadah.

2. Menjadikan rumah sebagai pusat ilmu. Pupuk iman adalah ilmu. Memiliki harta tapi kurang ilmu akan menjadikan kita diperbudaknya. Harta dinafkahkan akan habis, ilmu dinafkahkan akan melimpah. Pastikan agar keluarga kita sungguh-sungguh untuk mencari ilmu. Baik ilmu tentang hidup di dunia maupun di akhirat. Bekali anak-anak sedari kecil dengan ilmu dan jadilah orang tua yang senantiasa menjadi sumber ilmu bagi anak-anaknya. 3. Jadikan rumah sebagai pusat nasehat, kita harus tahu persis, semakin hari

semakin banyak yang harus kita lakukan. Untuk itu kita butuh orang lain agar bisa melengkapi keluarga guna memperbaiki kesalahan kita. Keluarga yang bahagia itu keluarga yang dengan sadar menjadikan kekayaannya saling menasihati, saling memperbaiki, serta saling mengoreksi dalam kebenaran dan kesabaran.

4. Jadikan rumah sebagai pusat kemuliaan. Pastikan keluarga kita sebagai contoh bagi keluarga yang lain. Berbahagialah jika keluarga kita dijadikan contoh teladan bagi keluarga yang lain. Itu berarti, masing-masing anggota keluarga senantiasa menuai pahala dari setiap orang yang berubah karena kita sebagai


(44)

jalan kebaikannya. Saling berlomba-lombalah dalam memunculkan kemuliaan di keluarga.

F. Strategi Pembentukan Keluarga Sakinah

Strategi pembentukan keluarga sakinah dapat diawali dengan: 1. Pemilihan Calon

Sebagaimana Nabi Muhammad SAW menyinggung dalam hadis:

Artinya:

Nikahilah perempuan karena empat perkara, yaitu karena hartanya, keturunannya, kecantikannya dan karena Agamanya”. (H.R. Bukhari dan

Muslim)

Begitu juga bagi wanita yang ingin menikah dengan seorang laki-laki, harus melihat empat perkara tersebut.

2. Ketika Dalam Berumah Tangga

Setiap pasangan yang sudah berumah tangga,apalagi sudah mempunyai keturunan harus diterapkan sikap saling menghargai, saling mengasihi, saling pengertian, saling toleransi, saling mencintai, dan lain sebagainya. Karena hal tersebut dapat menunjang suasana keluarga yang tentram dan damai yang akan berujung pada keluarga sakinah mawaddah warrahmah.


(45)

Strategi lain yang dapat dilakukan dalam pembentukan keluarga sakinah adalah dengan mengikuti program-program pembinaan keluarga sakinah yang diadakan oleh pemerintah khususnya oleh BP4 yang dapat diikuti di kantor urusan agama masing-masing.

Program pembinaan keluarga sakinah adalah sebagai Gerakan Nasional yang merupakan bagian dari upaya meletakkan dasar kerangka dan agenda reformasi pembangunan sosial budaya dalam usaha mewujudkan masyarakat bermoral tinggi, penuh keimanan, ketakwaan dan akhlak mulia26.

Dengan pembinaan Gerakan Keluarga Sakinah diharapkan tatanan kehidupan keluarga dan masyarakat dapat berjalan optimal sehingga nilai-nilai keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia dapat tertanam dalam kehidupan keluarga masyarakat. Dengan mengembangkan aspek keluhuran akhlak dan moral masyarakat Indonesia tidak akan terseret pada pola pikir materialisme dan lebih menghargai kebenaran, kebaikan dan keadilan. Tingkat kemiskinan masyarakat dapat kita tekan melalui penguatan institusi keluarga dan masyarakat, sehingga mobilisasi sumber daya masyarakat dapat ditingkatkan dan masyarakat mampu mengatasi permasalahan yang dihadapi. Ketahanan keluarga akan terus meningkat sehingga tidak mudah terpengaruh oleh negatif budaya asing yang merusak tatanan kehidupan rumah tangga.

26

Departemen Agama RI, Modul Pelatihan Motivator Keluarga Sakinah, (Jakarta: Departemen Agama RI Dirjen Bimas Islam Direktorat Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah, 2005), h. 51.


