pakaian dan busana dapat bekerja dengan berbagai cara yang berbeda, namun memiliki kesamaan bahwa beberapa diantaranya merupakan tempat tatanan sosial.
Fashion, pakaian dan busana dapat dianggap sebagai salah satu makna yang digunakan oleh sekelompok sosial dalam mengkomunikasikan identitas mereka.
9
B. Pakaian Menurut Islam
Pada agama manapun, di era modern ini, selalu ditemukan ajaran untuk berpakaian sopan di depan umum, setidaknya menurut pandangan secara universal
bahwa manusia itu harus menutupi bagian-bagian tubuh yang tidak seharusnya diperlihatkan di depan umum. Islam memberikan rambu-rambu yang jelas dalam
masalah pakaian wanita agar tetap ada keseimbangan antara estetika dengan syariah. Adapun seruan Allah dan Rasaul-Nya tertuang dalam nash-nash berikut
ini ketika wanita ada dalam kehidupan umum. QS. Al-Ahzab: 59, perintah untuk mengenakan jilbab:
Ar tinya: “Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu
dan istri- istri orang mu’min: Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ketubuh
mereka. Yang demikian itu supaya mereka mudah dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” QS. Al-ahzab33:59
9
Barnard Malcolm. Fashion sebagai komunikasi cara mengkomunikasikan identitas sosial seksualitas, kelas dan gender. Yogyakarta Bandung: jalasutra. 1996. h. 104
15
Sedangkan menurut kitab suci Al-Quran Surat Al- A’raf 25-26 terdapat tiga
macam pakaian yang sesuai dengan kaidah ajaran islam,
10
yaitu : 1.
Pakaian yuwaari sauatikum : pakaian sekedar menutup bagian-bagian yang malu bila dilihat atau terlihat orang lain aurat
2. Pakaian riisyan : pakaian yang merupakan hiasan yang layak bagi manusia,
lebih dari pada sekedar menyembunyikan aurat saja. 3.
Pakaian libaasut-taqwa : pakaian yang merupakan ketaqwaan yang menyelamatkan diri, menyegarkan jiwa, membangkitkan budi pekerti dan
akhlak yang mulia. Jenis pakaian ini merupakan yang terpenting karena member jaminan keselamatan diri, dunia dan akhirat, menjamin kebahagian
rumah tangga, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat dan negara. Kata “aurat” sendiri dalam Islam memiliki dua arti:
1. Bagian tubuh manusia yang malu bila dilihat orang lain
2. Kelemahan, tidak mempunyai kemampuan bertahan atau membela diri bila
diserang. Sikap sopan santun dan cara berbusana yang elegan dan karismatik sangat
identik dengan gaya dan penampilan orang-orang terpelajar dan terhormat. Dikatakan identik, karena umumnya memang demikian, meskipun antara pakaian
luar dan “pakaian” dalam yang melekat pada diri seseorang belum tentu matching atau selaras.
Betapa banyak kita melihat orang-orang dengan pakaian rapi, sopan, berwibawa, dan terhormat, akan tetapi hati serta perilakunya sungguh tidak
10
K. H. E Abdurahman, Risalah wanita Bandung: sinar baru Algesindo, 2002, hlm 152
16
terhormat. Misalnya saja adalah para koruptor. Juga para muslimah yang sudah menjilbabkan tubuhnya, tapi belum menjilbabkan hatinya.
Hipokritas seperti inilah yang harus dihindarkan menurut ajaran etika berbusana dalam islam. Pakaian bukan hanya untuk menghiasi diri dan berfungsi
secara ragawi, tapi juga harus berfungsi sebagai simbol moral yang muncul dari kepribadian yang mulia.
Berhijab atau berjilbab sangat dianjurkan, bahkan diperintahkan oleh Islam dengan acuan kriteria-kriteria tertentu. Begitu juga berpakaian yang sopan, elegan,
dan karismatik. Islam menganggap penting semua itu. Namun, kesemuanya harus dilandasi oleh kepribadian yang memang mulia, sopan, elegan, dan karismatik.
