78
Dari Desa ke Desa
Dinamika Gender dan Pengelolaan Kekayaan Alam
yang selama ini tidak dirawat mulai dirawat kembali. Mereka
kembali ke kebun karet yang selama ini terlantar.
Pembukaan ladang
sekarang bukan lagi untuk perluasan tanah
milik, tetapi benar-benar untuk membuat kebun karet yang bisa
disadap. “Dahulu kami membuka hutan untuk membuat ladang
agar mendapatkan tanah. Kami berlomba-lomba membuka lahan
agar dapat tanah yang dekat dari dusun tetapi sekarang sudah sukar
membuka hutan karena sudah sangat jauh dari dusun. Kami
sekarang mulai berusaha agar kebun karet yang kami tanam dapat tumbuh baik dan menghasilkan,” kata Bu Darnis.
Seperti telah diutarakan di atas, perempuan tergabung dalam kelompok yasinan. Kelompok perempuan ini adalah salah satu institusi informal yang ada di desa.
Penelitian aksi partisipatif yang dilakukan tim ACM Jambi juga berfokus untuk meningkatkan peran dan posisi perempuan dalam pengambilan keputusan
tingkat desa. Dalam suatu pertemuan kelompok perempuan tingkat desa, mereka membicarakan tentang bagaimana kondisi ideal perempuan Desa Baru Pelepat
25 sampai 30 tahun ke depan. Salah satu teknik yang dipakai fasilitator adalah teknik Skenario Masa Depan Future Scenario. Dengan menggunakan teknik
ini kelompok perempuan desa menggambarkan kondisi ideal perempuan di masa yang akan datang.
Dari gambaran yang dibuat, hal yang paling pokok adalah adanya mata pencaharian yang mantap terutama kebun. Kuatnya organisasi kelompok perempuan juga
merupakan hal yang sangat diinginkan. Untuk mewujudkan perempuan yang terampil, anak perempuan harus didukung untuk terus bersekolah. Hal ini
berdasarkan pengalaman masa lalu yang menunjukkan banyaknya perempuan desa yang buta huruf dibandingkan laki-laki. Kondisi ini terjadi karena pada
jaman dulu ada larangan bagi perempuan untuk bersekolah. Perempuan tugasnya di dapur sehingga cukup laki-laki saja yang sekolah.
Perempuan Desa Baru Pelepat mengan yam kerajinan
bambu secara berkelompok. Pert emuan kelompok
mereka lakukan tiap dua minggu sek ali.
Foto oleh Effi Permata Sari
BAGIAN 7 - Effi Permata Sari
79
Untuk membuat kebun karet yang bisa disadap, perempuan membuat perencanaan bersama dalam kelompok. Hutan yang dibuka untuk membuat kebun harus
sehamparan agar mudah dalam pengendalian hama. Kebun akan dirawat intensif dan ditunggui paling tidak tiga tahun menjelang tanaman karet besar. Satu hal
yang tidak bisa dipungkiri dan sangat disadari adalah perlunya kerjasama antara laki-laki dan perempuan untuk mewujudkan pembentukan kebun ini.
Selain bekerja di ladang membuat kebun, mereka juga mengembangkan kerajinan anyaman bambu. Keterampilan menganyam ini sesungguhnya telah
mereka dapatkan secara turun-temurun. Hasil anyaman ini pada awalnya untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga saja seperti tikar, keranjang, tempat nasi
dan peralatan sehari-hari lainnya. Hasil kerajinan ini ternyata diminati pasar sehingga PKK Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga Desa Baru Pelepat
melakukan pelatihan anyaman yang bisa mengikuti selera pasar. Bahan baku
Beberapa contoh kerajinan anyaman bambu dari Kelompok Perempuan Baru Pelepat ketika mengikuti
Pameran Pembangunan, Kabupaten Bungo. Foto oleh Effi Permata Sari
dalam pelatihan anyaman ini adalah bambu karena bahan baku ini banyak tersedia di sekitar desa. Dengan meningkatkan keterampilan menganyam, kini
mereka sudah bisa memproduksi anyaman yang dapat dijual.
Besarnya keinginan untuk mengembangkan perekonomian dan meningkatkan taraf hidup ternyata tidak bisa hanya mengandalkan tenaga saja. Modal usaha
merupakan permasalahan berikutnya. Dahulu modal untuk membuka ladang
80
Dari Desa ke Desa
Dinamika Gender dan Pengelolaan Kekayaan Alam
berasal dari pembalakan kayu, sedangkan sekarang tidak bisa lagi. Mendekati pemerintah daerah untuk mendapatkan bantuan modal adalah salah satu
solusinya.
Kelompok perempuan akhirnya berkunjung ke Dinas Perindustrian Perdagangan dan koperasi, Kabupaten Bungo. Tujuan kunjungan ini adalah memberitahukan
kepada instansi tersebut bahwa di Desa Baru Pelepat sudah ada kelompok kerajinan anyaman. Selain itu juga mencari peluang-peluang untuk pemasaran
produk dan pengembangan usaha. Gayung pun bersambut, pada perayaan ulang tahun Kabupaten Bungo, kelompok anyaman Desa Baru Pelepat ini diminta oleh
instansi tersebut untuk mengisi stan pameran pembangunan.
Dengan didampingi oleh fasilitator ACM, kelompok perempuan bersama-sama mencari modal usaha. Kelompok perempuan ini membuat proposal kegiatan dan
diajukan ke Dinas Kehutanan, Kabupaten Bungo untuk program bantuan usaha produktif yang dimiliki dinas tersebut. Kelompok perempuan ini juga difasilitasi
untuk berinteraksi dengan Dinas Perindustrian Perdagangan dan koperasi, Kabupaten Bungo untuk pengembangan kerajinan anyaman bambu. Mereka juga
membuat proposal bantuan dana untuk modal dan pengembangan kelompok ke instansi ini.
KESIMPULAN DAN HIKMAH
Demikianlah cerita kaum perempuan Desa Baru Pelepat dalam upaya menciptakan sumber penghasilan alternatif setelah keluarnya Inpres tentang penebangan ilegal
tersebut. Usaha pemerintah mengeluarkan Inpres ini pada dasarnya baik karena bertujuan untuk melindungi keanekaragaman hayati yang ada di Indonesia.
Pengambilan hasil hutan baik kayu dan bukan kayu perlu ada aturan yang jelas sehingga pada akhirnya tidak merugikan lingkungan dan masyarakat. Sayangnya,
peraturan pemerintah semacam ini seringkali tidak sampai ke masyarakat desa, apalagi masyarakat yang tinggal di pelosok desa. Kesan yang timbul di masyarakat
justru peraturan tersebut menyengsarakan rakyat karena minimnya alternatif sumber pendapatan.
Cerita di atas juga memberikan beberapa hikmah yang perlu dijadikan pelajaran. Pertama, eksploitasi hutan besar-besaran di era HPH pada tahun 1970-an dan
1980-an telah berdampak besar bagi kehidupan masyarakat. Selain hilangnya hutan, dampak lanjutannya adalah terlantarnya areal persawahan dan perkebunan
karet rakyat karena masyarakat desa lebih suka mencari kayu dibanding merawat sawah dan kebun karet. Kedua, pada saat-saat seperti ini beban perempuan