(46)

Program Gerakan Keluarga Sakinah antara lain27: 1. Pendidikan Agama Dalam Keluarga

Program ini pada prinsipnya dilakukan oleh ayah dan ibu. Tujuannya adalah untuk menanamkan nilai-nilai keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia dalam kehidupan keluarga dan lingkungannya. Dalam hal orang tua karena sesuatu tidak mampu melaksanakan tugas tersebut, maka program penyelenggaraan bimbingan agama secara terpadu untuk kelompok para ayah dan ibu agar mampu melaksanakan tugas bimbingan agama dalam keluarganya. Apabila masih ada sebagian orang tua yang karena sesuatu hal tidak mampu melaksanakan pola tersebut, program menyediakan tenaga pembimbing yang datang kerumah-rumah. Untuk menunjang kelancaran kegiatan tersebut perlu disiapkan sarana dan prasarananya termasuk modul, pedoman, pelatihan-pelatihan dan penyediaan tenaga pembimbing keluarga. 2. Pendidikan Agama Di Masyarakat

Program ini dilaksanakan melalui peningkatan bimbingan keagamaan di masyarakat melalui kelompok keluarga sakinah, kelompok pengajian, kelompok majelis taklim, kelompok wirid dan kelompok kegiatan keagamaan lainnya.

3. Pemberdayaan Ekonomi Umat

Program ini dilaksanakan melalui peningkatan kegiatan ekonomi kerakyatan seperti koperasi masjid, kelompok usaha produksi keluarga

27


(47)

sakinah, koperasi majelis taklim, dan upaya pemberdayaan ekonomi keluarga lainnya.

4. Pembinaan Gizi Keluarga

Program ini dilaksanakan dengan memberikan motivasi dan bimbingan kepada keluarga dan masyarakat melalui pendekatan agama agar masyarakat mementingkan gizi yang baik bagi remaja putri, calon pengantin, ibu hamil, bayi dan balita.

5. Pembinaan Kesehatan Keluarga

Program ini dilaksanakan dengan motivasi dan bimbingan kepada keluarga dan masyarakat melalui pendekatan agama, agar masyarakat memperhatikan kesehatan ibu, bayi, anak balita dan lingkungannya.

6. Sanitasi Lingkungan

Program ini dilaksanakan dengan memberikan motivasi, bimbingan bantuan untuk penyediaan air bersih, jambanisasi dan sanitasi lingkungan. 7. Penanggulangan penyakit menular seksual dan HIV/AIDS dilaksanakan


(48)

39

DAN PELESTARIAN PERKAWINAN (BP4)

A. Gambaran Umum tentang BP4

1. Pengertian dan Sejarah Singkat Berdirinya BP4

Badan Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan atau yang biasa disingkat dengan sebutan BP4 adalah merupakan organisasi semi resmi yang bernaung di bawah Departemen Agama yang bergerak dalam bidang konsultasi hukum atau pemberian nasihat perkawinan, perselisihan dan perceraian1. Atau dapat juga diartikan sebagai badan yang bertindak sebagai konsultan perkawinan dan perceraian mengenai nikah, talak, dan rujuk.

BP4 sebagai badan yang memusatkan perhatian dan kegiatannya pada pembinaan keluarga mempunyai kedudukan yang sangat penting terutama dalam situasi masyarakat kita, di mana pergeseran nilai daripada norma-norma yang ada semakin merata. Sebab pergeseran nilai daripada norma-norma itu lebih terlihat dalam kehidupan masyarakat pada umumnya dan dalam kehidupan para remaja atau generasi muda pada khususnya. Apabila orang tua kurang menyadari gejala ini dan tidak berusaha menyelami kehidupan para remaja atau anak-anaknya, maka pergeseran nilai ini akan menjadi perbenturan

1

Lembaga Pengkajian Kebudayaan Nusantara (LPKN), Kamus Besar Ilmu Pengetahuan,


(49)

nilai yang mewujudkan apa yang disebut dengan generation gap. Dan dalam keadaan yang seperti ini, secara eksistensi keluarga menghadapi sebuah bencana yang suatu saat bisa mengancam kerukunan rumah tangga2.

Kelahiran BP4 dalam bidang konsultasi perkawinan dan keluarga adalah sebagai perwujudan daripada rasa tanggung jawab untuk mengatasi konflik atau perselisihan dan perceraian dalam upaya mewujudkan keluarga sakinah, mawaddah warahmah.