Mungkin inilah yang dimaksudkan dengan “pakaian ketakwaan” yang dipandang jauh lebih penting dan merupakan pakaian terbaik.
Untuk membumikan substansi ajaran ini di tanah Jawa, Walisanga menghadirkan ular-ular atau pesan-pesan moral dan falsafah hidup berbunyi:
Ajining Diri Saka Lathi, Ajining Raga Saka Busana. Artinya, harga diri seseorang tergantung dari ucapannya dan sebaiknya seseorang dapat menempatkan diri
sesuai dengan busananya situasinya. Ditinjau dari perspektif ilmu psikologi, antara busana dan si pemakai busana
sedikit atau banyak memang punya hubungan saling mempengaruhi. Meski tidak selamanya merupakan kaitan sebab-akibat, namun tak jarang pula terjadi
hubungan sebab-akibat di antara perilaku atau kepribadian seseorang dan busana yang dikenakannya.
Artinya, busana bisa berdampak terhadap kepribadian. Dan begitu pula sebaliknya, kepribadiaan dapat memberikan akibat tertentu terhadap cara
17
berbusana seseorang. Berangkat dari kenyataan inilah Islam mengajarkan tata cara dan etika berpakaian yang khas Islam. Ini sepenuhnya dimaksudkan sebagai
sarana pembentukan karakter dan kepribadian muslim yang utuh, selaras, dan harmonis antara realitas lahir dan batinnya. Jadi, pertentangan antara simbol dan
esensi berpakaian inilah yang ingin dihapuskan oleh Islam melalui ajaran etikanya tentang pakaian dan cara berpakaian.
Beberapa karakter dan kepribadian muslim yang harus dibangun, juga diaplikasikan di dalam penampilan dan gaya berpakaian, yaitu kepribadian yang
penuh cinta, kasih sayang dan kelembutan rahmat. Kesederhanaan dalam arti tidak berlebih-lebihan dalam segala hal
i’tidal, tidak silau harta zuhd, selalu menjaga kehormatan dan kesucian diri
‘iffah, gigih shabr, tegas hazm, tangkas dan energik hayawiyyah, bijaksana dan arif
hikmah, memegang amanah dan janji mu’taman, tegak lurus dalam kebenaran
dan kebaikan sesuai ajaran Allah qunut, serta profesional dan pandai menyesuaikan diri dengan waktu dan tempat yang dihadapi itqan al-
‘amal.
11
Inilah contoh-contoh kepribadian yang mesti dikembangkan dalam diri seoarang muslimah. Termasuk juga perlu diekspresikan dalam penampilan dan
gaya busananya. Mungkin inilah terjemahan aplikatif dari konsepsi Alquran yang menyebutkan bahwa Pakaian Ketakwaan adalah Yang Terbaik. Dengan cara ini
pula, falsafah Jawa yang berbunyi Ajining Diri Saka Lathi, Ajining Raga Saka Busana, mesti dipahami dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Agama Islam tidak menentukan bagaimana cara dan bentuk pakaian. Hal tersebut diserahkan kepada lingkungan, bangsa dan keadaan iklim setempat.
11
Dikutip oleh Majalah Noor edisi November 2011
18
Agama Islam hanya memberikan batas-batas tertentu yang tidak boleh dilanggar yang merupakan wadah penciptaanNya. Agama Islam tidak menghalangi daya
cipta, cita rasa, corak, bentuk dan potongan yang terbaru atau terbagus, namun Islam hanya meminta agar pakaian itu selaras dan menjaga keluhuran budi dan
akhlak, kekayaan dan kekuatan batin, penyelamatan jasmani dan rohani dari kejahatan dan kerendahan budi manusia.
12
C. Fashion Sebagai Budaya Massa dan Simbol Gaya Hidup