Beranjak dari sebuah rasa keprihatinan yang timbul karena tingginya angka perceraian di Indonesia, yang pada tahun 1950 sampai dengan tahun 1954 dari data statistik perkawinan di seluruh Indonesia mencapai 60-80% (rata-rata 1300-1400 kasus perceraian perhari), bahkan angka tersebut lebih besar dibandingkan dengan angka pernikahan yang terjadi pada waktu itu. Maka, almarhum Bpk. H. M. Nasaruddin Latif mencetuskan dan memasyarakatkan keberadaan BP4 pada tanggal 4 April 1954 di Jakarta bersama dengan Seksi Penasihatan Perkawinan (SPP) pada Kantor Urusan Agama se-Kotapraja Jakarta Raya.

Kemudian, pada tanggal 3 Oktober 1954 almarhum Bpk. Abdur Rauf Hamidy atau yang lebih dikenal dengan sebutan Pak Arharta juga membentuk organisasi yang bergerak dalam bidang yang sama yaitu dengan nama Badan Penasihatan Perkawinan dan Penyelesaian Perkawinan (BP4).

2

Departemen Agama RI, Badan Penasehatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan, Hasil Musyawarah Nasional BP4 XII dan Pengukuhan Keluarga Sakinah, (Jakarta: Departemen Agama, 2001), h. 54.


(50)

Permasalahan yang dominan dan urgen penyelesaiannya adalah angka talak (perceraian) yang luar biasa tingginya dalam kompulasi kasus lokal maupun secara statistika nasional. Kondisi yang rawan bagi masa depan bangsa itu berulang-ulang kali digubris oleh Bapak Nasaruddin Latif dalam pidato-pidato dan tulisan-tulisannya, yang menurutnya apabila diadakan pemilihan juara mengenai tentang tingginya angka perceraian di seluruh dunia, Indonesia kalau tidak “menggondol” juara satu, sekurang-kurangnya akan mendapat nomor dua. Akibat labilnya perkawinan dan perceraian yang sewenang-wenang, maka kaum wanita atau janda yang banyak menderita dan banyak anak-anak yang akan terlantar. Sehingga tidak hanya merusak sendi-sendi kehidupan kemasyarakatan, bahkan juga akan meruntuhkan akhlak dan kepribadian serta meluasnya kemaksiatan. Adanya Undang-Undang Perkawinan sekalipun, belum cukup menjamin 100% keteguhan perkawinan dan keharmonisan keluarga.

Pada tahun 1956 atas prakarsa dari H. S. M. Nasaruddin Latif diselenggarakan musyawarah yang diikuti oleh wakil-wakil dari 21 organisasi wanita yang sebagian besar tergabung dalam KOWANI, di mana secara bulat menyepakati Seksi Penasihatan Perkawinan dikembangkan menjadi “Panitia

Penasihatan Perkawinan dan Penyelesaian Perkawinan” atau yang disingkat dengan P5 yang diketuai oleh Ny. SR Poedjotomo dan H.S. M. Nasaruddin Latif sebagai penasihat. Wadah baru ini berstatus sebagai organisasi kemasyarakatan yang bergerak di bidang usaha mengurangi perceraian dan


(51)

mempertinggi nilai perkawinan. Gerak langkah P5 kemudian meluas sampai ke daerah-daerah di luar Jakarta, seperti Malang, Surabaya Kediri, Lampung, dan Kalimantan. Daerah-daerah tersebut dikunjungi oleh H. S. M. Nasaruddin Latif dalam rangka memasyarakatkan P5 dan membentuk cabang setempat.

Sedangkan pada tahun 1958 bersama Ibu Hj. Alfiyah Muhadi, Ibu KH. Anwar Musaddad dan Ibu Hj. Samawi di Yogyakarta, Jawa Timur dan Jawa Tengah berdiri Badan Kesejahteraan Rumah Tangga (BKRT). Kemudian, dikukuhkanlah kepengurusan yang permanen yang diketuai oleh Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Daerah Istimewa Yogyakarta, Bapak KH. Farid Ma’ruf. Sedangkan di kabupaten dibentuk juga Balai BKRT yang langsung diketuai oleh kepala KUA kabupaten. Bagi aparat Departemen Agama pada waktu itu, pembentukan lembaga tersebut memang merupakan kebutuhan mendesak dalam upaya mengatasi banyaknya problematika perkawinan dan rumah tangga yang terjadi di daerah-daerah di Indonesia. Sedangkan dalam skala luas, lembaga ini cukup menunjang misi Departemen Agama dalam upaya pembinaan keluarga dan kehidupan beragama.

Berdua dengan Arharta yang juga membentuk cabang Badan Penasihatan Perkawinan di beberapa kota lainnya, H. S. M. Nasaruddin Latif membina dan mengembangkan peran dan profesi penasihatan perkawinan (marriage counseling) di Indonesia. Sampai saatnya, dalam pertemuan pengurus Badan Penasihatan Perkawinan Tingkat 1 se-Jawa yang dilaksanakan pada tanggal 3 Januari 1960, disepakati gagasan peleburan


(52)

organisasi-organisasi penasihatan perkawinan yang bersifat lokal itu menjadi badan nasional yang diberi nama Badan Penasihatan Perkawinan dan Penyelesaian Perceraian atau disingkat menjadi BP4.

Kesepakatan tersebut, setelah dibahas dalam konferensi Dinas Departemen Agama ke VII yang berlangsung pada tanggal 25-30 Januari 1960, di Cipayung, Bogor, kemudian dikukuhkan melalui Surat Keputusan Menteri Agama RI Nomor 85 Tahun 1961, dengan demikian BP4 resmi terbentuk secara nasional dengan berpusat di Jakarta dan mempunyai cabang-cabang di seluruh Indonesia.

Pembentukan BP4, menurut Dra. Zubaidah Muchtar, sedikitnya didorong oleh tiga hal. Yakni tingginya angka perceraian, banyaknya perkawinan di bawah umur, dan praktek poligami yang tidak sehat. Pada tahun 1950-an, sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, angka perceraian pernah mencapai 50-60 persen dan itu didorong oleh adanya perlakuan semena-mena terhadap wanita. Akibatnya, banyak anak-anak yang menjadi korban, dan tidak sedikit istri yang tidak menentu nasibnya karena para suami sering meninggalkan istri dan anak-anaknya begitu saja tanpa pesan dan kesan.

Kemudian, seiring dengan berjalannya waktu yang terus berputar, dari sejak berdirinya BP4 telah terasa perannya yang begitu sangat berarti bagi “dunia” perkawinan dan yang lebih penting lagi yaitu salah satu usahanya dalam memperjuangkan lahirnya sebuah Undang-undang yang mengatur tentang masalah perkawinan. Akan tetapi, pada saat itu sebagian besar


(53)

penduduk Indonesia yang mayoritas memeluk agama Islam belum ada undang-undang yang mengatur tentang hukum perkawinan mereka. Hal ini lah yang mendorong diadakannya kongres perempuan Indonesia pada tahun 1968 yang membahas tentang keburukan-keburukan yang terjadi dalam perkawinan umat Islam, pembahasan tersebut terjadi bukan dikarenakan tidak adanya peraturan dalam Islam tentang masalah perkawinan, akan tetapi lebih dikarenakan banyak orang yang tidak mentaati “rambu-rambu” dalam perkawinan disebabkan tidak adanya aturan atau undang-undang perkawinan yang memberikan sanksi atau hukuman terhadap orang yang melanggar.

Maka setelah melalui perjalanan panjang sejak tahun 1962 di mana BP4 mendesak pemerintah agar segera membuat dan mengesahkan undang-undang tentang perkawinan, pada tanggal 2 Januari 1974 keluarlah Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan. Walaupun dalam rancangan undang-undang tersebut yang diajukan ke DPR ada beberapa hal yang bertentangan dengan agama Islam, tetapi keberadaan undang-undang ini sangat membantu dan mendukung berlakunya hukum perkawinan umat Islam. Dengan keluarnya Undang-undang RI Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan ini, maka tercapailah cita-cita BP4. Terlebih dengan dicantumkannya pasal 39 ayat (1) yang menetapkan bahwa perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan. Berdasarkan ketentuan tersebut, terbukti angka perceraian menurun secara drastis. Angka perceraian yang pada tahun 1975 masih sekitar 25% maka tahun 1976 menurun menjadi


(54)

10,29%. Bertolak dari ketentuan tersebut, BP4 tidak lagi bertugas menyelesaikan perceraian dan hanya tugasnya hanya semata-mata memberikan penasihatan. Oleh karena itu, maka berdasarkan Keputusan Menteri Nomor 30 tahun 1977, BP4 berubah namanya menjadi Badan Penasihat Perkawinan, Perselisihan dan Perceraian (BP4) dan dinyatakan sebagai satu-satunya badan semi penunjang sebagian tugas Departemen Agama di bidang penasihatan perkawinan, perselisihan rumah tangga dan perceraian.

2. Tujuan Berdirinya BP4

Secara formil tujuan daripada dibentuknya BP4 dirumuskan untuk mempertinggi nilai perkawinan dan terwujudnya tatanan rumah tangga yang sejahtera dan bahagia menurut tuntunan Islam. Sebagaimana tercantum dalam anggaran dasar BP4 pasal 5, yang menyebutkan bahwa tujuan BP4 adalah mempertinggi mutu perkawinan guna terwujudnya rumah tangga atau keluarga yang sakinah menurut ajaran Islam untuk mencapai masyarakat dan bangsa Indonesia yang maju, mandiri, dan sejahtera baik material maupun spiritual.

Adapun untuk mencapai tujuan tersebut di atas, maka BP4 melakukan beberapa usaha-usaha sebagaimana tersebut dalam Anggaran Dasar BP4 pada pasal 4 dan 5, BP4 mempunyai pokok-pokok upaya dan usaha sebagai berikut3:

3

BP4 Pusat, Hasil Musyawarah Nasional BP4 XII dan Pengukuhan Nasional Keluarga Sakinah, (Jakarta: BP4 Pusat, 2001), h. 94-95.


(55)

a. Memberikan bimbingan dan penasihatan dan penerangan mengenai nikah, talak cerai dan rujuk kepada masyarakat baik perorangan maupun kelompok.

b. Memberikan bimbingan dan penyuluhan Agama, UU Perkawinan, Hukum Munakahat, UU Peradilan Agama, Kompilasi Hukum Islam (KHI), dan hal-hal lain yang berkaitan dengan hukum keluarga dan adat istiadat (Ahwal Syakhsiyah).

c. Memberikan bantuan dalam mengatasi masalah perkawinan, keluarga dan perselisihan rumah tangga.

d. Bekerja sama dengan instansi, lembaga dan organisasi yang memiliki kesamaan tujuan baik di dalam maupun di luar negeri.

e. Menerbitkan dan menyebarluaskan majalah perkawinan dan keluarga, buku, brosur, dan media elektronik yang dianggap perlu.

f. Menyelenggarakan kursus calon pengantin, penataran atau pelatihan, diskusi, seminar dan kegiatan-kegiatan sejenis lainnya yang berkaitan dengan perkawinan dan keluarga.

g. Menyelenggarakan pendidikan keluarga untuk peningkatan, penghayatan dan pengalaman nilai-nilai keimanan, ketakwaan dan akhlaqul karimah dalam rangka membina Keluarga Sakinah.

h. Berperan serta aktif dalam kegiatan lintas sektoral yang bertujuan untuk membina Keluarga Sakinah.


(56)

j. Upaya dan usaha lain yang dipandang perlu dan bermanfaat untuk kepentingan organisasi serta bagi kebahagiaan dan kesejahteraan keluarga.

Kemudian dari usaha-usaha tersebut di atas, BP4 telah menjabarkannya dalam beberapa kegiatan, di antaranya adalah sebagai berikut4:

a. Membentuk Korps Penasihatan Perkawinan BP4 di semua tingkatan (Pusat, Propinsi, Kabupaten/Kota dan Kecamatan)

b. Menyelenggarakan penataran bagi anggota korps penasihatan perkawinan BP4

c. Memberikan penasihatan perkawinan bagi calon pengantin

d. Memberikan buku-buku tentang membina keluarga bahagia sejahtera e. Memberikan penasihatan bagi pasangan yang mengajukan gugatan cerai ke

Pengadilan Agama

f. Memberikan majalah nasihat perkawinan dan keluarga (sekarang diubah menjadi perkawinan dan keluarga) yang disebarkan di seluruh Indonesia g. Membuka biro penasihatan dan konsultasi keluarga di tingkat pusat dan

propinsi

h. Menyelenggarakan pendidikan kerumahtanggaan bagi remaja usia nikah i. Membuka penasihatan perkawinan melalui hot line telepon

j. Menyelenggarakan pemilihan ibu teladan tiap tiga bulan sekali pada tiap tingkatan

4 Zamhari Hasan, “Peranan BP4 Dalam Menurunkan Angka Perceraian”,

(Makalah Loka Karya), (Jakarta: BP4 Pusat,1997), h. 3.


(57)

k. Menyelenggarakan seminar, loka karya, dan sebagainya yang ada relevansinya dengan upaya pembinaan keluarga bahagia dan sejahtera l. Membuka biro konsultasi jodoh.

Dr. H. Ali Akbar mengatakan, bahwa usaha BP4 yang paling berat adalah dalam hal mencegah terjadinya perceraian, menyelesaikan percekcokan, dan pertikaian rumah tangga yang sangat banyak ragamnya, baik yang disebabkan oleh faktor kepribadian yang ada dalam diri manusia itu sendiri atau faktor-faktor lain yang tentu saja akan sangat mempengaruhi keharmonisan dalam rumah tangga5.

Sedangkan, menurut M. Fuad Nasar, usaha yang harus yang dilakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan melalui perbaikan dan pembinaan yang mesti ditempuh secara pragmatis dan juga melalui tahap-tahap kerja keras yang berkonsen, berorientasi dan berkesinambungan6.

3. Tugas dan Wewenang BP4

BP4 lahir sebagai suatu gerak usaha untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 serta yang diridhoi oleh Allah SWT. Masyarakat adil dan makmur berarti masyarakat yang sejahtera lahir dan batin.

5 Ali Akbar, “Meningkatkan Usaha BP4 Dalam Penasehatan”,

Problematika Pelaksanaan Undang-Undang Perkawinan dan Keluarga, (Majalah Nasehat Perkawinan dan Keluarga), (Jakarta: BP4 Pusat, 1996), edisi Januari No283, h. 17.

6

M. Fuad Nasar, “Peranan BP4 Dalam Pembinaan Keluarga”, (Majalah Nasehat Perkawinan dan Keluarga ), (Jakarta: BP4 Pusat, 1996), edisi Januari No. 283, h. 8.


(58)

Maka BP4 yang bertujuan mempertinggi nilai perkawinan dan terwujudnya rumah tangga yang bahagia menurut ajaran Islam adalah tepat dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat serta sejalan dengan rencana pembangunan materiil dan spiritual yang harus kita laksanakan.

Dalam Anggaran Dasar BP4 disebutkan bahwa organisasi ini bertujuan untuk mempertinggi mutu perkawinan guna terwujudnya rumah tangga atau keluarga yang sakinah menurut ajaran Islam untuk mencapai masyarakat dan bangsa Indonesia yang maju, mandiri, dan sejahtera baik materil dan spiritual.

Selanjutnya, di dalam diktum pertimbangan Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 30 tahun 1977 dinyatakan kembali bahwa:

“ Untuk kelancaran pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Peraturan Pelaksanaan dipandang perlu menegaskan pengakuan BP4 dalam Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 85 Tahun 1961, begitu pula pembinaan badan tersebut sebagai satu-satunya badan yang berusaha pada bidang penasihatan perkawinan dan pengurangan perceraian dalam rangka menunjang tugas Departemen Agama di bidang bimbingan Masyarakat Islam serta memberikan penyuluhan agama bagi masyarakat sehingga terbentuk keluarga yang sakinah, mawaddah warrahmah” 7

.

7

Ahmad Abdulgani Abdullah, Himpunan Peraturan Peradilan Agama, (Jakarta: Intermasa,1991), h. 519.


(1)

78

f. Memberikan ceramah-ceramah tentang perkawinan dan keluarga pada acara Walimatul Ursy.

g. Memberikan Informasi kehidupan rumah tangga pada tingkat sekolah atas.

h. Memperkecil pernikahan di bawah umur. b. Upaya Kuratif

Upaya kuratif yang dilakukan oleh BP4 Kecamatan Kemayoran berupa pemberian nasihat terhadap pasangan suami istri yang sedang mengalami perselisihan dan berupaya mencari jalan keluar terbaik atas masalah yang mereka hadapi.

B. Saran-saran

1. Untuk BP4 Kecamatan Kemayoran

a. Hendaknya BP4 Kecamatan Kemayoran lebih meningkatkan profesionalisme kinerja para pegawainya, khususnya dalam masalah manajemen administrasi pendataan agar dapat diketahui tingkat keberhasilan BP4 Kecamatan Kemayoran dari tahun ke tahun.

b. Hendaknya BP4 Kecamatan Kemayoran lebih meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM), terutama mengenai profesionalisme para konsultan dalam memberikan nasihat dan penyuluhan pranikah serta dalam menyelesaikan permasalahan yang diadukan oleh pasangan suami istri setelah mereka menikah.


(2)

c. BP4 Kecamatan Kemayoran diharapkan mampu berperan aktif dengan melaksanakan secara optimal kegiatan-kegiatan yang sudah diprogramkan dan harus lebih diintensifkan program-program yang sudah ditetapkan tersebut, khususnya penyuluhan kepada masyarakat terutama tentang masalah perkawinan, tujuannya adalah untuk memberikan informasi kepada masyarakat akan kesakralan ikatan sebuah perkawinan dan juga memberikan informasi tentang fungsi dan tugas BP4 yang sebenarnya, agar mereka tidak lagi menjadikan BP4 hanya sebagai “Unit Gawat

Darurat” menuju perceraian.

d. BP4 Kecamatan Kemayoran harus mempunyai pendekatan pro aktif kepada masyarakat daripada bersifat reaktif. Artinya BP4 Kecamatan Kemayoran berusaha mencari dan mengamati kasus yang terjadi di masyarakat kemudian mengadakan kegiatan yang secara langsung atau tidak langsung sifatnya merawat perkawinan dan keluarga. Jadi, berusaha untuk tidak selalu menunggu datangnya masalah serta harus mempunyai program yang bersifat mendahulukan pembinaan dengan pendekatan pro aktif.

2. Untuk Pasangan Suami Istri yang Mendatangi BP4 Kecamatan Kemayoran dan Masyarakat Pada Umumnya

a. Sebaiknya bagi para pasangan suami istri ketika sebelum melaksanakan perkawinan, diharapkan mengikuti penyuluhan pranikah yang diadakan


(3)

80

oleh BP4. Karena hal tersebut bertujuan untuk bekal pengetahuan ketika sudah memasuki perkawinan.

b. Apabila ada hal-hal yang masih tidak mengerti tentang perkawinan, jangan merasa malu untuk menanyakan atau berkonsultasi kepada BP4. Agar perkawinan yang akan dijalankan berjalan lancar dan langgeng. c. Bagi masyarakat luas pada umumnya dan pasangan muda mudi yang akan

melangsungkan perkawinan pada khususnya, diharapkan lebih mengetahui dan memahami makna daripada perkawinan itu sendiri, memenuhi hak dan kewajiban sebagai suami istri/orang tua, sehingga apa yang telah dicita-citakan dalam perkawinan, yaitu terbentuknya rumah tangga yang sakinah, mawaddah warahmah akan terwujud serta terhindar dari perceraian.


(4)

81

Abbas, Ahmad Sudirman, Problematika Pernikahan dan Solusinya, Jakarta: PT Prima Heza Lestari, 2006.

Abiding, Slamet, Aminuddin, Fiqih Munakahat 1, Bandung: CV Pustaka Setia, 1999. Abdullah, Ahmad Abdulgani, Himpunan Peraturan Peradilan Agama, Jakarta:

Intermasa, 1991.

Akbar, Ali, “Meningkatkan Usaha BP4 Dalam Penasehatan”, Problematika

Pelaksanaan Undanh-undang Perkawinan dan Keluarga, (Majalah Nasehat Perkawinan dan Keluarga), Jakarta: BP4 Pusat, 1996.

Ali, Muhammad, Kamus Lengkapn Bahasa Modern, Jakarta: Pustaka Amani, 1996. Ali, Zainuddin, Hukum Perdata Islam Di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2007. As-Siba’y, Mustafa, Wanita Diantara Hukum Islam Dan Perundangan, Jakarta:

Bintang Bulan, 1966.

Ayyub, Syaikh Hasan, Fiqih Keluarga, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2006.

Badan Penasehat Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) Propinsi DKI Jakarta 2005, Membina Keluarga Sakinah, Jakarta: BP4, 1991.

Basri, Hasan, Keluarga Sakinah “membina Keluarga Sakinah”, Jakarta: Pustaka Antara, 1996, cet Ke-4.

BP4 Pusat, Hasil Musyawarah Nasional BP4 XII dan Pengukuhan Nasional Keluarga Sakinah, Jakarta: BP4 Pusat, 2001.

BP4 Pusat, Ketahanan Keluarga Dalam Menghadapi Era Globalisasi, (Majalah Nasehat Perkawinan dan Keluarga), Jakarta: BP4 Pusat, 1995, edisi September No. 279.

Darajat, Zakiah, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta: PT. Bulan Bintang, 2005.

Departemen Agama RI Dirjen Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji, Pedoman Pejabat Urusan Agama Islam, Jakarta: Departemen Agama, 2005.


(5)

82

Departemen Agama RI Dirjen bimas Islam Direktorat Urusan Agama Islam Dan Pembinaan Syariah, Modul Pelatihan Motivator Keluarga Sakinah, Jakarta: Departemen Agama, 2006.

Departemen Agama RI Dirjen Bimas Islam Dan Penyelenggaraan Haji Proyek Peningkatan Kehidupan Keluarga Sakinah, Modul Fasilitator Kursus Calon Pengantin, Jakarta: Departemen agama, 2001.

Departemen Agama RI, Modul Pelatihan Motivator Keluarga Sakinah, Jakarta: Departemen Agama RI Dirjen Bimas Islam Direktorat Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah, 2005.

Departemen Agama RI, Badan Penasehatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan, Hasil Musyawarah Nasional BP4 XII dan Pengukuhan Keluarga Sakinah, Jakarta: Departemen Agama, 2001.

Direktorat jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Ilmu Fiqh, Jakarta: Departemen Agama, 1984/1985, Jilid II, Cet Ke-2.

Ghazaly, Abd. Rahman, Fiqih Munakahat, Jakarta: Prenada Media, 2003, cet-1.

Hasan, Zamhari, “Peranan BP4 Dalam Menurunkan Angka Perceraian”, (Makalah

Loka Karya), Jakarta: BP4 Pusat,1997.

http//badilag.net/data/Keputusan%20MUNAS%20BP4-2009.

http://intanghina.wordpress.com/2009/03/23/pelayanan-badan-penasehat-pembinaan-pembinaan-pelestarian-perkawinan-BP4/#_ftn2.

http//sururudin.wordpress.com/.../peranan-bp4-dalam-menurunkan-angka- perceraian/.

http//www.antaranews.com/.../mencari-keluarga-sakinah-di-tengah-maraknya-perceraian.

KUA Kecamatan Kemayoran, Laporan Tahunan KUA Kecamatan Kemayoran Tahun 2009, Jakarta: KUA Kecamatan Kemayoran, 2009.

Lembaga Pengkajian Kebudayaan Nusantara (LPKN), Kamus Besar Ilmu Pengetahuan, Jakarta: Golo Riwu, 1997.

Mustoha, “kerjasama Badan Penasehatan Perkawinan Perselisihan dan Perceraian Dengan Peradilan Agama”, (Makalah Loka Karya), Jakarta: BP4 Pusat,1997.


(6)

Narboko, Cholid, Abu Achmadi, Metodologi Penelitian, Jakarta: Bumi Pustaka, 1997.

Nasar, M. Fuad, “Peranan BP4 Dalam Pembinaan Keluarga”, (Majalah Nasehat Perkawinan dan Keluarga ), Jakarta: BP4 Pusat, 1996, edisi Januari No. 283. Nasrullah, Penasehat BP4 Kecamatan Kemayoran, Wawancara Pribadi, (Jakarta, 10

November 2010).

Nuruddin, Amiur, Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Di Indonesia Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam Dari Fikih, UU No 1/1974/Sampai KHI, Jakarta: Kencana, 2006.

Paper Rapat kerja Kementrian Agama, Optimalisasi Peran BP4 Dalam Penanganan Keluarga Bermasalah Di Propinsi DKI Jakarta, (Jakarta, 13 April 2010). Poerwadarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1976. Purnawibawa, Muhammad Alex, Sekretaris BP4 Kecamatan Kemayoran, Wawancara

Pribadi, (Jakarta, 01 November 2010).

R. Subekti, R. Djitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW) Dengan Tambahan UU Pokok Agraria dan UU Perkawinan, Jakarta: Pradnya Paramita, 1994.

Sholeh, Asrorun Ni’am, Fatwa-Fatwa Masalah Pernikahan Dan Keluarga, Jakarta: eLSAS, 2008.

Soekanto, Soejono, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1986.

Sostroatmojo, Arso dan A. Wasir Aulawi, Hukum Perkawinan Di Indonesia, Jakarta: Bulan Bintang, 1975.

Syarifuddin, Amir, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia : Antara Fiqih Munakahat Dan Undang-Undang Perkawinan, Jakarta: Kencana, 2007. Team Media, Amandemen Peradilan Agama dan Kompilasi Hukum Islam Di

Indonesia, Jakarta: Media Center.

Utari, Rahmawati Dewi, “Membangun Keluarga Sakinah”, (Majalah Nasehat Perkawinan & Keluarga), Jakarta: BP4, 2010, edisi No. 451.

Www.kulonprogokab.go.id/.../mewujudkan%20keluarga_%20sejahtera_dalam_persp ektif_islam_2.pdf.